Langit sore di atas Lansea mulai berubah warna, berganti dari jingga lembut menjadi biru keabu-abuan. Angin lembah berdesir membawa aroma tanah basah dan dedaunan kering. Di ujung pemukiman kecil itu, berdiri sebuah rumah tua berdinding kayu. Di dalamnya, seorang pemuda berambut hitam tengah duduk di depan jendela — Kuroh.
Sejak kecil, ia hidup sendirian. Pamannya — satu-satunya keluarga yang tersisa — telah meninggal bertahun-tahun lalu. Sejak itu, Kuroh menjalani hari-harinya dengan sunyi. Ia bukan anak yang disukai warga Lansea. Bukan karena jahat, tapi karena ia berbeda.
Setiap manusia di dunia ini lahir dengan sesuatu yang disebut Pilar — pusat kekuatan dan identitas setiap individu. Ada yang memiliki Pilar Api, ada Pilar Angin, bahkan Pilar Cahaya. Pilar adalah bukti eksistensi. Tanpanya, seseorang dianggap cacat, gagal, bahkan dikutuk oleh langit.
Dan Kuroh… lahir tanpa Pilar.
“Anak tanpa Pilar tidak seharusnya hidup di dunia ini.”
“Dia itu pertanda sial, jauhi saja.”
Bisikan-bisikan itu sudah biasa ia dengar. Kadang ia pura-pura tak peduli, tapi malam hari, saat angin menembus celah jendela dan kesunyian menggema, hatinya terasa kosong.
Namun hari itu berbeda.
Langkah kakinya membawanya ke hutan Lansea, tempat yang katanya terlarang. Di sana ada sebuah gua tua, tersembunyi di antara akar-akar besar dan lumut hijau. Warga Lansea selalu memperingatkan anak-anak:
“Jangan dekati gua itu. Siapa pun yang masuk, tak pernah kembali.”
Tapi rasa takut Kuroh sudah lama tumpul. Yang tersisa hanya rasa penasaran.
Ia menatap mulut gua yang gelap, seperti raksasa yang menunggu mangsa. “Kalau aku memang tidak punya takdir,” gumamnya lirih, “maka biar aku yang menantang nasibku sendiri.”
Ia melangkah masuk.
Udara di dalam gua dingin dan lembab. Tetesan air menetes dari langit-langit, memantul di dinding batu. Tapi di kejauhan, ada cahaya — biru, berdenyut pelan, seolah bernapas.
Kuroh mendekat. Cahaya itu keluar dari sejenis bola kristal yang melayang diam di udara. Cahaya birunya menari di iris mata Kuroh, memantulkan bayangan dirinya yang tampak rapuh namun berani.
Tanpa berpikir, ia mengulurkan tangan.
Begitu jarinya menyentuh permukaan kristal itu, gelombang energi langsung meledak. Cahaya biru menyelimuti seluruh tubuhnya. Urat-uratnya terasa membara, jantungnya berdetak cepat, dan dalam sekejap — dunia seolah berhenti berputar.
“Kau akhirnya datang…”
“Pergilah ke Tanah Zithra. Di sanalah kekuatan murnimu menunggu.”
Suara itu bergema di dalam pikirannya. Dalam sekejap, cahaya itu lenyap. Gua kembali gelap. Hanya tubuh Kuroh yang kini bersinar samar.
Ia terhuyung mundur, terengah. “Apa tadi itu…?” tapi tak ada yang menjawab. Hanya gema langkahnya yang menemani kepulangannya malam itu.
---
Sesampainya di rumah, Kuroh bergegas mengemasi barang-barangnya. Sebuah tas kecil, sepotong roti kering, dan botol air. Ia tahu perjalanan ke Zithra tidak akan mudah. Namun sesuatu di dalam dirinya memaksa untuk berangkat — seolah takdir baru telah menunggunya.
Namun saat ia hendak mengunci pintu rumah, sebuah suara menyapanya lembut:
“Kau pasti akan melakukan perjalanan ke Zithra, bukan?”
Kuroh terkejut. Di depan rumahnya berdiri seorang pemuda berpakaian biru dengan rambut putih keperakan. Matanya tenang, tapi tajam, seolah bisa menembus isi kepala orang lain.
“Siapa kau?” tanya Kuroh waspada.
“Namaku Yuan Shi,” jawabnya sambil tersenyum. “Aku memiliki Pilar Pengetahuan. Hanya dengan menatap seseorang, aku bisa tahu ke mana langkahnya akan menuju.”
Kuroh membeku. “Kalau begitu kau sudah tahu aku tidak punya Pilar, kan?”
Shi mengangguk pelan. “Tentu. Tapi aku juga tahu sesuatu yang mereka tidak tahu — potensi yang belum kau sadari.”
Kuroh mengernyit. “Dan apa urusanmu denganku?”
Shi menatap langit, lalu berkata tenang, “Aku juga hendak ke Zithra. Tapi perjalanan panjang seperti itu tak bijak dilakukan sendirian. Aku butuh seseorang yang bisa melindungiku.”
“Melindungimu?” Kuroh tertawa getir. “Aku bahkan tak bisa melindungi diriku sendiri. Kau yakin orang tanpa Pilar sepertiku bisa menjaga seorang pemilik Pilar Pengetahuan?”
Shi menatapnya dalam. “Kuroh, aku sudah menganalisismu. Ada sesuatu dalam dirimu… sesuatu yang bahkan dunia ini belum paham. Aku ingin melihatnya sendiri.”
Kuroh terdiam. Ada sesuatu pada nada suara Shi — bukan rasa kasihan, tapi keyakinan. Sesuatu yang belum pernah ia dengar dari siapa pun.
Akhirnya ia mengangguk. “Baik. Tapi jangan menyesal nanti.”
Shi tersenyum kecil. “Aku tidak pernah menyesal memilih seseorang.”
---
Keesokan paginya, mereka meninggalkan Lansea.
Mereka berjalan melewati jalan setapak yang dikelilingi pepohonan rimbun. Burung-burung berkicau, sinar matahari menembus celah dedaunan, menimbulkan pantulan cahaya yang berkilau di rambut Shi. Kuroh berjalan di belakang, menatap langit, dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama — ia merasa tidak sendirian.
Beberapa jam kemudian, mereka menemukan sebuah kedai kecil di pinggir jalan. Plakat kayu di depannya bertuliskan “The Dusty Mug”. Mereka masuk untuk beristirahat.
Pemilik kedai, seorang pria tua dengan janggut panjang, menyambut mereka ramah.
“Apa yang bisa saya bantu, Tuan-tuan?”
Shi menunjuk menu di dinding.
“Dua porsi sup hangat dan roti, terima kasih.”
Kuroh buru-buru menolak, “Tidak perlu, aku bisa pesan sendiri.”
Namun Shi hanya tersenyum.
"Biarkan aku yang mentraktir. Ini bukan masalah uang, tapi niat baik.”
Kuroh akhirnya diam, menatap mangkuk sup hangat di depannya. Uapnya mengepul lembut. Rasa asing merayap di dadanya — hangat, damai, dan sedikit canggung. Ia hampir lupa kapan terakhir kali seseorang peduli padanya.
Tiba-tiba, seseorang mendekati meja mereka.
Langkahnya ringan, tapi auranya aneh. Ia mengenakan mantel hitam panjang dan topi yang menutupi sebagian wajahnya. Dalam diam, orang itu meletakkan selembar kartu di atas meja.
Kuroh menatapnya heran. Di kartu itu tertulis satu kata besar, berwarna merah menyala:
“LUCKY.”
Lalu orang itu tersenyum miring dan berkata lantang —
“Bingo.”
Sekeliling mereka mendadak senyap. Udara terasa berat. Shi menatap kartu itu, pupil matanya menyempit.
“Kuroh,” katanya pelan, “sepertinya perjalanan kita… baru saja dimulai.”
Kuroh menatapnya, bingung tapi siap. Di dalam dadanya, cahaya biru samar kembali berdenyut — tanda bahwa nasibnya yang dulu ditolak dunia, kini sedang bangkit.
Keheranan memenuhi wajah Kuroh. Pria asing di depannya berdiri tenang, memegang sebuah kartu bercahaya yang tampak memantulkan warna keemasan. Di satu sisi bertuliskan Lucky, lalu perlahan dibalik—dan terlihat kata King. Aura aneh mengelilingi pria itu, membuat udara di sekitar mereka bergetar lembut, seperti waktu berhenti hanya untuknya.
“Siapa kamu?” tanya Kuroh, nada suaranya setengah waspada, setengah penasaran.
Pria itu tersenyum samar, seperti menikmati kebingungan di wajah Kuroh. “Maafkan aku, aku hanya menunjukkan kartu ini pada orang-orang terpilih,” ucapnya dengan suara rendah namun menenangkan. “Di masa depan, kartu ini akan sangat berhubungan denganmu.”
Kuroh mengerutkan dahi. “Apa maksudmu? Lucky? King? Masa depan? Aku cuma orang biasa tanpa pilar. Mana mungkin aku jadi raja?”
Suara tawa ringan keluar dari pria itu, terdengar hangat tapi misterius. “Lugu sekali kau, anak muda. Tak semua takdir bisa kau pahami sekarang.” Ia menepuk dadanya pelan. “Aku adalah Lord Vazquez, Pilar Keberuntungan.”
Kuroh membeku. Nama itu tidak asing di dunia para pilar—sosok misterius yang katanya hanya muncul pada orang dengan potensi besar. Tapi bertemu langsung dengannya? Mustahil.
“Pilar... keberuntungan?” gumamnya pelan, seolah lidahnya sendiri tak percaya.
“Benar,” ucap Vazquez dengan keyakinan penuh. “Orang-orang yang kutemui bukan kebetulan. Setiap pertemuan membawa pertanda. Dan menurut keberuntunganku...” ia tersenyum kecil, “...kau akan menjadi raja suatu saat nanti.”
Kuroh menatap sahabatnya, Shi, yang sejak tadi makan dengan santai seolah tak peduli pada keanehan di sekitarnya. “Shi, itu bener?”
Shi meletakkan sumpitnya perlahan, menatap Kuroh dengan mata datar tapi serius. “Benar, Kuroh. Dalam data pengetahuanku, Pilar Keberuntungan memang nyata. Kalau dia datang padamu, berarti sesuatu besar akan terjadi.”
Kuroh terdiam lama. Ia ingin menertawakan kata-kata itu, tapi entah kenapa—di dalam dadanya ada sedikit getaran halus, seperti sebuah firasat. Vazquez bangkit dari tempat duduknya, lalu menatapnya sekali lagi.
“Selamat tinggal... Raja masa depan.”
Dan begitu saja, tubuhnya menghilang di antara keramaian, seolah menembus udara.
Kuroh menatap meja kosong di depannya, mencoba mencerna apa yang baru terjadi. Sampai matanya tertuju pada sebuah surat dengan segel emas. Ia mengambilnya perlahan.
Ketika segel itu dibuka, aroma tinta tua memenuhi udara. Di dalamnya tertulis sebuah undangan—menuju Pasar Gelap, tempat legendaris di mana orang-orang terlarang berkumpul, dan barang-barang langka diperjualbelikan tanpa batas moral.
Kuroh menatap surat itu lama, hingga Shi berkomentar tanpa mengangkat kepala.
“Kuroh, jangan berpikir untuk ke sana. Tempat itu bukan untuk orang sembarangan.”
Namun tekad sudah menyala di matanya. “Aku harus lihat sendiri, Shi. Ini kesempatan emas.”
Shi hanya menghela napas. “Baiklah. Tapi kalau mati, jangan salahkan aku.”
Mereka berjalan meninggalkan restoran. Udara sore terasa berat, menyatu dengan kabut tipis yang menutupi jalanan kota tua itu. Di dalam surat, tertera sebuah peta dengan tanda X di dekat lokasi mereka berdiri.
Saat mereka tiba di tempat itu, muncul seseorang berpakaian hitam seperti ninja. Wajahnya tertutup kain, matanya dingin tanpa emosi. Ia tidak bicara sepatah kata pun—hanya berjalan pelan.
Kuroh dan Shi saling pandang, lalu mengikuti.
Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, mereka berhenti di depan tembok besar yang tampak seperti jalan buntu. Namun pria itu mengangkat tangannya, membentuk pola aneh di udara. Cahaya biru muncul, dan tembok bergetar, membuka jalan ke dalam portal bercahaya.
“Masuklah,” ucap pria itu datar.
Tanpa ragu, mereka melangkah masuk.
Begitu menembus portal, aroma debu, besi, dan darah samar langsung menyambut mereka. Pasar Gelap—sebuah dunia bawah tanah yang hidup. Lampu-lampu redup menggantung di langit-langit batu, dan setiap sudut dipenuhi pedagang yang menawarkan barang-barang mustahil: jimat, tengkorak naga, batu roh, bahkan senjata yang berkilau seperti bintang.
“Pedang Tuan Alberto! Langka! Asli dari generasi pertama!” teriak seorang pedagang dengan suara serak.
Kuroh langsung menoleh, matanya berbinar. Ia berjalan cepat ke arah suara itu.
“Paman, berapa harganya?” tanyanya antusias.
“Seratus juta U$N,” jawab pedagang itu dingin.
Kuroh tertegun. “Mahal sekali… pantas saja legendaris.” Ia menatap pedang itu sekali lagi, lalu menelan ludah. “Maaf, aku tidak jadi beli.”
Seketika udara berubah mencekam. Para pedagang berhenti berbicara. Tatapan mereka memerah, pupil mengecil, wajah mereka seperti kehilangan jiwa.
Kuroh bergidik. “A-Ada yang salah?”
“Kurang ajar,” desis pedagang itu, suaranya berat dan penuh amarah. “Berani melihat barang di Pasar Gelap tanpa membelinya?”
Kuroh tertegun. “Memangnya kenapa?”
“Di tempat ini, menawar tanpa membeli adalah penghinaan. Dan penghinaan dibayar dengan darah.”
Jantung Kuroh berdegup cepat. “Aku… aku tidak tahu! Ini pertama kalinya aku ke sini!”
Namun terlambat. Tanah mulai bergetar. Dari langit-langit muncul tangan-tangan hitam raksasa, merayap menembus udara.
Shi segera menarik tangan Kuroh. “Lari!”
Mereka menembus kerumunan, berlari sekuat tenaga di antara kios-kios yang berjatuhan. Dari belakang, suara dentuman keras menggema, disertai jeritan para pedagang yang berubah bentuk menjadi bayangan mengerikan.
“Kenapa kita kabur?!” teriak Kuroh di tengah hiruk-pikuk.
Shi menjawab cepat, “Karena yang kau hina bukan pedagang biasa! Dia pelayan Pilar Tempat, penguasa pasar ini!”
Kuroh hampir tak percaya. “Pilar… Tempat?”
“Ya! Dia bisa mengendalikan seluruh area yang ia ciptakan. Dan kita ada di dalamnya sekarang!”
Tanah kembali berguncang keras. Tangan-tangan besar menjulur dari dinding, meraih mereka berdua dengan kecepatan yang tak manusiawi.
“Sial!” Shi menunjuk ke depan. “Lihat gubuk itu! Sembunyi di sana!”
Mereka berlari dengan sisa tenaga. Nafas Kuroh memburu, dadanya seperti terbakar. Setiap langkah terasa berat. Saat hampir sampai, sebuah tangan raksasa menghantam tanah di belakang mereka—debu dan batu beterbangan. Shi melompat lebih dulu, berhasil mencapai pintu gubuk itu.
“Kuroh! Cepat!”
Kuroh berlari, tapi tanah di bawahnya retak. Ia melompat, nyaris gagal, sampai tangan Shi menjulur dan menangkap pergelangan tangannya.
“Pegang erat!” teriak Shi.
Kuroh memegang sekuat tenaga, tapi ketika ia menoleh ke belakang, tangan raksasa itu sudah hampir menyentuhnya. Detik itu juga, energi biru meledak di kakinya. Tubuhnya terpental ke depan—menembus udara seperti peluru cahaya—dan jatuh tepat di dalam ruangan bersama Shi.
Pintu langsung tertutup rapat.
Keduanya terengah-engah. Sunyi. Hanya suara napas dan detak jantung yang menggema di ruang gelap itu.
Shi menatapnya lama, wajahnya penuh tanda tanya. “Untung kau selamat. Tapi barusan... apa yang terjadi? Kau seperti terbang.”
Kuroh menatap tangannya sendiri, masih gemetar. “Entahlah. Saat aku takut tadi, aku cuma merasa… ada energi besar yang meledak di kakiku.”
Shi terdiam, lalu tersenyum samar. “Mungkin… pilar-mu selama ini belum bangun.”
Kuroh menunduk, menatap lantai, tapi pikirannya sudah jauh melayang. Untuk pertama kalinya, ia merasakan sesuatu hidup di dalam dirinya—sebuah kekuatan yang tidak ia pahami, tapi terasa nyata.
Di luar, suara gemuruh masih terdengar. Bayangan besar menyapu langit-langit pasar. Namun di ruangan kecil itu, dua sosok muda hanya bisa menunggu—dalam diam, dalam gelap, dan dalam takdir yang baru saja mulai bergerak.
Sekarang mereka berdua diam dalam ruangan gelap,hanya sebuah lilin kecil yang menerangi ruangan gelap itu.Kuroh berdiri dan mengangkat lilin itu sambil berjalan mengelilingi ruangan yang gelap itu.Hanya ada puluhan buku tua yang tersusun rapi di sebuah lemari.Kuroh memeriksa dan melihat lihat semua buku yang ada,kebanyakan buku menceritakan berita berita lama yang tak penting dan tak sesuai zaman nya.Kuroh terus berjalan
"Jangan jauh jauh Kuroh",Shi berkata memperingatkan
Kuroh tak menjawab dan terus berjalan melihat buku buku tua itu,terlihat sebuah remang cahaya di sebuah buku di sudut ruangan.Kuroh mendekatinya dan memegang buku itu,buku itu berjudul"PAHLAWAN ATAU PENJAHAT?",Kuroh membuka halaman demi halaman,buku itu menceritakan seseorang di masa lalu yang menentang pemerintah yang tamak,namun warga menganggap nya sebagai penjahat karena menentang para petinggi teratas,kisah ini berlatar di tanah Nozar,tanah yang disebut tanah suci tempat para kesatria dan petarung tertinggi berada.Hanya para pilar dengan keahlian tertinggi lah yang boleh masuk ke tanah ini.
Namun,pada suatu hari ada peristiwa yang menghebohkan masyarakat di sana, seseorang masuk ke tanah Nozar bukan dengan niat baik namun ingin membunuh sang pemimpin.Pertarungan hidup dan mati terjadi antara orang misterius yang tiba tiba masuk ke tanah Nozar melawan pemimpin Nozar itu sendiri.Ia berhasil membunuh pemimpin itu namun,3 orang pelindung raja yang disebut SOLDIER,atau 3 penjaga raja mengincar sang pemberontak.
"Eh?kenapa halaman selanjutnya hilang?",Kuroh heran sambil bertanya
"Apa halaman selanjutnya sengaja dihilangkan?"
Kuroh menutup buku itu lalu pergi ke tempat Shi duduk tadi
"Aku kembali"
Shi menoleh ke belakang dan melihat Kuroh datang kembali dengan lilin kecil di tangannya.
"Aku menemukan sebuah buku yang sangat menarik"ucap Kuroh
"Buku tentang apa?",tanya Shi
"Menceritakan kisah seseorang yang melawan pemimpin di tanah Nozar,entah niat nya baik atau tidak tapi…...DIA KEREN SEKALI!!",ucap Kuroh bersemangat
[aura Kuroh seketika meledak lagi ketika ia menceritakan orang yang ia kagumi]
"Benarkah?,tapi tunggu dulu,aku mempunyai ide untuk keluar dari tempat ini"
"bagaimana?",tanya Kuroh
"Aku melihat ketika kau punya semangat akan sesuatu hal aura mu pasti meledak ledak,aku merasakannya,sekarang pikirkanlah skema di dalam pikiran mu tapi dengan kau punya kekuatan seperti pilar di luar sana"Shi berusaha menjelaskan.
"baiklah akan kucoba".
*Kuroh berusaha keras memikirkan skema terbaik,pertama ia berfikir bagaimana kalau misalnya ia mengeluarkan sebuah kekuatan aneh seperti terbang ke atas langit,namun tubuh nya tak bereaksi,lanjut skema kedua sama namun kali ini kekuatan aneh berubah mengeluarkan sebuah portal.Kali ini tubuh nya bereaksi*.
"Aku sudah tahu,tapi aku tidak tahu bagaimana menerapkannya ke dunia nyata",Ucap Kuroh pada Shi.
"Baiklah,sekarang coba pikirkan lagi namun gerakkan tangan membentuk portal yang sudah kau bayangkan tadi".
*Kuroh memikirkan bentuk portal dan menggerakkan tangannya sesuai bentuk portal yang sudah ia bayangkan*
Benar saja,portal benar benar terbentuk
"Luar biasa Kuroh,mari kita coba masuk".
Mereka berdua masuk ke dalam portal.
...----------------...
Kaki mereka menginjak tanah setelah keluar dari portal,Shi melihat sekitar menganalisa
"Luar biasa,kita sudah ada di wilayah Zithra,tanah salju yang menyimpan banyak misteri".
"Benarkah?syukurlah,namun sekarang bagaimana kita melewati gerbang raksasa ini?",ucap Kuroh
Di depan mereka ada gerbang raksasa berwarna putih dengan lambang naga Chrono,naga yang katanya termasuk hewan suci di dunia ini.Hewan suci sendiri hanya ada 4 di dunia ini,dan salah satunya mungkin berada di tanah Zithra ini.
Mereka mendekati gerbang, petualangan baru mereka akan datang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!