Suara papan ketik terdengar sangat nyaring di kamar kos milik Alseana Ratu Afensa.
Dia adalah seorang penulis online terkenal yang ceritanya sudah dibaca oleh jutaan pembaca.
Dia adalah seorang mahasiswa salah jurusan yang harus membagi waktunya antara pekerjaan dan perkuliahannya agar kehidupan kuliahnya bisa berjalan dengan lancar.
Dini hari ini ia masih menuliskan cerita yang akan ia kirimkan nanti karena sudah menjadi rutinitas nya tiap hari di jam tiga pagi menulis karena merasa otaknya sedang encer di jam tersebut.
"Huh, tinggal satu kalimat lagi lalu aku akan tidur." Gumamnya pada dirinya sendiri karena masih mengantuk karena harus bangun pagi untuk menulis cerita.
Dia sedang menulis bab terakhir dari ceritanya yang berjudul "Cintai Aku".
Kisah klasik semasa SMA yang digemari oleh kalangan muda saat ini. "Cintai Aku" sendiri diambil dari kisah cinta yang diharapkan oleh Alseana sewaktu SMA yang tak kesampaian karena selama dua puluh tahun hidup ia tetap menjadi seorang jomblo.
Sangat mengenaskan namun ia masih memiliki otak untuk berimajinasi sesuai dengan keinginanya.
Setelah ia mengetik hingga kalimat terakhir, ia segera mematikan laptopnya dan kembali tidur.
Tanpa ia sadari, ia telah menekan tanda kirim ke platform miliknya yang membuat para pembaca setia segera membaca cerita terbaru di pagi buta tersebut.
Banyak notif yang masuk ke dalam ponsel Alseana karena memang tersambung di ponselnya hingga komentar pujian dan kutukan diarahkan kepada Alseana.
A: Hahaha Akhirnya Manfredo mati!
B: Aku sudah menunggu Manfredo mati, seharusnya sejak lama ia mati saja.
C: Manfredo sangat tampan, kenapa penulis harus membunuhnya?
D: Manfredo salah tapi seharusnya ia diberi kesempatan kedua karena ia pasti memiliki alasan berbuat jahat pada Naren.
E: Penulis terburuk! mati saja kau, kenapa dia membuat tokoh antagonis kesayanganku mati!
F: Aku harap penulis merubah alur ceritanya hari ini, aku sangat menyukai Manfredo setelah kemarin melihat visualnya.
G: Kembalikan Manfredo!
H: Aku harap penulis sial selamanya dan masuk ke dalam cerita agar bisa merasakan menjadi Manfredo!
I: Sial! Aku akan berhenti membaca cerita ini jika tak ada part tambahan tentang Manfredo!
J: Aku mengutuk penulis dan masuk ke dalam novel agar alurnya berubah!
Banyak orang yang mengutuk Alseana akibat membunuh sang antagonis, karena bagi Alseana cerita tak akan berakhir jika sang antagonis tidak mati.
Antagonis harus mati agar sang protagonis hidup bahagia, antagonis adalah tokoh jahat yang seharusnya menghilang di radar sang protagonis.
Namun dibalik itu, hanya Alseana yang lebih tahu tentang seluk beluk sang tokoh antagonis mengenai masa kelamnya, namun baginya antagonis tetaplah antagonis yang harus hilang agar ceritanya bisa dibilang happy ending.
Namun apakah cerita itu akan berakhir happy ending setelah antagonis mati?
Jauh dari bayangan Alseana, ia akan menyesali telah menulis cerita ini.
......................
Kring! Kring!
Alarm berbunyi mengganggu tidur gadis yang sedang terlelap di atas kasur empuknya.
Karena merasa terganggu karena bunyi nyaring tersebut ia meraba-raba dimana letak jam alarm-nya.
Setelah mematikan alarm tersebut ia lanjut mengarungi mimpinya namun setelah beberapa menit ia menyadari hal yang aneh.
Sejak kapan ranjang kosnya seempuk dan senyaman ini?
Dan sejak kapan ia memiliki jam alarm?
Setelah otaknya sedikit loading ia langsung membuka matanya setelah sadar jika ada yang salah.
"Hah?!"
Ia sangat terkejut saat ia melihat kanan kiri bukanlah kamar kos miliknya.
"Dimana ini? Apakah ada yang menculikku?!"
Alseana sangat panik saat ia berada di kamar yang sama sekali tak ia kenal.
Ia berada di kamar yang sangat mewah dengan dominasi warna putih dan pink pastel tersebut.
"Dimana ini? mana laptop kesayanganku? sial, siapa juga yang menculik orang miskin ini." Gerutunya dengan kesal hingga tatapannya jatuh pada cermin besar yang ada di kamar tersebut.
Dia sangat syok saat pantulan dari cermin tersebut adalah dirinya sendiri namun dalam versi glow up.
"Apakah tidur sebentar membuat orang menjadi lebih cantik??"
"Sebenarnya dimana ini?" Gumamnya pada dirinya sendiri hingga suara ketukan pintu membuat ia mengalihkan pandangannya ke arah pintu bercat putih tersebut.
"Non, apakah anda sudah bangun? Anda bisa terlambat sekolah." Suara wanita yang Alseana tebak berusia lima puluh tahunan terdengar dari luar pintu.
"Sekolah?" Gumam Alseana dengan mengerutkan dahinya.
Hei dia sudah berumur dua puluh tahun, mana ada ia masih sekolah. Ia seharusnya pergi ke kampus.
"Non?" Panggilan tersebut terdengar lagi hingga membuat Alseana membuka pintunya siapa tau ia bisa mendapatkan jawaban dari wanita yang berada di luar itu.
Ceklek!
"Non Auryn, kenapa anda belum memakai seragam sekolah anda? ini sudah jam setengah tujuh, anda bisa telat." Ucap wanita paruh baya tersebut yang mengenakan pakaian pelayan.
"Seben-" Sebelum ia bisa bertanya pada wanita paruh baya tersebut ia didorong masuk dan di bawa ke kamar mandi.
"Non Auryn segera mandi dan segera ke bawah yaa, pak anton sudah siap sejak tadi." Ucap wanita itu lalu langsung meninggalkan Alseana sendiri di kamar mandi.
Merasa tak mendapatkan jawaban, Alseana hanya bisa menghela nafasnya lalu mengikuti kemauan wanita itu untuk bersiap karena siapa tahu ia bisa mendapatkan jawaban.
Ia segera membersihkan diri dan membuka lemari untuk mengambil seragam yang diucap wanita paruh baya tadi.
Namun, hal yang membuatnya sedikit salah fokus adalah seragam sekolahnya sangat mirip dengan bayangannya ketika ia membuat cerita novelnya.
"Apakah ini sebuah kebetulan?" Gumamnya.
Namun, tak ingin terlalu memikirkan hal tersebut dan memakai seram tersebut dan bersiap lalu keluar dari kamar tersebut.
Saat ia keluar ia sangat takjub dengan desain rumah ini, rumah ini semua serba putih dan terkesan sangat mewah.
Ia berpikir apakah ia sedang bermimpi sekarang?
"Non kenapa masih berdiri disitu, pak anton sudah menunggu anda. Anda bisa telat jika tak segera berangkat." Ucap wanita tadi yang pertama kali ia temui di rumah ini yang sedikit mendesaknya khas orang tua yang menyuruh anaknya untuk segera berangkat.
Ia pun hanya mengangguk dan turun kebawah dengan diam, ia harus mencari tahu dimana ia sekarang karena terasa sangat aneh.
Ia pun masuk ke dalam mobil yang sudah terparkir di depan pintu rumah tersebut.
"Nona kemarin membaca novel lagi ya jadi bangun kesiangan?" Suara pria yang ia ketahui namanya pak anton tersebut terdengar. Ia berbicara dengannya sambil mengemudikan mobilnya karena jam sudah hampir menunjukkan jam tujuh pagi.
Ia hanya diam saja tak menjawab karena masih mencerna semua kejanggalan ini.
"Ini kita di negara mana pak?" Tanya Alseana pada pria yang menjadi supirnya tersebut dengan sedikit ragu.
"Apakah nona Auryn masih mengantuk? tentu saja masih di indonesia non." Ucap pak Adit dengan terkekeh.
"Kota mana ya pak? dan nama saya siapa?" Tanya Alseana lagi karena ia sepertinya sedikit berpikiran gila kali ini, semoga saja tebakannya salah.
"Jakarta non, anda kenapa? Apakah anda melupakan nama anda sendiri? non Auryn sakit?" Tanya pak Adit dengan khawatir.
"Jawab saja pak!" Ucap Alseana dengan mendesak pak Adit agar ia segera menjawab pertanyaannya tanpa bertanya lebih dalam tentangnya.
"Auryn Athaya Queensha, non."
Bagaikan tersambar petir disiang hari, Alseana membeku di tempat.
Tidak mungkin bukan? tidak mungkin ia menjadi salah satu tokoh cerita novel miliknya?
Apakah ini mimpi? Tolong bawa ia kembali sekaranggg?
...****************...
Guys setelah dari bab ini selanjut kita panggil Alseana dengan Auryn yah!!!
Novel CINTAI AKU
Kisah cinta seorang remaja yang tengah menduduki bangku SMA, konon katanya kisah cinta terindah terukir saat masa-masa SMA.
Tania seorang anak dari kalangan menengah yang tidak kaya maupun miskin menjadi murid pindahan dari bandung karena pekerjaan orang tuanya yang sekarang berpindah tugas di jakarta.
Queensha International High School (QIHS), sekolah bertaraf internasional dengan SPP sebulan setara harga mobil tersebut menjadi pilihannya waktu itu.
Hanya butuh waktu satu minggu ia bersekolah di sekolah terpopuler di jakarta ini, ia sudah membuat pangeran sekolah tersebut jatuh cinta dengan pandangan pertama.
Auryn yang mengingat betul bab pertama dari novelnya ini menjadi sangat malu, kenapa ia menciptakan novel yang sangat pasaran di bab pertamanya.
Dan satu hal yang ia rutuki, kenapa dari sekian banyaknya novel yang ia buat ia harus menjadi anak SMA lagi dan parahnya ini bukan hanya kisah romansa biasa di putih abu-abu namun juga kisah kelam di kehidupan masing-masing setiap tokoh ditambah dark romance di kisah tokoh utama apalagi ada adegan panas di pertengahan bab.
Tapi ia sedikit bersyukur setidaknya ia bukanlah tokoh utama atau tokoh yang sering muncul dalam novel ini karena ia hanyalah figuran yang namanya disebutkan satu kali karena sebagai anak pemilik sekolahan ini.
"Huft, bagaimana keadaan tubuhku di dunia nyata." Gumamnya.
"Sepertinya aku harus menyelesaikan bab terakhir buku ini, mungkin aku bisa pulang."
Ya, ia harus menyelesaikan bab terakhir buku novel ini agar ia bisa pulang, mungkin itu adalah jalan keluar ia bisa kembali.
"Jadi bab berapa sekarang?" Tanya Auryn pada dirinya sendiri.
"Non, sudah sampai." Pak Adit yang menjadi supir pribadinya tersebut menyadarkan Auryn dari lamunannya.
"Eh- iya pak, terima kasih." Ucap Auryn dengan sopan.
Hal itu membuat pak Adit terkejut karena nona yang selama ini ia layani sangat cuek pada sekitar dan sekarang ia terlihat ramah dan sangat sopan.
"Apakah nona Auryn sedang sakit?" Gumamnya karena sejak tadi ia merasakan ada perubahan dari anak tuannya tersebut.
Di sisi Auryn ia melihat gerbang sekolah yang sudah tutup tersebut dengan kagum karena sekolah yang dulunya hanya dalam imajinasinya sekarang ia bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri.
"Non Auryn tumben telat, kelas sudah masuk lima menit lalu." Tiba-tiba seorang satpam berbicara di depan Auryn.
Auryn pun menatap satpam tersebut dengan senyum manisnya.
"Maaf pak, tadi bangun kesiangan." Ucap Auryn dengan nada sangat lembut.
Satpam pun juga terkejut seperti halnya pak anton tadi, karena biasanya ia selalu menghadapi gadis cantik itu dengan wajah cuek dan juteknya.
Ia yang merasa aneh pun langsung membukakan pintu karena takut itu adalah wajah sebelum ia dipecat dari sini.
Melihat wajah ketakutan sang satpam membuat Auryn menaikkan salah satu alisnya.
Apakah ada yang aneh dengannya?
Auryn membatin apa sikapnya berbeda? tapi ia sendiri tak tak tahu dulu seperti apa karena ia tak menyebutkan atau menggambarkan lebih rinci karena ia hanya menganggapnya sebagai figuran tak penting.
Namun ia tak peduli, entah gimana sifat dulu sekarang ia adalah dirinya sehingga ia tak ingin mencari tahu atau mengubah sifat aslinya, ia hanya ingin menjadi penonton kisah novelnya disini sampai akhir bab dan pulang kembali ke dunia nyata.
Auryn berjalan dengan santai setelah satpam membukakan pintu tersebut.
Ia mengingat jika anak pemilik sekolah ini adalah siswa kelas 12 IPA 1.
"Oke, setidaknya aku dulu sekolah ngambil jurusan IPA." gumamnya.
Lorong sekolah ini sangat sepi hanya beberapa siswa yang keluar karena ini masuk jam kelas sehingga semua masuk ke kelasnya masing-masing.
Kelas 12 IPA 1 berada di lantai tiga, untung saja ada lift untuk naik ke lantai tersebut hingga ia tak perlu lagi capek naik ke atas.
Saat sampai di depan kelasnya ia mengetuk pintu ruang kelas tersebut dan membuka pintu tersebut.
"Permisi, maaf bu saya terlambat karena ada masalah di rumah." Bohong Auryn saat ia sudah masuk ke dalam kelas dan melihat sudah ada guru wanita yang sedang mengajar.
Guru tersebut hanya mengangguk saja tak berkomentar banyak, mungkin karena ia anak pemilik sekolah sehingga tak diberikan komentar atau hukuman.
Namun ia tak peduli itu ia segera duduk di bangku kosong disana yang ia yakini adalah bangkunya, sesuai dengan ekspektasinya jika bangkunya berada di pojok belakang karena ia hanyalah figuran yang tak terlalu dianggap sehingga banyak orang yang tak memperhatikannya lebih.
Ia bernafas dengan lega, ia segera mengeluarkan bukunya dan menyimak wanita yang sedang mengajar tersebut dengan malas.
Ia sudah mempelajari ini dulu tapi ia harus mengulangnya kembali, Auryn hanya bisa menghela nafas dengan pasrah saja sambil melihat kanan kiri.
Ia melupakan jika ia sekelas dengan Naren Aksara Gavindra tokoh utama pria di novelnya.
Ia tersenyum tipis, setidaknya ia tak akan repot untuk mencari.
"Jadi ini sampai bab mana?" Gumamnya.
Seharusnya tokoh utama wanita juga berada di kelas yang sama dengan pangeran sekolah tapi ia belum menemukan ciri-ciri yang sesuai dengan tokoh utama wanita.
"Apakah cerita belum masuk bab pertama?" Gumamnya lagi.
"Jadi aku harus disini sampai satu tahun kedepan?" Ia menggerutu dengan kesal, bisa-bisanya ia harus melihat adegan awal hingga akhir cerita ini.
"Auryn Athaya Queensha!" Suara tegas wanita yang sedang mengajar di depan tersebut membuat Auryn tersentak.
"I-iya bu?"
"Maju kedepan kerjakan soal di papan tulis!" Ucapnya dengan ketus, sepertinya ia terlalu asik melamun hingga guru tersebut menghukumnya untuk mengerjakan soal.
Ia pun dengan terpaksa maju ke depan dan melihat soal di papan tulis.
Ini pelajaran Fisika yang tak terlalu ia pahami di sekolah dulu tapi setidaknya ia ingat cara pengerjaannya sehingga dengan otak pintarnya yang suka mengarang ia mengerjakannya sesuai instingnya.
Bu Lisa yang melihat Auryn mengerjakan soal di depan papan tulis dengan lancar sangat terkejut.
Semua siswa disini juga terkejut karena mereka tak menyadari jika anak pemilik sekolah ini pintar karena terlalu cuek dan jutek pada setiap orang bahkan pada sekolahnya.
"Apakah ada yang salah?" Tanya Auryn dengan bingung karena melihat semua orang terlihat terkejut dengan jawabannya apa.
"Kau sudah mempelajari materi ujian nasional?" Tanya bu Lisa pada Auryn.
Auryn hanya menggeleng saja.
"Tapi jawabanmu sangat tepat dan benar Auryn, apa kau sudah mengikuti les untuk masuk ke universitas?" Tanya bu Lisa lagi.
"Tidak, jika pun aku ikut les aku tak mengambil matkul fisika yang sulit." Ucap Auryn dengan santai lalu duduk kembali.
Semua siswa langsung terkejut, mereka terkejut karena Auryn menganggap fisika sulit tapi ia bisa mengerjakan soal fisika yang sulit itu. Jadi tingkat kesulitan macam apa yang menjadi tolak ukur Auryn?
Tanpa disadari oleh Auryn, ia telah menarik perhatian tokoh utamanya.
......................
Waktu istirahat adalah waktu yang paling ditunggu oleh semua siswa, tak terkecuali Auryn yang sudah sangat jenuh dengan mata pelajaran yang harus ia ulang kembali.
Jiwanya sangat lelah karena memang tak siap dengan apa yang ia hadapi sekarang.
Ia pun dengan wajah lesunya menuju ke kantin karena ia lupa tak sarapan tadi karena masih syok dengan kepindahan dunianya.
Ia segera memesan makanan di sana dengan santai dan tak memperdulikan apapun bahkan tubuh ini sepertinya tak memiliki seorang teman satupun karena tak ada yang mendekatinya.
"Huft apakah aku akan hidup disini sampai satu tahun kedepan?" Gumamnya.
Ia pun segera mengambil makanan yang sudah ia pesan tadi dan mencari meja makan dan duduk tenang disana.
Tiba-tiba semua orang ramai dengan kebisingan, Auryn sedikit familiar dengan suasana ini hingga ia melihat ke arah pintu masuk kantin.
Benar saja apa tebakannya, pangeran sekolah sedang menuju ke kantin. Banyak murid perempuan yang histeris dengan kedatangan para pangeran sekolah yang terdiri dari lima orang tersebut.
Lima orang tersebut biasanya disebut geng Stofor, itu adalah nama yang diberikan Auryn untuk geng tersebut karena menggambarkan para anggota yang tampan bak dewa yunani yang bersinar.
Namun memang benar apa yang ia lihat sekarang, jika anggota Stofor sangat tampan tapi entah kenapa bagi Auryn terlihat biasa saja karena mungkin ini cerita tak nyata sehingga ia tak terlalu mengagumi ketampanan mereka.
Ketua dari Stofor sendiri adalah sang tokoh utama yaitu Naren aksara Gavindra orang yang dingin, cuek dan tak berperasaan namun di hadapan tokoh utama wanita tentu saja sifat itu hilang hanya dihadapan gadisnya.
Wakilnya sendiri adalah Haizar Luca Kalundra, seorang yang memiliki sikap hangat namun dibalik hangatnya sifatnya ia adalah seorang psikopat gila yang melebihi Naren. Pria itu yang masuk blacklist Auryn untuk ia jauhi.
Anggota inti lainnya adalah Angkasa Gevario Arlanka, Elang Dengan Maheswara, Rion Arleonsa Navarez.
Tak diragukan lagi tokoh-tokoh penting novelnya ini memiliki paras dan kekayaan yang tak perlu diragukan lagi hingga geng mereka disebut paling ditakuti oleh semua orang.
Auryn yang mengingat tersebut menjadi bangga, tokoh imajinasinya ternyata bisa ia lihat secara langsung.
Ia memakan makanannya dengan lahap hingga tak sadar jika geng Stofor duduk di mejanya yang membuat ia menaikkan alisnya.
"Auryn, kita boleh duduk disinikan?" Orang yang bertanya itu adalah Elang, ia adalah orang yang paling humble dari yang lainnya.
"Tidak. Cari saja tempat lain karena masih banyak meja kosong." Ucap Auryn dengan cuek, ia tak ingin terlalu dekat dengan para tokoh utamanya karena itu akan membuat alurnya tak sesuai dengan naskahnya dan membuatnya tak bisa kembali ke dunianya.
Namun Ketua Stofor dengan tak pedulinya dengan tolakan Auryn malah duduk langsung di kursi kosong di meja yang ditempati Auryn dan diikuti yang lain.
"Ini bukan meja milik lo jadi terserah gue duduk dimana." Ucap Naren dengan dingin.
Auryn pun menaikkan alisnya lalu tersenyum miring.
"Apa lo lupa siapa pemilik sekolah ini?"
"Benar bos, ini sekolah milik ayah Auryn. " Ucap Elang membetulkan ucapan Auryn.
"Kalian gunakan saja meja ini, gue udah selesai." Ucap Auryn sembari berdiri, ia tak ingin terlalu berinteraksi dengan para tokoh utama disini karena terlalu rumit.
Auryn akhirnya beranjak disana dan pergi ke arah taman. Ia membutuhkan udara segar sambil menulis kembali naskah novelnya agar ia tak melupakan setiap adegan.
Ia harus memastikan setiap adegan sesuai dengan naskah agar novel berjalan semestinya.
Taman sekolah ini berada tepat di belakang sekolah, disini sangat sepi karena tak terlalu banyak diminati oleh para siswa disini kecuali untuk berpacaran.
Tapi untungnya saat Auryn datang kesini tak ada orang yang berpacaran disini sehingga tak membuat ia dongkol.
Ia memilih duduk di kursi taman yang berada tempat di bawah pohon besar karena tak terkena panas sehingga nyaman untuknya bersantai.
saat ia sudah duduk ia segera mengeluarkan sebuah buku catatan yang ia bawa dan menulis disana dengan serius.
"Jika tokoh utama belum pindah dan sekarang baru semester awal seharusnya sebentar lagi ia akan pindah kesini dan perkiraan adalah besok." Gumam Auryn sambil menulis sesuatu disana.
"Adegan pertama adalah di ruang kelas dan selanjutnya kantin. Apakah aku harus melihat adegan itu atau tidak? tapi kalau tidak melihat aku tak tahu perkembangan progress novelku." Gumam Auryn sambil mengetuk-ngetukkan pulpen yang ia pegang ke dagunya.
"Oke aku harus melihat semua adegan penting novel ini, aku harus memastikan semua jalan cerita harus sesuai dengan naskah." Putus Auryn, dia sangat optimis dengan hal ini karena ia semangat ingin kembali.
"Bagaimana keadaan tubuhku disana? apakah baik-baik saja?"
Ia khawatir jika tubuhnya sedang tak baik-baik saja di dunianya, karena ia pindah tubuh dengan tiba-tiba tanpa sebab apapun karena biasanya ia membaca novel dengan jiwa berpindah tubuh harus dengan melalui kematian ada kecelakaan sang tokoh utama.
Tapi ia hanya tidur bukannya mati, tak mungkin bukan ia tiba-tiba serangan jantung dan langsung berpindah disini.
"Apakah sebelum tidur aku tak sengaja mengirimkan naskah bab terakhir dan aku dikutuk oleh fans antagonis karena mati??" Ucap Auryn dengan logikanya yang gila karena sebelum ia membuat bab terakhir tersebut ia sudah mendapatkan pro dan kontra dari komentar pembaca dari bab sebelumnya agar antagonis dibunuh saja dan ada yang bilang tak seharusnya antagonis harus mati.
"Huft, bisakah aku kembali sekarang? Aku ingin gila rasanya disini." Ucapnya dengan keras namun ia berpikir jika disini sangat sepi sehingga tak mungkin ada yang mendengarnya.
Ia tak ingin berada di ceritanya sendiri yang banyak psikopat gila dan haus darah disini, ia tak sekuat tokoh utama wanita yang akan menjadi rebutan para tokoh gila.
Ia juga belum bertemu bertemu dengan antagonis pria disini dan semoga saja ia tak memiliki kontak dengan antagonis tersebut karena ia tak ingin melihat darah dimana-mana karena ia sangat phobia terhadap cairan merah tersebut dan antagonis cerita ini bahkan hampir setiap hari berurusan dengan darah.
"Tenang Auryn, tak perlu takut. Hanya setahun ya setahun saja kau harus bertahan." Gumamnya menyemangati dirinya sendiri.
TING! TONG!
Suara bel masuk terdengar menggema di seluruh sekolah untuk murid segera bergegas masuk. Auryn yang juga mendengar hal tersebut langsung beranjak dari sana untuk masuk ke dalam kelas.
Tanpa dia sadari sejak ia datang, ia sudah diamati oleh seseorang dan orang tersebut tersenyum miring di balik persembunyiannya.
Menunggu jemputan dari pak Adit adalah kegiatan yang dilakukan Auryn siang ini, ia menunggu di depan halte bus sekolah karena cuaca sedang mendung akan hujan.
Ia melupakan handphone milik tubuh ini sehingga tak bisa menghubungi orang rumah untuk menjemputnya.
"Huft, aku lelah sekali ingin cepat rebahan. Dimana pak Adit sebenarnya, kenapa lama sekali." Gumamnya.
Auryn pun duduk dengan menaikkan kakinya dan membenamkan wajahnya diantara kedua lututnya hingga suara motor sport yang terdengar keras mendekatinya.
TIN!
Suara klakson motor sport tersebut terdengar di hadapan Auryn yang membuat dia mengangkat wajahnya.
Pria tinggi tegap dengan jaket hitam yang selaras dengan motor dan helm yang dipakai pria itu tengah berhenti di depan Auryn.
"Lo belum balik?" Tanya seorang pria di balik helm fullface nya pada Auryn.
Auryn yang mendengar itu menatap kanan kiri dan tak ada orang selain dirinya.
"Lo bicara sama gue?" Tanya Auryn dengan menunjukkan dirinya sendiri dan menaikkan alisnya dengan bingung.
"Hm."
TIN!
"Itu gue sudah dijemput." Ucap Auryn dengan santai dan terasa lega di dalam hatinya karena ia takut diculik karena sebenarnya ia tak mengenal laki-laki yang bertanya padanya itu.
Ia pun langsung bergegas masuk ke dalam mobil yang dikendarai pak Adit tersebut dengan segera.
"Itu teman non Auryn?" Tanya pak Adit saat Ayana sudah duduk di kursi penumpang.
"Gatau pak, Auryn gak kenal." Ucap Auryn dengan santai lalu menyuruh pak Adit segera menjalankan mobilnya untuk menuju ke kediaman tubuh ini.
Tak berapa lama Auryn sampai di rumah besar milik keluarga tubuh ini, atau bisa disebut mansion? entahlah Auryn tak paham ini rumah atau mansion karena dulunya ia hanya orang kelas menengah kebawah yang tak mengerti hal seperti ini.
"Non sudah sampai, tuan dan nyonya nanti malam juga sudah kembali dari amerika." Ucap pak Adit yang membuat Auryn yang ingin membuka pintu mobil terhenti.
"Mereka kembali?" Tanya Auryn dengan nada sedikit tertekan.
"Iya non, bukankah anda menyuruh tuan dan nyonya pulang cepat karena seminggu lagi ulang tahun anda yang ke delapan belas?"
"Hm."
Auryn langsung keluar mobil dan masuk ke dalam tanpa memperdulikan pelayan yang menyapanya.
Ia langsung masuk ke kamar yang ia ingat dan menguncinya lalu ia menyandarkan tubuhnya ke pintu tersebut dengan lemas.
"Bagaimana ini, aku bahkan tak mengenal orang tua tubuh ini. Bagaimana jika mereka curiga dan menuduhnya menggunakan ilmu hitam untuk mengambil alih putri mereka."
"Apakah Auryn tak menulis apapun tentang dirinya?" Gumamnya.
Ia pun segera mencari suatu informasi yang bisa ia dapatkan, dia langsung menuju ke meja belajar gadis itu dan mengacak-acak isinya disana.
Hanya buku pelajaran dan beberapa novel koleksinya saja yang ia dapatkan, namun saat ia mencari lagi ada buku kecil yang jatuh tepat di depan kakinya.
Buku kecil bersampul hitam dengan tulisan berwarna emas tersebut membuat Auryn langsung penasaran dan mengambilnya.
"Auryn Athaya Queensha." Gumam Auryn membaca ukiran emas di buku tersebut.
Seperti mendapatkan secercah cahaya di kegelapan malam, Auryn langsung tersenyum cerah.
Ia langsung duduk di kursi belajarnya dan membaca isi buku tersebut.
11/01/2021
Auryn Athaya Queensha
Hidup bagaikan hal yang membosankan, jiwaku seakan tak ada. Tak ada gairah untuk menjalani hidup.
Seakan aku hidup seperti sudah diatur oleh seseorang.
Auryn yang membaca buku diary tersebut terkejut, apa tokoh ini sadar jika ia hanya orang yang menjadi figuran? Tapi bagaimana ia bisa sadar? menurutnya kehidupan di dunia ini seperti dunianya.
Dengan menghela nafas pelan, Auryn melanjutkan membaca buku tersebut ke halaman kedua.
15/01/2021
Auryn Athaya Queensha
Apakah mereka merasakan apa yang kurasakan? kenapa aku merasa apa yang kulakukan terus berulang bahkan setiap kalimat berulang sepanjang hari hingga aku hafal apa yang mereka ucapkan dan tempat mereka bertemu. Ada apa dengan dunia ini? kenapa sejak aku menginjak kelas dua belas adegan ini terus berulang dan seperti menunggu adegan selanjutnya selesai dibuat? Apakah memang dunia ini sudah tak normal?
DEG!
Auryn langsung membeku membaca halaman kedua buku ini, ia terkejut ternyata dunia ini memang berada dalam pengaruh tulisannya. Ia tak tahu jika apa yang ia tulis nyata di dunia ini bahkan berpikiran tokohnya menjadi hidup saja tidak.
Auryn sangat yakin, menuliskan buku ini semenjak menemukan kejanggalan apa yang telah ia lakukan dan kehidupannya yang mulai aneh, karena sejak halaman pertama menuliskan dunianya seakan bab yang dibaca berulang hingga menunggu bab selanjutnya dibaca.
Auryn menjadi sedikit takut dan dimana Auryn sekarang?
Dengan keberanian yang dimiliki oleh Auryn, ia membaca halaman selanjutnya.
13/02/2021
Auryn Athaya Queensha
Aku menemukan sebuah petunjuk gila, aku merasa hidupku diatur oleh sang penulis. Aku menemukan web novel yang aku baca dan kisahnya begitu mirip dengan kehidupanku. Apakah memang aku hidup di dunia novel??
Auryn yang membaca halaman ketiga langsung menutup buku tersebut dan segera mencari laptop milik tubuh ini.
Ia segera membuka laptop tersebut dengan cepat dan menghidupkannya, namun sayang laptop tersebut terkunci.
"Sial, aku tak tahu kata sandinya." Gumamnya.
"Apakah aku harus mencari laptop baru?" Ucap Auryn dengan serius.
Tapi itu terlalu lama, ia pun mencari ponsel milik tubuh ini dan untungnya ponsel milik gadis ini ada di atas meja nakas samping ranjangnya.
Ia langsung menghidupkan ponsel tersebut dan untungnya ponsel tersebut menggunakan sidik jari untuk membukanya.
"Berhasil!"
Ia pun langsung membuka halaman web novel online miliknya.
BOOM!
Ia menemukan cerita yang ia buat, antara senang dan cemas menjadi satu.
Ia senang karena ia bisa mengingat setiap adegan novel tersebut di setiap babnya dan ia cemas jika seluruh dunia ini sadar jika kehidupannya adalah hasil karangan seseorang.
Tapi ia membaca komentar sepertinya memang bukan dari dunia ini, jadi belum banyak orang dunia ini tahu tentang web novel ini dan ia harap selamanya mereka tak akan tahu.
Ia pun segera menghapus histori pencariannya dan membuka pesan di ponselnya. Hanya tiga orang yang ia simpan kontaknya.
Hanya mama, papa dan Zamora.
"Siapa Zamora?" Gumam Auryn.
Ia pun langsung membuka pesan dari nama Zamora tersebut.
-Gue besok baru balik ke sekolah.
-Lo gak kesepian kan di sekolah?
-Ck, lo kemana gak bales pesan gue!
Auryn yang membaca pesan tersebut langsung menyimpulkan jika Zamora adalah sahabat tubuh ini, ia kira tubuh ini tak memiliki teman bahkan sahabat karena tak ada yang menyapanya seakan menghindarinya di sekolah seperti orang yang harus dijauhi, apa mungkin ia hanya tokoh figuran tidak penting sehingga semua orang tak menganggapnya ada kecuali orang terdekatnya?
Ia langsung membaca pesan dari mama papa Rhea dan ia juga bisa melihat jika Auryn adalah anak yang sangat impresif pada orang yang ia anggap dekat.
"Aku tak tahu apakah nanti akan berjalan dengan baik, tapi aku berusaha terbaik menjadi Auryn hingga jiwa Auryn aku ketahui keberadaannya." Gumamnya pada dirinya sendiri.
Oke, mari kita membiasakan diri menjadi sosok Auryn Athaya Queensha yang dikenal oleh semua orang.
Alseana sebenarnya menciptakan nama Auryn mirip dengannya karena ia menggambarkan sosok perempuan kaya karena harapannya juga ingin memiliki kekayaan hingga membangun sekolah dengan namanya sendiri.
Tapi sepertinya tuhan salah mengartikan doanya, ia malah tiba di tubuh Auryn Athaya Queensha bukan Alseana Ratu Afensa.
Bahkan Alseana sendiri tak terlalu berpikir gimana karakter Auryn Athaya Queensha karena ia hanya memasukkan nama tersebut sebagai penambahan karakter figuran tak penting saja yang tak ia sorot kisah hidup tubuh ini.
Auryn pun mengedarkan kamar ini yang belum sempat ia amati tadi pagi karena masih dalam keadaan bingung dan linglung dengan apa yang ia hadapi.
Sekarang saat ia mulai menerima takdirnya dan bersabar dengan ujian ini ia baru sadar jika kamar ini sangat mewah dan luas dengan barang mewah yang mengelilinginya.
Ia masuk ke walk in closet yang tak sempat ia amati tadi dengan takjub karena pakaian milik Auryn hanya pakaian bermerek yang dipakai.
"Sekaya apa orang tua Auryn?" Gumam Auryn dengan takjub.
Bahkah seumur hidupnya mungkin tak akan pernah bisa membeli pakaian merk terkenal ini karena lebih mementingkan kebutuhan hidup dibanding dengan gengsi.
Tidak lucu bukan ia mati dengan pakaian mewah karena kelaparan?
Bahkan untuk perawatan kulit saja ia masih mencari harga diskon atau bahkan menunggu harga diskon walaupun stock skincarenya habis, memang semiskin itu dulu karena ia hanya mahasiswa biasa yang kerja dengan gaji tak seberapa.
Tapi disini ia memiliki segalanya dengan wajahnya sendiri dengan versi glowing yang bahkan dirinya sendiri takjub dengan perubahannya jika ia dulu rajin memakai perawatan kulit.
Tapi ia tak ingin terlena disini, disini terlalu bahaya baginya yang hanya jiwa manusia biasa yang masuk ke dalam novel bergenre dark romance remaja SMA.
Hal yang perlu ia ingat dan harus ia jauhi adalah antagonis pria cerita ini, ia gila dari segala orang gila di cerita ini.
Bahkan ia sendiri yang menciptakan karakternya menjadi takut sendiri. Jika ia tahu ia akan masuk novel ini sudah pasti ia akan membuat cerita romansa SMA biasa dengan banyak adegan manis dibanding dengan kisah berdarahnya.
Namun nasi sudah menjadi bubur, ia hanya bisa menjalani kehidupannya disini dengan baik dan tak membuat semua orang curiga.
"Kenapa Auryn tak meninggalkan sedikitpun ingatan tentang dirinya?" Kesal Auryn dan ia merebahkan dirinya di kasur.
Mungkin dengan ia tidur siang sebentar ia akan menemukan sebuah petunjuk.
Memejamkan matanya sebentar ia langsung terlelap dengan tidurnya hingga ia terbawa oleh mimpi.
"Auryn." Panggilan suara halus tersebut membuat Auryn melihat ke kanan kekiri.
Ia berada di tempat serba putih yang ia tak tahu keberadaannya.
"Siapa!" Teriak Auryn pada seseorang yang memanggilnya tadi.
"Siapa itu?! Ini dimana, tak adakah yang bisa menjelaskan ini dimana?!!" Auryn berteriak kembali karena ia tak tahu ini dimana seperti tempat tak memiliki ujung yang membuat Auryn ketakutan.
"Auryn, ini adalah dunia kosong. Dunia yang belum memiliki takdir oleh sang penulis. Aku adalah pengendali alam imajinasi tak nyata dan kau telah dikutuk oleh pembacamu untuk melihat tokohmu sengsara dengan langsung." Suara yang menggema tersebut membuat Auryn ketakutan.
"Apakah aku bisa kembali?! Bagaimana aku bisa kembali ke duniaku sendiri?!"
"Takdirlah yang akan menuntunmu."
"Lalu dimana jiwa asli pemilik tubuh ini? Apakah ia sudah mati??"
"Auryn Athaya Queensha adalah Alseana Ratu Afensa adalah Auryn Athaya Queensha."
Suara tersebut terus berdengung di telinga Auryn hingga dia langsung membuka matanya dengan keringat yang membasahi tubuhnya hingga bajunya basah.
"Apa tadi? Apa tadi mimpi? Kenapa begitu nyata??" Auryn bernafas dengan tersengal-sengal seperti orang berlari maraton.
"Jadi aku harus menerima takdirku disini sampai menemukan jawaban?"
"Dan suara itu bilang aku adalah Auryn Athaya Queensha sendiri?"
Ia mulai pusing dengan apa yang ia alami sekarang, ia segera bangkit dari ranjangnya dan segera masuk ke kamar mandi karena ia melihat jam sudah menunjukkan pukul lima sore.
Ia merendamkan tubuhnya di bathup berharap rasa pening di kepalanya mulai memudar.
Dengan wangi lilin yang menenangkan, Auryn kembali memejamkan matanya kembali seakan ia berada di lautan bunga yang menenangkan.
Tok!
Tok!
"Non, apakah anda sudah bersiap? tuan dan nyonya sudah tiba di mansion!" Suara Bi Dira terdengar dari luar.
Ia langsung membuka matanya lebar-lebar. Sejak kapan ia mengingat suara itu bi Dira?
Kenapa ia merasa ia seperti mengingat semua nama orang disini?
Apa karena ucapan dari suara misterius tersebut yang mengatakan jika Auryn Athaya Queensha adalah dirinya sendiri??
"Non?? Apakah anda ada di dalam?" Suara Bi Dira kembali terdengar lagi.
"Ya bi Dira, aku sedang bersiap!!" Teriaknya agar bi Dira yang berada diluar mendengar suaranya.
"Baik non, tuan dan nyonya sudah dibawah jadi non Auryn langsung ke bawah saja." Ucap bi Dira selanjutnya.
Auryn tak menjawab lagi, ia langsung bergegas untuk menyiram tubuhnya lalu segera memakai handuk dan menuju walk in closet miliknya.
Ia ingin memakai pakaian rumahan yang sederhana namun tak ada hal sederhana disini.
Apakah Auryn setiap hari memakai pakaian yang ia anggap pakaian untuk pergi keluar??
"Sepertinya memang Auryn tak memiliki kaos oblong dan celana training di lemarinya" Gumam Auryn.
Ia pun mengambil satu buah Hoodie yang memiliki tudung kelinci dan celana legging warna putih disana. Setidaknya itu yang paling sederhana disini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!