NovelToon NovelToon

Ketegaran Hati Aisyah

Hari yang menyedihkan

Hari ini adalah hari yang sangat menyedihkan bagi Aisyah. Wanita itu duduk termenung di pinggir kolam ikan yang berada di taman belakang kediamannya. Selama ini Aisyah dan suaminya tinggal bersama mertuanya.

Aisyah menatap ikan-ikan yang berenang dengan wajahnya yang sendu. Hatinya yang murni terasa sesak karena menahan begitu banyak rasa sakit. Suami dan Mama mertuanya saat ini tengah berada di bandara.

Keduanya menjemput tamu yang sangat spesial. Ya, tamu itu adalah wanita pujaan hati suami dan mama mertuanya. Keduanya sudah lama menunggu kepulangan Ariella dari luar negeri.

Pa, Papa baru saja pergi, tapi keadaan rumah sudah berantakan Pa. Papa meminta Aisyah untuk bertahan dan terus berjuang untuk mendapatkan hati Mas Adam. Sudah Aisyah lakukan Pa, hiks. Aisyah sakit, tapi, Aisyah yakin akan kuat menghadapi semuanya Pa.

Air mata Aisyah terus saja mengalir hingga jatuh ke dalam kolam ikan. Aisyah mengangkat tangannya lalu menghapus air matanya.

Ikan-ikan kecil yang berada di kolam mendadak tenang, seakan ikut merasakan kesedihan Aisyah.

"Tin." Terdengar suara klakson mobil pertanda jika suami dan mertuanya sudah kembali.

"Huh..." Aisyah menghembuskan nafasnya secara perlahan guna menetralkan suasana hatinya yang porak poranda.

Setelah merasa tenang, Aisyah bangkit dari tempatnya lalu masuk ke dalam rumah. Wanita itu ingin menyambut kedatangan suami dan mama mertuanya.

Walau pun sedang tak baik-baik saja, Aisyah tetap melangkahkan kakinya seperti orang sehat yang bahagia.

"Kamu semakin cantik ya sayang, apa karena terkena angin luar negeri?" ucap Ana menggoda Ariella sembari tersenyum manis.

"Ah, Tante bisa saja. Angin di sini dan di luar negeri sama saja Tante, hanya iklimnya saja yang berbeda," ucap Ariella dengan tenang namun terdengar manja.

"Kau selalu saja merendah diri Ariel. Apa yang Mama katakan itu benar, kau nggak boleh membantahnya," ucap Adam menyetujui perkataan Ana sembari tersenyum.

Mendapatkan pujian dari orang yang dicintai adalah suatu hal yang membahagiakan. Ariella merasa dirinya seperti berada di atas angin karena masih memiliki posisi yang sama di hati Adam dan Ana.

Aisyah yang sudah berada di dalam rumah, sayup-sayup mendengar percakapan Ariella, Adam dan Ana. Wanita manis bercadar itu mengintip keadaan ruang tamu tanpa diketahui siapa pun.

Dari tempat persembunyiannya, Aisyah bisa melihat ketiga orang yang saat ini sedang berbicara dengan hangat. Bahkan suaminya yang biasanya super duper dingin itu, kini memperlihatkan senyum manisnya di hadapan Ariella.

Mas, kau bahkan nggak pernah tersenyum seperti itu padaku barang sekali pun. Beruntung sekali Nona itu yang mendapatkan hatimu Mas. Bolehkah aku cemburu padanya?

Aisyah memperhatikan suaminya yang menatap Ariella dengan tatapan lembut dan penuh cinta. Pemandangan itu membuat mata Aisyah mulai memanas hingga menganak sungai.

Jika saja Almarhum Papa mertuanya masih hidup, pastilah Aisyah tidak akan dibiarkan merasakan penderitaan batin seperti ini. Alex adalah orang yang selalu menjadi garda terdepan untuk membela Aisyah. Almarhum, semasa hidupnya selalu memastikan menantunya itu merasa nyaman dan bahagia.

"O iya, di mana istri Adam Tante?" tanya Ariella penasaran dengan istri pria yang dicintainya itu.

Untuk apa Ariella mencari menantu tak berguna itu? Wanita kampung itu hanya akan merusak suasana bahagia ini. Kehadirannya akan mengganggu Adam dan calon menantuku.

Ana tampak tak senang Ariella mencari Aisyah dan hal itu terlihat jelas dari sorot matanya yang tajam.

"Sayang, nggak usah mencarinya, dia lagi sibuk mengurus pekerjaan rumah. Maklum istri sholehah," ucap Ana tersenyum penuh arti.

Hahaha, apa nggak seberarti itu dirimu Aisyah. Sorry Aisyah, aku akan menambah beban hidupmu mulai sekarang. Hanya aku yang pantas bersanding dengan Adam, wanita miskin dan kampungan sepertimu hanya pantas menjadi seorang pembantu.

Perkataan Ana yang terselip penghinaan membuat Aisyah berkecil hati. Wanita itu menundukkan kepalanya bersedih hati. Karena tak tahan mendengarkan pembicaraan itu, Aisyah pun memilih pergi ke dapur.

Wanita itu mengalihkan pikirannya dengan cara menyibukkan dirinya dengan pekerjaan. Aisyah mencuci piring di wastafel sembari menangis dalam diam.

"Hiks." Aisyah menangis lirih sembari menarik nafasnya yang terasa berat.

Di saat Aisyah sibuk dengan dirinya sendiri, tiba-tiba saja tangan seseorang menyentuh pundaknya. Aisyah yang menangis langsung terdiam dengan pupil mata yang membesar.

"Nona." Panggil Mbok Ima yang tak lain merupakan seorang asisten rumah tangga di kediaman mertua Asiyah.

Mbok Ima sudah lama bekerja di sana, bahkan dari semenjak Adam masih menjadi anak kecil. Mbok Ima juga asisten rumah tangga yang sangat dipercayai oleh almarhum Alex, jadi tak heran jika mbok Ima mengetahui semua seluk beluk keluarga itu.

"Huh..." Aisyah menghembuskan nafasnya perlahan lalu membersihkan wajahnya dengan ujung hijabnya.

Aisyah yang tak ingin membuat Mbok Ima cemas, memaksakan senyuman di wajahnya. Wanita itu membalikkan tubuhnya menghadap Mbok Ima.

"Nona, apa anda baik-baik saja?" tanya Mbok Ima yang dapat memahami Aisyah walau pun wanita itu tidak mengatakannya secara langsung.

"Aisyah, baik-baik saja mbok," ucap Aisyah tertawa kecil membuat Mbok Ima menatap iba padanya.

Mbok Ima tersenyum tipis, memandang Aisyah dengan penuh kasih sayang. Mbok Ima juga memberikan elusan lembut di bahu Aisyah, guna memberikan ketenangan pada istri majikannya itu.

"Syukurlah kalau Nona baik-baik saja. Kalau ada sesuatu yang memberatkan hati Nona, Mbok siap menjadi teman cerita. Jangan di pendam, Nona. Nggak baik memendam semuanya sendirian. Kalau nggak mau cerita dengan Mbok, setidaknya ceritakan semuanya pada Allah. Allah maha pendengar lagi maha penyayang, dia adalah tempat berlindung terbaik dan penyembuh yang paling ahli, nggak ada yang bisa menandingi kehebatannya."

Perkataan Mbok Ima menembus relung hati Aisyah sehingga wanita itu tenang karena hatinya seperti di terpa angin segar.

Aisyah tersenyum namun matanya berkaca-kaca. Wanita itu terharu hingga tanpa memberi aba-aba, ia menabrak tubuh Mbok Ima lalu memeluknya dengan erat.

"Terima kasih, Mbok. Aisyah senang Mbok ada di sini bersama Aisyah," ucap Aisyah membiarkan air matanya mengalir begitu saja hingga membasahi hijab belakang Mbok Ima.

Mbok Ima yang mendengar ucapan terima kasih yang tulus dari Aisyah tersenyum senang. Wanita paru baya itu membalas pelukan Aisyah, seperti sedang memeluk anaknya sendiri.

"Sama-sama, Non," ucap Mbok Ima melepaskan pelukannya dari Aisyah.

Keduanya saling menatap dengan dalam lalu tergelak bersama. Mbok Ima dengan penuh perhatian menghapus bekas air mata Aisyah.

"Jangan pernah menangis di depan mereka yang menyakiti Nona, karena hal itu memberikan kesempatan pada mereka untuk semakin menyakiti Nona. Jadilah wanita yang kuat dan penyabar. Ingat, hati yang kuat membuat akal jadi sehat dan akal yang sehat mendoktrin tubuh menjadi kuat," ucap Mbok Ima memberikan nasehat emasnya pada sih manis Aisyah.

Aisyah hanya menganggukkan kepalanya sembari tersenyum tulus. Wanita itu sedikit membaik karena kasih sayang Allah dan Mbok Ima.

Tamu yang membawa duka

Karena lelah berdiri, Aisyah dan Mbok Ima pun duduk di meja makan. Keduanya asik bercerita banyak hal. Aisyah bahkan melupakan apa yang membuatnya sedih karena Mbok Ima menceritakan banyak hal lucu padanya.

Sembari bercerita dan tertawa, Aisyah membantu Mbok Ima menyiapkan bahan-bahan masakan yang sudah ada di meja. Aisyah bertugas memotong sayur, sedangkan Mbok Ima sibuk menanak nasi.

Asap yang berasal dari magic com membuat suasana di dapur terasa tenang, apalagi tidak ada suara kendaraan berlalu lalang, karena kediaman mertua Aisyah berada di Graha yang cukup jauh dari pasar besar.

Di saat asik memotong sayur, tiba-tiba saja terdengar suara dari luar dapur yang memanggil Aisyah.

"Aisyah..." Teriakan yang cukup nyaring itu membuat Aisyah menghentikan kegiatannya lalu menatap Mbok Ima.

"Nyonya memanggil anda Nona," ucap Mbok Ima menatap Aisyah dengan wajah teduhnya.

"Nggak biasanya Mama memanggilku dengan berteriak seperti itu Mbok. Ada apa ya?" ucap Aisyah menatap Mbok Ima dengan wajah bingungnya.

"Mbok juga nggak tau, Non. Biasanya Nyonya pasti meminta Mbok Ima untuk memanggil Nona," ucap Mbok Ima tak kalah bingungnya dengan Ana.

"Aisyah..." Teriak Ana lagi memanggil Aisyah seperti orang yang sedang melabrak tetangganya.

"Sebaiknya Nona menemui Nyonya dulu. Mbok khawatir nanti Nyonya marah sama Nona," ucap Mbok Ima memperingati Aisyah.

Aisyah menganggukkan kepalanya dengan ekspresi yang tampak cemas. Wanita itu bahkan berulang kali menghembuskan nafasnya.

Aisyah melangkahkan kakinya menuju ruang tamu dengan jantung yang berdebar kencang. Wanita itu was-was dan mulai memikirkan hal negatif.

Tenanglah Aisyah, semuanya akan baik-baik saja.

Aisyah meyakinkan dirinya sendiri agar tenang tanpa merasa khawatir. Wanita itu meremas jari-jarinya yang berkeringat dingin.

Tak membutuhkan waktu lama, Aisyah tiba di ruang tamu. Ketiga orang yang masih berada di sana mengalihkan perhatiannya melihat Aisyah.

"Maaf Ma, ada apa Mama memanggil Aisyah?" tanya Aisyah dengan wajah tenangnya namun di dalam hatinya merasa khawatir.

"Kamu kemana saja sih, dua kali loh Mama panggil! Tuli ya kamu?" ucap Ana dengan ketus sembari menatap Aisyah dengan tatapan tak senangnya.

Melihat pemandangan itu, diam-diam Ariella tersenyum samar. Suasana itu begitu menyenangkan baginya. Ariella juga tidak merasa aneh pada Adam yang diam saja melihat istrinya diperlakukan tak baik oleh Ana.

"Maaf Ma, Aisyah tadi membantu Mbok Ima masak di dapur," ucap Aisyah dengan lirih sembari menatap Ana dengan mata teduhnya.

"Alasan! Cepat buatkan Ariella minuman. Kamu ini gimana sih, ada tamu nggak dilayani dengan baik!" ucap Ana dengan ketus tanpa memikirkan perasaan Aisyah yang sakit karena sikapnya.

"Baik Ma, Aisyah izin membuat minuman dulu ya," ucap Aisyah dengan mata yang sesekali melirik Adam suaminya.

"Ngapain kamu lirik Adam? Apa kamu mengira dia akan membelamu? Mimpi kamu! Sudah, cepat pergi sana!" ucap Ana menambah goresan luka di hati Aisyah.

Wanita paru baya itu mengusir Aisyah seperti mengusir seorang pengemis. Aisyah meremas hijabnya guna menghilangkan getaran kecil di tangannya.

"Baik Ma," ucap Aisyah bergegas pergi.

Wanita itu pun meneteskan air matanya setelah membalikkan tubuhnya membelakangi ketiga orang yang masih memperhatikannya.

Setelah Aisyah tak terlihat lagi, Ana pun memasang kembali senyum manisnya lalu menatap Ariella dengan lembut.

"Sayang, maaf ya. Pasti kamu merasa nggak nyaman ya karena hal tadi?" ucap Ana menggenggam tangan mulus Ariella dengan lembut.

"Tenang saja Tante, Ariella nggak merasa terganggu kok," ucap Ariella tersenyum lalu tertawa kecil dengan Ana yang ikut tertawa bersamanya.

"Syukurlah sayang, Tante harap kamu nyaman ya berada di sini," ucap Ana tanpa memudarkan senyumannya.

"Pastilah Tante, kediaman Tante dan Adam sangat nyaman bagi Ariella," puji Ariella guna mendapatkan simpati Ana dan Adam.

"Kamu bisa saja sayang. Kalau kamu mau, kamu boleh datang setiap hari ke sini. Tante dan Adam sangat senang kamu sering-sering berkunjung ke sini," ucap Ana memberikan sinyal hijau pada Ariella.

Ariella merasa sangat bahagia mendengar perkataan Ana. Wanita itu samar-samar tersenyum angkuh. Posisinya saat ini duduk tegak dengan kaki yang di lipat.

"Terima kasih Tante. Oya Tante, apakah nggak mengapa membiarkan istri Adam membuatkan minuman untuk Ariella?" tanya Ariella dengan wajah yang tampak tak enak hati.

Ana mengalihkan matanya menatap Adam sesaat, lalu kembali menatap Ariella. Wanita itu tersenyum menutupi ketidaksukaannya karena Ariella membicarakan menantu yang tak diharapkannya itu.

"Jangan sungkan sayang, itu sudah menjadi tugas Aisyah sebagai tuan rumah. Inikan rumahnya juga, jadi sudah sepantasnya dia menjamu tamu," ucap Ana seperti orang tua yang bijak di depan Ariella.

Cih, tuan rumah apanya? Bahkan kalian memperlakukannya lebih buruk dari pembantu.

Mertua macam apa coba, yang memanggil menantunya dengan berteriak di depan tamu? Itu sama saja dengan mempermalukan. Dasar Nenek tua menyebalkan.

Jika aku menjadi menantumu itu, aku akan mengendalikan Adam dan mengusirmu dari sini. Jadi gelandangan saja sekalian!

Ah... Muak sekali rasanya aku bersikap sok baik seperti ini dihadapannya!

"Tante benar," ucap Ariella tersenyum manis sembari mengangguk kecil.

Di sela pembicaraan singkat itu, Aisyah pun kembali ke ruang tamu dengan membawa nampan di tangannya. Di atas nampan itu terdapat tiga minuman dengan cemilan ringan.

Ana dan Ariella menghentikan pembicaraan mereka. Kedua wanita itu diam sembari memperhatikan Aisyah dengan tatapan merendahkannya.

Adam, Diam-diam memperhatikan istrinya yang terlihat lelah dan tak nyaman itu. Ada sedikit rasa iba di hatinya, namun egonya mengalahkan hati nuraninya.

Dari awal dia dijodohkan oleh papanya, dari sanalah kebenciannya pada Aisyah tumbuh. Bahkan sekarang, kebenciannya itu semakin hari semakin besar saja kepada Aisyah.

Sebelum almarhum papanya meninggal, Adam selalu saja menjadi suami yang pemarah dan sering sekali membentak Aisyah, sekali pun di depan Alex. Namun sekarang sikapnya itu justru berubah menjadi dingin dan datar.

Alex berwasiat kepadanya agar tidak bersikap buruk, apalagi menyakiti Aisyah dengan perkataan pedasnya. Almarhum papanya itu memintanya menjaga Aisyah dan tidak menceraikannya sampai kapan pun.

Sebagai anak satu-satunya yang mewarisi semua kekayaannya Alex, Adam harus memenuhi semua wasiat Alex jika menginginkan semua harta warisan.

Bahkan Alex tak main-main, almarhum itu meminta sahabatnya yang seorang pengacara membuat surat wasiat dan perjanjian pengalihan harta.

Bukan hanya mengandalkan sahabatnya saja, almarhum Alex juga menggunakan jasa para pengacara terkemuka dari berbagai negara untuk menangani masalah ini.

Jika Adam melanggar wasiat yang di tulis langsung oleh Alex, maka seluruh harta akan diberikan kepada Aisyah dan anaknya kelak.

Sekarang Adam hanya bisa bersikap acuh tak acuh pada Aisyah dan menjalin hubungan di balik layar dengan cinta pertamanya itu.

Seperti di tusuk pisau

"Silahkan di minum, Nona, Ma, Mas," ucap Aisyah memaksakan senyum tulusnya sembari menata minuman dan cemilan yang dibawanya di atas meja.

Ariella memperlihatkan senyum tak tulusnya sembari memperhatikan Aisyah dengan tatapan sinisnya.

"Makasih banyak ya, kamu sangat rajin dan baik. Beruntung Adam mempunyai istri sepertimu," ucap Ariella begitu manis namun Aisyah tahu jika itu hanya formalitas saja di depan suami dan mertuanya. "Perkenalkan, aku Ariella sahabat baik Adam," ucap Ariella mengulurkan tangannya pada Aisyah dengan senyum penuh arti.

"Sama-sama, Nona. Saya Aisyah, senang berkenalan dengan anda."

Aisyah tetap memaksakan senyumannya walau pun ia sedang merasa tidak nyaman. Aisyah sudah pernah mendengar tentang Ariella dari Adam maupun Ana. Selama ini anak dan ibu itu selalu membicarakan Ariella dibelakangnya.

"Ah, nggak usah begitu formal, Aisyah. Panggil saja aku Ariella, biasanya Adam suka memanggilku dengan sebutan Ariel," ucap Ariella sembari tersenyum manis. "Kau tau Aisyah kenapa suamimu itu suka memanggilku seperti itu?" tanya Ariella sok asik sembari melirik Adam sesaat. Aisyah hanya tersenyum namun senyumnya itu dianggap Ariella sebagai jawaban.

Ngapain Ariella berbicara pada menantu kampungan ini, nanti dia ikutan kolot dan bodoh sepertinya.

Ana melirik Aisyah dan Ariella secara bergantian. Sorot matanya tak bisa berbohong jika ia tidak menyukai interaksi di antara kedua wanita itu.

"Adam memanggilku seperti itu karena katanya aku mirip princess disney yang berambut merah itu, kau tau kan karakter duyung bernama Ariel?" ucap Ariella begitu ramahnya, namun di balik itu, ia hanya ingin memberitahu Aisyah jika dirinya begitu spesial di hati Adam.

"Iya Ariella," jawab Aisyah begitu singkat tanpa memudarkan senyumannya.

"Adam sangat menyukai karakter disney itu sayang, jadi wajar kalau dia memanggilmu dengan begitu manis. Apalagi rambut dan paras cantik kamu mirip banget dengan karakter Ariel."

Ana menimpali perkataan Ariella seakan sengaja memanas-manasi hati menantu yang tidak disukainya itu. Aisyah bahkan bisa melihat binar mengejek dari mata tak bersahabat mama mertuanya itu.

"Kamu tau, Sayang, dulu Adam suka cerita sama Mama kalau dia ingin menikah dengan wanita yang seperti Ariel," ucap Ana menyindir Aisyah di balik perkataannya itu.

Suasana menjadi begitu canggung, apalagi bagi Aisyah dan Adam. Adam ingin menghentikan perkataan Mamanya, namun egonya memintanya untuk tetap diam.

Ya Allah, Mama antusias banget membahas hal ini. Hati Aisyah sakit banget ya Allah, Aisyah rasanya ingin nangis...

Aisyah hanya diam dan bersikap seolah-olah ia baik-baik saja. Aisyah masih mengingat nasehat yang dikatakan Mbok Ima padanya.

"Hahaha, nggak nyangka ya Tante... Anak Tante yang sanggar dan gagah ini bisa menyukai karakter disney, duyung lagi, hahaha," ucap Ariella tertawa bersama Ana.

Aisyah hanya diam lalu bangkit dari bersimpuhnya. Wanita itu ingin kembali ke dapur agar tidak mendengar lebih banyak kata yang menyakiti hatinya.

Sebaiknya aku di dapur saja membantu Mbok Ima.

"Ma, Aisyah kebelakang dulu ya," ucap Aisyah berpamitan dengan sopan.

Aisyah menunduk sebab tak ingin melihat wajah-wajah yang menyakitinya. Ariella diam-diam melirik Aisyah tanpa menghentikan tawa bahagianya.

"Hm, pergilah," ucap Ana begitu acuh sembari menggerakkan sedikit telapak tangannya meminta Aisyah segera pergi.

Aisyah segera membalikkan tubuhnya lalu melangkahkan kakinya. Di saat Aisyah baru jalan selangkah, tiba-tiba saja Ariella menghentikannya.

"Aisyah." Panggil Ariella dengan tangan yang terulur ke arah Aisyah.

Ana yang tersenyum meredupkan senyumannya melihat Ariella memanggil Aisyah. Adam masih diam dengan ekspresi dinginnya. Pria itu terus memperhatikan ketiga wanita dihadapannya tanpa berniat membuka suara.

Aisyah menghentikan langkahnya lalu diam sejenak, seperti berat untuk menoleh ke belakang.

Aisyah meremas ujung hijabnya seakan meyakinkan dirinya agar tetap kuat. Beberapa detik berlalu, wanita itu pun kembali membalikkan tubuhnya.

"Iya, Ariella?" tanya Aisyah tetap lembut dan memperlihatkan senyum ramahnya.

Wanita manis bercadar itu begitu santun walaupun pada wanita yang dicintai suaminya. Seharusnya dia marah seperti wanita di luar sana dan mengusir Ariella dari kediaman Alex, tapi wanita baik hati itu tidak melakukannya. Dia memilih menjadi wanita yang sabar dan tetap menjunjung tinggi adab dan nilai-nilai agama.

"Kamu mau kemana? Ayo gabung bersama kami. Aku jadi merasa nggak enak jika kamu nggak ikut duduk bersama kami," ucap Ariella seperti sengaja membuat Aisyah semakin merasa tidak nyaman.

"Nggak apa-apa, Ariella. Maaf, aku harus membantu Mbok Ima di dapur, kasihan beliau menyiapkan makan malam seorang diri."

Aisyah menatap Ariella dengan mata teduhnya. Wanita itu berusaha mencari alasan agar tidak bergabung bersama ketiganya.

Mendengar penolakan Aisyah, Ariella memasang wajah sedihnya dengan kepala yang menunduk. Hal itu pun tak lepas dari perhatian Adam.

Tak suka melihat pujaan hatinya itu bersedih hati, Adam pun menegur Aisyah dengan pelan namun tegas.

"Apa kau nggak bisa membantah untuk hari ini saja? Hargai Ariel sebagaimana dia menghargaimu. Duduklah dan minta maaflah pada Ariel," ucap Adam menatap Aisyah dengan tatapan intimidasi.

Mata tajam Adam yang begitu dingin membuat hati Aisyah bergetar. Wanita itu merasakan hatinya seperti di tusuk ribuan jarum. Bahkan, Aisyah merasakan tenggorokannya tercekat karena menahan tangis.

"Benar itu. Lagian, apa salahnya Mbok Ima menyiapkan makan malam sendiri, itu memang sudah tugasnya. Kamu nggak perlu merepotkan diri untuk membantunya. Dia itu di bayar untuk bekerja!" ucap Ana begitu sinis pada Aisyah.

Aisyah menundukkan kepalanya tak berani menatap semua orang, sebab ia tak ingin matanya yang mulai berair terlihat.

Karena tak ingin memperbesar masalah, Aisyah pun terpaksa menuruti keinginan Adam. Hal itu membuat Ariella tersenyum puas. Wanita itu bahagia, seperti orang yang berhasil memenangkan jackpot miliaran.

"Cepat minta maaf pada Ariella. Apa kamu nggak malu karena sudah menyinggungnya?" ucap Ana dengan datar namun menusuk.

Tenanglah hati, tenanglah... Ingat kata Mbok Ima, jangan memperlihatkan kelemahanmu.

"Maaf Ma," ucap Aisyah dengan suara lirihnya seperti orang yang tak sanggup berbicara karena baru menyelesaikan lari maratonnya.

"Kamu ini benar-benar ya, Aisyah! Minta maaf pada Ariella, bukan padaku!" ucap Ana tak mampu mengendalikan gejolak amarah dihatinya.

Wanita paru baya itu seperti habis kesabaran menghadapi Aisyah, yang sebenarnya tidak melakukan hal buruk apa pun. Ana selalu mencari kesalahan Aisyah dan membuat wanita malang itu tampak bersalah di depan semua orang.

"Iya Ma," ucap Aisyah dengan singkat sembari melirik Ana yang juga meliriknya dengan penuh kebencian.

"Maafkan aku ya Ariella. Maaf, karena sudah menyinggungmu. Aku... sama sekali nggak bermaksud menyakiti perasaanmu. Dan terima kasih atas kebaikanmu," ucap Aisyah dengan lembut, matanya sesekali melirik Ariella.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!