Suara sorak soray siswa SMA Negeri 8 bergemuruh. Menandakan kegembiraan yang dirasakan atas kelulusan seratus persen. Senyum bahagia tercetak jelas di wajah semua siswa. Para guru yang sudah berjuang mendidik anak didiknya telah berhasil mengantarkan kelulusan dengan nilai terbaik di kota itu.
Salwa Humaira anak seorang tukang becak yang berhasil menjadi seorang lulusan terbaik. Namanya di panggil di atas panggung wisuda perpisahan sekolah. Salwa mengenakan kebaya warna peach dipadukan dengan jarik ibunya bercorak batik solo dan tidak lupa kerudung dengan warna senada, ia memakai riasan tipis untuk menunjang penampilannya.
Salwa berjalan perlahan karena jariknya tidak bisa dipakai untuk berjalan cepat. Sampailah ia di atas panggung, seluruh pasang mata yang hadir dalam acara itu menuju ke arahnya. Matanya terpejam lalu menghembuskan napasnya yang berat. Bapak kepala sekolah memberikan piagam penghargaan kepadanya, ia tersenyum dengan ramah. Microphone sudah beralih di tangannya, ia memberikan sedikit sambutan kepada teman-temannya.
"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh."
"Walaikumsalam Warahmatullahi Wabarokatuh," jawab seluruh peserta Wisuda.
"Yang saya hormati, Bapak Alif Reynan selaku kepala sekolah, Bapak Ismam selaku wakil kepala sekolah dan jajaran guru wali kelas dan guru pembimbing, serta teman -teman semua yang saya sayangi. Mudah-mudahan keberkahan selalu menyertai kita, saya sangat bersyukur pada hari ini diberi kesempatan memberikan sedikit ucapan perpisahan kepada semuanya."
"Ingatlah kelulusan ini bukanlah final perjuangan kita, ini adalah awal di mana kita akan mengalami kehidupan sebenarnya. Bersyukurlah jika teman-teman semua mampu melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, tetapi untuk yang harus bekerja jangan berkecil hati, karena banyak jalan menuju Roma. Kita akan menggapi cita-cita kita dengan cara yang berbeda-beda."
Salwa meneteskan air matanya.
"Terimakasih kepada bapak dan ibu guru yang senantiasa memberikan dukungan kepada kami sebagai anak didik, kami tidak akan melupakan semua jasa bapak ibu guru, maafkan atas kesalahan dan kenakalan - kenakalan kami sebagai siswa yang berada dalam masa pendewasaan. Semoga dengan kelulusan ini ikatan ukhwah kita tetap terjalin. Terima kasih dan wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh."
"Walaikumsalam Warahmatullahi Wabarokatuh," ucap semua orang disertai tepuk tangan yang meriah.
Acara wisudah berjalan lancar, semua anak didik di dampingi oleh orang tuanya dan penyerahan ijazah juga sesi foto bersama sudah selesai. Hanya Salwa yang tidak berfoto bersama kedua orang tuanya, ia terduduk di sebuah kursi panjang dekat taman sekolah sambil menatap teman-temannya yang saling bersua satu sama lain.
"Hai Girl, bengong aja!" sapa Varo kepada Salwa sambil duduk di sebelahnya. Salwa menoleh dan tersenyum mendengar panggilan Varo.
Varo adalah cinta pertama Salwa, namun Salwa tidak berani mengungkapkan perasaannya karena ia terlalu minder dengan status sosialnya. Varo adalah anak tunggal dari pengusaha kaya, memiliki salah satu perusahaan emas terkemuka di Indonesia, orang tuanya menjadi salah satu donatur terbesar di sekolah saat ini.
Sedangkan Salwa adalah anak sulung dari empat bersaudara, ayahnya hanya seorang tukang becak sedangkan ibunya seorang buruh cuci keliling. Kehidupan yang keras membuatnya berusaha lebih giat agar bisa bersekolah, ia mendapatkan beasiswa dari sekolah karena termasuk anak yang pintar dan berprestasi.
"Enggak, kamu dah selesai foto-fotonya?"tanya Salwa kemudian.
"Udah barusan, kamu sendiri gak foto?"
"Emm.. enggak."
"Kenapa?"
Tentu saja Salwa sedikit malu jika ia harus mengatakan bahwa tidak mengikuti sesi foto karena tidak membayar uang administrasi. Salwa hanya menggeleng dan tersenyum datar. Tekanan kehidupan menjadikan dirinya harus selalu bersabar dan berbesar hati menerima keadaan. Tatapannya nanar menandakan keinginan besar yang selalu ditahan.
"Varo,, kamu disini?" Ucap Angela yang muncul dari balkon sekolah.
Angela putri kepala sekolah, ia cukup populer karena di samping anak kepala sekolah ia juga mempunyai paras yang cantik. Angela salah satu gebetan Varo yang mempunyai sifat agresif dan posesif, ia merasa tidak senang jika Varo berdekatan dengan gadis lain meskipun Varo tidak pernah menganggapnya serius.
"Varo, kamu habis ini mau kuliah kemana?"tanya Angela sambil duduk di antara Salwa dan Varo. Ia sengaja memunggungi Salwa sehingga Salwa harus menggeser duduknya menjauhi mereka berdua.
"Emm.. kayaknya aku mau ke Jepang atau ke Amerika, emang kenapa?" tanya Varo kemudian.
"Okey.. kalo udah pasti boleh dong kasih tau aku, ntar aku bilang sama papa biar kita samaan," ucap Angela bersemangat.
"Terserah kamu saja," ucap Varo santai sambil berdiri hendak pergi, Angela pun ikut berdiri dan mengekor Varo dari belakang. Salwa yang mendengar percakapan mereka berdua hanya bisa tersenyum kecut.
..........
Di sebuah rumah sakit di tengah kota.
"Bapak, makan dulu,"ucap wanita paruh baya kepada laki-laki yang terpasang selang infus di tangan kirinya.
"Sedikit aja ya buk, perut bapak sedikit mual."
"Iya, yang penting makan." timpa sang istri dengan membetulkan posisi suaminya agar bisa duduk dengan nyaman.
"Putri kita hari ini ada acara wisudahan sekolah ya buk, pasti cantik dia pakai kebaya,"ucap laki-laki itu dengan wajah bangga.
"Iya pak, putri kita sangat cantik." jawab istrinya singkat sambil memberikan suapan pertamanya.
"Sayang ya buk, kita gak bisa nyekolahin dia sampe ke jenjang lebih tinggi." Lelaki itu tersenyum penuh ironi, melihat bagaimana putrinya itu belajar dengan keras dan mempunyai otak yang cerdas tetapi tidak mampu melanjutkan kuliah karena keterbatasan ekonomi.
"Sudahlah pak, itu tidak perlu kita bicarakan lagi, yang penting sekarang bapak sembuh, anak-anak sangat membutuhkan kita sebagai orang tuanya, Salwa anak yang pintar dia akan mencari beasiswa, katanya sudah ada beasiswa dari beberapa kampus negeri, semoga Salwa mampu lolos ya Pak?" ucap sang istri menenangkan suaminya yang merasa bersalah karena tidak mampu melanjutkan sekolah anaknya.
"Iya buk, amiin ya robbalalamin."
"Pak Samsul Arifin," tiba-tiba seorang dokter diikuti beberapa perawat sedang melakukan daily checkup kepada seluruh pasien rumah sakit. Satu ruangan di isi delapan orang dengan diberikan sekat kelambu warna hijau, terdapat satu nakas untuk meletakkan barang-barang di samping tempat tidur pasien.
Dokter memeriksa dengan cepat dengan stetoskop miliknya sambil mendengar keluhan-keluhan dan riwayat kondisi pasien dari perawat di sampingnya. Dokter memberi intruksi dan dengan cepat perawat segera memcatat obat apa yang harus diberikan kepada pasien dan hal-hal apa saja yang harus dihindari pasien.
"Besok sudah boleh pulang, bapak jangan suruh kerja yang berat-berat dulu ya," ucap sang dokter disertai anggukan ibu Darmini istri dari Samsul Arifin.
Setelah selesai, dokter dan rombongan perawat meninggalkan pak Samsul dan istrinya untuk memeriksa pasien yang lain.
》Lanjut ya kakak... jangan lupa tinggalin jejak cantik buat Author 🙈🙈🤗🤗
Hari ini Samsul Arifin sudah meninggalkan rumah sakit, Salwa yang tengah liburan sekolah membersihkan rumahnya dibantu oleh ketiga adiknya.
Adiknya yang pertama laki-laki bernama Muhammad Ahsan, sekolah kelas dua sekolah menengah pertama, adik ke dua juga laki-laki bernama Muhammad Alfatih saat ini duduk di kelas enam sekolah dasar, sedangkan adik bungsunya Azlina Humaira masih kelas dua sekolah dasar.
Salwa membersihkan kamar orang tuanya yang berukuran dua kali dua meter itu karena sudah empat hari ditinggalkan pemiliknya.
Sejak pagi ia sudah menyiapkan makanan untuk ketiga adiknya, juga orang tuanya yang sebentar lagi pulang dari rumah sakit. Di meja sudah tersedia nasi putih dengan orek tempe dan tumis kangkung. Makanan sederhana namun sangat berharga bagi keluarga mereka.
Tok-tok-tokk
"Assalamualaikum," terdengar suara ketukan bersamaan suara seseorang dari luar rumah.
"Waalaikumussalam warahmatullah," ucap Salwa dari dalam sambil melangkah keluar untuk membukakan pintu.
"Mbak Tiwi, ada perlu apa?" tanya Salwa kemudian setelah melihat siapa yang datang, seorang wanita berusia sekitar dua puluh lima tahun berpakaian casual dengan rambut dikuncir kuda yang diketahui Salwa bernama Tiwi
"Mbak boleh masuk gak, mbak mau ngomong sesuatu," ucap Tiwi kepada Salwa.
"Silahkan mbak, ada apa ya mbak pagi-pagi sudah datang?" tanya Salwa kemudian sambil mempersilahkan Tiwi duduk ke dalam rumahnya.
"Anu Salwa, mbak gak lama, mbak cuma mau nawarin pekerjaan ke kamu. Di yayasan mbak lagi butuh tenaga kerja untuk dikirim ke luar negeri, lumayan loh gajinya. Saya tau kalo kamu baru lulus sekolah, terus bapak kamu lagi sakit juga dan butuh banyak biaya buat pendidikan adik-adik yang masih kecil, mungkin kamu tertarik nanti malam bisa ke rumah mbak, ini yayasan resmi bukan yang ilegal, jadi aman." Beber Tiwi memberikan penjelasan kepada Salwa dengan panjang lebar.
Salwa terdiam, sebenarnya ia ingin sekali melanjutkan kuliah, karena secara nilai memungkinkan bisa masuk ke perguruan tinggi negeri dan mendapatkan beasiswa. Tetapi yang dikatakan mbak Tiwi juga benar, adik-adiknya saat ini sangat membutuhkan biaya untuk sekolah, sedangkan orang tuanya sedang sakit.
"Baik mbak, nanti Salwa akan pikirkan, Salwa ngomong dulu sama bapak dan ibuk," jawab Salwa kemudian.
"Jangan lama-lama loh, soalnya besok mbak repot mau siap-siap berangkat ke Hongkong. Jadi mbak tunggu nanti malam biar besok mbak antar kamu ke yayasan. Kalo gitu mbak pulang dulu ya, salam buat bapak sama ibuk kamu," ucap Tiwi sambil berdiri dan melangkah keluar dari rumah Salwa.
Salwa hanya mematung di ambang pintu sambil memikirkan perkataan Tiwi kepadanya. Apakah ini merupakan jawaban atas doa-doanya selama ini untuk mengentaskan kemiskinan di kehidupan keluarganya? Apakah ia berani bekerja di tempat jauh sendiri?
Banyak hal yang dipikirkan Salwa setelah kepergian Tiwi membuatnya tidak bisa memutuskan dengan benar. Ia kemudian kembali masuk ke dalam rumahnya lalu menutup kembali pintu rumah itu yang selanjutnya melanjutkan kembali pekerjaan rumah yang sempat terhenti.
🌹🌹🌹
Sekitar pukul sebelas siang Samsul dan Darmini sudah pulang, mereka turun dari angkot lalu berjalan melewati gang-gang kecil yang dibangun rumah-rumah mungil karena hanya berukuran empat kali enam meter . Kawasan hunian yang terlihat agak kumuh dijadikan sebagai tempat tinggal mereka.
Selain biaya sewa yang relatif murah, bahan makanan yang dijajakan pedagang sayur keliling harganya lebih bersahabat daripada di kawasan perumahan yang lebih layak huni.
Setelah berjalan sekitar sepuluh menit sampailah mereka berdua di depan rumahnya. Ahsan yang sudah menunggu berlari menyambut kedua orang tuanya.
"Mbak, bapak dan Ibuk sudah datang!" teriak Ahsan sambil mencium tangan Samsul dan Darmini. Salwa yang mendengar teriakan Ahsan segera berhambur keluar diikuti kedua adiknya.
"Pak, buk sini Salwa bantu bawain barangnya," ucap Salwa sambil mengambil tas dan kantong kresek bekas baju kotor yang sedang dibawa oleh Darmini. Samsul duduk di ranjang bambu yang ada di ruang tamu. Ruang tamu mereka memang tidak terdapat kursi melainkan ranjang bambu yang digunakan oleh anak-anaknya bersantai dan tidur malam.
"Ini pak wedang jahe," Salwa meletakkan wedang jahe hangat di kursi kayu dekat ranjang bambu tersebut.
"Gimana buk kata dokter?"tanya Salwa kemudian kepada Darmini yang saat ini ingin membersihkan dirinya.
"Bapakmu masih gak boleh kerja nak, harus banyak istirahat, jantungnya masih lemah, nanti kalau ada masalah lagi kita periksa ke rumah sakit lagi," ucap Darmini menjelaskan.
"Gimana acara wisudahan kamu kemarin?"tanya Darmini mengalihkan pembicaraan.
"Alhamdulillah lancar buk, Salwa dapat nilai tertinggi di sekolah." Salwa memberikan senyuman bahagianya kepada kedua orang tuanya.
"Emmm.. buk, Salwa mau bica sebentar sama Ibuk, kita bicara di dalam ya buk, biar bapak gak ke ganggu,"ucap Salwa lirih.
Darmini mengangguk lalu berdiri mengikuti Salwa masuk ke kamarnya.
"Ada apa nak, sepertinya serius?" tanya Darmini kemudian.
Salwa berjongkok lalu berdiri menggunakan kedua lututnya sebagai tumpuan, memegang kedua tangan Darmini yang masih bingung dengan sikap Salwa yang tiba-tiba itu.
"Buk, Salwa mau kerja, tadi mabk Tiwi datang buk, lalu nawarin kerjaan sama Salwa jadi TKW, boleh ya Buk?" bujuk Salwa dengan menunjukkan wajah serius.
"Ibuk gak setuju nak, biar ibuk yang kerja, kamu anak yang pintar, sayang sekali kalau kamu gak melanjutkan sekolahmu." Darmini berusaha membujuk Salwa meskipun baginya adalah hal mustahil kalau dia harus menjadi buruh cuci bisa membiayai pendidikan keempat anaknya seorang diri.
"Buk, tadi bapak kontrakan datang nyariin ibuk, katanya ibuk belum bayar dua bulan ya? Buk, Salwa tau kalau ibuk dan bapak ingin agar kami semua bisa sekolah sampai tinggi. Tetapi buk saat ini bapak tidak bisa bantu ibu bekerja, sedangkan adik-adik masih kecil mereka butuh biaya dan bapak juga butuh biaya berobat. Izinkan Salwa buk, Salwa janji akan menjaga diri Salwa baik-baik," ucap Salwa sambil menangis, ia sudah memikirkan masak-masak keputusannya, mungkin memang ini saatnya ia harus membalas kebaikan kedua orang tuanya.
"Ibuk akan bicara sama bapak dulu,"ucap Darmini sambil berdiri keluar meninggalkan Salwa sendiri.
Sebenarnya Salwa tidak tega meninggalkan keluarganya tapi itu harus ia lakukan karena keluarganya saat ini sangat membutuhkan banyak uang.
Hati Salwa terasa ngilu melihat bagaimana kedua orang tuanya bersusah payah membesarkan dan membiayai dirinya dan ketiga adikya. Apalagi saat ini bapaknya sedang sakit keras butuh banyak uang untuk biaya berobat. Ya, keputusan Salwa sudah bulat. Ia akan maju dengan memantapkan hatinya menjadi seorang pekerja di negeri orang.
Setelah beberapa saat akhirnya Darmini kembali ke kamar memanggil Salwa.
"Nak, bapakmu mau bicara sama kamu?" panggil Darmini kepada Salwa yang masih terduduk di ranjang bambunya.
"Iya buk." Salwa keluar dari kamarnya lalu bergegas menemui bapaknya, ia tahu arah pembicaraannya nanti. Ia menarik napas panjang untuk memberikan kekuatan pada dirinya sendiri.
"Iya pak, ada apa?" tanya Salwa yang sudah berada di samping Samsul Arifin.
"Nak, apa kamu yakin sama keputusan kamu, bapak gak rela kalau kamu kerja jauh-jauh. Kamu nanti bakal susah pulangnya, apa kamu gak cari kerja di dekat-dekat sini saja?"tanya Samsul mencoba membujuk Salwa.
"Bapak jangan khawatir, Salwa bisa jaga diri. Salwa di sekolah ikut ekskul beladiri, nanti kalau ada apa-apa di sana Salwa menggunakan jurus-jurus Salwa untuk menghajar mereka yang berani mengganggu Salwa,"ucap Salwa mencoba menenangkan bapaknya dan meyakinkan kedua orang tuanya bahwa ia bisa menjalani semuanya.
"Tapi nak, bapak masih belum rela kalo Salwa pergi ninggalin bapak, ibuk dan adek-adek kamu,"ucap Samsul menahan kesedihannya
"Pak, bapak harus ikhlasin Salwa. Salwa tidak ingin adik-adik Salwa terbebani masalah biaya sekolah. Salwa ingin mereka fokus belajar, bapak sama ibuk juga tidak perlu bekerja. Biar Salwa yang nyari uang. Bapak sama ibuk cukup selalu doain Salwa supaya bisa menjalani pekerjaan salwa di sana." ucap Salwa kemudian dengan mata berkaca-kaca.
"Ini sudah jadi keputusan Salwa pak,sudah waktunya Salwa bikin bapak sama ibuk bahagia," sambungnya kemudian dengan mencium tangan Samsul. Samsul mengelus kepala Salwa dan mencium kening anak sulungnya itu.
"Baiklah nak, bapak tidak bisa mencegahmu. Semoga kamu baik-baik saja di sana." Samsul akhirnya memberikan izinnya kepada Salwa meskipun hatinya sangat berat, namun tekat kuat anaknya tidak bisa dihalangi lagi.
Sekitar pukul empat sore Salwa menemui Tiwi untuk membicarakan keputusannya menerima pekerjaan. Tiwi sangat senang karena akhirnya Salwa memberi keputusan yang tepat. Besok pagi Salwa harus bersiap-siap untuk menjalani pendidikan sebelum ia bekerja ke luar negeri.
.......
》next ya kakak... tinggalin jejak kuy buat tulisan author
Sudah sejak pagi Salwa menyiapkan semua barang-barangnya. Ia akan tinggal di asrama selama masa pendidikan. Darmini membantunya menyiapkan segala sesuatu perlengkapan yang mungkin Salwa butuhkan di sana.
"Nak, jangan lupa jaga kesehatan, shalat lima waktu jangan pernah ditinggal. Ingat Allah akan selalu bersama orang-orang yang taat," ucap Darmini memberikan wejangan.
Salwa kemudian berpamitan kepada Bapak dan adik-adiknya karena Tiwi sudah menunggunya di ruang tamu. Tiwi dan Salwa berangkat berboncengan naik motor.
Selama di perjalanan, Tiwi tak henti-hentinya memberikan penjelasan dan menceritakan pengalamannya selama kerja di Hongkong, dan berapa jumlah uang yang bisa ia hasilkan. Mendengar penjelasan Tiwi, Salwa semakin bersemangat. Ia ingin membuat keluarganya bahagia dan tidak lagi kesulitan keuangan.
Sampailah Salwa di gedung yang menjulang tinggi itu. Di sana tertulis PT. GANESHA SEJAHTERA, mungkin benar kata Tiwi, ini adalah salah satu perusahaan penyalur tenaga kerja Indonesia terbesar dan sudah tercatat resmi di kementrian tenaga kerja Indonesia.
Salwa didaftarkan sebagai calon tenaga kerja wanita dengab menyerahkan persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan.
Proses registrasi telah selesai. Salwa diarahkan ke sebuah ruangan untuk pemeriksaan kesehatan. Di ruangan yang didominasi warna putih itu sudah banyak orang yang sedang menunggu antrian.
Cukup lama Salwa menunggu, hingga akhirnya gilirannya pun tiba. Sedikit cemas perasaannya ketika memasuki ruangan yang sedari tadi tertutup dengan beberapa orang bergiliran memasukinya. Namun, apa yang dikhawatirkan Salwa sama sekali tidak beralasan. Petugas kesehatan di sana sangat ramah kepada calon tenaga kerja, sehingga membuat Salwa dan lainnya nyaman dalam menjalani proses pemeriksaan kesehatan.
Satu tes telah selesai dilewati, Salwa melanjutkan tes-tes lain untuk menunjang biografinya.
Akhirnya usai sudah segala prosedur perusahaan dalam merekrut calon tenaga kerja. Salwa dan peserta lain secara berdampingan di ajak untuk menuju kamarnya masing-masing selama menjalani proses pendidikan prakerja.
Sebuah ruangan yang cukup besar dengan beberapa tiang penyangga yang berada di tengahnya. Di dalam ruangan besar itu terdapat lima buah ranjang susun lengkap dengan kasur dan bantal yang sudah tertata rapi.
Salwa meletakkan barang-barangnya dan menatanya di lemari pakaian yang sudah disediakan oleh perusahaan. Salwa menghela napasnya. Ini adalah awal perjalanan Salwa menuju kehidupan yang lebih baik. Semoga setelah ini kehidupan keluarganya yang serba kekurangan berangsur membaik. Ya, semoga saja.
******
Salwa menjalani masa uji coba dengan baik, kemampuannya dalam berbahasa inggris dan otaknya yang cerdas membuatnya dengan mudah menangkap semua pelajaran yang diberikan oleh mentor.
Salwa hanya membutuhkan waktu satu bulan sampai akhirnya dirinya akan diorbitkan menjadi tenaga siap kerja.
Perusahaan sudah menguruskan berkas-berkas yang dibutuhkan, sehingga dalam waktu dekat Salwa sudah siap melakukan perjalanan untuk diberangkatkan ke negara tujuan yang akan mengubah takdirnya.
******
Dalam waktu sesingkat itu, akhirnya waktu keberangkatan Salwa hampir tiba.
Salwa menyempatkan diri untuk berpamitan kepada kedua orang tuanya dan adik-adiknya. Rasa haru menyelimuti keluarga besarnya itu. Samsul sangat sedih dengan perginya Salwa, ia pasti akan sangat merindukan anak sulungnya itu. Nanun, lelaki paruh baya itu tidak menunjukkan perasaannya secara berlebihan, ia harus memberikan kekuatan dan kepercayaan kepada putrinya.
Karena keterbatasan biaya, keluarga Salwa tidak bisa sekedar mengantar kepergian Salwa ke bandara. Salwa sama sekali tidak keberatan akan hal itu, karena dia tahu benar bagaimana kondisi orang tuanya.
Butuh waktu sekitar lima jam perjalanan hingga Salwa bisa mendarat di Bandara Internasional Hongkong. Ini adalah kali pertama bagi Salwa melakukan perjalanan jarak jauh dengan menggunakan pesawat terbang.
Salwa merasakan begitu gugup ketika pesawat melakukan lepas landas. Akan tetapi, pelajaran yang Salwa dapatkan di dalam asrama cukup banyak membantu sehingga Salwa tidak mengalami banyak kesulitan meskipun iitu adalah yang pertana kalinya bagi Salwa.
Pesawat sudah mendarat dengan selamat. Semua penumpang turun perlahan-lahan. Salwa dengan rombongan calon tenaga kerja sudah ditunggu oleh agen penyalur tenaga kerja di bandara. Mereka berbicara bahasa Inggris dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Petugas yang memberikan penyuluhan sangat ramah, para wanita yang merasa belum mengerti menjadi tidak sungkan untuk mengajukan pertanyaan.
Sampailah akhirnya mereka diarahkan untuk menunggu di sebuah ruangan berdinding kaca sehingga mereka bisa dilihat dengan jelas dari ruangan lain. Namun, tidak dengan ruangan yang mereka gunakan untuk menunggu.
Semua sudah berkumpul di ruangan itu, satu per satu akan menerima panggilan dari petugas yang berada di ruangan sebelah.
Hampir satu jam lebih Salwa menunggu, dan sampailah akhirnya tiba gilirannya.
Dengan perasaa gugup, Salwa masuk ke sebuah ruangan yang terpisah dengan ruang tunggu. Ia melihat tiga orang pria dan satu orang wanita tengah duduk bersebrangan.
Wanita itu merupakan petugas dari agen penyalur tenaga kerja. Ia mempersilakan Salwa duduk. Ia memperkenalkan dengan dua orang laki-laki yang memakai jaket kulit dan bertato. Salwa sempat takut dengan mereka.
"Nona Salwa, ini adalah calon majikan anda, ini adalah kontrak kerja yang harus anda tanda tangani," ucap wanita yang tertulis Liem Yohan di pin nama yang ia kenakan.
Sebenarnya sebelumnya Salwa sudah menandatangani kontrak kerja saat di yayasan, namun pihak manageman melakukan pembaruan kontrak yang harus ditanda tangani oleh Salwa.
Salwa menerima kontrak kerja dan mempelajarinya dengan cepat. Salwa bersyukur sepertinya memang pekerjaannya bukan hal yang buruk.
Salwa bertugas mengurus rumah dan memasak. Hanya itu saja. Matanya sempat berbinar melihat nominal angka yang akan ia dapatkan dari pekerjaannya itu. Dengan cepat ia meraih pena yang ada di atas meja lalu membubuhkan tanda tangannya dengan nama terang sekali.
Proses selesai, kedua laki-laki itu meminta Salwa mengikutinya untuk mengantarkannya ke tempat di mana Salwa akan bekerja.
Sejenak Salwa edarkan pandangannya ke arah luar, di mana gedung-gedung pencakar langit berjajar dengan angkuhnya, merendahkan manusia di bawahnya seolah mengatakan bahwa akulah yang paling kuat.
Butuh hampir tiga puluh menit mobil yang ditumpangi oleh Salwa akhirnya sampai di tujuan. Mobil tersebut berhenti tepat di depan sebuah apartemen mewah.
Gedung itu menjulang tinggi, begitu megah dan mewah. Salwa sempat terperangah takjub karena ia baru pertama kali masuk ke sebuah apartemen mewah seperti itu. Bahkan mungkin seumur hidupnya belum pernah melihat atau menginjakkan kakinya di bangunan seindah itu.
Salwa mengikuti dua orang laki-laki itu untuk menaiki lift. Ia mencoba mengingat ingat cara mereka menggunakan lift tersebut.
Ruangan sempit yang hanya bisa dinaiki maksimal delapan orang itu dengan perlahan menaiki satu per satu lantai hingga akhirnya terdengar denting lift ya g menandakan mereka telah sampai di lantai yang di tuju.
Salwa mempercepat langkahnya mengikuti ke mana pun dua orang itu pergi. Sampailah mereka berhenti di sebuah pintu bercat putih dengan nomor eksklusif jika dilihat dari urutannya.
Salah satu dari mereka menekan passcode sebagai kunci digital untuk membuka pintu unit apartemen itu.
Meskipun Salwa bekerja di Hongkong, dia tidak mendapatkan majikan berdarah Chinese. Yang Salwa ketahui, majikannya itu adalah keturunan campuran dari kewarganegaraan Kanada juga China.
Seharusnya Salwa harus bersyukur akan hal itu, mengingat majikannya tidak menggunakan bahasa Kantonis seperti kebanyakan warga negara itu, melainkan menggunakan bahasa Inggris.
Dua orang itu menjelaskan tugas-tugasnya secara detil, mereka berdua ternyata bukan majikannya. Dua orang itu adalah bodyguard sang bos besar. Majikan Salwa belum menikah dan tinggal seorang diri, sehingga tugas yang dibebankan kepada Salwa tidak terlalu banyak.
Salwa mendengarkan dengan seksama dan mencatat hal-hal penting di buku kecil yang dibawanya dari Indonesia.
Cukup banyak yang Salwa catat di dalam buku itu. Semuanya sangat detail dan tanpa kecuali. Laki-laki itu juga memberikan Salwa sebuah lembaran kerja, yang merupakan peraturan selama bekerja di sana.
Selesai, kedua orang itu berlalu dari hadapan Salwa, pergi entah ke mana. Salwa segera berberes , ia membersihkan kamar barunya yang tentunya jauh lebih besar dan nyaman daripada kamarnya yang di rumah. Salwa menata barang-barang miliknya.
Dua pria besar tadi mengatakan bahwa Salwa mulai bekerja besok pagi, karena bos besarnya baru pulang nanti malam. Jadi saat ini Salwa memiliki kesempatan beristirahat sambil mempelajari perlatan yang akan ia gunakan bekerja.
Sekitar pukul dua belas malam, Salwa mendengar suara seorang wanita dan seorang laki-laki, ia berfikir mungkin itu adalah majikannya bersama ibunya. Salwa hanya melanjutkan tidurnya tanpa memedulikan apa yang baru saja didengarnya karena besok ia harus bangun pagi-pagi untuk melakukan tugas pertamanya.
.....
》next ya kakak... tinggalin jejak buat Author.. 😊😊😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!