Livia melirik pria yang sedang memainkan ponsel sambil berbaring di sampingnya, pria berwajah cukup tampan yang telah bersamanya selama hampir tiga tahun, Livia mengembuskan napasnya dengan pelan, bahkan jika ia mengembuskan dengan kasar pun pria itu tidak akan mengalihkan fokus dari ponsel di tangannya.
Livia bangkit menuju dapur mengambil beberapa makanan dan membawanya ke atas ranjang, mulutnya mulai mengunyah makanan sambil sebelah tangannya membuka media sosial di ponselnya.
“Sayang, aku ingin pergi ke Kyoto,” kata Livia dengan suara manja, Naoki nama pria di sampingnya masih diam.
“Sayang kau tidak mendengarkanku?” rengek Livia dengan suara semakin manja yang di buat-buat.
“Iya sayang, pergilah jika kau ingin ke Kyoto” jawab pria itu dengan lembut penuh kasih sayang.
“Apa kau akan pergi bersamaku?” Livia memiringkan kepalanya.
“Tidak bisa sayang, aku sibuk.” Naoki menjawab dengan nada yang tetap terdengar lembut sambil melihat ke arah jam digital yang ada di ruangan itu.
“Bagaimana jika aku ingin Shopping?”
“Aku akan kirimkan uang ke rekeningmu dan kau bebas memakai kartu kreditmu. Aku akan membayar tagihannya,” kata Naoki sambil bangkit dari ranjang, “aku akan kembali, ini sudah larut malam.”
Naoki mengecup kening Livia tanpa memperhatikan wajah gadis itu yang tampak sedikit muram, kemudian ia melangkah pergi setelah meninggalkan sepuluh lembar pecahan sepuluh ribu di atas nakas samping tempat tidur Livia.
Setelah melepas kepergian Naoki, Livia kembali ke kamarnya dan menyambar uang itu, memasukkan ke dompetnya.
Livia, sudah dua tahun tinggal di Tokyo, bukan untuk bekerja. Melainkan karena seorang pria seumuran dengannya yang ia kenal tiga tahun yang lalu di sebuah club ketika Livia dan Hana temannya sedang berlibur di Singapura.
Tanpa sengaja mereka berkenalan dan berakhir di atas ranjang dalam keadaan sama-sama sadar, seperti biasa Livia melakukan one night stand dengan pria yang memberinya uang dalam jumlah besar.
“Di hotel mana kau menginap?” Tanya Naoki malam itu.
“Apa kau ingin tidur bersamaku?” terdengar nada suara Livia bercanda.
Jika kau perbolehkan,” jawab Naoki.
“Seribu Dolar jika kau ingin membawaku ke tempat tidur,” kata Livia entengnya solah ia hanya sedang bermain-main.
Naoki mengeluarkan lima ribu Dolar saat itu juga, dengan senang hati Livia melesat mengikuti pria itu, ia tidak peduli lagi dengan anggapan pria itu tentang dirinya.
Livia mengira perkenalan mereka tak lebih dari one night stand, pada kenyataannya pria itu kembali menghubunginya, mengajaknya bertemu di Singapura saat week end atau terkadang pria itu datang ke Jakarta hanya untuk bertemu dengannya.
Tentu saja untuk menuntaskan hasratnya.
Enam bulan berlalu mereka terjebak dengan hubungan tak pasti, Livia tidak masalah dengan hal tersebut, ia menjadi seperti ****** bagi pria itu karena Naoki selalu memberinya uang dalam jumlah besar setelah mereka menghabiskan waktu mereka di ranjang.
Tidak terlalu memikirkan jenis hubungan seperti apa yang sedang ia jalani, lagi pula bagi Livia ini bukan pertama kali ia menjadi simpanan Pria tampan dan kaya yang memberinya banyak uang.
Livia cantik, ya cantik. Bola matanya besar berbinar dengan manik coklat, rambutnya berwarna coklat panjang, hidungnya mancung pipinya tirus dengan lesung pipi di bagian kiri, alisnya tebal dan bulu matanya menakjubkan, banyak yang mengira orang tuanya adalah keturunan orang asing, namun pada kenyataannya kedua orang tuanya yang membesarkannya adalah asli berasal dari Yogyakarta.
Selepas lulus kuliah ia di terima untuk bekerja di sebuah bank ternama di Jakarta sebagai customer service, Livia semula tidak terbiasa dengan gaya hidup di Jakarta, namun beberapa bulan tinggal di Jakarta ia mulai merasakan tidak bisa lagi berperilaku sebagai gadis lugu, lingkungan dan pergaulannya membuat ia sedikit demi sedikit bertambah liar.
Livia sering berpikir ia sudah bukan lagi seorang perawan, jadi untuk apa ia bersikap lugu, selepas bekerja yang melelahkan ia biasa pergi ke club bersama teman temannya di akhir pekan, bahkan ia lebih sering menghabiskan akhir pekannya untuk pergi Singapura hanya untuk bersenang senang bersama Hana teman akrabnya. Uang? Bagi mereka bukan masalah, mereka mendapatkannya dengan mudah. Semudah Menghabiskannya…
Bahkan apartemen dan mobil Livia, semua ia dapat dari seorang putra pejabat yang tak sengaja ia temui di awal ia tinggal di Jakarta, dengan rupa cantik berwajah Indo tentu banyak pria ingin mendekatinya.
Pemuda itu menginginkannya menjadi teman kencannya selama 3 bulan dengan kompensasi besar, tentu saja dengan senang hati bagi Livia menerima tawaran pria itu.
Menyadari kelebihannya, Livia mampu memanfaatkan anugerah tuhan yang ia terima, ia tahu semua pria hanya menginginkan kecantikannya dan terutama tubuhnya, tidak berduli dengan hal-hal seperti itu yang mungkin di anggap hina, pria perlu tubuhnya dan Livia perlu uang dari pria itu untuk menunjang gaya hidupnya.
Meskipun Livia tidak peduli siapa pria yang membayarnya, namun ia tetap mempunyai standar ia tak tidur dengan sembarang pria, tentu ia memilih pria muda, tampan dan banyak uang. Ia jijik dengan pria tua walaupun uang yang mereka tawarkan seratus kali lipat. Ia masih menggunakan logika, hanya pria seusianya yang tampan dan tentu banyak uang.
Sebenarnya ia bisa saja mendapatkan uang dengan menjadi model dengan menggunakan wajah dan tubuh tinggi nan indah, namun itu terlalu melelahkan bagi Livia, apa lagi memikirkan kehidupan pribadi dan kebebasannya akan terbatas bahkan terenggut jika memasuki dunia entertainment. Livia tidak rela mengambil jalan itu. Tidak akan, baginya kebebasan adalah segalanya, ia bahkan sudah bosan di kejar oleh beberapa agen yang ingin menjadikannya salah satu artis mereka.
Hari itu Livia pergi bersama Leoni dan Tiara sepulang bekerja, karena Hana sekarang lebih banyak tinggal di Tokyo, Livia menjadi lebih sering pergi ke club bersama teman di kantornya, mereka memutuskan untuk pergi clubing di sebuah club ternama di Jakarta, karena itu adalah week end mereka bebas tanpa memikirkan harus bangun pagi keesokan harinya. Seperti biasa mungkin ia akan menemukan pria tampan dan kaya yang berani membayar mahal tubuhnya, Livia bersedia untuk menjadi teman tidur untuk satu malam pria tampan sebagai reward dalam hidupnya.
Bercinta dengan pria tampan dan mendapatkan imbalan, selain mendapatkan kenikmatan ia juga mendapatkan uang, tidak ada yang di rugikan bukan?
“Sendirian?” Sapa pria bertubuh tinggi, setara dengan Livia, pria itu juga berwajah keturunan asing.
“Gak, aku sama teman temanku.”
“Di mana mereka?”
“Udah pergi, ke hotel.” Livia begitu jujur.
“Nama kamu?”
“Livia”
“Oke, aku...”
Livia tidak mendengar nama pria itu karena bersamaan dengan suara dentuman keras music di club.
“Kamu gak pergi juga? Ke hotel.”
“Gak, kecuali dua puluh juta, baru aku mau ke hotel.” jawab Livia sambil meminum koktailnya.
“Ikut aku,” titah pria tampan itu.
“Ke mana?”
“Narik uang di atm.”
Livia pergi mengikuti pria itu tanpa berpikir panjang, benar saja pria itu menarik sejumlah uang yang di sebutkan Livia.
Livia turun dari mobilnya, ia sempat merasa gugup karena hotel yang ia datangi kali ini biasa ia tempati bersama pria dari negeri sakura itu, Livia menepis bayangan Naoki, lagi pula Naoki sama sekali tidak ada kabar beberapa hari ini, mungkin pria itu juga telah bosan setelah enam bulan memakai tubuh Livia hampir setiap minggu.
Ia berjalan dengan santai menuju kamar yang di maksud pria tampan yang ia sendiri tidak tahu dengan namanya, music di club terlalu bising ia tak mendengar nama pria itu saat ia mengucapkan namanya. 'Sama sekali aku tak peduli' pikir Livia.
Livia masuk ke dalam kamar dan langsung membersihkan tubuhnya sementara pria kenalannya belum juga sampai di kamar hotel itu, pria itu hanya menyebutkan nama hotel dan memberikan akses kamar di mana ia menginap, beberapa saat kemudian pria tampan itu datang, Livia hanya menggunakan handuk saat pria tampan itu datang ia langsung memeluk Livia dari belakang, mulai mengecup punggung dan pundaknya tanpa berbicara apa pun lalu bergumul selayaknya suami istri.
Malam itu keduanya terbakar dalam gairah dan meledak bersama, hingga pagi entah berapa kali mereka melakukannya.
Biasanya Livia hanya memberi kesempatan satu kali untuk pria yang ia kencani, namun karena pria ini mampu membakar gairahnya dan membuat ia mencapai puncaknya berkali-kali Livia memutuskan untuk menikmati bonus itu, seolah mereka belum merasa cukup, Livia berharap suatu saat nanti bertemu pria ini kembali dan merasakan kenikmatan bersamanya lagi pikir Livia, mereka akhirnya tertidur setelah hampir jam enam pagi.
Livia terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya, ia tak melihat pria itu di sampingnya, Livia berjalan memasuki kamar mandi dan membersihkan tubuhnya.
Ketika ia hendak mengenakan pakaiannya, ia menemukan satu set pakaian baru dengan label dari brand ternama dan ada secarik kertas, “setelah mandi kenakan pakaian ini, jangan pergi dulu. Aku masih ada urusan penting, nanti aku akan kembali, jika lapar kau bisa pesan di restoran, jangan ke mana-mana tetap di kamar, dan ini nomor ponselku hubungi aku jika kau perlu sesuatu : 0811xxxxxx”
Livia mengacuhkan pesan itu\, me***as kertas itu lalu membuangnya di tempat sampah.
Livia mengenakan pakaian yang di sediakan pria itu, jelas itu lebih sopan di banding pakaiannya tadi malam yang kurang bahan di sana sini, 'pria yang cukup baik' pikir Livia, namun tidak mungkin ada pria baik yang pergi ke club lalu membawa gadis dari club untuk di tiduri. Pikir Livia lagi.
Gadis itu bergegas keluar dari kamar dan melewati pintu keluar hotel, menuju area parkir di mana mobilnya terparkir.
KONICHIWA!!!!!
SALAM KENAL DARI AUTHOR YANG TIDAK BERBAKAT DAN SELAMAT MEMBACA 😊😊😊
JANGAN LUPA TAP JEMPOL KALIAN 👍😄💖💖💖💖
Livia terkejut bahkan ia sedikit ketakutan saat melihat siapa yang sedang bersandar di pintu mobilnya,
Pria itu--Naoki!
Livia mengucek matanya berkali-kali, berharap ia masih tertidur dan hanya bermimpi melihat Naoki.
“Dengan siapa kau tidur di hotel ini tadi malam?” sapa Naoki dengan bahasa inggrisnya tatapan matanya menyiratkan kecemburuan dan kemarahan.
“Kapan kau datang?” tanya Livia setenang mungkin menyembunyikan keterkejutannya.
“Dengan siapa kau tidur tadi malam?” tanya Naoki lagi.
“Naoki, itu bukan urusanmu aku tidur dengan siapa pun,” jawab Livia sedikit gugup, seperti merasa bersalah pada Naoki hingga ia merasa takut menghadapi pria di hadapannya
“Aku akan kembali, minggirlah...” ucapLivia lirih, kepalanya menunduk tak mampu menatap wajah Naoki seolah-olah ia adalah istri yang telah terpergok berselingkuh oleh suaminya.
Naoki mengulurkan tangan meminta kunci mobil Livia, Livia dengan linglung justru menyodorkan benda yang di minta oleh Naoki.
Naoki membukakan pintu mobil untuk Livia, kemudian ia duduk di kursi kemudi melajukan mobil itu menuju alamat apartemen di mana Livia tinggal dengan cara terus mendesak Livia memberitahu alamatnya dan mencarinya alamat menggunakan map di ponselnya.
“Livia, kita telah sampai.” Naoki menggoyangkan dengan pelan bahu Livia hingga gadis itu membuka matanya dan sejujurnya ia malu karena ia tertidur, ia terlalu kelelahan setelah semalam suntuk bercinta dengan pria asing yang tidak ia ketahui namanya, dan jika di pikir lagi sekarang ia merasa menyesal tak menanyakan nama pria itu, terlebih lagi kenapa ia melarikan diri sehingga berujung bertemu Naoki, benar-benar sial.
Livia mengambil kartu akses masuk apartemen dan menempelkannya, kemudian mereka memasuki gedung itu menuju lift dan segera lift membawa mereka ke lantai tiga puluh lima di mana Livia tinggal.
Tak ada pembicaraan sedikit pun di antara mereka, bahkan sesampai di dalam tempat tinggal Livia mereka hanya duduk diam. Livia tidak tahu harus berkata apa kepada Naoki, tetapi setelah berpikir sejenak pria itu bukan kekasihnya jadi buat apa repot-repot menjelaskan pikir Livia.
“Pergilah bersamaku ke Tokyo,” Naoki membuka suaranya.
Livia mengerjapkan mata idahnya mendengar apa yang di ucapkan Naoki. “Untuk apa?”
“Tinggal bersamaku di sana.”
“Tidak Naoki,” tolak Livia cepat.
“Kau sangat liar tinggal di sini sendirian,” suara Naoki terdengar begitu rendah.
“Ini hidupku, kau tidak berhak ikut campur,” sama seperti suara Naoki, nada bicara Livia juga begitu rendah.
“Selama enam bulan kau anggap aku bukan siapa-siapamu?”
"Naoki? Apa kau jatuh cinta padaku?" Livia nyaris tak percaya dengan apa yang ia dengar.
“Aku sengaja tidak memberitahumu kalau aku datang ke Jakarta untuk merayakan ulang tahunmu malam ini,” kata Naoki tanpa menjawab pertanyaan Livia.
Ulang tahun? Bahkan Livia melupakan hari ulang tahunnya sendiri, ia kini gadis yang hidup sendiri jauh dari keluarga, tidak ada yang mengingatkan hingga ia melupakan hari spesialnya.
“Pergilah bersamaku ke Tokyo, aku akan menjagamu seumur hidupku,” kata Naoki lagi.
“Aku masih bekerja di sini, aku mempunyai kontrak dengan perusahaan.” Tentu saja Livia berbohong.
“Berapa tahun kontrakmu?” Naoki memandang Livia dengan tatapan tajam.
“Eee-- ituuu, satu tahun lagi,” Livia tergagap dan menjawab secara acak.
“Aku akan membayar kompensasinya, tidak perlu menyelesaikan kontrak itu,” kata Naoki dengan nada tegas.
Mendengar apa yang di ucapkan Naoki Livia segera membuka mulutnya, “tidak. Naoki aku masih ingin bekerja, aku akan bosan jika menganggur.” pinta Livia dengan suara manja, ia tidak ingin kehilangan kebebasannya.
“Baiklah, aku akan melihat beberapa waktu, aku akan sering tinggal di sini,” ucap Naoki dengan datar, pandangan matanya masih dengan tatapan terbakar cemburu, namun jelas pria itu berusaha bersikap setenang mungkin.
“Tetapi kau bukan siapa siapaku, aku tidak mungkin tinggal dengan orang asing.”
“Sejak saat ini kau pacarku, apa itu tidak cukup?” Naoki mengangkat sebelah alisnya.
“Pa--pacar?”
“Ya, sebenarnya aku menganggap kau pacarku sejak pertama kita bertemu dan kau mengambil keperjakaanku kau adalah pacarku,” jawab Naoki terdengar begitu santai.
“Pft...” Livia tertawa tertahan.
“Kenapa tertawa?” Naoki menatap Livia yang menertawakannya dengan tatapan tidak senang.
“Aku tidak percaya. Benarkah aku yang pertama mengambilnya?“ itu adalah pertama kali mereka berbicara terbuka, Naoki adalah pria yang cenderung dingin tidak terlalu banyak bicara sejak awal mereka saling mengenal.
“Kau boleh mengejekku sesuka hatimu, tetapi yang jelas mulai saat ini kau milikku, aku tidak mengizinkanmu lagi bermain main dengan pria mana pun.”
“Naoki, kau tidak bisa seperti itu mengambil keputusan sesuka hatimu,” keluh Livia
“Tidak ada penolakan, mulai sekarang kamu harus patuh denganku, kau adalah pacarku.” tatapan Naoki begitu memaksa dan mengintimidasi.
Livia merasa sedikit gugup, seseorang mendeklarasikan diri sebagai pacarnya. “Dan kau akan jatuh miskin menghabiskan uang untuk membeli tiket pesawat,” ejek Livia.
“Kekayaan orang tuaku cukup banyak, dan perusahaan yang kukelola menghasilkan uang milyaran dolar. Itu tidak akan habis hanya untuk beberapa tiket ke Indonesia.” Kata Naoki dengan nada sombong, “jadi bagaimana Livia-chan?”
“Apa kau memberiku pilihan? Jika iya aku lebih memilih menjadi teman kencanmu tanpa ikatan,” jawab Livia dengan nada santai.
“Siapa bilang aku tidak memberimu pilihan? Kau gadis yang nakal,” jawab Naoki sambil mendekati wajah Livia dan mencium lembut bibir Livia, “jadilah gadisku, jangan melawan dan jangan macam-macam, semua kebutuhanmu aku akan memenuhi, kau tak perlu bekerja lagi.” Mata sipit Naoki menatap mata indah Livia.
Tiba-tiba ada perasaan nyaman yang menyelinap ke dalam hati Livia, semacam kekosongan di dalam hatinya yang selama ini ia biarkan merasakan sedikit kehangatan dari kata-kata pria didepanya.
“Baiklah Naoki-sama jika kau memaksaku, asalkan kau sanggup dengan segala tingkahku,” jawab Livia sebal, namun tidak ada salahnya mencoba sebuah hubungan. Bukankah Livia belum pernah sama sekali berhubungan dalam ikatan cinta dengan siapa pun? Dengan kata lain Livia belum pernah berpacaran seumur hidupnya.
Sejak saat itu benar saja, Livia tinggal bersama Naoki. Dengan kata lain Naoki memaksakan dirinya tinggal di apartemen Livia di akhir pekan walaupun tidak setiap minggu ia datang, tidak bisa menolak keputusan Naoki terpaksa Livia membiarkan pria bermata sipit itu tinggal bersamanya, sebenarnya tidak ada yang salah dengan pria penyabar itu, bahkan terlalu penyabar untuk ukuran Livia.
Naoki pria yang tampan, wajahnya menyiratkan kelembutan hatinya, kulitnya halus dan putih, hidungnya mancung dan matanya tidak terlalu sipit jika di bandingkan warga asli Jepang, ia pendengar yang baik, bahkan kepada Naoki. Livia mulai bercerita banyak hal konyol, pria itu akan dengan setia mendengarkan semua yang keluar dari mulut Livia tanpa pernah menyalahkan Livia meskipun Livia salah.
Livia menyukai cara berbicara Naoki yang lembut, dan cara Naoki memanjakannya seperti kakaknya Danu memanjakannya.
Livia mulai merasa nyaman dengan kehadiran Naoki, Livia yang terbiasa hidup sendiri dengan bebas kini ia harus cepat-cepat pulang ke tempat tinggalnya karena Naoki akan memarahinya dan terus terusan menelefonnya jika ia tak bergegas pulang meskipun Naoki tidak ada di apartemennya, pria itu ada di negaranya namun pria itu membuat Livia takut untuk berbohong.
Livia selalu dengan patuh akan kembali ke apartemennya tepat waktu, Naoki mulai memintanya mengirimkan bukti foto di mana ia berada, sebenarnya Livia hanya tidak ingin berdebat dan menggunakan watak keras kepalanya karena akan berujung di jemput paksa oleh orang-orang suruhan Naoki yang ada di Indonesia. Memalukan bukan jika Livia harus digiring paksa oleh pria berpakaian bodyguard untuk pulang saat ia berada di tempat umum?
Benar saja enam bulan kemudian, Livia di bawa pindah ke Tokyo. Lebih tepatnya Naoki memaksa Livia resign dari tempatnya bekerja, pria itu mengatakan ia mulai bosan berada di pesawat setiap minggu.
Sebenarnya Naoki secara fisik sempurena, Livia memang menyukai pria muda tampan dan kaya, Naoki juga tampan dan kaya namun selama bersama Naoki, menurut Livia, Naoki terlalu hat- hati di atas ranjang, ia juga tidak banyak berinisiatif.
Mungkin Livia harus lebih banyak melatih Naoki.
Jujur Livia tidak merasakan kepuasan batin, sering kali ia merasa ingin menyudahi hubungan mereka. Namun, Livia berpikir akan bertahan sedikit lagi, tampak konyol menyudahi sebuah hubungan hanya karena urusan ranjang. Livia selalu menunggu Naoki membuat sebuah kesalahan fatal dan ia akan mencampakkan Naoki.
Berulang kali Livia membuat ulah dengan pergi ke club dan mulai mabuk-mabukan bersama kedua temannya, kemudian ia juga dengan sengaja memanggil Naoki dan berakting seolah-olah ia mabuk berat dan menangis di buat-buat agar Naoki marah, namun akhirnya pria itu datang menjemputnya dan hanya berkata, “gadis baik ayo kita pulang.”
Livia juga pernah dengan sengaja membuat masalah, ia menghancurkan sebuah ruang karoke, Naoki datang ia membereskan semua mengganti rugi dan mengajaknya pulang tanpa mengatakan apa pun.
Dan yang paling sering Livia lakukan adalah meminta Naoki menikahinya sekarang juga, itu karena Livia merasa sangat bosan tinggal di Tokyo sendirian, Naoki bahkan pria lajang, namun ia selalu kembali ke rumahnya, ia hanya mengunjungi Livia setiap pulang bekerja dan menginap di apartemen yang di tinggali Livia sesekali waktu.
Livia tidak banyak memiliki teman di Tokyo karena keterbatasan bahasa, beberapa orang jepang yang ia sapa akan dengan cepat melarikan diri saat melihat wajah Livia, tentunya mereka merasa takut Livia akan mengajak berbicara dalam bahasa inggris.
“Naoki jika kau tidak menikahiku sekarang juga aku ingin kembali Indonesia, aku ingin kita putus.” Sebagian itu adalah akal-akalan Livia yang ingin bebas dari Naoki, namun di sisi lain ia ingin Naoki menikahinya agar ia tidak kesepian tinggal sendirian di apartemennya.
“Kita akan menikah nanti jika waktunya tepat.” Berulang-ulang Naoki hanya menjawab dengan jawaban yang sama.
“Kau tidak mencintaiku Naoki,” ucap Livia merengek manja.
“Kika aku tidak mencintaimu, aku pasti meninggalkanmu sejak lama karena sifat kekanakanmu.” selalu itu kata-kata yang di ucapkan Naoki
“Kau tidak serius denganku, aku benci Naoki.” Rengek Livia lagi, sekali lagi itu hanya aktingnya.
“Tidurlah, besok pergi berbelanja dan pergi makan. Ajak teman temanmu,” dan selalu itu juga kata-kata Naoki untuk membebaskan dirinya dari rengekan Livia.
Percakapan seperti ini selalu terjadi hampir setiap minggu, dengan kata-kata yang nyaris sama, dan akhir yang sama, besoknya Livia akan pergi ke mall, butik, membeli perhiasan, kamera baru, atau berujung dengan tiket berlibur, bahkan tak jarang Naoki membawanya pergi ketika ia dalam urusan bisnis ke New York, London, Sidney dan negara negara lainnya agar Livia berhenti merengek.
Naoki enggan berdebat dengan gadis yang sangat amat di cintainya, Naoki benar-benar mencintai Livia sejak awal pertemuan mereka, namun di sisi lain orang tua Naoki telah menyiapkan pernikahan untuk Naoki suatu saat nanti, itulah sebabnya ia belum bisa menikahi Livia sesuai kenginan gadis itu.
Livia tidak tahu semua itu, Naoki merahasiakan semua itu dari Livia, ia tidak ingin Livia kecewa ataupun ketakutan akan posisinya.
Pada akhirnya hingga dua setengah tahun hubungan mereka, Livia tidak pernah menemukan celah sedikit pun dari pria itu, tidak satu pun kesalahan yang ia buat, tidak ada wanita lain bersama Naoki, tidak pernah berkata kasar, tidak pernah menolak keinginan Livia, semua sifat baik ada pada Naoki.
Naoki, ia pria yang bertanggung jawab, penuh pengertian dalam hal materi, tidak romantis, agak kaku dan terlalu sibuk setahun belakangan ini.
Sekarang Livia adalah seorang pengangguran, makan tidur makan tidur pergi ke club bersama temannya, untungnya ada Hana, teman keperjuangannya yang kini juga tinggal di Tokyo, hana adalah gadis Indonesia mereka telah saling kenal sejak mereka masih menjadi mahasiswa di sebuah universitas swasta di Yogyakarta.
Hana telah tinggal di Tokyo 3 tahun dan memiliki usaha tour travel di Indonesia, hampir setiap minggu ia menangani rombongan tour yang harus ia urus di jepang, ia hanya mengurus pembayaran hotel dan transportasi di jepang, sedangkan untuk pelaksanaan perjalanan rombongan tour yang memakai jasanya ia menyerahkan kepada para tour guide yang bekerja di bawah perusahaan yang ia kelola.
Dengan kata lain, ia mencintai Jepang dan memutuskan tinggal di Jepang namun ia tidak ingin berpangku tangan, ia menjadikan cintanya kepada negeri Sakura itu menjadi lahan uang.
Hingga saat iniLivia telah mengelilingi wilayah Jepang hampir keseluruhannya, Naoki tidak seposesive dulu ketika Livia masih tinggal di Jakarta, Naoki mengizinkan Livia pergi ke mana saja tanpanya asalkan masih dalam wilayah jepang, dan kota yang paling membuat Livia selalu ingin kembali adalah Kyoto.
Kyoto merupakan salah satu kota eksotik yang menyajikan kehidupan tradisional. Livia menyukai semua tentang Kyoto, entah bisikan apa kota itu selalu membuatnya ingin kembali ke sana.
Paginya Livia mengemasi beberapa barang yang akan di bawanya ke Kyoto, ia akan pergi bersama Hana dan Yukari,
Sedangkan Yukari ia adalah gadis asli jepang yang di temui oleh Livia dan Hana secara tidak sengaja, mereka menolong gadis itu saat gadis itu sedang bertengkar dengan mantan kekasihnya, mantan kekasihnya berusaha mencekik gadis itu di sebuah jalanan yang sepi, kebetulan Livia dan Hana yang mengendarai mobilnya dengan pelan melewati keduanya yang sedang berseteru, dan saat pria kasar itu mulai mencekik Yukari, Livia sengaja merekamnya dan berteriak minta tolong dengan sekuat tenaga, pria kasar itu kabur, kemudian Livia dan hana membantu Yukari membuat laporan polisi dengan bukti yang ia miliki.
Kini pria itu telah mendekam dalam penjara dengan tuduhan percobaan pembunuhan, mereka akhirnya menjadi teman yang solid, bagi Yukari, Livia dan hana adalah penyelamat hidupnya.
Ponsel milik Livia berdering, ternyata Naoki memanggilnya, segra Livia menjawab panggilan Naoki.
“Ya sayang,” ucap Livia dengan nada lembut yang selalu berhasil membuat Naoki meleleh.
“Jadi pergi ke Kyoto hari ini?” terdengar suara Naoki di seberang Sana.
“Iya tentu saja.”
“jam berapa?”
“Jam 2, apa kau ingin pergi juga?” Livia berharap Naoki memiliki waktu bersama.
“Sayang, maafkan aku, aku sangat sibuk.” tetapi pada faktanya Naoki selalu sibuk.
“Naoki kau selalu sibuk, Kau tidak punya waktu untuk bersamaku berjalan jalan menikmati indahnya Jepang. Aku bosan pergi tanpamu,” keluh Livia
“Bukankah kau pernah mengatakan aku pria yang membosankan dan kau malas pergi denganku?” Naoki menggoda Livia ,gadis itu memang sering mengatainya sesuka hati namun Naoki tidak pernah membalas apa pun perkataan buruk Livia padanya.
“Aku hanya sedang kesal saat itu, untuk sesekali waktu kau harus menemaniku pergi tinggalkan pekerjaanmu.”
“Baiklah aku akan membawamu pergi berjalan jalan lain waktu. Kemana kau ingin pergi?”
“Kyoto.” Livia menjawab dengan singkat.
“Livia ada apa di Kyoto? Kau tidak bosan pergi ke Kyoto ?”
“Kyoto sangat indah tentu saja aku tidak bosan, apa kau tidak ingin menyelidikiku dan mengirim mata matamu mengikutiku? Bisa saja aku pergi bersama pria bukan?" goda Livia kepada Naoki yang dulu sangat posesif.
“Watashi wa anata sinjiru imasu.” Naoki menjawab dengan menggunakan bahasa Jepang.
*aku percaya padamu
“Anata wa saiko ne Naoki-sama,” jawab Livia dengan ada centil.
*kamu yang terbaik
“Baiklah, aku akan mengirimkan uang untuk kau berbelanja di sana, jangan pergi ke club oke?!” Naoki memperingatkan kekasihnya.
“Hai-hai Naoki-sama,“ sahut Livia memanjakan suaranya dengan bahasa jepang yang pas-pasan.
Livia telah tinggal di Tokyo selama 2 tahun namun lucunya ia bahkan masih tidak fasih berbahasa Jepang.
Naoki-sama 👍😙
Naoki-sama 👍😙
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!