NovelToon NovelToon

SUJUD CINTA YANG TERBELAH

Bab 1

Hari ini bengkel sangat ramai sekali dan dari tadi Erlin tidak berhenti bekerja memperbaiki mobil yang rusak

Semua pelanggan menyukai hasil kerja Erlin ,karena bagi mereka, tak ada montir yang lebih teliti dan cepat darinya.

Setiap mobil yang masuk selalu pulang dalam keadaan prima.

Erlin keluar dari kolong sebuah mobil sedan, wajahnya berlumur oli namun senyumnya lebar. Ia memanggil pemilik mobil itu.

“Mobil kamu sudah selesai, Denik,” ucap Erlin sambil melepas sarung tangan.

Denik menatap mobilnya yang kini tampak kembali prima.

Ia mengangguk puas lalu merogoh saku celananya.

Dengan tulus ia mengulurkan beberapa lembar uang ke tangan Erlin.

“Terima kasih banyak, Lin. Ini sedikit buat kamu. Kerjaan kamu selalu memuaskan.”

Erlin tersenyum, menerima tips itu dengan sederhana, tanpa banyak kata.

Bagi Erlin, kepuasan pelanggan jauh lebih berarti daripada imbalan tambahan.

Teman-teman Erlin merasa beruntung karena Erlin montir yang cekatan.

Setelah selesai membetulkan mobil Denik, Erlin kembali melanjutkan membetulkan mobil yang lain.

"Erlin, jangan kamu forsir tenagamu." ucap Billy yang merupakan teman akrab Denik.

Denik menganggukkan kepalanya dan kembali masuk kedalam mobil Taft.

Billy ikut membantu Denik, membawakan barang-barang yang tadi ditinggalkan di kursi belakang.

Saat Denik membuka onderdil mobil, ia mendekatkan suara ponselnya yang ada di sakunya.

Billy meminta Denik untuk mengangkat ponselnya.

Denik keluar dari bawah mobil dan segera mengangkat ponselnya.

"Hallo Bu, ada apa? Aku masih kerja." ucap Erlin.

"Erlin, Abi meminta kamu untuk segera pulang." ujar Ibu Mina.

"Iya Bu, aku usahakan agar aku bisa pulang cepat." ucap Erlin sambil menghela nafas panjang.

Erlin mematikan ponselnya dan kembali masuk ke kolong mobil.

"Siapa yang telepon?" tanya Billy.

"Ibu memintaku untuk segera pulang," jawab Erlin.

Billy tersenyum dan membantu Erlin agar lekas selesai.

Sementara itu di tempat lain dimana Ibu Mina dan Abi Husein sedang meminta pelayan untuk menyiapkan makanan.

"Abi yakin kalau Kyai Abdullah mau kesini?" tanya Ibu Mina.

"Iya Bu. Tadi Kyai Abdullah mengatakan kalau ingin silaturahim dengan kita." jawab Abi Husein.

Ibu Mina mengangguk kecil dan kembali menata meja dan kursi.

Detik demi detik berganti dan jam menunjukkan pukul sore.

Kyai Abdullah dan rombongan sudah datang ke rumah Abi Husein.

Abi Husein dan Ibu Mina menyambar kedatangan mereka.

"Assalamualaikum, Husein." sapa Kyai Abdullah.

"Waalaikumsalam, Kyai."

Mereka berdua saling berpelukan erat seperti sahabat pada umumnya.

Ibu Mina bersalaman dengan umi Farida dan mengajaknya masuk kedalam.

Abimanyu mencium tangan Abi Husein dan Ibu Mina.

"Abimanyu, sekarang kamu sangat tampan sekali." ucap Abi Husein.

Abi Husein mengatakan kalau dulu sering menggendong Abimanyu saat kecil.

Abimanyu tersenyum kecil dan ia duduk di samping Kyai Abdullah.

Tak berselang lama terdengar suara motor sport milik Erlin.

Kyai Abdullah, Umi Farida dan Abimanyu langsung menoleh ke arah suara sepeda motor sport itu.

Farida membuka helmnya dan rambut panjangnya langsung terurai.

"Assalamualaikum," sapa Erlin.

Erlin terkejut ketika melihat banyak tamu yang datang di rumahnya.

Ibu Mina langsung berdiri dan mengajak putrinya untuk segera mandi dan mengganti pakaiannya.

Di dalam kamar Ibu Mina sudah menyiapkan gaun yang indah untuk Erlin.

"Bu, tolong jangan memaksaku untuk memaksimalkan hijab. Aku belum siap." ucap Erlin saat melihat ibunya menyiapkan hujan berwarna hitam.

"Baiklah, Ibu tidak akan memaksamu dan sekarang lekaslah mandi." ucap Ibu.

Erlin menghela nafas panjang dan segera masuk ke kamar mandi.

Setelah selesai mandi, Ia lekas memakai gaun yang disiapkan oleh ibunya.

"Ayo sekarang kita keluar, mereka pasti sudah menunggu kamu."

Erlin mengernyitkan keningnya saat mendengar perkataan dari ibunya.

"Kenapa mereka menungguku?" gumam Erlin.

Ibu Mina menggandeng tangan putrinya menunjukkan ke ruang tamu.

Abi Husein meminta putrinya untuk segera duduk.

Abimanyu menundukkan kepalanya saat Erlin duduk di hadapannya.

"Abi, sebenar ini ada apa? Kenapa suasananya seperti orang mau nikahan saja." tanya Erlin.

Kyai Abdullah tertawa kecil mendengar perkataan dari Erlin.

"Erlin, Abi akan menikahkan kamu dengan Abimanyu yang tak lain putra dari Kyai Abdullah yang juga sahabat Abi." ucap Abi Husein.

Seketika itu juga Erlin langsung terkejut dan menatap wajah Abi dan Ibunya.

Erlin bangkit dari duduknya dan meminta maaf karena tidak bisa menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal.

Ia masuk ke kamar dan menutup pintunya dengan sedikit keras.

Abi Husein dan Ibu Mina meminta maaf kepada Kyai Abdullah dan Umi Farida.

"Tunggu sebentar Kyai, kami akan membujuk Erlin."

“Tidak apa-apa, Husein. Biarlah dia menenangkan diri. Perkara besar seperti ini wajar membuat seorang anak kaget.”

Mereka berdua menyusul dan masuk kedalam kamar Erlin.

"Erlin, apa yang kamu lakukan? Apakah kamu ingin mempermalukan Abi dan ibu?"

"Abi, Ibu. Erlin tidak bermaksud mempermalukan kalian. Tapi, bagaimana bisa tiba-tiba Abi meminta aku menikah dengan lelaki yang tidak aku kenal."

Abi Husein mencoba menenangkan putrinya dan memintanya untuk duduk.

"Erlin, Abi hanya punya kamu. Ibu kamu tidak bisa hamil lagi setelah melahirkan kamu. Apakah Abi salah jika meminta kamu menikah dengan Abimanyu? Dia pria yang baik, Erlin. Abi yakin kamu akan bahagia dengan Abimanyu." ucap Abi Husein.

"Abi, Erlin tidak tahu siapa Abimanyu. Dan mungkin Abimanyu juga tidak tahu siapa Erlin." ujar Erlin.

Abi Husein terdiam sejenak, menatap dalam mata putrinya.

“Lin, Abi mengenal baik keluarga Kyai Abdullah. Beliau orang terpandang, begitu juga anaknya. Abimanyu itu lelaki saleh, santun, dan punya ilmu. Abi hanya ingin yang terbaik untukmu.”

“Tapi Abi, itu semua baik menurut Abi, bukan menurut Erlin. Aku tidak bisa menerima pernikahan tanpa cinta. Aku tidak ingin hidup bersama orang asing hanya karena persahabatan Abi dengan Kyai Abdullah.”

Ibu Mina meminta Erlin untuk tidak membantah perkataan orang tuanya.

"Sekarang kamu pilih menikah dengan Abimanyu atau keluar dari rumah ini." ucap Abi Husein.

"Abi mau mengusir aku? Tega Abi mengusir aku?"

Ibu Mina mencoba untuk menenangkan mereka berdua.

"Erlin, ibu mohon. Untuk kali ini saja, kamu menuruti keinginan kami."

"Baiklah, aku akan menikah dengan Abimanyu." ucap Erlin sambil menghapus air matanya.

Erlin membuka pintu dan kembali ke ruang tamu bersama kedua orang tuanya.

"Bagaimana Abi Husein, apakah Erlin sudah mau menikah dengan Abimanyu?" tanya Kyai Abdullah.

"Alhamdulillah sudah Kyai, saya minta maaf kalau tadi meninggalkan kalian sebentar." jawab Abi Husein.

Kyai Abdullah menghela nafas panjang dan berterima kasih kepada Erlin yang sudah mau menerimanya.

"Sebelum akad nikah dimulai, Aku ingin mengatakan kalau aku sudah menikah." ucap Abimanyu.

Untuk kedua kalinya Erlin kembali terkejut saat mendengar perkataan dari Abimanyu.

"S-sudah menikah?"

Abimanyu menganggukkan kepalanya dan mengatakan istri pertamanya sudah memberikan ijin.

Kyai Abdullah menambahkan kalau pernikahan Abimanyu dan Riana belum mempunyai anak.

Suasana mendadak menjadi hening dan Erlin menatap kedua orang tuanya yang menyembunyikan kenyataan bahwa Abimanyu sudah menikah.

"Sekarang mari kita mulai ijab kabulnya," ucap Kyai Abdullah.

Abimanyu menganggukkan kepalanya dan ia menjabat tangan Penghulu yang sudah siap dari tadi.

"Saya terima nikah dan kawinnya Erlin Tiara Anggraini binti Husein dengan mas kawin berupa emas 100 gram dan uang tunai sebesar 4000 USD dibayar tunai." ucap Abimanyu dengan sekali tarikan nafasnya.

Erlin menundukkan kepalanya sambil air matanya yang menetes.

Ia melihat kebahagiaan mereka yang ada disana tanpa memperdulikan perasaannya.

Bab 2

Setelah selesai akad nikah, mereka berdua meminta restu kepada orang tua.

Erlin masih sedikit kecewa dengan kedua orang tuanya.

Ia hanya diam dan tidak berkata apa-apa kepada mereka berdua.

"Semoga kalian berdua menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah,” ucap Abi Husein dengan wajah bahagia.

Erlin hanya diam dan mengalihkan pandangannya ke lantai.

"Insyaallah saya akan menjaga dan melindungi Erlin sebaik mungkin." ucap Abimanyu.

"Menjaga? Kita saja tidak saling mengenal." gumam Erlin dengan tatapan tidak suka dengan Abimanyu.

Kemudian Kyai Abdullah meminta ijin untuk membawa Erlin ke rumah mereka.

Erlin masuk ke kamar dan mengambil semua pakaiannya.

Tak lupa ia mengambil jaket dan helm kesayangannya.

"Erlin, ibu mohon jangan seperti ini. Kamu pasti akan bahagia dengan Abimanyu?"

"Ck, bahagia apa, Bu? Yang bahagia kan Abi sama Ibu. Bukan Erlin."

Setelah membereskan semuanya, Erlin keluar dari kamar.

Abimanyu menghampiri istrinya dan akan mengambil tas yang dibawa.

"Tidak usah, aku bisa bawa sendiri. Dan share lokasi rumah kamu." ucap Erlin.

"M-maksud kamu apa? Kita naik mobil sama-sama,"

Erlin tidak menghiraukan perkataan Abimanyu dan ia naik ke motor sportnya.

"Cepat share lokasi atau aku akan tidur di bengkel,"

Abimanyu menghela nafas panjang dan mengirimkan lokasi rumahnya.

Kyai dan Umi menggelengkan kepalanya melihat mantunya bertingkah seperti itu.

BRUUMMMMMM!

Suara sepeda motor sport yang dikendarai oleh Erlin.

"Sampai bertemu di rumah, suamiku.".

Erlina melajukan motornya sekencang mungkin tanpa menghiraukan mereka yang masih belum berangkat.

Haji Husein dan Ibu Mina meminta maaf kepada mereka.

"Tidak perlu minta maaf, Husein. Kita dulu juga pernah muda." ucap Kyai Abdullah yang kemudian masuk ke dalam mobil.

Abimanyu melajukan mobil BMW X5 dan segera menuju ke rumah.

"Bagaimana bisa ia tidak mau satu mobil denganku?" gumam Abimanyu.

"Kamu harus beri pelajaran istrimu itu, Abi. Baru saja menikah sudah tidak patuh dengan suami. Mau jadi apa rumah tanggamu nanti." ucap Umi Farida yang tidak suka dengan Erlin.

Kyai Abdullah meminta agar istrinya untuk tenang.

Abimanyu menggenggam erat kemudinya dengan sedikit marah.

Sementara itu Erin masih melajukan motornya sekencang mungkin.

"Kenapa mereka memperlakukan aku seperti ini? Apa salahku?" gumam Erlin sambil menangis sesenggukan di balik helmnya.

Andaikan saja Erlin tahu jika mereka akan memaksanya menikah dengan lelaki yang sudah mempunyai istri.

Ia pasti tadi tidak akan pulang dan memiih tetap bekerja di bengkel.

Dua jam kemudian ia sudah masuk ke alamat yang dikirimkan oleh Abimanyu.

Ia melihat mobil Abimanyu yang sudah sampai di rumah.

Erlin menghentikan motornya dan melepaskan helmnya.

Abimanyu menghampiri istrinya yang baru saja sampai.

"Selamat datang di rumah kita, Erlin." ucap Abimanyu.

Erlin hanya diam dan meminta suaminya untuk menunjukkan kamarnya.

"Erlin, aku akan menunjukkan kamarmu." ucap wanita berparas cantik dan sangat anggun sekali.

Wanita itu adalah Riana yang merupakan istri pertama Abimanyu.

"Ayo, aku antar ke kamarmu." ajak Riana.

Abimanyu menggenggam tangan Erlin dan memintanya untuk masuk ke kamarnya.

"Biar aku saja yang mengantarkan istriku," ucap Abimanyu.

Riana mengangguk kecil dan masuk ke dalam kamarnya.

"Lihatlah kelakuannya, seperti Putri raja saja." ucap Umi Farida.

Kyai meminta istrinya untuk tidak menambah masalah.

"Ayo kita masuk ke kamar dan biarkan Abimanyu yang mendidik istri-istrinya."

Abimanyu masih menggandeng tangan istrinya dan membawanya ke kamar.

"Ini kamar kita dan malam ini aku akan tidur dikamar ini." ucap Abimanyu.

"Owh, tidak bisa. Aku masih belum siap dan aku juga belum mengenalmu, Abimanyu." ujar Erlin yang meminta Abimanyu keluar dari kamarnya.

Abimanyu yang mendengarnya langsung mengunci pintu rapat-rapat.

Ia berjalan mendekati Erlin yang berdiri di hadapannya.

"K-kamu mau apa? Dasar lelaki mesum!" ucap Erlin sambil memejamkan matanya.

Cethek!

Abimanyu menyentil dahi istrinya dan memintanya untuk tidak berisik.

Erlin membuka matanya dan melihat Abimanyu yang merebahkan tubuhnya di kursi sofa.

"Istirahatlah dulu sebelum kita makan malam bersama." ucap Abimanyu.

Erlin naik ke atas tempat sambil menutup tubuhnya dengan selimut.

Sesekali Erlin melirik ke arah suaminya yang sepertinya sudah tertidur pulas.

"Bagaimana bisa ia tidur pulas, sementara itu aku disini sedang tersiksa." gumam Erlin.

Erlin akan memejamkan matanya dan mendengar suara Riana yang mengetik pintu.

"Abi, Erlin. Ayo kita makan malam dulu. Kyai dan Umi Farida sudah menunggu kalian berdua." ucap Riana.

Erlin yang mendengarnya langsung berpura-pura memejamkan matanya.

Abimanyu membuka matanya dan bangkit dari sofa.

Ia menghampiri Erlin yang sedang berpura-pura tidur.

"Erlin, ayo kita makan malam dulu."

Erlin membuka matanya dan mengatakan kalau ia tidak mau makan.

"Aku mau tidur dulu," ucap Erlin.

"Erlin, aku mohon. Hargai aku sebagai suamimu. Abi dan Umi sedang menunggu kita berdua," pinta Abimanyu.

Erlin menghela nafas panjang dan bangkit dari tempat tidurnya.

"Terima kasih Erlin," ucap Abimanyu.

Erlin membuka pintu dan berjalan menuju ke ruang makan.

"Akhirnya Putri raja bangun juga dan mau datang ke ruang makan," sindir umi Farida.

Erlin menghentikan langkahnya sejenak, menatap Umi Farida dengan sorot mata tajam.

“Ibu, bisa diam tidak? Aku datang bukan karena ingin, tapi karena menghormati kalian sebagai orang tua. Jadi tolong, jangan sebut aku Putri raja, Bu.” ucap Erlin.

Abimanyu terkejut ketika mendengar perkataan dari istrinya.

"Owh jadi kamu sudah berani melawan ibu mertuamu? Kamu memang wanita kampungan, Erlin.".

"Ibu itu yang kampungan bukan aku!" tambah Erlin yang dari tadi sudah tidak bisa menahan emosinya.

"DIAM!!"

Mereka berdua lansung terdiam saat mendengar teriakan Abimanyu.

"MASUK KE KAMAR SEKARANG!!"

Erlin menghapus air matanya dan masuk kedalam kamar.

Ia langsung mengunci nya dari dalam dan langsung membuang semua barang yang ada disana.

Dalam hitungan detik, Erlin yang sudah tidak kuat lagi langsung jatuh pingsan.

"Lihatlah bagaimana tingkah istrimu yang kampungan itu. Andaikan saja Riana bisa hamil pasti kamu tidak akan menikah lagi." ucap Umi Farida.

Riana yang mendengarnya juga ikut masuk ke kamarnya.

"Umi, sudah cukup. Hargai aku sebagai suami dari istri-istri ku." ucap Abimanyu.

Kyai Abdullah sedikit kecewa dengan tingkah istrinya dan masuk ke kamar.

Abimanyu naik ke lantai atas dan mengetuk pintu kamar Erlin.

Tok... tok.... tok....

"Erlin, buka pintunya. Aku mau masuk."

Abimanyu kembali mengetuk pintu kamar agar Erlin mau membukanya.

"Erlin, tolong buka pintunya. Erlin!"

Abimanyu mendekatkan telinganya ke arah pintu dan tidak mendengar suara Erlin.

BRAKK!

Abimanyu yang tidak sabar langsung mendobrak pintu kamar.

"Astaghfirullah, Erlin!"

Abimanyu langsung terkejut ketika melihat istrinya tergeletak di lantai.

Ia membopong dan menaruhnya di atas tempat tidur.

Bab 3

Mendengar suaminya yang mendobrak pintu kamar.

Riana langsung keluar dan melihat suaminya yang sedang membopong tubuh Erlin.

"Abi, apa yang terjadi pada Erlin? Dia kenapa?" tanya Erlin.

Erlin melihat kamar yang seperti kapal pecah dimana banyak sekali barang yang pecah.

"Ia pingsan, Ri. Mungkin karena terlalu banyak emosi yang ia pendam dan ditambah lagi dengan perkataan Umi." jawab Abimanyu.

Riana mengambil selimut dan menutupi tubuh Erlin.

"Aku benar-benar tidak tahu bagaimana harus menghadapinya, Riana. Ia benci sama aku, sama Umi, bahkan mungkin benci pada pernikahan ini.” ucap Abimanyu.

Riana menatap wajah suaminya yang sekarang tidak hanya peduli dengannya, melainkan ada wanita lain yang diperdulikan oleh Abimanyu.

Ada sedikit rasa sakit dihatinya, tapi semua ini ia lakukan hanya karena anak.

"Abi, tolong beri Erlin waktu. Dia baru saja kehilangan kebebasan nya dan dalam sekejap ia harus menikah dengan seorang lelaki yang sudah beristri."

Abimanyu menganggukkan kepalanya dan untuk sementara waktu ia akan memberikan waktu kepada Erlin.

"Apakah Abi mau tidur denganku?" tanya Riana.

"Maaf, aku harus menemani Erlin. Dia membutuhkan aku," jawab Abimanyu.

Riana mengangguk kecil dan keluar dari kamar suaminya.

"Baru datang sudah cari perhatian dan pura-pura pingsan," gumam Riana.

Riana turun kebawah dan melihat Umi Farida yang keluar dari kamar.

"Umi....," panggil Riana.

"Ada apa? Mau menasehati Umi agar bersabar menghadapi wanita kampungan itu?" tanya Umi Farida yang masih kesal.

Riana menggelengkan kepalanya dan mengatakan kalau Erlin pingsan di kamarnya.

"Pingsan? Halah, mungkin itu akal-akalan dia saja. Biar Abimanyu luluh dan memperhatikan nya." ucap Umi Farida.

"Umi, jangan bicara seperti itu. Nanti Abimanyu mendengarnya." ucap Riana.

Umi Farida menarik tangan Riana dan mengajakku ke dapur.

"Kamu harus pintar-pintar merayu suamimu, Riana. Biar suamimu itu membenci Erlin dan mengusirnya." ucap Umi Farida.

"Umi, aku tidak bisa. Aku dan Abimanyu menginginkan seorang anak."

Umi Farida menepuk jidatnya dan membisikkan sesuatu ke telinga Riana.

Riana membelalakkan matanya saat mendengar perkataan dari ibu mertuanya.

"Kalau nanti Erlin hamil, kamu bisa mengambil anaknya dan minta Abimanyu untuk menceraikan wanita kampung itu."

Riana mengangguk kecil dan akan melakukan apa yang diminta oleh Umi Farida.

Setelah itu mereka berdua masuk ke kamar masing-masing.

Di kamar atas Abimanyu mengenggam tangan Erlin yang dingin sekali.

"Erlin, aku tahu kamu sekarang sedang membenciku. Aku janji akan menjagamu dan tidak akan ada orang yang akan menyakiti kamu." ucap Abimanyu.

Abimanyu menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Erlin.

“Aku akan menunggu sampai kamu siap. Meskipun kamu tidak akan pernah bisa mencintaiku.”

Abimanyu masih menggenggam tangan Erlin dan beberapa menit kemudian Erlin membuka matanya.

Ia melihat Abimanyu yang sedang menggenggam tangannya.

"L-lepaskan tanganmu," ucap Erlin dengan suara lirih.

Abimanyu menoleh dan ia tersenyum tipis saat istrinya sudah sadar.

Abimanyu segera melepaskan genggaman tangannya, namun sorot matanya tetap penuh khawatir.

“Syukurlah kamu sudah sadar, Erlin. Kamu membuatku khawatir.”

Erlin berusaha bangun, tapi tubuhnya masih lemah. Ia menoleh ke arah lain, enggan menatap lelaki di depannya.

“Aku tidak butuh kamu untuk khawatirkan aku, Aku hanya ingin jauh dari semua ini.”

Abimanyu menoleh dan merasakan sedikit sakit hati saat mendengar perkataan dari Erlin.

"Kenapa kamu menikahi aku? Apakah karena rahimku?" tanya Erlin.

Pertanyaan itu membuat Abimanyu terdiam cukup lama.

Ia tidak menyangka Erlin akan langsung menuduhnya seperti itu.

“Tidak, Erlin. Aku menikahimu karena keadaan, dan aku tidak punya pilihan selain menurut pada Abi dan Umi.”

"Keadaan? Jadi memang aku disini hanya korban dari keegoisan dan ambisi kalian akan anak. Aku tidak menyangka jika keluarga Kyai Abdullah sangat egois."

Abimanyu mendekat ke arah Erlin dan memintanya untuk tidak membawa-bawa nama Ayahnya.

“Kamu sama saja seperti mereka! Egois, hanya memikirkan kehendak keluarga tanpa peduli pada perasaan orang lain!”

Abimanyu yang sejak tadi menahan diri akhirnya kehilangan kesabaran.

Tangannya terangkat, siap menampar pipi istrinya yang terus menyakitinya dengan kata-kata.

Namun tepat di detik terakhir, Abimanyu menghentikan gerakannya.

Tangannya terhenti di udara, gemetar karena amarah bercampur luka hati.

Erlin menutup matanya saat melihat suaminya yang akan menampar nya.

"Istirahatlah dan malam ini aku akan tidur di ruang tamu," ucap Abimanyu yang kemudian keluar dari kamar.

Ia tidak mau tangannya menyakiti istrinya yang baru saja ia nikahi.

Erlin melihat suaminya yang menutup pintu kamarnya

Jantungnya masih berdetak kencang saat mengingat suaminya yang akan menampar nya.

Ia kembali menangis sesenggukan di balik selimutnya.

"Aku lelah," gumam Erlin.

Sementara itu di luar kamar, Abimanyu melihat tangannya yang tadi akan menampar pipi Erlin.

Ia pun melangkah turun dan menuju ke ruang kelas.

Malam itu Abimanyu membaringkan tubuhnya di sofa panjang, memejamkan matanya yang tak kunjung bisa terlelap.

***

Keesokan paginya dimana jam menunjukkan pukul empat pagi.

Riana keluar dari kamar dan melihat suaminya tidur di sofa.

Umi Farida yang baru saja keluar dari kamarnya, juga ikut terkejut ketika melihat putranya tidur di sofa.

"“Ya Allah, Abimanyu. Kenapa kamu tidur di sini?!” serunya dengan nada keras.

Suara itu membuat Abimanyu tersentak bangun. Ia mengusap wajahnya, mencoba mengatur napas.

“Tidak apa-apa, Umi. Aku hanya tidak bisa tidur di kamar.”

“Lihat itu, Riana! Gara-gara perempuan kampungan itu, suamimu sendiri sampai tidur di sofa! Malu-maluin keluarga saja!”

Kyai Abdullah keluar dari kamar dan meminta istrinya untuk diam.

"Ini masih Subuh, Farida. Apakah kamu tidak malu jika para santriwati mendengar suara kamu yang seperti petir!"

Farida langsung terdiam saat suaminya yang menegurnya.

Kyai Abdullah meminta Abimanyu untuk membangunkan Erlin untuk sholat berjamaah.

Abimanyu mengangguk kecil dan segera naik ke lantai atas.

Saat akan mengetuk pintu, Erlin membukanya terlebih dahulu.

Abimanyu melihat wajah Erlin yang sangat pucat sekali.

"Ayo sholat subuh berjamaah," ajak Abimanyu.

"Sholat lah sendiri dengan keluarga kamu, Abi. Aku tidak bisa sholat dan akan mempermalukan kamu." ucap Erlin.

"Apa maksud kamu yang tidak bisa sholat? Kamu tidak pernah sholat?" tanya Abimanyu.

Erlin menggelengkan kepalanya dan mengatakan kalau ia tidak pernah sholat.

Abimanyu terdiam, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Kamu tidak pernah sholat? Sejak kapan, Erlin?" tanya Abimanyu dengan suara yang bergetar, antara marah, kaget, dan kecewa.

"Sejak lama, Abi. Aku bahkan tidak yakin Allah mendengar doaku. Aku hanya pemain disini dan Allah sutradara nya." jawab Erlin.

Abimanyu sedikit marah dengan apa yang dikatakan oleh istrinya.,

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!