"Mas, kenapa akhir-akhir ini kamu sering terlambat pulang?" Tanya seorang wanita cantik dengan perut yang membuncit tapi terkesan sexy.
"Maaf sayang, mas sedang banyak pekerjaan. Banyak meeting dengan para investor baru yang mengajukan kerja sama." Jawab seorang pria yang melonggarkan dasinya dan mulai membuka kancing kemejanya, lalu pergi mandi.
Anyelir Almera Galenka, tapi sudah sejak setahun yang lalu dia meninggalkan nama belakangnya. Wanita bertubuh tinggi dengan pinggang ramping yang kini tengah hamil 5 bulan itu rela menutupi identitasnya demi menikah dengan pria pujaan hatinya.
Gilang Pradipa seorang pria dari kalangan biasa, kakak tingkatnya waktu kuliah di kampus yang sama.
Gilang kini menjabat sebagai CEO di perusahaan milik sang istri. Sejak awal kehamilan, Anye lebih sering mual dan muntah parah. Membuat tubuh wanita itu lemah, sehingga tidak memungkinkan tetap bekerja. Gilang yang awalnya adalah karyawan biasa sebelum menikah dengan Anye. Diangkat untuk menggantikan posisi pimpinan tertinggi perusahaan yang dibangun Anye.
Gilang keluar dari kamar mandi menggunakan bathrobe, aroma segar dari sabun yang menguar ditambah tetesan rambut membuat suaminya nampak menggoda. Sejak hamil, sudah 5 bulan Gilang tidak lagi menyentuh Anye. Alasannya takut melukai janin yang sedang tumbuh di rahim istrinya. Dan hari ini, Anye sedang sangat ingin disentuh oleh Gilang.
"Masshhh... Sudah lama kamu tidak menyentuhku, apa kamu tidak rindu? Apa kamu tidak lagi mencintaiku?" Jika biasanya Anye diam tidak pernah meminta sentuhan atau melakukan protes dengan sikap cuek Gilang. Berbeda, entah mengapa Anye justru menggoda lebih dulu bagaikan murahan.
Tangan Anye terulur ingin membuka Bathrobe yang menutupi tubuh suami.
"Aku capek Nye, aku langsung tidur ya." Ucap Gilang menghalangi tangan Anye yang semakin liar. Gilang tidak ingin sesuatu yang sengaja ditutupinya, terbuka saat semua rencananya belum 100 persen berhasil.
Deg
"Nye... Tanpa panggilan sayang... Dan apa suaminya menolak keinginannya? Apa karena sekarang dia sedang hamil?" Tanya Anye dalam hati.
Tapi, bukan Anye namanya kalau menyerah begitu saja saat ditolak. Dengan sengaja, Anye melepas pakaiannya. Kemudian merangkak naik di atas tubuh Gilang, memposisikan dirinya berada tepat di atas pusaka suaminya. Anye mengurut pelan hingga mengembang, kemudian memasukkan dengan tangannya.
Jleebbb...
Gilang terperanjat melihat sikap istrinya yang tidak biasa seperti itu.
Tapi, saat ingin mengatakan protes tapi gerakan liar Anye di atasnya membuatnya justru mengeluarkan suara desahan.
"Ahhh... Sayangghhh... Ouuhhh... Nikmatthhh..." Gila ini benar-benar gila, tubuh Anye memang luar biasa.
"Bagaimana mas, kamu masih menolakku?" Tanya Anye masih terus bergoyang.
"Kenapa kamu masih saja sempit, padahal sedang hamil?" Tanya Gilang.
"Karena aku memang menjaganya untukmu, lagipula selama kehamilan kamu tidak pernah menyentuhku. Apa sekarang kamu sudah merasakan nikmatnya milikku, mas?" Ucap Anye disela desahannya sendiri.
Karena saking nikmatnya, Gilang tidak menyadari jika Anye sudah membuka tali bathrobe yang menutupi dadanya.
Deg
Mata Anye seketika hampir terlepas melihat banyaknya tanda cinta.
Bukankah dia langsung memasukkan pusaka itu tanpa memberikan kiss mark. Lalu siapa yang melakukan itu. Hasrat Anye yang tadi melambung tinggi seketika turun dan mati. Anye berdiri, mencabut pusaka yang masih on dari lubang miliknya. Kemudian dengan memegang perutnya sendiri, Anye meninggalkan Gilang yang belum merasakan pelepasan masuk kamar mandi.
"Nye... Sayang... Kenapa aku ditinggal, ini tanggung lho. Aku bahkan belum pelepasan, jangan membuatku pusing." Teriak Gilang tapi dihiraukan Anye. Terdengar suara air membuat Gilang berfikir mungkin istrinya sakit perut.
Dengan terpaksa, Gilang bermain solo di atas ranjang cukup lama.
"Sialan Anye, sudah ditolak tapi memaksa. Sekarang sakit, tahu rasa."
"Ahhh..." Teriak Gilang merasakan pelepasan, bertepatan dengan Anye keluar dari kamar mandi dengan wajah sembab.
"Kamu kenapa tiba-tiba pergi? Karenamu, aku harus main solo." Ucap Gilang menatap tajam istrinya. Tatapan yang bahkan tidak pernah Anye dapatkan sebelum malam ini.
"Maaf, tiba-tiba perutku keram. Aku tidur dulu ya mas."
"Makanya, kalau sudah tahu hamil jangan banyak tingkah. Aku menolakmu bukan karena tidak lagi cinta, tapi aku peduli dengan kehamilanmu. Tapi, justru kamu bertingkah layaknya perempuan murahan." Ucapan Gilang sangat tajam, membuat Anye tersenyum getir.
"Maaf ya mas, mulai sekarang aku tidak akan memintanya lagi. Aku tidak mau dikatakan MURAHAN."
"Ehhh... Tidak sayang, maksudku bukan begitu, aku salah omong tadi." Gilang gelagapan karena menyadari kesalahannya. Bisa gawat jika Anye marah, sedangkan misinya masih belum tercapai.
"Tak apa, sekarang tidurlah mas. Kamu pasti capek seharian bekerja." Ucap Anye tidur membelakangi Gilang dengan selimut yang menutupi tubuhnya.
"Aku akan cari tahu, mas."
Pagi seperti biasa, Anye sudah bangun dan sedang sibuk memasak. Rumah besar mirip istana ini miliknya, tapi dia tidak meminta pembantu menyiapkan makanan untuk keluarganya. Anye berfikir, jika pengabdian akan membuatnya semakin dicinta oleh Gilang. Dan seluruh keluarganya yang ikut tinggal bersamanya sejak setahun lalu. Anye merasa bahagia memiliki keluarga.
Karena Anye seorang yatim piatu, dia sukses karena kerja kerasnya. Menikah dengan Gilang membuat Anye merasakan memiliki keluarga yang utuh. Suami, Ibu mertua, kakak, adik, semua Anye miliki setelah menikah.
Banyak sekali menu makanan terhidang di meja makan untuk sarapan. Karena tidak semua menyukai sarapan hanya dengan roti dan susu.
Tap
Tap
Tap
Suara langkah kaki terdengar memasuki ruang makan.
"Anye, sudah matang?" Tanya Ibu mertuanya yang bernama Ambar Sari.
"Sudah Ma, silahkan duduk." Ucap Anye tersenyum ramah seperti biasa.
Kemudian menyusul Ginata Evorya, kakak kandung Gilang yang sudah menikah 5 tahun dengan Arrayan Ezra tapi belum dikaruniai seorang anak.
Arrayan sendiri hanya seorang montir di salah satu bengkel mobil. Mereka belum mempunyai rumah meskipun sudah lama membina rumah tangga. Karena Gina yang menuntut dibelikan rumah mewah di komplek elit. Sampai saat ini Arrayan masih belum sanggup menuruti permintaan istrinya. Dan kebetulan Gilang menikah dengan perempuan kaya, jadinya mereka menumpang.
Dua langkah kaki terdengar lagi, mereka adalah Gilang suami Anye dan Gavin Sayudha adik bungsunya.
"Ayo semua duduk dan makan, Anye kamu makan belakangan saja. Karena hanya kamu yang pengangguran di sini, kamu bisa memasak lagi untuk memenuhi perutmu itu." Ucap Mama Ambar yang sudah tidak heran terdengar setiap pagi.
"Oh ya mas, hari ini aku ada jadwal kontrol kandungan. Apa mas bisa mengantarku pergi?" Tanya Anye berharap suaminya ikut. Pasalnya sudah 5 bulan artinya 5 kali kunjungan ke Dokter, Gilang tidak pernah mau menemaninya.
"Pergi sendiri saja, jangan ganggu Gilang. Dia itu CEO perusahaan, pasti tugasnya banyak. Jangan manja."
Ucapan mama Ambar membuat Anye sadar, ada yang tidak beres dengan keluarga suaminya ini. Bukankah perusahaan itu miliknya, Gilang hanya menggantikan sementara bukan menjadi pemilik.
"Perusahaan itu milik aku Ma, apa Mama lupa? Aku menganggur karena sedang hamil." Ucap Anye.
Menyadari kalau sudah salah bicara, mama Ambar buru-buru meralatnya.
"Bukan seperti yang kamu pikirkan, maksud Mama karena Gilang menggantikanmu maka dia juga harus melakukan banyak pekerjaan yang seharusnya pekerjaanmu." Ucap Mama Ambar mencari alasan.
"Aku mengerti Ma, kalian tidak akan mengkhianati kepercayaanku. Silahkan dimakan, aku akan mencuci baju." Ucap Anye meninggalkan keluarganya dalam keheningan.
"Aku juga akan berangkat kerja."
Ucap Arrayan sambil menggeser kursinya, lalu melangkah meninggalkan meja makan.
"Bekerja tiap hari, pergi pagi pulang malam tapi gak pernah bawa banyak uang." Omel Gina.
"Rayan, kamu dengar gak istrimu ngomong. Kenapa main jalan saja." Teriak Mama Ambar menatap kesal.
"Sudahlah Ma, jangan ngoceh mulu. Mana uang sakuku." Pinta Gavin.
"Minta saja sana sama Anye, Mama gak punya uang lagi." Ucap Mama Ambar paling malas kalau dimintai uang oleh anaknya.
"Kan uang bulananku yang dari mba Anye, semua mama pegang. Mana Ma? Jangan jadi serakah. Aku adukan sama mbak." Ucap si bungsu yang kini duduk di bangku SMA kelas XII.
"Sudah-sudah, jangan ribut. Ini uang buat jajan." Ucap Gilang.
"Terima kasih, kalau begitu aku berangkat sekolah dulu." Pamit Gavin.
Setelah itu, tinggal tiga orang yang masih di meja makan.
"Gilang, kapan kamu menikahi sahabatku. Katanya dia juga sedang hamil." Ucap Gina membuat Gilang melotot.
"Hussttt... Jangan bicara di sini."
"Kenapa kamu takut istrimu tahu? Bukankah itu akan lebih bagus, kalian tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi untuk menutupi hubungan kalian. Aku tidak mau ya, kamu hanya mempermainkan perasaan Zemira Adele. Kamu tahu, dia adalah perempuan terhormat yang punya keluarga terpandang. Jangan sampai orang tahu jika dia hamil di luar nikah."
"Aku harus apa Kak? Anye juga sedang hamil, aku sudah sering meninggalkannya akhir-akhir ini. Waktuku habis untuk menemani masa kehamilan Zemi yang baru menginjak 2 bulan." Ucap Gilang frustasi.
"Aku tidak mau tahu, kamu harus menikahi Zemi secepatnya Gilang. Supaya posisi kamu semakin kuat, perusahaan keluarga Zemi bisa menyokongmu."
"Mama setuju, Zemi lebih cantik dan berkelas daripada istrimu itu. Lihat saja, meskipun sedang hamil tapi penampilan Zemi tetap modis. Kamu bangga bukan, punya sekretaris pribadi sepertinya?" Tanya Mama Ambar.
"Dan meskipun hamil, Zemi tidak manja. Dia tetap bisa bekerja dengam baik di perusahaan. Tidak seperti Anye yang sakit-sakitan."
"Baiklah, Mama dan mba Gina tolong atur semua persiapan pernikahan. Sebulan lagi, waktu yang tepat. Jangan sekarang, karena aku masih belum berhasil mengubah nama kepemilikan perusahaan dan sertifikat rumah ini. Kalian bersabarlah, terutama Mama jangan terlalu ceroboh memperlihatkan rencana kita." Ucap Gilang menatap penuh ancaman pada Mama dan Kakak kandungnya.
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mendengar semua pembicaraan itu. Anye tidak sengaja mendengar suara berbisik-bisik yang membuatnya curiga. Anye tadinya ingin kembali ke dapur mengambil serbet untuk dicuci. Ternyata justru dia harus mendengar pembicaraan yang membuatnya sakit hati.
"Baiklah, aku akan ikuti permainan kalian. Kita lihat siapa pemenangnya."
Anye beberapa kali menghapus air mata yang tak berhenti menetes. Dia kembali ke tempat cucian, supaya mereka semua tidak curiga. Hati Anye teriris mendengarkan semua, bagaimana bisa pria yang dicintainya dengan tulus sejak masih kuliah. Bisa-bisanya mengkhianati tanpa perasaan. Bahkan selingkuhannya juga telah hamil. Astaga, Anye merasa dia kecolongan.
"Aku Anyelir Almera Galenka, meskipun kedua orang tuaku sudah meninggal. Tapi aku tetap keturunan Galenka. Pengusaha nomer satu di negaranya. Cukup Anye, kamu tidak perlu membuang air mata sia-sia hanya demi menangis pria pengkhianat. Sekarang kuatkan diri supaya tetap bisa tegak berdiri. Ingat kandunganmu." Ucapnya tegas pada dirinya sendiri.
"Baiklah, kita mulai permainan sekarang. Tapi sebelumnya, aku harus ke Dokter Kandungan. Meskipun bapaknya bejat, tapi aku tetap menyayangi anaknya." Ucapnya lagi sambil mengelus perutanya yang membulat bagaikan buah melon.
Anye memasuki rumah, setelah selesai menjemur cucian seluruh pakaian keluarga.
"Sepi, semua sudah pergi. Aku harus bergegas ke Rumah Sakit."
Anye masuk ke dalam kamarnya, kemudian berganti pakaian mini dress. Outfit motif bunga berwarna pastel di atas lutut dengan lengan sabrina itu terlihat sangat pas. Perutnya yang bulat terlihat lucu.
"Aku cantik dan sexy, aku juga kaya raya pemilik perusahaan. Tapi ternyata itu tidak cukup untukmu setia padaku." Gumam Anye.
Anye punya 3 mobil yang kesemuanya masih atas nama pribadinya. Satu dipakai Gilang, satu untuk Mama Ambar dan Gita, dan satunya adalah mobil sport kesayangannya. Tentu saja, hanya dia yang boleh mengendarainya. Sedangkan Gavin dia belikan motor sport keluaran terbaru.
"Ayo sayang, kita lihat perkembanganmu dengan dokter langganan kita." Ucapnya.
Anye melajukan mobilnya ke Rumah Sakit Internasional Ibu dan Anak. Rumah Sakit kelas atas yang memiliki banyak dokter spesial berpengalaman. Anye ingin anaknya mendapatkan pelayanan yang terbaik sejak dalam kandungan.
Setelah mendaftar, Anye berjalan santai menuju poli kandungan Dokter favoritnya. Tidak disangka, jika dia melihat suaminya merangkul mesra perempuan lain.
Wanita berpakaian ala pegawai kantoran tapi sangat ketat dan sexy, itu dirangkul pinggangnya oleh Gilang.
Deg
"Jadi, sudah sejauh ini hubungan kalian. Bahkan kamu mengantar selingkuhanmu periksa kandungan." Gumam Anye, tapi anehnya dia tidak menangis. Seolah air mata itu terlalu berharga untuk menangisi seorang pengkhianat.
"Lebih baik, aku bersembunyi dulu."
Anye tidak jadi duduk di depan ruang pemeriksaan, tapi dia duduk di kursi belakang tanaman pakis haji untuk menutupi tubuhnya.
Anye menunggu harap-harap cemas, dia ingin mengambil video saat Gilang dan selingkuhannya keluar ruangan.
Setelah menunggu tiga puluh menit, akhirnya Anye bisa melihat Gilang dan wanita itu berjalan keluar.
"Bukankah dia Zemira Adele, sahabat Gina yang sering datang berkunjung ke rumah beberapa bulan ini. Yang katanya seorang janda, karena suaminya meninggal dunia karena kecelakaan. Jadi, tujuannya datang bukan karena butuh hiburan karena masih berduka. Tapi karena ingin menggoda Gilang. Gilang, seleranya berubah menginginkan wanita yang 5 tahun lebih tua?"
"Perutnya memang sudah mulai menyembul, apakah benar itu anak Gilang? Tapi terserah mau anak siapa, intinya Gilang dan Zemi sudah berani bermain api dengan Galenka. Sepertinya permainan ini akan sangat menyenangkan jika aku tahu info tentang latar belakang seorang Zemi. Baiklah, video hari ini cukup. Aku akan menyelidiki lain waktu.
Usai mengambil video dari angel yang tepat, Anye pun kembali ke kursi tunggu depan poli. Sesaat kemudian namanya langsung dipanggil.
Sepulang dari periksa kandungan, Anye mampir menemui sahabatnya saat kuliah.
"Wah... Wah... Wah... Ada angin apa Nyonya Pradipa ke sini." Sindir sahabat Anye bernama Ratna Anjani, seorang pemilik salon kecantikan.
"Aku butuh teman curhat Rat, rasanya dadaku sesak sejak semalam." Ucap Anye tanpa diduga menangis sesenggukan, hingga seluruh tubuhnya bergetar.
"Astaga, ini serius Anye menangis. Ayo masuk ke ruanganku saja. Tidak enak jika dilihat banya orang." Ucap Ratna menuntun Anye.
Ratna mengulurkan sekotak tisu, lalu mengelus lembut perut bulat Anye.
"Sudah sangat besar, memangnya berapa usia kandunganmu?" Tanya Ratna penasaran.
"Baru 5 bulan, tapi memang kata Dokter bayiku ukurannya besar. Dan air ketubannya juga banyak. Jadinya aku seperti hamil kembar." Jawab Anye teringat keterangan Dokter.
"Benar juga, kalau dilihat seperti sudah 7 bulan. Besar dan bulat, apa tidak terasa berat?"
"Berat, begah dan kadang sesak. Makanya kamu kapan nikah, Ratna?"
"Aku? Masih belum kepikiran Nye. Umur kita masih 23 tahun, seharusnya kamu juga masih bisa menikmati masa lajang. Tapi kamu kebelet kawin, lihatkan sekarang bunting."
"Hahahaha... Benar juga katamu, dan aku menyesal Ratna. Aku menyesal menikah muda jika sekarang terkhianati."
Dibalik tertawanya, Anye kembali menangis. Air mata yang dia kira sudah kering, ternyata kembali keluar. Di depan Ratna, Anye lemah. Karena hanya Ratna yang mengerti suka duka semua cerita hidupnya.
"Katakan apa yang terjadi, Anye? Jika bukan masalah serius, kamu tidak mungkin menangis." Ucap Ratna.
Kemudian Anye hanya memberikan ponselnya.
Ratna tidak mengerti, tapi dia tetap mengambil ponsel milik Anye. Lalu dia buka satu persatu aplikasi, hingga berhenti pada galeri. Ratna melirik Anye yang masih terisak pilu, membuatnya tidak tega.
Dua video pun berhasil Ratna buka, seketika tangan Ratna mengepal.
Anye meraih ponselnya kembali, karena tidak tahan mendengar suara Gilang.
"Bantu aku urus perceraianku secepatnya, kamu dengar sendiri bukan jika sebulan lagi Gilang akan menikahi Zemi. Aku ingin datang memberikan kejutan pada mereka semua." Ucap Anye, sambil menghapus air matanya.
"Sebentar, aku akan hubungi Vano Anggara. Dia pasti akan langsung datang ke sinj, jika aku memintanya." Ucap Ratna tersenyum bangga.
"Kalian berdua pacaran?" Tembak Anye.
Ratna tidak menjawab, tapi pipinya bersemu merah sambil kepalanya mengangguk.
"Sudah ku duga, sejak kuliah kalian berdua sering main kucing-kucingan. Vano yang selalu mengejarmu, dan kamu yang sok jual mahal. Tapi sekarang kepincut juga. Lantas kenapa tidak langsung menikah?"
"Kami sudah lamaran resmi kok..."
"Astaga, kamu lamaran tapi tidak mengundangku? Kapan itu? Kamu tidak menganggapku sahabat Ratna?" Cecar Anye.
"Waktu itu, kamu sedang di rawat di Rumah Sakit karena dehidrasi parah akibat mual muntah. Aku sudah memberitahu Gilang juga, mungkin dia lupa memberi tahukan." Ucap Ratna menunduk penuh sesal.
"Berarti, 5 bulan yang lalu?"
"Ya, kurang lebih. Memangnya kenapa?"
"Apa kamu memberitahukan Gilang di Rumah Sakit atau di rumah?" Tanya Anye tiba-tiba penasaran.
"Di rumah, waktu itu justru aku kaget karena ada Zemi... Tunggu sebentar, apa mereka sudah berhubungan selama itu?" Tanya Ratna.
"Mungkin, karena saat itu aku hanya sendirian di Rumah Sakit."
"Maaf, karena aku tidak peka. Aku terlalu bahagia dengan acaraku, hingga mengabaikan kondisimu." Sesal Ratna.
"Apa kamu melihat sesuatu yang janggal, saat itu?" Tanya Anye.
"Zemi yang membukakan pintu seolah rumah itu adalah miliknya sendiri. Gilang sedang merangkul pinggangnya, tapi ketika melihat aku yang datang buru-buru dia menurunkan tangannya."
"Jadi, sudah lumayan lama. Bukankah itu artinya pernikahan kami baru berjalan setengah tahun? Tapi Gilang sudah selingkuh di rumahku pula?"
"Sudah, tidak perlu menangis. Sebentar lagi Vano datang, aku sudah mengirimkan pesan padanya." Ucap Ratna.
"Di rumah dan di perusahaan ada kamera cctv. Aku harus memeriksa lagi semuanya." Ucap Anye.
"Apa mereka semua tahu, jika ada cctv?" Tanya Ratna lagi.
"Mereka tahunya hanya ada cctv di depan pintu rumah dan di lobby perusahaan." Ucap Anye.
"Tapi, jauh sebelum aku menikah dengan Gilang. Aku sudah memasang banyak kamera cctv kecil di tempat-tempat tersembunyi." Ucap Anye.
"Bagus, nanti kita lihat rekamannya."
Dreettt...
"Lihat, tidak butuh waktu lama. Sesibuk apapun dia, pasti akan langsung datang ketika aku memanggilnya. Tunggu sebentar, aku jemput dia di depan." Ucap Ratna.
"Kamu beruntung punya keluarga harmonis, dan kekasih yang selalu memprioritaskanmu. Jika diingat kembali, sepertinya Gilang tidak pernah memprioritaskanku. Bahkan sejak kuliah, aku yang selalu mengejarnya."
Ratna datang merangkul mesra lengan pria yang menjadi calon suaminya.
"Vano, kamu ingat Anye kan? Dia sedang ada masalah dengan rumah tangganya. Dan sekarang dia butuh bantuanmu untuk mengajukan gugatan perceraian. Tapi banyak hal yang harus diperhitungkan, terutama tentang kehamilannya. Bisakah mengajukan cerai saat hamil? tanpa membagi harta gono gini?"
"Kenapa kamu ingin bercerai, Anye? Apa tidak kasihan dengan bayi yang kamu kandung?" Tanya Vano.
"Sedangkan dulu kamu yang mengejar-ngejar Gilang kayak orang gila."
PLAK
"Tidak usah mengingatkan tentang kebodohan Anye saat kuliah dulu. Sekarang bicarakan tentang solusi masalahnya." Ucap Ratna marah setelah memukul lengan calon suaminya dengan keras.
"Baiklah, maafkan aku. Sekarang, ceritakan dengan detail apa masalahnya. Apa kamu punya buktinya?" Ucap Vano.
Kemudian Anye kembali menceritakan semua yang dia dengar tadi malam, video pagi di Rumah Sakit dan penemuan tanda kiss mark di tubuh Gilang. Tidak lupa, Anye menyodorkan bukti dari ponselnya.
"Apa bisa sebelum 30 hari?"
"Aku juga butuh bantuan untuk mengambil alih perusahaan, aku ingin mereka tahu posisi mereka siapa?" Ucap Anye dengan amarah tertahan.
"Sebaiknya pelan-pelan dulu, sementara kita mencari bukti lebih banyak. Kamu pura-pura tidak tahu. Tahan dan jangan gegabah, karena aku takut justru Gilang akan mempersulit proses perceraian." Nasehat Vano.
"Yank, kamu bisa ambil bukti rekaman cctv tersembunyi?" Tanya Ratna.
"Bagus kalau ada rekamannya. Baiklah, aku akan meminta anak buahku datang ke perusahaan dan rumahmu untuk mengambil hasil rekaman tanpa ada yang curiga. Semua dijamin beres dalam waktu tiga hari. Kamu hanya harus bisa mendapatkan tanda tangan untuk pengajuan perceraiannya."
"Gunakan cara licik, untuk mengelabui manusia licik." Ucap Vano lagi.
"Aku ingin menjual semua mobilku, apa bisa yang tidak menimbulkan kecurigaan?" Tanya Anye mempunyai ide.
"Bisa, katakan pada mereka jika akan ada peremajaan mobil lama. Kamu beli mobil itu kapan?" Tanya Vano mulai menghitung sesuatu.
"Sebelum aku menikah, aku membelinya."
"Berarti baru 2 tahunan begitu?" Tanya Vano kurang yakin berhasil.
"Bukan, mobil yang dipakai Mamanya itu mobil lama milik keluargaku. Terus yang dipakai Gilang, mobilku waktu kuliah. Yang aku pakai yang baru aku beli sebelum menikah. Artinya setahun yang lalu. Aku juga membelikan adiknya motor sport untuk sekolah." Ucap Anye.
"Kamu terlalu baik, Nye. Tapi mereka justru hanya memanfaatkan kebaikannya." Ucap Ratna mendadak ikut menangis.
"Yank, jangan nangis. Aku tidak akan seperti Gilang. Aku ini pria yang setia dengan satu wanita. Dan keluargaku tidak mungkin memanfaatkanmu." Ucap Vano memeluk tunangannya.
"Awas saja kalau kamu mengkhianatiku, akan ku pangkas habis burungmu."
Siang itu, meskipun hatinya terluka. Anye tetap pulang dengan senyuman. Senyum kepahitan tapi tetap kuat.
"Dari mana saja kamu Anye, kenapa tidak ada makanan untuk makan siang kami?" Tanya Gina.
"Aku dari Rumah Sakit, terus mampir ke salon." Jawab Anye.
"Jadi, kamu senang-senang di luar membiarkan kami mati kelaparan."
"Mati? Kapan kalian mati? Bukankah masih berdiri di depanku Ma? Kalau lapar, kulkas selalu aku isi penuh banyak bahan makanan. Kalian bisa memasaknya sendiri, jangan terus bergantung padaku." Ucap Anye, kemudian pergi meninggalkan dua orang madesu yang melongo saking kagetnya.
"Dia kesambet apa Ma? Kok kata-katanya kasar, tidak biasanya."
"Mana Mama tahu, sudahlah ayo Gina kamu masak yang enak. Mama lapar habis shoping tadi. Kamu belanja banyak sekali, Gina? Mama senang, sejak Gilang menikah dengan Anye hidup kita berubah. Dulu jangankan shoping, tiap hari makan cuma tahu tempe saja. Beruntung Anye perempuan bodoh yang mau-maunya kita poroti kekayaannya."
"Tidak lagi Ma, karena besok pagi semua akan kembali semula. Aku akan memblokir semua kartu kredit dan atm kalian semua." Ucap Anye dari balik tembok.
Anye berjalan pelan menuju kamarnya, sekarang baru pukul 2 siang. Jadi mana mungkin Gilang pulang. Anye pikir, lebih baik dia mulai membereskan semua berkas penting.
Setelah mandi dan berganti pakaian, Anye mulai menyusun dan menghitung berkas kepemilikan semua aset kekayaannya. Apakah kemungkinan ada yang hilang, atau ada yang sudah berganti nama tanpa dia tahu sebelumnya.
Satu persatu Anye periksa dengan teliti, mulai dari bpkb mobil, motor, sertifikat rumah, surat saham, sertifikat tanah kosong dan perusahaan.
Semua tidak luput dari perhatian Anye, keaslian dokumen pun Anye periksa tanpa ada yang tercecer.
"Syukurlah aman, masih utuh dan belum berpindah nama. Aku harus memberikan kepada Ratna supaya Vano menyimpannya dengan aman di kantornya. Lebih baik, aku telepon Ratna sekarang supaya sore ini dia datang mengambil berkasnya." Gumam Anye.
Tut
Tut
Tut
"Ratna, tolong datang ke rumahku jam 3 sore. Jika yang membukakan pintu bukan aku, katakan jika kamu ingin mengambil ponsel yang tertukar. Bawa tas besar, karena aku mau menitipkan semua dokumen penting. Nanti berikan pada Vano dan cek keaslian dan legalitas hukumnya. Aku ingin secepatnya urusan selesai."
Pukul 3 sore, Ratna datang. Dengan gaya glamor dan modis dia mengetuk pintu dengan elegan.
"Cari siapa?" Tanya Gina menatap Ratna dari atas hingga bawah.
"Anye ada, aku adalah sahabatnya." Ucap Ratna dengan nada dibuat angkuh membuat Gina menatapnya sinis.
"Cari saja dia di kamarnya." Ucap Gina kemudian meninggalkan Ratna.
Ratna tersenyum miring, kemudian melangkah naik tangga mencari kamar sahabatnya.
Tok
Tok
Tok
"Nye, aku sudah datang. Cepat buka pintunya." Ucap Ratna dengan suara pelan.
Cekleekkk
"Ayo masuk, aku sudah menyiapkan semua. Kamu tidak perlu lama-lama di sini biar tidak menimbulkan kecurigaan." Ucap Anye.
"Baiklah, masukkan semua di tasku."
"Jangan lupa, minta Vano gerak cepat. Sebelum mereka semua menyadarinya." Ucap Anye menatap penuh harap.
"Kamu tenang saja, semua aman. Yang terpenting jaga mental kamu tetap waras, kesehatanmu dan bayimu. Ingat, apa pun yang terjadi, bayi dalam kandunganmu tidak bersalah. Jangan sungkan meminta bantuanku dan Vano. Ingat kamu tidak sendiri."
"Terima kasih, sekarang cepatlah pergi. Buat alasan masuk akal kalau ditanya kenapa buru-buru pulang."
"Kamu tenang saja, aku ahlinya."
Benar saja, di depan pintu kamar Anye sudah berdiri dua makhluk yang mengerikan melebihi kuntilanak.
"Loh kok kalian berdiri di depan pintu kamar Anye? Mau memangilnya?" Tanya Ratna pura-pura.
"Ah tidak, tadi hanya kebetulan lewat. Kok kamu sudah mau pulang, buru-buru sekali kelihatannya." Ucap Mama Ambar begitu penasaran.
"Iya Tante, aku datang hanya ingin mengambil ponselku yang tertukar. Sekarang aku harus segera pulang, karena tunanganku akan datang berkunjung. Maaf ya Tante, Mbak aku tinggal dulu." Ucap Ratna beralasan.
Ratna berlari menuruni tangga, jujur saja rasanya berhadapan dengan mereka sama seperti berhadapan dengan zombi.
"Astaga... Mereka benar-benar menakutkan, kenapa Anye betah tinggal bersamanya. Aku harus segera bertemu Vano." Ratna langsung tancap gas meninggalkan rumah Anye yang lebih mirip seperti sarang zombi dan hantu.
"Loh kok kalian di sini?"
Anye keluar kamar dengan berpakaian sexy, dia sengaja melakukannya mumpung Gilang tidak ada di rumah.
"Kamu mau ke mana memakai pakaian mirip jalang seperti itu?" Tanya Gina menatap sinis Anye.
"Oh... Aku hanya ingin memasak, memang ada yang salah dengan pakaianku? Aku rasa masih pantas di pakai di dalam rumah."
"Memangnya apa yang ingin kamu tunjukkan dengan pakaian seperti itu? Anye, Mama rasa kamu harus berganti pakaian. Terlebih sebentar lagi Gilang dan Gavin pasti pulang."
"Ya gak masalah sih, kalau mereka melihatku berpenampilan seperti ini. Toh kalian adalah keluargaku sendiri. Oh ya mbak Gina, gimana tubuhku masih terlihat sexy kan?"
"Meskipun hamil, aku tetap menjaga bentuk tubuhku dengan olah raga. Aku yakin, mas Gilang akan terus terpesona denganku dan gak mungkin dia berpaling mencari wanita lain." Ucap Anye sedikit menyindir Gina, pasalnya wanita itu mempunyai bentuk tubuh bak ibu-ibu. Padahal hamil saja belum pernah. Gina tidak pandai merawat tubuh.
Wanita berumur 30 tahun itu lebih sering menghabiskan uang Anye untuk berbelanja yang tidak penting. Tas, baju, sepatu dan perhiasan. Tapi dia lupa menggunakan uang itu untuk pergi ke salon. Dan entah mengapa, Anye sendiri tidak pernah melihat keharmonisan dalam rumah tangga kakak iparnya itu. Mereka berdua terlihat menjaga jarak.
Malam telah berganti pagi, Anye bangun tersenyum kecut kala melihat kasur di sebelahnya tetap dingin. Artinya Gilang tidak pulang semalam. Hari ini, Anye tidak berniat untuk memasak buat para benalu. Dia hanya membuat makanan untuknya sendiri, nasi goreng seafood spesial.
"Loh, kok cuma nasi goreng. Itu pun hanya satu piring?" Tanya Mama Ambar mendekati Anye.
"Iya Ma, maaf tubuhku lemas jadi aku hanya sanggup masak untuk diriku sendiri." Ucap Anye terus menyuap nasi ke mulutnya.
"Lagipula, mas Gilang tidak pulang semalam. Membuatku semakin malas memasak. Kalau Mama dan lainnya lapar, masak sendiri saja. Bahan masakannya masih banyak kok di kulkas."
"Apa Mama tahu, kemana mas Gilang pergi? Soalnya dia tidak bisa dihubungi, dan tidak memberitahukanku sebelumnya jika berniat tidak pulang." Ucapan Anye membuat mertuanya gelagapan. Pasalnya, Gilang sudah memberitahukan jika dia sedang menemani Zemi yang mode manja karena faktor kehamilannya. Tentu saja, Mama Ambar setuju. Karena Zemi adalah aset berharga.
"Oh ya, Ma mana kunci mobilnya. Aku akan menjualnya, karena mobil itu sudah berumur tua." Ucap santai Anye membuat Mama Ambar seketika berteriak tidak terima.
"Enak saja main jual mobil, lalu Mama disuruh pakai apa kalau mau pergi arisan." Tanyanya.
"Mama tenang ya, jangan terburu marah. Karena nanti aku ganti."
"Memang prosedur pemilik perusahaan harus ada peremajaan mobil. Yang lama dijual lalu beli yang baru. Mama nanti aku belikan yang lebih bagus, jadi tenang saja."
"Oh begitu, kirain apa. Kamu bikin Mama takut, bentar ya Mama ambilkan dulu kuncinya." Ucap Mama Ambar tersenyum dengan lebar.
"Ma, sekalian STNKnya." Teriak Anye.
Hari itu, seorang dari showroom mobil datang untuk membawa dua mobil yang hendak dijual Anye. Ya, mobil sport kesayangannya juga terpaksa dijual. Lagian dia sedang hamil, takut untuk berkendara sendiri.
Anye pergi mengikuti orang suruhan Vano, tapi bukan ke showroom melainkan Anye minta diturunkan ke sebuah bank. Guna melakukan pemblokiran.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!