NovelToon NovelToon

Dosenku Kiler

Terjebak

Aku seorang mahasiswi fakultas sastra di salah satu perguruan tinggi yang ada di ibu kota. Cita-citaku ingin menjadi penulis novel terkenal seperti bunda Asma Nadia penulis novel Istri Kedua, duh... Apa ketinggian ya cita-citaku?.

Jujur aku sangat mengagumi beliau, karya-karyanya dangat memotivasi dan menggugah pembaca, salah satunya aku, kalau sudah baca novel beliau, rasanya ingin tamat satu hari, karena alur ceritanya enak bangat.

Aku meletakkan novel yang baru kubaca lima bab di atas nakas, menyambar handuk , masuk ke kamar mandi dam membersihkan diri. Sentuhan air membuat tubuhku terasa segar, biasanya aku bisa mandi dan berendam berjam-jam, tapi kali ini itu tidak kulakukan, karena pagi ini, aku masuk dengan pak Viktor, harus segera bergegas, kalau tidak ingin di mangsanya.

Selesai mandi, aku berpakaian, kemudian mematut-matut wajahku di depan cermin, memoleskan bedak dan lipstik sekadarnya.

Chaca temanku tinggal diapartement, sekaligus temanku satu kelas, masih duduk manis di depan laptop.

"Busyet, mati lagi " kata Chaca terlihat kesal, wajahnya ditekuk terlihat sangat jelek.

"Belum selesai tugasmu" sela ku sambil memasukkan buku-buku kuliah.

"Gimana mau selesai kalau dalam satu jam, lampu mati sampai tiga kali" Chaca menggerutu, laptop nyawanya tergantung sama listrik.

"Sabar ya." ledekku

"Yah... gitu dech." katanya sambil meluruskan kaki, munghilangkan pegal, karena kelamaan duduk.

"Didepan jalan sana, ada pohon tumbang, gara-gara ribut tadi malam, petugas juga lagi sedang berusaha, supaya lampu normal kembali." ujarku menjelaskan.

"Belum selesai juga, lamban kali tuh petugas kerjanya." gerutuknya

"Hahaha.... Bantuin sana, biar cepat." ujarku tertawa, melihat mimik wajahnya yang lucu.

"Tuh pakai laptopku" lanjutku sambil mencomot ransel navy, dan menyandang di pundak ku

"Bukannya kamu ada presentasi hari ini" tempel Chaca sambil membereskan kertas-kertas kerjanya.

"Dengan pak Viktor pagi ini aku ujian" ujarku melangkah mengambil kunci motor dan melaju, dari kejauhan masih kudengar terikan Chaca yang mengucapkan terima kasih.

Chaca orang pertama yang menyapaku 3 tahun lalu, ketika aku menginjakkan kaki di kampus ini, dan ternyata dia juga teman satu kelasku.

"Hay... Apa kamu mahasiswi baru." tanyanya waktu itu sambil menyodorkan tangannya.

"Iya." jawabku menerima uluran tangannya

"Chaca Ramunia." lanjutnya menyebutkan nama.

"Kayla Chara." panggil aku Kayla.

Mulai hari itu, aku dan Chaca berteman, Chaca orangnya ceria, lincah dan cantik, dengan perawakan sedang, bermata biru, rambut ikal bergelombang, dia ramah pada siapa saja. Dia betul-betul teman yang baik.

Aku dan Chaca sering mengerjakan tugas bersama-sama, Chaca yang hanya memiliki kepintaran pas-pasan, hanya bisa tiap semester mengambil 20 sks. Makanya dia banyak ketinggalan dariku, karena aku setiap semester mengambil 24 sks, bukannya sombong, aku memang punya kepintaran di atas rata-rata.

Lima bulan setelah ayahnya meninggal dunia karena kecelakaan, aku mengajaknya tinggal di apertementku. aku hanya ingin membantu meringankan bebannya. paling tidak, dia tidak memikirkan membayar kost, dan aku juga ada teman.

"Tumben lambat" kata Ami sambil melirikku yang baru sampai di kelas.

"Biasa, ada kerjaan dikit" sahutku sambil berbisik, takut kedengaran pak Viktor yang sudah ada di meja kebesarannya.

Pak Viktor, dosen yang terkenal kiler di kampusku, orangnya pendiam dan tatapan matanya sangat tajam, seperti elang yang siap menyambar mangsa dan menelan hidup-hidup.

Selesai mengecek kehadiran kami, pak Viktor memberikan kertas ujian, yang berisi soal-soal esay sebanyak 10 buah.

"Selesaikan dalam waktu 1 jam 30 menit." katanya memberi intruksi.

"Ada pertanyaam." lanjutnya, suara kelas hening, tak ada yang bertanya satupun.

"Tidak pak." jawabku, deg... dia menatap kearahku, aku menebarkan senyum kepadanya, tapi dia membuang muka. ups sambong sekali dia, batinku sedikit kecewa.

"Baiklah, jika tidak ada pertanyaan, mulai kerjakan sekarang. serentak mahasiswa mengambil kertas soal dan membolak-balik soal.

Tak sampai 1 jam, aku dan teman-teman sudah banyak yang selesai mengerjakan, aku masih duduk memegang kertas jawaban, sengaja jadi yang terakhir mengumpulkan.

Pak Viktor kalau dilihat secara mendetail dia sangat tampan, tinggi, putih. hanya saja wajahnya terlalu dingin, andai saja dia tersenyum pasti manis, karena dia jarang tersenyum, jadi kesannya manyum sepanjang hari. pantas saja jadi jomblo abadi, karena para cewek pasti ngacir ketakutan bila didekatinya. Aku senyum-senyum sendiri membayangkan para gadis yang ngacir gara-gara ketakutan

Diam-diam aku memperhatikan gerak-gerik pak Viktor, ada sesuatu yang menurutku sangat menarik di hidupnya, tapi aku tak tahu apa itu?

"Kayla Chara Handoko." pak Viktor menyebut nama lengkapku, membuat aku kaget dan tersadar dari lamunan

"I-iya pak." jawabku tergagap

"Apa kamu sudah siap."

"Su-sudah pak." ku pastikan wajahku terlihat pucat. ternyata aku tinggal sendiri di kelas, teman-teman yang lain sudah mengumpul dan keluar kelas. Sialan Ami, kok dia tidak mengajakku ke luar.

Aku beranjak dari kursi, sambil membawa kertas lembar jawaban, dan meletakkan diatas tumpukan lembar jawaban yang lainnya. Pak Viktor mengambil lembar jawabanku, kemudian membacanya dengan seriuas

"Pak, boleh ku bawa kertas-kertas ini ke ruang bapak." ujarku ketika kulihat pak Viktor meletakkan kembali kertas lembar jawabanku.

Tak ada jawaban, Pak Viktor hanya memandangku dari ujung kaki sampai ujung rambut. Aku bergedik dibuatnya, Aku meraih kertas hasil jawabanku dan teman-temanku.

"Singkirkan tanganmu dari kertas itu." suara Pak Viktor terdengar sangat berat. aku sedikit kaget.

"Ta-tapi pak." ujarku yang sudah terlanjur mendekap kertas itu.

"Karena kertas itu sudah kau sentuh, malam ini kau kerumahku, mengulang ujian." bentaknya sambil menahan emosi. ups... apa hubungannya dengan menyentuh lembar jawaban, aku harus mengulang."batinku tentu dalam hati.

Ta-tapi pak."

"Kalau kau tidak datang, untuk seterusnya kau boleh keluar dari kelas ku. Mengerti!!." ujarnya sambil berdiri. Dan aku hanya mampu tertunduk dan mengangguk. percuma aku protes, malah akan memperpanjang masalah.

"Bawa kertas ini ke ruanganku." katanya meninggalkan ku yang masih termagu. OMG dasar manusia batu, tadi melarangku menyentuh, sekarang malah menyuruhku membawa. Dasar sinting, makiku, tentu dalam hati lagi.

"Sial." gumam ku dalam hati, duh... kamu dasar bodoh kayla... Kayla... ngapain juga berurusan dengan manusia batu seperti pak Viktor. Aku pun mengikuti langkah pak Viktor masuk ke ruang Prodi.

"Selamat pagi Kay!." sapa buk Ruri ketika melihatku masuk.

"Pagi juga bu." balasku sambil tersenyum.

"Bisa titip ini buat pak Viktor." ujarku sambil menyodorkan kertas lembar jawaban yang kubawa, karena pak Viktor berbicara dengan pak Haris sambil berdiri. Aku tidak mau mengganggunya dengan menyerahkan kertas lembaran itu.

"Latek saja di sini." aku meletakkan kertas lembar jawaban diatas meja bu Ruri, dan langsung meninggalkan ruangan itu setelah mengucapkan terima kasih.

Bersambung.

Dipermaikan

"Kamu yakin, mau ke rumah manusia batu itu." tanya Ami waktu usai kuliah.

"Yah... mau gimana lagi."

"Ngapain juga kamu cari masalah sama pak Viktor."

"Iya sich, akunya bodoh bangat." kataku sambil memukul-mukul kepalaku.

"Apa perlu ku temani." Ami menawarkan bantuan.

"Biar aku sendiri saja. Mi!."

"Ntar kamu kena getahnya lagi."

"Eh... amit-amit, jangan sampai berurusan dengan manusia batu, kayak pak Viktor." ujar Ami sambil menepis tangannya. Kami berpisah di parkiran. Ami ke mobilnya dan aku menaiki beat pinkku.

"Selamat berjuang." kata Ami sambil menjulurkan kepalanya di jendela mobil.

"Bantu doa ya." teriakku sambil melambaikan tangan. Akupun pulang memacu beat kesayanganku. Menuju rumah ayah, aku berniat tidak pulang ke apartement malam ini. 30 menit akhirnya sampai kerumah.

"Kenapa tak pakai mobil sayang." kata bunda Dania, begitu melihat helm bertengger di kepala ku.

"Tuh lihat kulit mu makin coklat." lanjutnya.

"Pakai mobil sering terjebak macet bun." jawabku sekenanya. sambil mencium punggung tangannya.

"Dalila, mana bun."

"Katanya tadi pergi party di tempat temannya."

"Semoga saja dia tak bikin ulah lagi bun."

"Kamu tak usah pikirin adikmu, dia sudah besar, pasti sudah bisa jaga diri."

"Iya bun, aku ke kamar dulu ya bun." ujarku, kalau berdebat masalah Dalila, pasti bunda atau ayah selalu membelanya, walau yang dilakukan Dalila salah, akan ada kata pembenaran untuknya. seperti saat itu, Dalila pulang jam 2 dini dan mabuk berat.

"Ya ampun dik, jam segini baru pulang, mabuk lagi." sungutku, waktu aku memergoki Dalila pulang malam dan dalam keadaan mabuk.

"Sudahlah Key, tak apa-apa, anak muda, biasalah." Kata ayah.

"Kamu aja, yang kurang pergaulan." lanjut ayah.

"What??... Pergaulan seperti itu yang ayah bilang bagus."

"Iya, coba lihat kamu, tak punya teman, seharian hanya di rumah saja. Adikmu kemana-mana punya relasi, punya bisnis yang menjanjikan." eh... ayah malah panjang lebar tausiyahnya, yang mesti untuk Dalila. Malah aku yang jadi sasaran.

"Tak apa-apa, bagaimana yah?, Dalila itu anak cewek, tak baik pulang malam-malam dalam keadaan mabuk lagi." aku protes, karena merasa ayah telah salah memperlakukan aku dan Dalila.

"Sudah... urusin dirimu saja, masuk ke kamar sana, biar Dalila di urus sama bik Sri." kata ayah, sedikitpun ayah tak memarahinya.

Semoga saja Dalila bisa mengerti, kalau aku sangat sayang padanya. aku tak mau dia terjerumus ke jalan yang tidak benar.

*****

Habis shalat isya, aku meluncur ke perumahan elit di kawasan menteng, untung saja tadi di ruang prodi, aku dapat alamat pak Viktor, si dosen kiler itu dari ibu Susi.

"Mau ngapain minta alamat pak Viktor." tanya bu Susi menyelidik.

"Mau ngantar tugas bu." jawabku, akupun berlalu setelah mengucap terima kasih pada bu Susi.

Tiga puluh menit perjalanan, akhirnya aku sampai, aku memelankan motor beatku, mencari-cari, rumah warna coklat abu-abu nomor 220.

Aku menekan tombol bel yang ada di samping pintu pagar, sekali, dua kali dan tiga kali, tak ada sahutan, aku pun mau menekan yang ke empat kalinya.

"Sudah, jangan di tekan lagi, berisik tahu." aku mendengar suara dari intercom.

"Pagar tidak dikunci, masuk saja, langsung ke dalam." lanjut suara yang tak berwujud itu. Aku pun melangkah.

"Motor!, kalau tak mau dipinjam maling, jangan tinggal di pinggir jalan." lanjutnya.

"Cerewet bangat nih orang, aku berbalik dan mendorong motorku masuk ke pagar. baru dua langkah , pagar tertutup kembali dengan suara hempasan keras, Ahh... dasar gila nih, manusia batu, bikin kaget saja." gumamku dalam hati.

Sampai di teras, ku ketuk-ketuk pintu rumah, kuucapkan beberapa kali salam, tapi tak ada yang menyahut.

"Masuk, langsung ke atas." suara dari intercom itu memerintahku.

Aku masuk dengan terkagum-kagum, rumah dengan desain sangat mewah, interior yang serba brand dan sangat mahal tentunya. rumah sebesar ini, tak ada tanda-tanda kehidupan. Apa pak Viktor hanya tinggal sendiri? kemana keluarganya.? Kay... ngapain mikirin kehidupannya si manusia batu.

"Jangan lebay, langsung ke atas." ternyata pak Viktor mengawasi gerak-gerikku.

Aku mencari- cari tangga untuk naik ke atas, tapi tak terlihat.

"Di samping kanan, ada pintu, masuk di situ." perintahnya seakan tahu jalan pikiranku.

Dengan ragu kudorong pintu yamg dimaksud, ternyata lift, aku menekon tombol 2. lift bergerak dan terbuka tepat didepan sebuah ruangan aula. aku berdiri menunggu perintah berikutnya.

"Cari ruang baca, di sana ada sebuah laptop dan tugas-tugas yang akan kamu kerjakan ada di dalamnya."

Ada 4 ruangan di depanku, di kiri 2 dan di kanan 2, itu artinya ada 8 ruangan, yang mana ruang baca, aku melangkah dan mulai membuka satu persatu ruangan itu, sampai yang terakhir, tidak ada ruang baca.

"Ruang baca ada di lantai 3, bukun di situ..hehehe." suara dari intercom itu memtertawakan ku, sial... kenapa tak bilang dari tadi, akukan tak payah memeriksa setiap ruangan. Dasar sinting!!

Aku kembali ke lift, dan menekan tombol 3, lift bergerak dan terbuka pas di depan ruang baca. ada sederetan lemari jati, berisi buku-buku yang tertata rapi. Ruangannya terasa adem.

Ada koleksi buku novel karya bunda Asma Nadia, aku suka sekali dengan karya beliau. aku bermaksud ingin menggapai buku novel berjudul istri kedua yang tayang di SCTV.

"Jangan sentuh buku-buku itu, sebelum tugasmu selesai." aku mengurungkan niatku, dan melangkah kesebuah meja, membuka dan menghidupkan laptop acer yang ada di situ.

"Password laptopnya " VIKTOR ATMAJA."

"Selamat datang Kayla chara Handoko, klik untuk melanjutkan tugasmu."

"Isi biodata dengan lengkap." hay... apa harus sedetail ini?, hanya untuk ujian susulan. ah... dasar manusia batu. sampai NIK pun dipinta.

Aku klik lanjut tanpa menyelesaikan biodata. tapi gagal terkirim.

"Semua biodata wajib diisi baru klik lanjut." sial... opsetion google fromnya di kasih bintang merah semua.

Terpaksa ku ulang lagi, biodata seperti orang mau melamar kerjaan jadi TKW aja. selesai klik lanjut.

Soal nomor 1.

Buatlah lima genre puisi, setiap genre 4 bait.

"Ah... kalau cuman puisi mah kecil." aku mulai memainkan jari jemari ku di atas kaeyboard laptop, 30 menit selesai 5 genre. klik soal berikutnya.

Soal nomor 2

Buatlah cerita mini tentang kesetiaan, minimum 1000 kata.

"Ah... cuman 1000 kata, kecil." Aku kembali mengasah emajinasiku, salah kalau pak Viktor berniat ngerjain aku dengan soal seperti ini... hehehe, akukan jagonya mengkhayal. 30 menit selesai. klik lanjut.

Soal nomor 3

Buatlah prolog sebuah novel tentang ungkapan perasaan saat sedang jatuh cinta.

"Wadoh... aku kan belum pernah jatuh cinta."

"Pak!, aku nyerah dech untuk soal nomor 3."

"Kalau kamu nyerah, berarti tak lulus, malam besok ke sini lagi, ngulang ujian."

"Apa??... gila benar nih manusia batu, aku tak akan pernah ke sini lagi." gumam ku, ku dengar pak Viktor terkekeh mentertawakan di introcom. "coba kalau berani sini, nampakkan wajahnya biar kucakar-cakar." kataku, tentunya dalam hati.

Sudah 30 menit, aku hanya duduk dan memandang soal nomor 3, tak ada satu huruf pun yang mampu kuutarakan untuk menjawab soal nomor 3. Aku malah ngantuk dan menguap berkali-kali. Ku rebahkan kepalaku di depan laptop, memejamkan mata, membiarkam imajinasiku melanglang buana, berharap mendapat ide untuk menjawab soal nomor tiga.

****

#Flashback

Sementara Viktor tersenyum puas dari kamar sebelah, karena telah berhasil mengerjai mahasiswi yang sudah berani bermain-main dengannya.

"Ini belum seberapa Kayla, masih banyak permainan yang lebih seru dari ini." dia memperhatikan gerak-gerek gadis itu, dari CCTV.

Dia mencoba mengecek soal-soal yang dikerjakan Kayla, hampir selesai, dari 10 soal tinggal satu soal. Gadis yang cerdas.

Viktor melirik jam dinding, menunjukkan pukul 23.44 menit, dia tidak akan membiarkan gadis itu pulang malam ini, dia menyusun rencana agar Kayla terjebak di istananya. Dan membuat ketakutan setengah mati.

Viktor bergerak mematikan saluran listrik di ruang kerja, satu, dua, tiga... dia menunggu...

"Kok sepi, tidak terdengar suara Kayla, biasanyakan cewek paling takut dengan kegelapan.

"Ah... sial, pasti gadis itu sudah ketiduran." dari CCTV terlihat gadis itu tertidur tengkurap di atas meja, dengan berbantalkan tangan.

Viktor keluar dari kamarnya, pelan-pelan masuk keruang baca, dia berjingkit seakan-akan takut Kayla terbangun. dia menggendong Kayla dan membaringkannya di sofa yang ada diruang baca, kemudian masuk ke kamarnya dan kembali membawa sebuah selimut.

Dipandangnya wajah Kayla yang polos tanpa dosa, " Gadis ini terlihat manis walaupun sedang tidur." batinnya. Dia menyelimuti Kayla dan kembali ke kamarnya.

Viktor berbaring dan memandang langit-langit kamarnya, bayangsn wajah Kayla hadir di pelupuk matanya. Dia tersenyum mengingat gadis polos itu.

*****

Sarapan Barsama

Aku terbangun ketika mendengar suara azan subuh dari masjid terdekat, aku menggeliat dan kaget melihat ada selimut asing membalut tubuhku.

Bergegas bangun dan duduk, mengingat-ingat kembali, apa yang terjadi tadi malam. ternyata aku ketiduran di ruang baca pak Viktor.

Siapa yang memindahkan ku ke sofa? dan siapa yang menyelimutiku?, apakah si manusia batu itu.?, ya Allah... jangan sampai dia menyentuhku. Heeee... seram.

Jam dinding yang terparkir dengan manis di atas rak buku, sudah menunjukkan pukul 05.15. Aku belum shalat subuh.

Aku mematikan laptop yang tadi malam lupa kumatikan, kemudian menyandang tasku, aku harus segera pulang, karena hari ini sudah janji dengan ayah akan bertemu dengan salah satu klien ayah.

Ketika kuputar grendel pintu, pintu terkunci dari luar.

"Sial!, apa lagi yang diinginkan manusia batu itu."

"Hallo!, apakah ada orang di luar." teriakku sekencangnya. Aku mengarahkan wajahku ke CCTV agar pak Viktor bisa melihatku.

"Jangan-jangan manusia batu itu, masih ngorok lagi, atau dia sebenarnya tidak di rumah ni, dari semalam tak kulihat keberadaannya."

Aku menggedor-gedor pintu dengan keras, berharap penghuni rumah ini bangun, dan membuka pintu untukku. sudah sakit punggung tanganku, tapi belum ada tanda-tanda pintu terbuka, dengan kedua tangan menangkup di mukaku, aku bersandar di daun pintu. Tiba-tiba pintu terbuka otomatis, aku yang masih berdiri di daun pintu, oleng kedepan. untuk ada tangan kokoh yang menyanggahku, kalau tidak pasti sudah jatuh kelantai. Aku terjatuh kedepan dalam pelukan pak Viktor.

"Hay... singkirkan tanganmu." teriakku.

"Ditolong bukan terima kasih, dasar sinting."

"Siapa juga yang minta tolong." Sungutku.

"Ngapain juga subuh-subuh sibuk, kayak orang kebakaran jenggot."

"Bapak ngapain ngunci pintu dari luar, aku kan jadi tak bisa keluar."

"Siapa yang ngunciin kamu, kamu halukan."

"Tuh kenapa pintunya tak bisa di buka." aku semakin sewot, rasa pengen nonjok tu manusia batu.

"Inikan ada remotenya non, tinggal tekan terbuka." kata pak Viktor sambil mengambil remote di samping pintu.

"Subhanallah, maafin aku ya pak, aku sudah suudzon sama bapak."

"Aku permisi pulang, Pak!." lanjutku sambil melangkah.

Pak Viktor menarik tanganku dengan paksa, sekali lagi aku jatuh dalam pelukannya.

"Astagfirullah bapak, kita bukan mahram, bapak tidak boleh pegang-pegang tanganku." Aku berusaha melepas tangan dari pegangan pak Viktor.

"Jangan pulang dulu, masih subuh, jam segini di luar banyak setan."

"Aku tak takut sama setan." Kataku sambil memonyongkan bibir.

"Ya, sudah, pergi sana, jangan salahkan aku, jika diperempatan jalan sana dicegat sama preman." Kata membalasku sambil mencibir, mendengar kata preman, bulu kudukku merinding.

"Kenapa?, takutkan?."

"I-iya pak."

"Tapi, aku mau pulang, mau mandi dan shalat subuh." Lamjutku.

Dia menarik tanganku, memaksa aku untuk mengikutinya, masuk kesebuah kamar, yang interiornya berbau kewanitaan gitu.

"Kamu bisa mandi dan shalat diri sini."

"Kamu boleh pakai baju apa saja yang ada di lemari itu." lanjutnya

"Ta-tapi pak."

"Jangan membantah, atau aku yang mandiin kamu."

"Iya pak... okey, sekarang bapak boleh keluar." kataku sambil mendorong pak Viktor ke pintu.

Di dinding kamar terpajang foto seorang gadis cantik dengan rambut tergerai, yang sepertinya seumuran dengan ku. Di atas meja juga ada foto gadis itu sedang berpelukan dengan pak Viktor. Siapa gadis itu?, Apakah pacarnya pak Viktor?.

Aku membuka lemari kaca, disitu tergantung rapi sebuah mukena, kemudian bergegas ke kamar mandi untuk berwudhu, aku mengurungkan niat untuk mandi. Curiga aja kalau di kamar mandi ini, juga ada CCTVnya.

Selesai menunaikan sholat, aku membuka aplikasi Al qur'an, kemudian membaca surah Al Waqi'ah dan Ar Rahmad. Selesai mengaji akupun merebahkan tubuhku di ranjang, ku lirik sekilas jam di ponselku, menunjukkan pukul 05.45, masih terlalu pagi untuk pulang.

Aku membuka akun facebook dan memberi komentar seperlunya di status teman-temanku. Akupun mengecek chat yang masuk di group Whatsapp, ada beratus chat yang belum ku baca, dan biasanya aku akan mengabaikannya. Karena menurutku tidak ada yang penting-penting amat.

"Tok... tok...." ada yang mengetuk pintu, aku bangun membuka pintu.

"Non, ditunggu tuan muda di ruang makan." seorang wanita paroh baya tersenyum padaku.

"Eh... ibu tunggu." kataku meraih tangan wanita itu, yang beranjak meninggalkanku.

"Iya, Non, ada yang bisa bibi bantu."

"Antar saya menemui tuan muda."

"Ayuk Non." ujar wanita itu, terus masuk lift, dan menekan lantai dasar.

"Bik, bolehkah aku bertanya."

"Iya Non."

"Di sini tuan muda, tinggal dengan siapa saja."

"Maaf Non, Non tanya langsung saja dengan tuan muda."

"Kita sudah sampai. Non lurus, kemudian belok kiri, di sana tuan muda sudah menunggu." ujar bibi, sambil meninggalkanku. pembantu dan tuan, sama-sama aneh. gumamku, akupun melanjutkan langkah sesuai petunjuk si bibi.

"Duduk di sini." kata pak Viktor sambil menarik kursi di sampingnya. Aku menarik kursi yang ada di depanku.

"Di sini!." katanya dengan nada tinggi, aku kaget, dengan gugup aku bergeser dan pelan-pelan duduk di sampingnya.

"Jangan takut, aku tak makan orang kok." bisiknya di telingaku, membuat aku merinding. aku hanya menunduk tanpa berani menandangnya. Pak Viktor mengambil piring dan meletakkan di depan ku.

"Biar aku saja pak." kataku ketika melihat pak Viktor menyendok nasi untukku.

"Kamu diam saja, kamu tamuku, aku yang melayani." katanya sambil memasukkan ayam goreng kepiringku.

"Ta-tapi pak."

"Sudah, jangan membantah."

"Atau mau kusuapi makannya." katanya menggodaku, aku tersipu, pasti pipiku terlihat merah.

"Sudah pak, sudah cukup." cegahku ketika pak Viktor ingin menambah laukku.

"Makanlah, kalau mau pulang, habisin." katanya memandangku sambil tersenyum, duh... senyumnya pak Viktor mengaduk-aduk hatiku, tiba-tiba ada debaran di jantungku, jangan sampai pak Viktor mendengarnya aku kan jadi malu.

"Ayuk makan, kok dipandangi dari tadi." katanya membuyarkan lamunanku. Aku makan dengan lahapnya sampai tak bersisa, karena memang aku lagi lapar.

"Tambah." kata pak Viktor sambil mengambil sendok nasi.

"Tidak pak, sudah cukup." sahutku dengan cepat.

Selesai makan, aku mengangkat piring bekas makan ku dan pak Viktor.

"Tidak usah, ini kerjaan bibi." ujar pak Viktor sambil memegang tanganku. Aku mulai risih dengan perlakuan pak Viktor.

"Boleh aku permisi pulang pak." tanyaku sambil manarik tangan dari genggaman pak Viktor.

"Tidak ingin kembali ke ruang baca, mengambil novel bunda Asma Nadia." tanya pak Viktor sambil menatapku. duh... tatapannya rasa menembus ke jantungku.

"Lain kali saja pak." ujurku sambil menggelengkan kepala.

"Okey, kalau lain kali, berarti masih mau nemani aku sarapan di sinikan." katanya sambil memegang kedua bahuku, dan memaksaku menatapnya. Deg... jantungku berdetak kencang, Aku tak berdaya, hanya mengangguk yang kulakukan.

"Terima kasih my baby." katanya sambil beranjak dan menggandeng tanganku, aku pun hanya mengikutinya melangkah keluar.

"Apa?, tak salah dengarkah aku, dia menyebutku my baby." Kay... Kay jangan senang dulu, paling dia hanya ingin menggodamu. jadi kuatkan imanmu.

OMG... apa yang terjadi denganku, kenapa aku merasa bahagia diperlakukan manusia batu ini. Duh... jangan sampai dia tahu perasaanku.

Aku sudah berada di atas motorku, pak Viktor masih menerima telpon, terpaksa aku menunggu dia selesai nelpon, mau pergi tanpa pamit tak sopan, mau pamit dia lagi nelpon kurang ajar. yah... sudah sabar non sabar. Pak Viktor mengakhiri telponnya, aku pamit pulang.

"Hati-hati, jangan ngebut bawa motor." katanya sambil melambaikan tangan, aku hanya membalasnya dengan mengangguk.

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!