NovelToon NovelToon

DIGREBEK NIKAH

Bab 1

"Hai semua! Kembali lagi bersama Aku, Si Cantik dan Manis, Dewi Aurora! Bercanda Seng! Hari ini, Aku bakalan kasih diskon gede-gedean yang check out khusus saat Aku live. Catet ya! Khusus saat Aku live. Selain itu gak akan ada penawaran lain yang lebih murce alias mursidah aka murah meriah muntah Seng! Cepetan digercepin aja, pokoknya khusus hari ini! Besok harga naik! Ayo, Kakak, CO sekarang juga, khusus hari ini aja."

Perkenalkan. Namaku Kartika Sari Devi. Cantik kan namaku. Kayak Putri Indonesia. Satu nama beda nasib. Kalo Si Mbak Putri Indonesia cantik, berprestasi, sudah menikah punya Suami anak Band, Anak yang cantik dan ganteng, lah Aku! Gak usah ditanya Miris!

"Tika! Buka. Jangan ngerem aja di kamar! Gimana mau dapet jodoh! Astaga! Punya anak perawan satu-satunya hobi banget nelor dikamar! Kapan Ibu punya Mantu kalo gini!"

Kartika yang biasa dipanggil Tika memutar bolamatanya, Ibunya, Kartini atau yang biasa Tika plesetkan menjadi Ibu Kita Kartini, Istri Pak Kartono, yang bukan Harum namanya. Catet!

Jangan Ketawa! Bapak Kartika memang bernama Pak Kartono. Ketua RT, Hobi main catur sama piara burung. Sesekali mancing, tapi kalo sudah mancing bisa bikin Ibu nyamperin bawa golok supaya pulang.

Ceklek!

Kartika membuka pintu kamar. Sambil masih bersandar di daun pintu, menghadirkan senyum pepsodent yang bukan membuat Bu Tini senang malah kepingin nimpuk anak perawannya yang betah nelor dalam kamar.

"Habis jualan live lagi? Astaga Tika! Ibu gak larang Kamu mau usaha model apa aja asal jangan jadi Ani-Ani sama LC."

"Banyak tahu Bu jadi Ani-Ani sama LC duitnya. Tika aja pengen!" Senang sekali Kartika memancing huru-hara Bu Tini yang gampang sekali terpancing korban kejahilan anak perawan ting-tingnya.

"Awas aja kalo berani jadi begituan! Ibu kutuk jadi Magicom! Lagian Ibu gak suka sama modelan Ani-Ani sama LC. Kebanyakan Pelakor!"

"Ya namanya juga jaman sekarang Bu, kebutuhan hidup terus meningkat, pekerjaan susah, yang gampang jadi Ani-Ani sama LC! Makanya Ibu bolehin aja Tika begitu." Bukan Tika namanya mancing emosi, padahal Pak Kartono hobinya mancing ikan, anak perawannya malah demen mancing keributan.

PLAK!

"Kalo ngomong nyebut Tika! Emang Kamu kurang duit? Bapak sama Ibu begini-begini masih bisa kasih Kamu makan sama buat jajan bakso! Jangan suka ngaco!"

"Lagian ya Tika, Ani-Ani sama LC, kalo Ibu Perhatiin ya, kenapa mukanya mirip-mirip semua. Jidat jenong, Bibir Jeding, Hidung mancung tapi lobangnya ga sama, terus nih yang paling aneh, dagunya sama semua, lancip!"

"Astaga Bu. Merhatiin banget sampe segitunya. Ibu lihat dimana sih?"

"Eits! Jangan salah Tika, di group senam Ibu kan suka banyak yang share gosipan di Tiktok. Teman-temen Ibu juga tahu loh, Kamu jualan Online dan suka Live jualan gitu. Tapi Ibu sakit hati sama Mereka."

Melihat wajah Bu Tini yang berubah ekspresi dari ceria menggebu, berubah masam membuat Kartika mengulum senyum.

Pantes aja Bapak gemes dan cinta banget sama Ibu, walau Ibu kalau udah marah, beuh! Semua perabot dapur bisa melayang,

"Masa katanya gini, Bu Tini, itu Kartika suka live jualan di Tiktok. Saya sih niat mau beli tapi lihat Tika aja begitu-begitu aja dan maaf nih, belum nikah-nikah Saya jadi ragu mau beli. Biasanya kan yang jualan Skincare cantik-cantik, muda-muda udah bersuami. Tapi Tika kok belum nikah-nikah sampe sekarang. Ya Ibu emosi banget. Udah Ibu blokir aja tuh emak-emak julid!"

Astaga dragon. Emak-emak kalo udah ngucap bikin sakit hati. Untung Kartika sudah kebal dengan segala kata-kata begitu. Kapan nikah? Mana pacarnya? Udah basi! Bodo amat lah!

"Ya udah sih Bu, biarin aja Mereka mau ngomong apa. Yang penting Tika live jualan di Toktok halal Bu. Gak modal umbar Tetek sama Bokong doang! Lagian nih ya Bu, biarin aja, ntar kalo udah jodohnya, Tika juga nikah."

"Makanya Tika, Ibu bilang juga apa. Kalo Ibu kondangan ikut. Biar bisa nyolong melati mantennya. Biar ketularan gitu!"

"Kalo gitu besok pas Ibu sama Bapak kondangan jangan cuma dicolong, rampok aja Bu melati mantennya sepala-pala. Pasti lebih manjur!"

"Awww! Astaga! Perih amat cubitan Ibu Kita Kartini, Istrinya Pak Kartono, yang bukan Harum namanya." Kartika mengusap lengannya yang menjadi korban KDRK, Kekerasan Dalam Rumah Kartono.

"Udah ah! Ibu capek ngomong sama Kamu, mending Kamu susulin Bapak di kolam pemancingan. Ibu mau masak. Laper!"

"Loh kenapa mesti Tika sih Bu, biasanya Ibu sendiri. Kalo gak suruh aja Tama. Kemana tuh anak minggu gini. Libur sekolah bukannya dirumah."

"Kamu aja Tik yang minggu demen banget dirumah aja. Nelor dikamar. Udah cepet sana. Susulin Bapak. Bilang kalo gak pulang sebulan tidur diluar kata Ibu."

"Astaga! Kejem amat Bu sama Suami sendiri. Kalo Bapak digondol Ani-Ani gimana?"

"Kalo Kamu mau jadi anak tiri Ani-Ani silahkan! Biar dagu sekalian dilancipin! Kaya logo club bola dikamarnya Tama!"

"Baiklah Ibu Kita Kartini, Istri Pak Kartono, yang bukan harum namanya.

"Tika!"

"Iya. Nih sambil jalan!"

Kartika dengan malas mengambil hoodienya dan langsung memakai. Perjalanan ke kolam pemancingan yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki tapi terik matahari membuat Kartika cari aman dengan berlindungan memakai hoodie belel yang entah kapan terakhir Ia cuci. Jangan tanya baunya gimana. Selama belum di amuk Ibu ya bagi Kartika masih oke-oke aja.

"Heran banget, Bapak seneng banget sama Mancing. Kalo gak mancing main burung. Kalo gak dirumah Pak RW main catur."

Pak Kartono memang sangat amat menikmati hidupnya. Setelah Pensiun, Pak Kartono mengisi hidupnya dengan hobi. Pak Kartono mengisi Masa Purna Baktinya dengan hal yang bermanfaat salah satunya dengan menjadi Ketua RT. Ia dipilih oleh warga bukan mencalonkan diri apalagi mau, tapi warga senang pembawaan Pak Kartono yang supel dan santai dan senang guyon membuat warga nyaman.

"Cari Pak RT yang Neng? Tuh disana. Bareng Pak RW."

Kartika sudah dihapal. Selain anak Pak RT tentu juga label perawan tua yang tak sengaja diberikan oleh orang mengingat diusia Kartika yang berkepala tiga belum juga menikah.

"Pak, dicari Ibu."

Kartika duduk disebelah Bapaknya yang sedang diam, tenang menunggu umpan dilahap ikan.

"Tumben Tik Kamu yang nyusulin? Biasanya Bu Tini?" Pak RW mengulur tali pancingnya, dikira umpan yang Ia pasang sudah dimakan ikan nyatanya putus dan kembali dipasang umpan baru.

"Ibu lagi masak Pak RW. Mau masak Rawon. Sama Tempe Mendol." Asal sekali Kartika. Mana ada Ibunya masak Rawon, pulang senam pagi bersama Ibu-Ibu yang ditenteng kangkung sama udah rebon. Dasar Kartika, tipu muslihat yang membuat Pak Kartono, seketika tergiur dan mengemasi alat pancingnya.

"Loh, pulang Pak Tono? Tanggung! Siapa tahu sedikit lagi dimakan ikan umpannya!"

"Udah ngiler denger Rawon. Pak RW mau gabung? Ayo makan dirumah! Bu RW belum pulang kan dari Kampung?"

Eits! Si Bapak! Malah sambat! Lah Aku cuma bohong! Bodo mata deh! Yang penting sesuai permintaan Ibu, Bapak balik!

"Wah, bener juga ya! Boleh Pak? Jadi enak Saya. Masa numpang mangan dirumah Pak RT?"

"Gapapa. Gak setiap hari juga! Ayo! Tika, ayo! Malah Kamu ngelamun disitu! Kesambet setan empang Kamu!"

"I, iya Pak!"

Siap-siap bakal ada perang brata yudha nih! Duh, Si Tama kemana sih! Gak ada yang bantuin misahin nih kalau perabot melayang!

Bab 2

"Loh, Ada apa RW? Ibu masih di Kampung Pak?"

Bu Kartini, Istri Pak Kartono, bukan Harum namanya, orang tua Kartika, mempersilahkan Pak RW Mereka duduk.

"Bu, kok bau-bau ikan asin? Katanya masak Rawon sama Tempe Mendol?" Pak Kartono bagai anjing herder, mengendus-ngendus aroma yang menyeruak begitu masuk ke dalam rumahnya.

"Siapa yang masak Rawon. Ibu masak tumis kangkung, udah rebon, sambel terasi, goreng ikan mujaer!"

"Tumben Bapak cepet pulang biasanya kalo mancing sampe Ikannya berubah jadi duyung gak balik-balik!"

Pak RW tersenyum. Pak Kartono mencari keberadaan anak gadisnya yang sukses ngibul sehingga Ia rela pulang dengan iming-iming Rawon dan Tempe Mendol.

Sedangkan yang menjadi tersangka sudah mengamankan diri, memilih melipir ke warung tetangga, nongkrong sejenak. Mencari udara segar. Healing di depan warung tetangga.

"Tik, tadi Bude lihat Kamu loh, di Live, di Toktok! Bener itu Krimnya diskon? Bagus ndak? Bude mau beli, tapi ya gak ngerti transfer-transfer."

Tika sambil mengunyah coki-coki, asik melihat lalu lalang motor knalpot korek yang lewat menggeber serasa cuma dia yang punya motor.

"Tika!"

"Eh, iya Bude. Kenapa?"

"Kamu diajak ngobrol matanya malah sibuk aja memperhatikan jalan. Bude tanya krim jualan Kamu itu belinya gimana. Bude gak ngerti kalau transfer-transfer."

"Oh, gitu! Ya gak harus transfer Bude. COD aja! Gampang!"

"Walah! Opo meneh iki, OCD! Bude ora ngerti Tika!"

"Bukan OCD Bude, COD, Cash On Delivery. Bayar pas pesanan Bude udah sampe. Nah gitu simplenya."

"Oh, bisa toh?"

"Bisa. Emang Bude mau beli? Tika dirumah ada stock beberapa. Ga usah beli di live. Beli langsung sama Tika aja."

"Sama ora? Nanti Kamu bedakan lagi!"

"Ya sama Bude. Tika kan juga jual offline. Buat yang mau COD langsung kayak Bude gini bisa lah!"

"Kalo ngutang dulu boleh Ndok?"

Nah ini nih. Yang Tika malesnya kalau jualan offline. Apalagi yang mau beli kenal. Ujung-ujungnya minta ngebon alias ngutang dulu.

"Ya bukannya Tika pelit nih Bude ya, warung Bude aja Bude sebel kan kalo ada yang ngutang, nah sama Bude, Tika kan beli ke Ownernya Cash, kalo Tika jualnya ngutang repot di Tika Bude."

Kartika bisa melihat wajah cemberut Bude pemilik warung. Tapi ya Tika memang harus konsisten, dia bukan pedagang keliling yang jual pake acara dihutangin.

Malas juga Tika kalo harus nagih-nagih jika bayarnya macet.

"Bude, itu rumah depan perasaan Tika waktu itu ada tulisan dijual. Sekarang udah laku? Gak ada tulisannya."

"Makanya jangan nelor aja di rumah. Kamu ketinggalan berita."

"Wedeww. Kayak infotainment juga nih Bude. Emang beritanya apa sampe ketinggalan begitu?"

"Jadi, rumah depan rumah Kamu itu sudah laku. Tapi lagi diberesin dulu sama yang beli. Katanya mau diganti cat atau apa gitu. Bude sih belum ketemu sama yang beli. Tapi katanya nih yang beli Duda!"

Kartika geleng kepala aja. Gile bener si Bude! Kalah Chat GPT, cepet amat tahu kabar kabari status pernikahan orang!

"Nih Bude bayar coki-cokinya. Oh Iya Bude, Ibu ada Kasbon gak disini? Sekalian Tika mau bayarin."

"Ibu Kamu mah gak pernah kasbon Tika, cuma ini, tadi sebelum berangkat futsal, Tama beli Es Aice, belum dibayar."

"Dasar tuyul satu! Paling bisa. Berapa Bude?"

"Sepuluh Ribu."

"Wadidaw! Aice udah naek kelas! Ceban!"

"Gak naek es nya tapi Tama ambil tiga, jadi totalnya sepuluh ribu. Yang ini, ini dan ini." Bude menunjuk es Aice mana saja yang diambil Tama.

"Buset! Tama! Mau amandel apa, kok banyak amat!"

Kartika mengeluarkan uang dan membayar es Aice yang diborong Tama seharga Ceban.

"Tika beneran loh, Bude mau krim yang Kamu jual."

"Ya udah, nanti Bude kumpulin aja dulu duitnya, kalo udah baru bilang Tika. Dijamin langsung dikirim saat itu juga."

Bukan soal tega gak tega ya pemirsa, Si Bude aja, ceban ditagih, lah ini skincare yang Tika jual seharga beras dua puluh kilo, ya kali mau ngutangin.

"Loh, kirain Ibu, Kamu dikamar Tika." Tika masuk kerumah, disaat Pak RW akan pamit pulang diiringi oleh Bapak dan Ibu Tika.

"Kamu nih! Ngerjain Bapak! Kayanya Ibu masak Rawon. Tahunya Rebon!"

"Masih dibahas Pak, padahal makan paling banyak tadi!"

"Iya nih Bapak, bersyukur aja Pak! Kangkung Enak, Rebon Enak! Apalagi! Ya kan Pak RW?"

"Iya Tika, bener. Saya makasi banyak, malah kesini jadi numpang makan."

"Gapapa Pak RW, Bapak kalo beli beras kayak besok mau perang sama kiamat! Banyak!"

"Kamu makan sana Tik, masih ada mujaer dua, satu seorang sama Tama. Pulang futsal pasti laper nyari makan!"

"Astaga! Kesenjangan lauk amat sama Rayyanza. Ikan mujaer aja seorang satu. Dijatah!"

Tika tidak langsung menuju meja makan. Memilih masuk ke kamar, ada beberapa yang harus Tika kerjakan.

Tak ada yang tahu, kalau selain jualan online dan Live Tiktok, Tika juga menulis novel di beberapa platform. Dan dari situlah Tika Cuan. Bahkan sering dibilang ngepet sama Tama Adik Tika yang kadang mulutnya gak ada akhlak.

Tika melihat grafik pembaca yang menampilkan berapa presentase pembaca yang membaca novel yang Tika tulis.

"Alhamdulillah. Kalo pembacanya begitu terus, bakal gajian nih! Semoga bulan ini lebih banyak!"

Tika melanjutkan bab di novelnya. Beberapa pembaca juga meninggalkan komentar positif bahkan banyak yang bilang terus update babnya Mereka gak sabar menunggu kelanjutan cerita novel yang ditulis Tika.

Tika memakai nama Pena, Dewi Aurora. Gak ada alasan apa-apa. Iseng. Pengen biar gampang diingat readers aja. Yang terlintas waktu mau bikin akun ya nama itu. Ya sudah dipakailah oleh Tika sampai sekarang.

Kalau sudah menulis Tika larut dalam dunia fantasinya sendiri, hingga ketukan menyadarkan Tika.

Tika membuka sambil meregangkan tubuhnya, kaku setelah duduk menulis berjam-jam dengan laptop.

"Mbak,"

"Ya ampun Tam, ganggu aja." Tika kembali duduk dikursi meja yang biasa Ia pakai menulis dalam kamarnya.

Tama, masuk duduk ditepi ranjang Tika memperhatikan Kakaknya yang lagi nguap.

"Astaga Mbak! Kalau nguap tuh ditutup gitu! Malu Mbak! Gimana kalo nanti Ada cowok naksir Mbak, terus lihat nguap kayak tadi malah gak jadi, dan ilfeel!"

"Ya namanya cowoknya rese! Ribet amat! Nguap aja bikin ilfeel! Emang Dia siapa? Jefri Nichol?"

"Dikasih tahu juga! Eh ya Mbak, makasi ya, udah bayaran utang Aice Tama. Tadi Bude Sum kasih tahu udah dibayarin Mbak."

"Nah itu! Kamu beli Aice sampe ceban gak takut amandel! Masa sekali makan es sekaligus tiga begitu! Kalo panas dalem, tahu kan Ibu bawelnya kayak gimana!"

"Ya asal Mbak gak lemes. Lagian Tama beli Aice tiga bukan buat dimakan sendiri."

"Terus? Kamu mau nyogok guru! Biar nilai Kamu bagus! Mana ada Tam, nyogok guru pake Aice!"

"Astaga! Punya Kakak buruk sangka aja! Ya kali Mbak Tama nyogok guru! Pake Aice pula! Mbak ini halu aja! Kayak penulis!"

Tika tak meladeni kata-kata Tama." Ya terus, Kamu kasih siapa Aice segitu banyak?"

"Teman."

"Temen? Kok Mbak gak percaya ya?"

"Ya jangan percaya sama Tama Mbak. Musyrik!"

"Jawab aja!"

"Tika! Tama! Bantuin Bapak sama Ibu!"

"Mbak, Ibu Kita Kartini, Istri Pak Kartono, yang bukan Harum namanya, manggil!"

"Ya udah kuylah! Dari pada Ibu jadi pendekar yang bukan hanya bagi Kaumnya, mending Kita samperin Tam!"

"Oke!"

Bab 3

Suasana Rumah Tika sudah ramai sejak sore. Nanti malam ada agenda Rapat Pembentukan Kepengurusan Acara Tujuh Belasan.

"Tika!"

"Mbak! Itu Ibu manggil! Bahaya kalo gak buruan Mbak samperin! Bisa-bisa isi dapur semua melayang! Tama gak mau ya kebagian kena timpuk wajan keramatnya Ibu!"

"Nih anak! Kalo bagian susah aja kabur duluan!"

"Bukannya kabur Mbak. Tapi Ibu kan Raja tega! Mana mikir kalo udah kalap!"

"Kalian, malah ngobrol disini! Tama! Bantuin Bapak diluar! Kamu Tika, Ibu dari tadi manggil, bantuin Ibu bikin kue!"

Tika dengan terpaksa membantu Bu Kartini, membuat tiga macam kue untuk suguhan menemani Rapat nanti malam.

"Pantes aja, Bapak jadi RT awet banget! Ya Ibu juga sih, seneng banget modalin repot bikin kue begini."

"Gak usah misuh-misuh! Itu Bakwan Jagung dibalik Tika! Kalo tutung gimana!"

"Bawel bener Ibu Kita Kartini yang bukan Harum namanya!"

Hampir saja Tika ditimpuk pakai adonan donat. Tapi donat Ibu Kartini, Istri Pak Kartono yang bukan harum namanya gak kayak donat yang lagi viral.

Tika harus mengakui Ibunya, Ibu Kita Kartini, Iya, gak nyanyi, bertangan dingin. Terutama kalau masak dan bikin kue.

Tapi ya itu, Ibu mood moodan orangnya jadi jangan harap bisa pesen Kue ke Ibu, karena kata Ibu Cooking Is My Passion but Feeling Is Number One. Cie ileh! Gaya banget dah Bu Rete!

"Tik, Kamu harus denger nih! Ada gosip baru!"

Astaga dragon! Bu Rete gak ketinggalan ngegosipin. Gak ada temen-temennya Tika pun jadi, jadi temen ghibah Bu Kartini.

"Jadi, itu rumah yang depan rumah Kita, katanya udah dibeli loh! Kamu tahu gak? Yang beli katanya Duda!"

Tika yang tak merespon, fokus aja dengan bakwan jagung yang harus dijaga bagai perbatasan NKRI!

"Kamu Tik, kalo Ibu ngomong ya dijawab gitu! Serius amat goreng bakwannya."

"Ibu gimana sih! Tadi disuruh yang bener, sekarang Tika udah bener dibilang kayak jaga perbatasan."

Sambil menguleni Bu Kartini melanjutkan cerita, namun Tika yang tak terlalu mendengarkan membiarkan saja Bu Kartini ngoceh bagai radio rusak.

"Bu, eh Tika, pantes Bapak panggil depan pintu kamar Kamu gak nyaut. Kami disini. Tolongin Bapak dong bikin kopi. Ada tamu."

"Tumben Pak. Emang siapa tamunya?"

Bu Kartini penasaran. "Itu Bu, tetangga baru. Yang beli rumah didepan Kita. Baru pindah. Ini lagi lapor diri."

"Nah Tik! Bener! Cepet bikin kopi! Terus Kamu suguhin deh pisang goreng!"

"Mana pisang goreng Bu?" Pak Kartono malah mencari, tidak terlihat pisang goreng yang ada adonan donat sama bakwan jagung.

"Maksud Ibu itu bakwan jagung, udah mateng kan. Cepet sana! Buruan Tika!"

Bapak ke depan lagi deh, ga enak tamunya ditinggal lama-lama.

Bingung juga Si Bapak kok Bu Kartini semangat amat ada warga baru.

"Lah kok malah sibuk goreng! Bikin kopi Tika!"

Haduh! Baiklah! Nurutin kata-kata orang tua pahala ya kan. Marilah sejenak Kita tarik nafas, menetralkan kesal yang sudah diubun-ubun sebelum Kita meracik kopi untuk Si Warga Baru.

"Tika! Kamu ganti baju dulu,"

"Bu, ini ribet amat ya. Udah begini aja! Emang yang dateng Pak Prabowo!" Tika emang asal jeplak.

"Tapi warga baru yang ada di depan statusnya sama Tik kayak Presiden. Udah nurut sama Ibu!"

"Udah gini aja! Ibu ribet amat!"

Tika membawa keluar kopi buatannya, bersama sepiring bakwan jagung dan menyuguhkannya didepan Tamu.

"Nah ini Anak Saya, namanya Kartika."

"Kartika."

"Karim."

"Eh! Ada Tamu," Bukan Bu Kartini kakai gak kepo, termasuk urusan kali ini.

"Saya Bu RT, Istrinya Pak RT, sini duduk Tika!"

"Tika ke belakang dulu, mau lanjut goreng Bu."

Meski bolamata Bu Kartini sudah hampir mau keluar, Tika tetap saja ke dalam.

"Saya Karim Surya Darma Bu, Saya yang baru pindah di depan rumah Ibu."

"Oh Pak Karim. Pindahan hari ini Pak? Sama keluarga ya?"

Tika masih bisa mendengar basa-basi busuk.

"Saya tinggal sendiri Bu, Pak RT."

"Oh, Pak Karim single?"

Kali ini Pak Kartono melirik Istrinya. Bukan cemburu tapi ga enak, masa baru pertama sudah nanya-nanya status.

"Saya Duda Bu RT."

"Oh, maaf. Cerai atau,"

"Bu, Bapak minta tolong, itu celana boxer Bapak tolong dijahit, sobek."

Bola mata Bu Kartini membesar, gak elegan banget depan tamu laporan boxer bolong.

Sedangkan Karim, Si Warga baru hanya bisa mengulum senyum. Aneh sekali keluarga Ketua RTnya.

Setelah berhasil meminta Istrinya masuk, keduanya melanjutkan obrolan.

"Oh ya, nanti malam pas sekali, ada rapat RT, sekaligus rapat pembentukan panitia buat acara agustusan, siapa tahu Pak Karim bisa hadir, jam 8 malam, disini. Soalnya Kantor Sekretariat RW lagi diperbaiki, itu bocor atapnya."

"Oh iya Pak. Insha Allah, Nanti Saya hadir."

Setelah urusannya lapor diri selesai Si Warga Baru pamit pulang.

"Bapak nih! Gak elegan banget! Ibu lagi ngobrol sama Warga Baru pake disuruh jahit boxer bolong! Alesan Bapak klise!"

Tika geleng kepala saja, ini nih! Efek kebanyakan nonton youtube sama lihat tiktok! Ibunya jadi makin banyak kosakata keren.

"Ya Ibu juga, masa nanya-nanya masalah pribadi. Nanti orangnya gak nyaman."

"Bapak gak asik!"

Bukannya menjawab Istrinya Pak Kartono malah bersenandung.

Memangnya saya tak tampan lagi

Merasa sudah tak asik lagi

Biasanya tak pakai minyak wangi

Biasanya tak suka begitu

Saya cemburu saya curiga

Takutnya ada main di sana

Solali lali ola ola la

Solali lali ola ola la

"Bapakmu Tik! Tak bilangin malah nyanyi! Gaya bener!"

"Loh! Kamu mau kemana?"

"Bakwan jagung udah beres Bu. Ada lagi yang mau digoreng?"

"Itu angkatin bekas gelas kopi bekas tamu."

"Siap Ibu Kita Kartini, Istri Pak Kartono,"

"Tika!"

"Iya Bu!"

Tika bergegas keluar sebelum singa ngamuk dan ada barang yang melayang.

Tika memperhatikan mobil berisi barang-barang yang membawa masuk ke dalam rumah Pak Karim.

Saat Tika sedang melihat tak sengaja Pak Karim juga sedang melihat kearah Tika.

Namun berbeda dengan saat datang ke rumahnya, Pak Karim, Si Warga Baru malah membuang muka.

"Dih! Situ Oke! Dasar Duda Karatan! Sok Iye! Awas Lu kesini lagi! Gue kasih Kopi Sianida!"

Tika membawa masuk gelas bekas kopi, tanpa menyadari ada sepasang mata yang memperhatikan gerakannya.

"Pak, ini kursinya ditaro dimana?"

"Oh, itu taro aja dikamar yang depan, ruang kerja."

Kembali memperhatikan gadis yang sudah tak ada lagi diteras rumahnya.

Tama yang baru selesai latihan futsal, mendekati sopir truk yang sedang merokok memperhatikan anak buahnya yang masih memasukan barang terakhir.

"Pindahan ya Bang?"

"Ho oh!"

Tama melirik-lirik, tapi tak menemui siapa si pemilik rumah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!