NovelToon NovelToon

Aku Yang Kedua

Episode 1

Aku.. RENA ZAHIRA

Gadis berusia 18 tahun yang baru mengenal dunia dihadapkan dengan dilema ketika mulai mengenal cinta dari seorang laki - laki dewasa.

Laki - laki itu adalah JUAN WIDIGDO

Seorang pria dewasa berusia 28 tahun, baru kembali dari perantauannya di Kalimantan. Dan mendirikan sendiri perusahaan kayu yang dia bangun bersama kedua temannya PRIYANDRA dan RASMAHENDRA.

Dan ini kisahku...

Q terduduk di pojok sofa dengan sahabat baikku Yani. Badanku serasa tak bertenaga saat berulang kali ku lihat pesan dihandphoneku.

" Ada SMS dari Beni, aku gak berani buka. Kamu aja deh yang baca", pintaku.

" Ya ampun Ren",

Ku lihat raut muka Yani saat membaca SMS itu. Ada yang aneh kan, iyakan, kenapa diam aja, ayo bacain Yan, gumamku dalam hati.

"Kenapa kamu liatin aku, penasaran? Baca sendiri nih", kata Yani sambil melempar handphone ke arahku.

"Apa - apaan ini", keluhku kesal.

"Kamu juga Ren, belum apa - apa udah takut duluan. Cemen kamu".

"Beni cuma minta kamu transfer duit ke dia, lagi - lagi minta duit abangmu itu", lanjut Yani.

"Sialan Beni ah!! Aku tuh udah deg-degan nungguin kabar. Aku diterima atau tidak di Perusahaan dia"

"Hahaha", ledek Yani

"Emang beneran Ren, ATM Beni kamu yang pegang? Kenapa gak dia pegang sendiri kan gak repot", lanjut Yani.

"Kamu tau kan Beni itu borosnya kaya apa kalau udah kenal cewek, makanya aq jadi bendahara hahaha", tawaku.

Ya sudah seminggu ini aku melamar kerja di Perusahaan tempat Beni bekerja, keadaan kami yang yatim piatu membuatku tidak pernah berpikir untuk melanjutkan kuliah. Aku gak mau jadi beban Beni. Hanya itu pikirku.

Hari itupun berlalu tanpa adanya kabar baik, hingga saat malam datang Beni pulang membawa sekotak martabak.

"Yani mana dek?".

"Bukannya kasih kabar malah nyariin Yani", kataku ketus.

"Nihh...".

Beni melempar sepucuk surat kepadaku.

"Buka cepetan".

Beni duduk disampingku sambil memakan martabak yang baru dia beli.

Air mataku gak sanggupku tahan saat ku baca surat dari Perusahaan itu.

"Bang...", tangisku lirih.

"Gak usah kawatir, aku masih sanggup kasih makan kamu dek".

Beni memelukku erat. Sedih dan kecewa beradu hebat, ahh sampai kapan aku begini. Lagi - lagi gak diterima kerja padahal cuma daftar office girls.

"Eh dek...Besok temenin abang reuni yah, kamu kan tau sendiri abang gak punya pacar hehehe".

Ku pandangi wajah Beni dengan raut muka sebal. Pasti ada maunya nih, ku angkat salah satu alis mataku sambil senyum sinis. Melihat tingkahku Beni pun tersenyum lebar sembari berkata,

"Iya lah abang ngaku, abang mau kenalin kamu sama seseorang. Kamu pasti suka dek".

"Okelah", kataku nurut.

"Jam 7 malem dandan yang cantik", seru Beni sambil meninggalkanku diruang tamu.

Gak bisa nolak maunya Beni, lagipula semua yang dia lakukan semua untuk kebaikanku. Aku yakin pasti dia sengaja menghiburku gini biar gak sedih terus, makasih ya bang beruntung punya abang, gumamku dalam hati sambil tersenyum sendiri.

Keesokan harinya,

Yani datang mengantarkan baju untukku, dia tersenyum lebar sambil berkata, "Selamat bersenang-senang, bajunya buatmu hadiah dari aku".

"Jangan berlebihan deh Yan, aku mau nemenin Beni makan di reunian. Yang mau seneng - seneng itu Beni paling juga aku jadi kacang goreng", sahutku.

"Ya kan reuniannya di hotel bintang lima Ren, siapa tahu kamu ketemu jodohmu hahaha".

Ku geleng - gelengkan kepala, mikir apa ini anak pikirku. Yang penting ada makanan jadi kacang gorengpun gak masalah hehehe.

"Ren, ayok..."

"Ya bang bentar..." kataku sambil berlari membetulkan baju dan rambutku ke arah Beni yang sudah menungguku di depan mobil. Ya mobil hijau tua kesayangan almarhum papah yang selama ini kami pertahankan. Karena hanya mobil mempunyai banyak kenangan dikeluarga kami.

"Bang, nanti aku mau dikenalin sama siapa?"

"Juan, temen abang"

"Ohh, cakep gak bang?"

Beni tersenyum simpul dan berkata, " Kalau kamu udah denger suara merdunya pasti kamu bisa menebak".

"Kamu gak penasaran Ren?".

"Gak", sahutku, "Toh bukan kali ini aja mau dikenalin sama temen abang".

"Hahaha... Dasar kamu Ren"

Yah jelas aja, berapa kali dikenalkan dengan teman - teman Beni. Yang pacarnya, sahabatnya, temen rasa pacar, atasannya, rekan kerjanya bahkan rivalnya di kantorpun aku tahu.

Tak terasa 30 menit perjalanan, kami telah sampai di Hotel Janur Kencana tempat reuni sekolah Beni diadakan.

Kamipun masuk kedalam, pesta reunian macam apa ini, benar - benar seperti pesta yang ku lihat di TV. Beni 7 tahun lebih tua dariku tetapi dia benar - benar beruntung. Dia tampan, kerjaan bagus, dia juga kuliah di universitas ternama dan malangnya disemester akhir papah mamah kecelakaan dan meninggal.

Rumah dan harta yang lain habis buat biaya kuliah Beni, biaya hidup, dan biaya sekolahku. Dan untungnya setelah lulus dia langsung mendapatkan pekerjaan bagus. Hingga rumah yang sekarang kita tempati hasil jerih payahnya.

"Ren.. Reeen.."

"Ehh apa bang.."

"Ngalamunin apa si, kamu cari makan sana abang mau ketemu teman-teman dulu"

"Ya laa...."

"Nanti abang suruh Juan nyari kamu yah,,"

"Siap ndan"

Juan ya, yang kata abang suaranya bagus. Sembari menunggu juan akupun berputar - putar diarea meja prasmanan.

Wah ada martabak telur, pikirku di hotel gak ada sajian martabak telur. Spontan aku berjalan cepat dan mengambil sepotong martabak. Dengan cepat aku memakannya, wah beda banget dengan yang di warung tenda, ini enak banget.

"Maaf mba, permisi saya mau ambil martabak telur..."

Terdengar suara yang indah dibelakangku, mungkinkan ini yang dimaksud Beni. Akupun langsung berbalik, seorang pria memakai blazer hitam berdiri tepat dibelakangku. Dia tersenyum manis padaku.

"J.. Ju Juan..?".

Bersambung.............

Episode 2

"Juan... Juan yah", tanyaku

"Darimana kamu tau namaku?"

"Dari Beni, kenalkan aku Rena", kataku tersenyum manis.

"Juan Widigdo, panggil saja Juan"

"Tapi, sepertinya usiamu...."

"Panggil Mas Juan juga boleh"

"Oke Mas Juan"

Deg, tiba-tiba saja jantungku seakan berhenti berdetak sesaat dan kembali berdetak dengan kencangnya. Perasaan apa ini, Ya Tuhan jantungku seakan terlepas dari dadaku. Rasanya panas tubuhku semua berkumpul menjadi satu.

Kubalikkan badanku, gak mau Mas Juan mendengar suara detak jantungku yang semakin kencang ini.

"Ren,, Rena sehat?"

"Ah iya mas,, Rena gak papa"

"Mas mau makan martabak kan, ambil aja mas ayo sini", kataku sambil mencairkan keteganganku sendiri.

Sungguh baru pernah aku merasakannya, perasaan yang sangat gak menentu. Pipiku panas, jantungku berdegup kencang. Dan berdiri disebelahnya rasanya badanku lemas tak berdaya. Tuhan tolong aku, seruku dalam hati.

Mas Juan berdiri tepat disebelahku, dia mulai menanyakan umur, tempat tinggal, keluarga, dan pekerjaanku sekarang. Tidak ada yang spesial dariku, keluhku dalam hati.

"Jadi sekarang Rena masih mencari pekerjaan?", tanya Mas Juan.

"Iya mas", jawabku.

"Kalau Rena kerja ditempat mas mau?"

"Kerja apa mas?"

"Mas tahu sendirikan latar belakang pendidikan rena itu apa", lanjutku.

Dia terdiam sejenak, entah apa yang dia pikirkan aku semakin penasaran.

"Mas boleh pinjam handphonemu Ren?"

"Boleh"

Ku sodorkan handphone milikku dan diapun menelepon seseorang. Tiilililit tililit tililililt, Mas Juan terlihat mengambil sesuatu dari kantong celananya.

"Nah... Aku sudah tau nomormu, nomor mas nanti disimpan yah.."

Ehh,belum sempat ku berkata-kata dia pergi meninggalkanku sambil melambaikan tangannya.

Rasanya malu seneng gembira bercampur menjadi satu. Pilihan Beni emang gak pernah salah hahaha, tertawaku dalam hati.

" Woy, senyum-senyum sendiri kamu"

"Abang!". Kupeluk dan kucium Beni sembari berkata, "makasih abang... Abang emang the best".

"Rena udah ketemu sama Juan, abaang", kataku.

"Kapan?"

"Baru aja bang"

"Dimana?"

"Disinilah, abang gimana sih".

Beni terdiam, lalu kutinggalkan Beni dengan perasaan kesal, dari jauh masih terlihat ekspresi Beni yang terlihat bingung.

Satu jam aku menunggu Beni didekat parkiran dekat lobi hotel. Kemana si Beni lama sekali, gerutu kesal. Tiba - tiba Beni mengirimiku pesan.

Ren, balik duluan yah. Abang ada kerjaan mendadak, mungkin abang pulang pagi.

Naik taksi jangan naik bus, telpon abang kalo sudah sampai rumah.

Uhh dasar, kataku sambil meninggalkan lobi hotel. Sudah bukan hal baru lagi, ya beginilah punya abang asisten manajer kerjanya 24 jam.

Esok haripun datang, badanku terasa tidak enak. Mungkin perlu kedokter, ahh Beni pasti sibuk lebih baik jangan ganggu. Mataku terbelalak melihat pesan masuk di handphoneku. Seakan tak percaya kutepuk tepuk kedua pipiku, aku gak mimpi.

00.45

Mimpi indah Rena...

07.00

Selamat pagi Ren, kapan ada waktu luang? Ada yang mas ingin bicarakan.

Aduh, aku balas apa yah, ku berjalan kesana kemari, pipiku terasa panas nafasku tak beraturan perasaan seneng bingung dan badan yang sedikit meriang bercampur jadi satu. Aku terduduk lemas, ku telpon Yani dulu baru balesin Mas Juan. Gak enak banget badanku.

Tuuut.. Tuuut... Tuuuut....Tuuut....

Buruan diangkat Yan, gerutuku dan akhirnya diangkat juga.

"Yan, temenin aku ke dokter yah. Badanku gak enak, aku gak enak ganggu Beni kerja. Eh ada yang mau aku ceritain juga, namanya Juan kita ketemu kemarin malam di reunianya Beni. Pokoknya jam 10 kamu dah nyampe rumahku ya"

"Rena, rumahmu dimana?"

Aku terdiam kaget, itu suara laki-laki. Ku lihat layar handphoneku dan...******! Tanpa pikir panjang aku langsung mematikan panggilan teleponku.

Bodoh.. Bodoh banget aku huaaa, aku menangis saking malunya. Kenapa bisa yang aku telpon itu Mas Juan. Ku pukul-pukul kepalaku dengan bantal sofa, aku gak mau ketemu Mas Juan lagi huhuhu.

Drrrrttt... Handphoneku bergetar, ada pesan masuk. Mas dijalan, cepat kirim alamat rumahmu. Tanpa berpikir akupun mengirim alamat rumahku sambil menangis. Sudahlah, udah kepalang tanggung. Malu - malu sekalian, masa iya aku bilang ke Mas Juan jangan mas, gak usah, kan gak enak, dia juga udah lagi dijalan, masa suruh pulang, ahhh pusing!

10 menit kemudian, terlihat sedan hitam parkir di halaman rumah. Mungkin itu Mas Juan, seakan terhipnotis kakiku berjalan ke arah mobil itu. Terang saja, Mas Juan keluar dari mobil itu dan langsung membukakan pintu untukku.

"Ayo cepat masuk Ren", suruh Mas Juan.

"Iya mas, terima kasih"

Diperjalanan ku pandangi wajah Mas Juan sambil berpikir, kenapa dia gak bertanya apapun tentang kejadian tadi.

"Mas beruntung kok kamu salah telepon, so mas bisa tau kan keadaan kamu sekarang. Dan yang paling penting mas jadi tau rumahmu dimana", kata Mas Juan tiba-tiba.

"Mas dukun?"

Mas Juan tertawa lebar, seakan dia tau apa yang aku pikirkan. Dan sepanjang perjalanan kami banyak sekali bercanda hingga akupun lupa kalau aku sakit.

BERSAMBUNG............

Episode 3

Aku berjalan keluar dari ruang dokter, kecapean aja kok sampai disuntik, keluhku dalam hati.

"Gimana Ren? Enak disuntik?", ledek Mas Juan.

"Mas mau Rena suntik?", kataku sambil mencubit lengan Mas Juan.

Mas Juan berlari kesakitan sambil tertawa, dari jauh aku merasakan ada yang berbeda. Mas Juan terlihat lebih santai sekarang, saat bertemu di pesta itu dia agak kaku. Mungkin karena pertemuan yang kedua.

Mas Juan berjalan menghampiriku.

"Laper gak?".

"Mas mau traktir Rena?"

"Rena makannya banyak loh", lanjutku.

"Boleh, kalau Rena gak keberatan makan bareng sama mas".

"Mau si, tapi Rena takut abang nyariin. Rena tadi pergi gak pamit. Biasanya jam 1 abang pulang buat makan siang, abis itu ngantor lagi".

"Ya udah, mas anter kamu pulang aja yah..."

Aq tersenyum lebar, rasanya seneng banget bisa bareng Mas Juan. Dia juga pengertian, perhatian banget sama aku. Pipiku mulai terasa panas lagi.

Sesampainya dirumah,

"Abang!!", seruku melihat Beni kebingungan didepan rumah. Mukanya merah padam. Beni melihatku lalu lari menghampiriku.

"Kemana aja kamu!", tanya Beni marah.

"Abis berobat bang",

"Oh ya, Rena berobatnya sama Mas Juan kok bang",lanjutku lagi.

"Juan?"

"Ceritanya panjang bang, nanti Rena cerita kok"

"Hape kamu kenapa ditinggal!" seru Beni.

"Lupa bang, sumpah!", kataku meyakinkan Beni.

"Ben", panggil Mas Juan

"Maaf Mas Juan ada yang saya ingin bicarakan dengan mas", kata Beni dengan nada datar.

Dagdigdug, jantungku mulai berdetak kencang. Baru pernah ku lihat wajah Beni sebegitu tegangnya. Akupun khawatir dan penasaran, apa yang sedang mereka bicarakan. Raut muka Beni yang marah terlihat jelas.

Tak lama Beni dan Mas Juan masuk kedalam rumah dan menghampiriku

"Lainkali kalo kenapa - kenapa kabarin abang dulu bukan orang lain!"

"Abang maaf...", kataku sedih.

Beni tak mengucapkan sepatah katapun lagi, dua hanya mengambil kunci mobil dan pergi. Abang maaf bang, kataku dalam hati.

"Mas udah jelasin ke Beni"

"Makasih mas, tapi gak biasanya abang semarah itu"

"Sudah... Beni pasti marahnya sebentar kok", kata Mas Juan sambil mengambil segelas air minum."Minum obat dulu.."

Kuraih gelas itu namun yang kupegang adalah tangan Mas Juan, mata kami saling bertatapan.

"Mas pulang dulu yah, hari ini jadi bolos nih gara gara kamu", ujar Mas Juan mencairkan suasana.

"Siapa suruh anterin Rena.."

"Makasih ya mas", kataku lagi dan Mas Juanpun pergi.

Dua minggu berlalu, setiap hari yang ku lalui tidak ada hari yang terlewati tanpa SMS dan telepon dari Mas Juan.

"Kamu masih kontekan sama Mas Juan?"

"Masih bang, abang kenapa gak suka banget sama Mas Juan. Abang sendiri yang ngenalin", keluhku kesal melihat Beni yang selalu jutek kalau aku cerita tentang Mas Juan.

"Iya abang juga nyesel", ucapnya lirih.

"Abang kenapa sii...", kataku sambil memeluk Beni, "Nyesel kenapa? Rena seneng banget kenal Mas Juan, dia baik dan perhatian".

"Kamu seneng Ren?"

Kuanggukkan kepalaku sambil tersenyum lebar. Raut muka Beni sedikit berubah, namun masih terlihat ada kesedihan dimatanya.

"Adik abang udah besar, belum aja pacaran abang udah dicuekin. Tiap hari yang dilihat handphone terus"

"Ihh jadi abang cemburu? Abang tetep nomer satu dihati Rena bang...", kataku tertawa. Beni pun tersenyum sambil memandang wajahku.

"Kamu gak ketemu dia lagi?"

"Dia katanya sibuk bang, ada proyek katanya"

"Trus kamu kapan cari kerja?", tanya Beni tegas "kalau gak kerja-kerja kuliah aja", lanjut Beni

"Besok bang, beneran Rena janji. Kalo akhir tahun ini Rena gak kerja juga, Rena kuliah deh...". Ahh kalau lagi serius pasti bahasnya kesini lagi. Bukannya aku gak mau kuliah, hanya saja aku ingin kuliah dengan kerja kerasku sendiri.

"Ren"

"Janji satu hal sama abang", pinta Beni, "Kamu harus kasih tau abang kemana aja kamu pergi sama Mas Juan".

"Siap bang".

"Bang... Rena boleh tanya gak?"

"Apa?"

"Kok bisa abang manggil dia Mas Juan juga? Bukannya abang seumuran sama Mas Juan?",tanyaku penasaran.

"Gak, dia kakak kelas abang, waktu abang masuk kuliah dia mahasiswa semester akhir, ikut nge-OSPEK anak baru ", jawab Beni sambil membuka laptopnya. Hemm, lagi libur masih aja ngurusin kerjaan pikirku.

"Reuni itu privat party kan bang... Khusus angkatan abang aja?", tanyaku lagi.

"Yap, 100 point buat anda", canda Beni.

Dihh...Beni pikir lagi main kuis apa jadi kesel aku.

"Terus kenapa Mas Juan bisa ada disana bang?"

"Sama kayak kamu, karena bareng abang kamu jadi bisa masuk. Setiap satu undangan boleh bawa satu orang masuk"

"Emang Mas Juan bareng sama siapa bang, kok bisa masuk?"

"Ya karena bareng sama..."

Kata - kata Beni terhenti, dia terdiam sambil memandangiku.

"Sama siapa bang...? Abang pasti tau kan", tanyaku lagi.

"Dia sama...."

Dan lagi lagi Beni terdiam enggan melanjutkan kata-katanya.

BERSAMBUNG...........

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!