NovelToon NovelToon

Amor Tenebris (Oh Lord Vampire, I Am Your Mate.)

Prologue

...◾▪️Amor Tenebris ▪️◾...

Prolog - Aroma yang Tak Terduga

Di tengah malam yang sunyi, kota itu terlihat biasa saja—lampu jalan redup, angin malam menelusup lewat celah-celah bangunan tua, dan satu dua kendaraan yang melintas membuat suara rem yang samar terdengar. Namun, di antara ketenangan itu, ada satu kehadiran yang tak biasa, hampir tak bisa dilihat oleh mata manusia. Sosok itu bergerak di antara bayangan, begitu cepat hingga seolah lenyap sebelum disentuh pandangan.

Theron Valecrest, pangeran vampir terakhir dari garis keturunan tua Valecrest, mengamati kota ini dari ketinggian atap gedung. Wajahnya tampak tegas, matanya memancarkan keseriusan seorang yang telah hidup selama dua setengah abad. Meski berusia ratusan tahun, ia tetap memilih wujud manusia berumur sekitar 25 tahun—penampilan yang pas agar mudah berinteraksi di dunia manusia modern, meski dengan keterbatasan adaptasi yang kadang membuatnya frustrasi.

Ia memejamkan mata sejenak, mencium aroma yang baru saja muncul di antara hiruk-pikuk kota itu. Aroma itu—unik, berbeda, memikat, dan membuat jantungnya berdetak lebih cepat meski ia mencoba menenangkan diri—membuat Theron tahu bahwa ia telah menemukan mate-nya. Mate yang telah ia tunggu beratus-ratus tahun.

“Manusia…” gumamnya pelan, nada suaranya nyaris tak terdengar. “Siapa yang bisa…?”

Theron mengarahkan pandangan ke sebuah laboratorium artefak tua di sisi kota. Lampu dari dalam ruangan menyinari siluet seorang wanita muda yang tengah bekerja dengan fokus, tangannya memeriksa pecahan artefak yang tampak seperti bagian dari jimat kuno. Rambutnya yang hitam tergerai di bahu, sorot matanya menunjukkan rasa ingin tahu dan ketelitian yang memikat.

Lyra Winter, 22 tahun, tidak menyadari bahwa malam itu dirinya sedang diawasi oleh makhluk yang selama ini hanya ada dalam legenda. Sejak kecil, Lyra selalu tertarik dengan artefak dan sejarah kuno; sekarang, sebagai junior peneliti artefak, ia merasa kehidupannya sederhana tapi memuaskan. Ia tak pernah berpikir bahwa sesuatu yang ia cintai—artefak, sejarah, dan misteri—akan membawa seorang pangeran vampir ke hadapannya.

Namun, ada sesuatu yang berbeda malam itu. Saat Lyra mengangkat pecahan jimat ke cahaya, aroma yang begitu asing dan kuat tiba-tiba menusuk inderanya. Jantungnya berdetak lebih cepat, bukan karena takut, melainkan karena ada sensasi asing yang membuat bulu kuduknya meremang. Seperti ada yang mengamati, tapi ia tidak melihat siapapun.

“Ah… siapa itu?” gumamnya, menoleh ke sekeliling lab. Ruangan itu hening, hanya terdengar bunyi jarum jam dan alat-alat penelitian. Lyra mengerutkan alis, tapi memutuskan itu hanyalah bayangan lampu yang menipu penglihatannya.

Di atas atap gedung, Theron tersenyum tipis. Meski ia sudah ratusan tahun hidup, perasaan yang kini ia rasakan tidak berbeda dengan manusia muda yang jatuh cinta. Ia mengamati setiap gerak Lyra, setiap detil perilakunya, dan tanpa disadari, aroma mate-nya kini menuntunnya semakin dekat.

Ia bisa menghilang dalam sekejap, berpindah dari bayangan ke bayangan tanpa jejak. Namun, malam ini, ada sesuatu yang membuatnya ragu. Aroma itu, aura itu, membuatnya merasa… terlihat. Mate-nya, meski manusia biasa, memiliki indera yang kuat. Theron tahu ini akan berbeda. Ia tidak bisa sembunyi seperti biasanya, dan ia tidak bisa meremehkan insting Lyra.

Lyra menunduk, memeriksa pecahan artefak itu lagi. Tiba-tiba ia merasakan kehadiran yang tidak bisa ia jelaskan. Ada sensasi pengawasan, tapi bukan ancaman—lebih seperti… rasa penasaran yang lembut, tapi intens. Secara naluriah, Lyra tahu ada sesuatu di dekatnya. Sesuatu yang tidak manusiawi.

Theron menahan senyum kecil. “Menarik… ia bisa merasakanku,” pikirnya. Ia mempercepat langkahnya di atas bayangan, ingin mendekati lab, ingin melihat lebih jelas sosok manusia yang telah menjadi pusat hidupnya selama ratusan tahun.

Lyra, yang masih sibuk meneliti artefak, menatap sekeliling sekali lagi. Kali ini ia mencondongkan tubuh sedikit, menarik napas pelan, dan tersenyum tipis pada dirinya sendiri. “Kalau kau pikir aku tidak tahu ada yang mengawasi… kau salah,” bisiknya lirih, seolah berbicara pada udara kosong. “Aku menunggu saat yang tepat untuk membuatmu terkejut.”

Theron berhenti di kegelapan lorong belakang lab. Ia menatap Lyra, tersenyum tipis—senyum yang jarang muncul pada wajah vampir yang telah hidup begitu lama. Ada sesuatu tentang wanita ini yang berbeda. Cerdas, mandiri, dan memiliki keberanian yang tidak dimiliki manusia biasa. Ia tahu, mate-nya ini bukan sekadar manusia biasa. Ia istimewa.

Dan malam itu, di bawah cahaya redup lampu kota, dua dunia yang berbeda—satu tua, berpengalaman, dan abadi; satu muda, manusia, dan penuh rasa ingin tahu—perlahan mulai bertemu. Tanpa mereka sadari, malam itu adalah awal dari perjalanan yang akan mengubah kehidupan mereka selamanya.

Theron menarik napas panjang, bersiap untuk melangkah ke dunia manusia yang begitu asing, tapi kini terasa begitu penting. Ia tahu, perjalanan ini tidak akan mudah. Keluarga, tradisi, dan ratusan tahun pengalaman akan menantangnya. Namun ada satu hal yang pasti: mate-nya, Lyra Winter, adalah alasan semua itu layak dijalani.

Dan bagi Lyra, malam itu menandai awal dari misteri terbesar yang pernah ia temui—misteri yang akan membuat hidupnya lebih berwarna, lebih berani, dan penuh kejutan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Bab 1

...◾▪️Amor Tenebris ▪️◾...

Bab 1 – Aroma Pagi yang Mengusik

Pagi itu, matahari menembus tirai jendela apartemen Lyra Winter dengan lembut, memercikkan cahaya hangat ke lantai kayu yang bersih. Aroma roti panggang hangat dan kopi pahit mengisi ruangan kecil yang sederhana tapi rapi—sebuah refleksi dari wanita yang tinggal di dalamnya. Lyra duduk di kursi dekat meja makan, tangannya memegang secangkir kopi yang panas, sambil menatap roti panggang yang baru saja keluar dari toaster.

Ia mengaduk-aduk kopi pahit itu perlahan, menikmati aroma yang kuat dan sedikit pahit di ujung lidahnya. Sambil menunggu beberapa menit sebelum sarapan benar-benar dimulai, Lyra menatap jendela yang menghadap ke jalanan kota. Mobil-mobil lalu-lalang, orang-orang berjalan cepat, dan suara hiruk-pikuk kehidupan manusia biasa menjadi latar dari pagi yang tenang ini.

Lyra menarik napas panjang, merasa lega bisa memulai hari dengan ritme yang sederhana. Sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, ia terbiasa memikul tanggung jawab—tidak hanya dalam keluarganya, tapi juga dalam pekerjaannya sebagai junior peneliti artefak. Ia menaruh harapan tinggi pada dirinya sendiri, selalu ingin tampil teliti dan sempurna, namun pagi ini, ia sengaja membiarkan dirinya menikmati momen sederhana: kopi pahit dan roti hangat.

Sambil menggigit sepotong toast yang renyah, Lyra menyadari ada sesuatu yang berbeda hari ini. Sesuatu yang sulit dijelaskan, seolah udara pagi membawa aroma asing—tidak menakutkan, tapi cukup membuat bulu kuduknya meremang. Ia menatap sekeliling apartemen, mencondongkan tubuh sedikit ke jendela, mencoba menelaah perasaan aneh itu.

“Ah, mungkin terlalu banyak bekerja kemarin,” gumamnya pelan pada diri sendiri. “Oke, fokus pada kopi dulu.” Ia tersenyum tipis, tapi indera alaminya tetap waspada. Sejak kecil, Lyra memiliki intuisi yang kuat, kemampuan untuk merasakan kehadiran orang lain, bahkan tanpa melihat mereka. Biasanya, intuisi itu berguna saat meneliti artefak kuno, tapi pagi ini, ada sensasi berbeda—lebih… hidup.

Sementara itu, di ketinggian gedung yang tak jauh dari apartemennya, sosok yang tidak manusiawi mengamati dengan mata yang tajam dan waspada. Theron Valecrest berdiri di tepi atap, mantel hitamnya berkibar tertiup angin pagi yang dingin. Ia menatap apartemen Lyra dengan serius, memeriksa setiap detail dari jendela kecil yang menyinari dapurnya. Aroma yang memikat itu—campuran kopi, roti hangat, dan aura manusia yang unik—membuatnya tersenyum tipis.

Theron menarik napas panjang, membiarkan indera penciumannya menyerap aroma mate-nya. Ia telah menunggu ratusan tahun untuk menemukan seseorang seperti Lyra—manusia biasa dengan aura yang begitu kuat dan khas. Tidak ada yang salah dengan detik ini; hanya ada rasa penasaran dan perlahan, rasa kagum yang tak bisa ia sembunyikan.

Di dalam apartemen, Lyra kembali menyesap kopi pahitnya, tanpa sadar aroma asing itu semakin dekat, seolah ada mata yang memperhatikannya dari jarak yang tak terlihat. Ia menunduk, kembali fokus pada toast yang kini sudah setengah habis. Namun, nalurinya menolak menenangkan diri sepenuhnya. Ada sesuatu yang mengintai, tapi bukan dalam arti mengancam—lebih seperti rasa penasaran yang lembut namun intens.

Dengan reflek, Lyra menaruh sendok dan gelas di meja, menatap langit pagi dari jendela lebih lama. “Kalau kau pikir aku tidak tahu ada yang mengamati… kau salah,” bisiknya, setengah bercanda, setengah serius. Aura percaya diri dan keberaniannya membuat udara di apartemen terasa berbeda—sebuah sinyal bagi siapa pun yang menonton bahwa wanita ini bukanlah target yang mudah.

Theron menahan senyum tipis di balik bayangan. Ia melangkah sedikit maju di tepi atap, menikmati momen kecil ini. Sudah ratusan tahun ia hidup, bertemu banyak manusia, dan sebagian besar mereka terlalu lemah atau takut untuk memikat perhatiannya. Tapi Lyra berbeda. Cerdas, berani, mandiri, dan… misterius. Ia bisa merasakan kehadiran Theron, meski ia belum tahu apa yang sebenarnya mengawasinya.

Sementara itu, Lyra merapikan piring dan cangkirnya, bersiap berangkat ke laboratorium artefak. Tas kulitnya tergantung rapi di bahu, dan notebook kecil yang selalu dibawanya untuk mencatat penelitian menempel di tangan. Ia menatap jam dinding, menyesal harus segera meninggalkan kenyamanan apartemennya.

Langkah kaki Theron di atas atap terdengar tipis, hampir tak terdengar bagi manusia biasa. Ia mencondongkan tubuh, bersiap untuk turun lebih dekat ke apartemen Lyra, ingin melihat lebih jelas sosok yang telah menjadi pusat pikirannya selama berhari-hari ini. Namun, ia menahan diri. Dunia manusia penuh risiko—dan ia harus berhati-hati, terutama saat berurusan dengan manusia biasa yang memiliki keunikan seperti Lyra.

Lyra membuka pintu apartemennya, membiarkan udara pagi masuk. Aroma kopi dan toast yang tersisa masih menempel di dapur, menambah kenyamanan di pagi yang sejuk ini. Ia menutup pintu dan melangkah keluar, matahari pagi menyinari wajahnya, tanpa menyadari bahwa di atas gedung, mata Theron mengikuti setiap geraknya dengan cermat.

Sepanjang jalan ke laboratorium, Lyra merasa ada sesuatu yang berbeda. Hati kecilnya berdebar, bukan karena takut, tapi karena sensasi asing yang terus mengusik. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri, sambil berpikir tentang pekerjaan hari ini. Pecahan artefak baru menunggu di lab, dan rasa ingin tahunya yang tinggi membuatnya antusias.

Theron tetap mengikuti dari kejauhan, bergerak cepat namun hati-hati. Ia memperhatikan Lyra menyeberang jalan, tersenyum pada pedagang kecil di pinggir jalan, dan menyapa tetangga yang ia kenal. Setiap gerakan, sekecil apa pun, membuatnya semakin yakin: mate-nya ini berbeda dari semua manusia yang pernah ia temui.

Dan pagi itu, aroma kopi pahit dan roti panggang yang sederhana telah menjadi penanda awal dari pertemuan dua dunia—dunia vampir yang tua dan abadi, serta dunia manusia yang penuh rasa ingin tahu dan keberanian. Tanpa mereka sadari, hari itu akan menjadi langkah pertama dari perjalanan yang akan mengubah hidup Lyra dan Theron selamanya.

Bab 2

...◾▪️Amor Tenebris ▪️◾...

Bab 2 – Tatap Mata yang Mengusik

Pagi itu, laboratorium artefak di pusat kota sepi, kecuali suara jarum jam yang berdetak perlahan dan bunyi alat-alat penelitian yang berderik. Cahaya matahari menembus jendela besar, memantul di permukaan meja kayu yang dipenuhi pecahan artefak, buku catatan, dan botol-botol kecil berisi cairan aneh. Lyra Winter melangkah masuk, tas kulit tergantung di bahu, mata birunya menyapu ruangan dengan cekatan.

Ia menaruh tasnya di kursi dan meletakkan notebook kecil di atas meja. Seperti biasa, hari-harinya dimulai dengan memeriksa pecahan artefak terbaru—salah satu yang baru ia dapat dari koleksi tua kota itu. Namun, ada sesuatu yang membuatnya menahan napas sejenak. Sebuah sensasi asing, tipis namun nyata, seperti udara di laboratorium kini sedikit berbeda—lebih hangat, lebih… hidup.

Lyra menggigit bibir bawahnya, mencoba menenangkan diri. "Ah, mungkin aku terlalu sensitif pagi ini," gumamnya. Ia membuka lembar catatan dan menata pecahan artefak di depan mata. Tangan terampilnya memeriksa setiap sudut pecahan jimat kuno itu, mengamati ukiran halus yang sulit dimengerti manusia biasa.

Namun di balik fokusnya, mata Lyra sesekali menatap pintu laboratorium. Nalurinya memberi sinyal, ada sesuatu—atau seseorang—di luar jendela kaca besar. Sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan sepenuhnya. Ia mengangkat alis, mencoba memproyeksikan ketenangan. “Kalau ada orang yang mencoba mengejutkanku, kau salah,” bisiknya, senyum tipis menghiasi wajahnya.

Di luar, berdiri di bayangan gedung di seberang laboratorium, Theron Valecrest mengamati dengan seksama. Mantelnya yang hitam berkibar pelan diterpa angin pagi. Matanya yang keperakan menatap Lyra dengan penuh minat, menyapu setiap gerakan, setiap ekspresi wajahnya. Ia sudah menunggu momen ini selama berhari-hari, tapi kini, berada begitu dekat, rasanya campur aduk: kagum, penasaran, dan sedikit gugup—perasaan yang jarang ia rasakan setelah ratusan tahun hidup.

Theron melangkah ringan di atas bayangan, memastikan dirinya tetap tersembunyi. Ia tahu, meski Lyra manusia biasa, aura yang dimilikinya membuatnya sulit untuk disembunyikan sepenuhnya. Setiap napas, setiap gerakan tubuh Lyra yang ringan, mampu ia rasakan melalui indera penciumannya yang tajam. Aroma pagi—kopi, roti panggang, dan sesuatu yang lebih… personal—mengiringinya seperti peta yang menuntun ke mate-nya.

Lyra, tanpa sadar, kini merasa pandangannya seolah tertarik pada sudut gelap ruangan. Ia menunduk untuk memeriksa pecahan artefak, namun inderanya menolak menenangkan diri sepenuhnya. Ada kehadiran yang berbeda, kuat namun tidak menakutkan, membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. “Tidak mungkin aku yang membayangkan ini, kan?” pikirnya, menelan ludah.

Saat itu, suara langkah ringan terdengar di belakangnya. Lyra menoleh cepat, jantungnya sedikit melompat. Di sana berdiri seorang pria muda, tinggi, berambut hitam gelap yang rapi, mengenakan jas panjang berwarna gelap. Wajahnya tampan tapi memancarkan aura misterius dan kekuatan yang tidak biasa. Matanya menatap Lyra dengan intensitas yang membuatnya terhenti sejenak.

“Selamat pagi,” suara pria itu terdengar lembut namun tegas, nada yang sulit diabaikan. “Aku harap aku tidak mengganggumu.”

Lyra mengerutkan alis, menahan napas sebentar, mencoba menilai pria ini. “Eh… selamat pagi?” jawabnya pelan, suara sedikit bergetar. “Si… siapa… kau?”

Theron tersenyum tipis. “Nama saya Theron Valecrest. Aku… baru saja pindah ke kota ini. Aku mendengar tentang penelitian mu, dan ingin melihatnya sendiri.” Suaranya halus tapi memiliki nada otoritas alami yang membuat Lyra terkejut. Ada kesan bahwa pria ini tidak biasa—bukan orang yang bisa ditemui setiap hari.

Lyra menatapnya lebih tajam, mencoba menilai apakah pria ini berbohong atau tidak. Nalurinya mengingatkannya bahwa ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang… tidak manusiawi. Namun, ia juga penasaran. “Aku… aku tidak tahu harus bilang apa. Aku biasanya bekerja sendiri,” katanya, mencoba menyembunyikan rasa gugup.

Theron melangkah sedikit lebih dekat, matanya tak lepas dari Lyra. “Aku menghargai privasi. Aku tidak akan mengganggu. Aku hanya ingin belajar… tentang artefak yang kau teliti.” Nada suaranya lembut tapi menyimpan sesuatu yang sulit dijelaskan—ada aura kuno yang membuat Lyra merasakan campuran kagum dan sedikit takut.

Lyra menelan ludah. “Artefak… maksudmu… penelitian ini?” Ia menunjuk pecahan jimat di meja. “Baiklah… tapi aku tidak janji bisa menjelaskan semuanya. Beberapa hal terlalu rumit.”

Theron mengangguk, tersenyum tipis. “Aku suka tantangan. Dan aku yakin… aku bisa belajar banyak darimu.”

Percakapan itu singkat, tapi cukup untuk membuat udara di laboratorium terasa berbeda. Lyra merasakan denyut aneh di dadanya—bukan takut, tapi penasaran yang mengusik. Sementara Theron, yang sudah hidup ratusan tahun, merasakan sesuatu yang jarang ia alami: ketertarikan yang tidak bisa dijelaskan oleh logika. Mate-nya ini, meski manusia, memiliki keberanian dan kecerdasan yang membuatnya terpesona.

Lyra memutuskan untuk menunjukkan pecahan artefak. “Ini adalah salah satu jimat kuno yang aku temukan di gudang kota tua. Motifnya rumit, dan ada simbol-simbol yang belum aku pahami sepenuhnya.” Ia menyebarkan potongan jimat itu di meja, tangan terampilnya menunjuk satu per satu.

Theron menunduk, menatap dengan seksama. Setiap ukiran yang ia lihat tampak seperti kombinasi simbol magis dan energi yang tersimpan. Ia menahan diri agar tidak menyentuhnya, meski keinginan untuk menjelajahi setiap detail itu begitu besar. Ia menyadari—Lyra bukan hanya manusia biasa. Pengetahuan dan intuisi yang dimilikinya membuat artefak itu hidup lebih dari sekadar benda mati.

“Mengagumkan,” bisik Theron. “Kau benar-benar mengerti apa yang kau pegang. Jarang sekali manusia memiliki kemampuan seperti ini.”

Lyra tersenyum tipis, sedikit bangga tapi juga waspada. “Jarang manusia yang tertarik pada hal-hal kuno, apalagi memahami simbol. Kau… berbeda.” Ia menatap Theron, mencoba mencari jawaban dari mata keperakannya yang intens. Ada sesuatu yang aneh, tapi ia belum bisa menempatkan kata yang tepat.

Theron tersenyum tipis, menyadari bahwa Lyra mulai menebak bahwa ia bukan manusia biasa. “Mungkin berbeda… tapi bukan berarti buruk,” ujarnya lembut. Suara itu membuat udara di antara mereka bergetar, seperti arus halus yang tidak bisa dijelaskan.

Percakapan itu berlanjut dengan pertukaran pengetahuan tentang artefak. Lyra menjelaskan sejarah simbol-simbol kuno, sementara Theron menanyakan detail yang membuat Lyra terkejut—ia tampak mengetahui lebih banyak daripada yang manusia biasa tahu. Ada logika, tetapi juga… sesuatu yang lain. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan akal manusia.

Seiring pagi berganti siang, suasana di laboratorium tetap tegang tapi nyaman. Lyra mulai merasakan kehadiran Theron bukan sebagai ancaman, tapi sebagai sesuatu yang membuatnya ingin tahu lebih banyak. Theron, di sisi lain, terus mempelajari Lyra—setiap gerakan, ekspresi, dan suara yang keluar dari bibirnya. Mate-nya ini, pikirnya, adalah misteri yang layak untuk dipecahkan.

Di luar laboratorium, cahaya matahari menguat, tetapi Theron tetap berada dalam bayangan gedung, memastikan dirinya aman. Ia tahu, interaksi pertama ini hanyalah awal dari perjalanan panjang. Dunia vampirnya dan dunia manusia Lyra belum sepenuhnya bersatu—konflik, rahasia, dan tradisi yang menunggu di Valecrest akan segera muncul. Namun untuk saat ini, ia hanya ingin menikmati momen ini: berada begitu dekat dengan mate-nya, merasa hidup, dan merasakan sesuatu yang manusiawi, sesuatu yang membuat ratusan tahun kehidupannya terasa baru lagi.

Lyra menatap pecahan jimat terakhir, tersenyum pada dirinya sendiri. Hari ini berbeda. Ada sesuatu di udara, sesuatu yang membuatnya merasa hidup lebih penuh—misteri yang baru saja memasuki kehidupannya, dan mungkin, hanya mungkin, orang yang kini berdiri di depan meja ini akan menjadi bagian dari misteri itu.

Dan di laboratorium yang sederhana itu, dua dunia mulai berbaur: dunia manusia yang penuh rasa ingin tahu dan keberanian, serta dunia vampir yang abadi dan misterius. Pertemuan pertama mereka menjadi langkah awal dari perjalanan yang tidak akan pernah mereka lupakan—sebuah cerita tentang cinta, kekuatan, rahasia, dan takdir yang telah menunggu ratusan tahun untuk terwujud.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!