Karma?
Apa benar itu yang terjadi padaku? Disaat aku benar-benar tidak berdaya seperti ini. Bagaimana mungkin aku menghadapi sebuah pernikahan tanpa cinta? Pernikahan yang tidak pernah ku impikan. Tapi sekali lagi aku tak berdaya.
Tidak mampu menentang takdir yang ditentukan oleh keluarga. Pria yang akan menikahiku...aku tidak tahu siapa dia? Seperti apa sifatnya? Bagaimana karakternya? Aku hanya bisa pasrah atas apa yang terjadi dalam hidupku.
Aku sebenarnya masih menunggu seseorang dari masa laluku. Seorang pria yang sangat ku cintai sekaligus pria yang telah ku lukai hatinya.
Nando Saputra, mantan kekasihku yang telah memutuskan pergi dariku setelah aku dengan tega mengusirnya begitu saja.
Kini aku sadar bahwa aku sangat mencintainya bahkan sangat ingin memilikinya. Tapi ia menghilang 5 tahun yang lalu dan aku sudah terlalu lelah mencarinya.
Sekarang aku sudah tidak memiliki kekuatan lagi untuk sekedar memohon agar ia mau kembali padaku. Nandoku sayang...aku merindukanmu.
Kami adalah pasangan sempurna di SMA dan jalinan asmara kami bertahan hingga lulus. Hanya saja, karena ego dan ambisi akhirnya ku putuskan dirinya.
Aku terpuruk setelah dia pergi. Impian dan cita-citaku berhamburan begitu saja, segalanya menjauh dariku. Aku merasa prustasi dan tidak sanggup bangkit lagi. Aku lelah dan aku menyerah pada akhirnya.
Keluargaku memutuskan untuk menjodohkanku karena tak tahan melihatku melamun setiap hari.
Tapi buatku, mereka menjodohkanku karena ingin meningkatkan ekonomi keluarga. Pria yang menikahiku adalah orang kaya. Ketika pria itu datang melamarku, aku hanya bisa mengangguk pasrah hingga pernikahanpun terjadi aku tetap diam tak melawan meski hatiku dengan jelas memberontak dengan keras.
Sekarang rasa menyesal kembali menghatuiku saat ku tahu sebuah fakta yang lebih mengerikan...dia Nando pria yang selama ini ku rindukan adalah adik dari pria yang menikahiku. Rasanya aku ingin bunuh diri saat ini juga....
...• • •...
Aku menatap matanya dengan marah
“Nando kita putus!”
kedua taganku terlipat di perut tapi laki-laki didepanku hanya terdiam. Aku tidak ingin mengerti seperti apa perasaannya saat itu dan aku tidak ingin peduli.
“Kenapa?” tanyanya memecah keheningan.
Aku masih menatapnya dengan marah.
“Aku udah bosen sama hubungan kita. Aku ingin fokus mengenjar cita-citaku jadi lebih baik kita akhiri saja hubungan kita!”
Dengan tegas ku ucapkan kata-kata ini, benar-benar tidak peduli apakah ia akan terluka atau tidak setelah mendengarnya.
Aku ingin bersikap sejahat mungkin padanya agar aku bisa terbebas dari hubungan ini. Aku sudah muak dengannya.
Dia seorang pria yang tidak punya impian sementara aku adalah wanita yang sangat menginginkan impianku terwujud.
Dari segi apapun aku dan dirinya tak mungkin bersama.
Apalagi memikirkan masa depan kami yang suram jika aku tetap bersamanya.
Dia hanyalah seorang pria dengan asal usul tidak jelas dan pengangguran. Tidak melakukan apapun setelah lulus dari bangku SMA. Tidak bekerja ataupun kuliah. Lalu bagaimana mungkin aku bisa mengandalkan hidupku padanya?
Pria di depanku hanya menatapku dalam diam. Pandangannya lama-lama turun ke bawah, tertunduk pasrah.
“Baiklah. Kalo itu memang yang terbaik untukmu”
Dia benar-benar terlihat lemah. Bagaimana mungkin selama ini aku berhubungan dengan orang yang serapuh ini? Dia bahkan tidak mencoba menolak dan mempertahankanku.
Aku tersenyum jahat padanya dan sekali lagi dia hanya menatapku dengan lemah.
Tangan kananku terangkat ingin bersalaman dengannya “Terima kasih untuk tiga tahun ini...semoga kamu bisa menemukan gadis yang lebih baik dariku!”
Aku mengucapkannya dengan penuh suka cita meskipun pada akhirnya aku menangisinya setiap hari dalam 6 tahun ini. Pada malam itu Nando tidak menjabat tanganku. Pemuda itu pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun padaku.
Apa yang sebernarnya kau rasakan Nando? Sekarang aku sungguh ingin tahu bagaimana perasaanmu meskipun telah ada tembok penghalang diantara kita.
Tanganku ini sudah tidak bisa lagi meraihmu. Terlalu jauh...terlalu sulit.
Hatiku menjerit-jerit ketika melihatmu datang. Pria itu, pria asing yang menjadi suamiku memelukmu dengan bahagia diambang pintu lalu menarikmu masuk ke dalam rumah kami.
Sekali lagi, kau masuk ke duniaku yang belum sepenuhnya terbebas darimu. Aku menahan air mataku sekuat tenaga saat kau membentangkan tangan hendak memperkenalkan diri.
Apa yang kau lakukan Nando? Kau sudah mengenalku. Tetapi kemudian aku mencoba memahami bahwa kau sedang berpura-pura tak mengenaliku.
Kenyataan pahit menghantamku keras sekali lagi saat kau bilang kau adalah bagian dari keluarga kami.
Kau adalah adik suamiku yang baru lulus kuliah di Amerika.
Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa? Selama 3 tahun menjalin kasih, tidak sekalipun kau pernah menceritakan tentang keluargamu.
Kau adalah pria yang hidup sendiri tanpa keluarga lalu bagaimana mungkin sekarang terjadi seperti ini? Apa ini mimpi? Aku harap ini adalah mimpi.
Tanganku gemetaran ketika sedang mengaduk teh hangat pagi ini. Dua cangkir teh hangat itu akan ku hidangkan untuk 2 pria penting dalam hidupku.
Satu pria di hatiku dan satunya lagi disisiku.
Mereka sedang asik mengobrol diruang tamu. Membicarakan tentang kehidupan Nando di Amerika.
Sejak kedatangan Nando tadi malam, aku belum pernah sekalipun menegurnya atau mengobrol dengannya. Aku belum siap untuk bertemu dengannya. Hatiku masih terasa teriris ketika melihatnya.
Aku berjalan sepelan mungkin, ku intip mereka dari jauh, mereka sedang tertawa. Ku pandangi wajah Nando, dia masih seperti dulu hanya saja lebih tampan.
Senyumku merekah bersamaan dengan air mataku yang turun tak terkendali. Aku cepat-cepat menghapusnya dari pipiku. Aku tidak boleh terlihat sedih, suamiku bisa curiga.
“Gimana udah punya pacar belum?” tanya suamiku.
Aku agak tertekan mendengarnya. Ku taruh ke 2 gelas ke atas meja. Jantungku berdebar menunggu jawaban Nando. Aku masih berharap dia menjawab ‘Belum’
“Belum!” jawabnya singkat.
Aku tersenyum tak terkendali. Oh ya ampun semoga suamiku tidak curiga.
“Aura sayang, duduk disini, ikut ngobrol sama kita!” suamiku menyuruhku.
Sekali lagi aku hanya bisa mengangguk seperti robot. Aku duduk disamping suamiku dengan perasaan canggung berlipat ganda.
“Di Amerika kan banyak cewek cantik masa gak ada yang nyantol sih?” ledek suamiku.
Nando terbatuk saat meminum tehnya. Aku menahan diriku untuk tidak berhambur mendekatinya dan mengusap pundaknya.
“Belum kepikiran kak, masih pengen lanjut S2!”
Wow...aku berdecak kagum. Aku iri padanya. Apa yang Nando raih adalah impian yang ku pendam.
Aku gagal kuliah karena tiba-tiba saja keluargaku jatuh miskin. Akhirnya untuk mengangkat ekonomi keluarga aku rela di nikahkan. Sungguh hidup yang tidak adil.
Dulu aku memutuskan hubunganku dengannya dan juga menghinanya, sekarang kehidupan kami berbanding terbalik. Sungguh karma yang menyakitkan.
“Jangan kelamaan Nando. Emang jodoh itu udah ada yang ngatur tapi kalo ga usaha ga mungkin dapet, kaya kakak nih contohnya dapetin Aura yang cantik”
Nando tertawa menatap kami. Sama sekali tak terlihat bahwa dia cemburu. Apa Nando telah benar-benar melupakanku?
Dia bahkan terkesan tidak mengenaliku sejak pertama kali kami bertemu. Ada apa dengannya? Kenapa dia terlihat berbeda dan asing?
“Ali, kamu ga ke kantor?” tanyaku pada suamiku. Namanya Ali Hermawan. Ia seorang kontraktor yang sukses.
“oh iya, keasikan ngobrol sama adik kesayangan jadi lupa waktu” Ali bangkit berdiri
“Nando hari ini mau kemana? Kalo mau pergi kita bisa berangkat bareng”
“Enggak kak, aku mau istirahat ajah dirumah”
Istirahat dirumah? Itu artinya seharian ini aku dan Nando akan bersama di rumah?
Entah mengapa aku menjadi resah. Semenjak kedatangannya semalam aku dengan susah payah selalu menghindarinya dan sekarang kami hanya akan berdua saja di rumah?
Pembantuku bi Ina ijin hari ini. Aku jadi semakin panik.
Rumah benar-benar sepi. Setelah Ali, suamiku berangkat kerja. Aku mengurung diri di kamar dan Nando juga melakukan hal yang sama.
Aku membuka buku diaryku yang sudah lama tidak ku buka, perasaanku saat ini membuatku merasa ingin menulis lagi.
Aku membuka lembar demi lembar dan aku baru sadar ternyata selama ini aku hanya menulis tentang Nando, bahkan aku tetap menulis tentangnya meskipun aku telah menikah.
Air mataku terjatuh kembali, rasa perih di hatiku sudah tidak bisa ku tahan. Akhirnya aku menangis sambil memeluk buku diaryku.
"Nando maafkan aku..." desahku dalam tangis.
Meskipun aku tahu sangat mustahil bagi kami untuk seperti dulu tapi hasratku padanya masih sangat besar.
Aku mencintainya lebih dari suamiku. Aku menginginkannya lebih dari apapun di dunia ini.
Aku membuka mataku perlahan, sinar matahari telah meredup dari balik jendela kamar. Aku tanpa sengaja tertidur memeluk buku diaryku.
Jam berapa sekarang?
Aku belum masak makan malam, suamiku pasti sebentar lagi akan pulang. Dengan langkah cepat aku keluar kamar dan setengah berlari menuju dapur.
Kedua mataku tanpa sengaja menangkap sosok Nando di ruang tamu. Aku berhenti mendadak,membeku ditempatku untuk menatap pria yang ku cintai.
Dia sedang membaca buku sambil mendengarkan musik melalui earphone yang terhubung ke ponselnya.
Wajahnya terlihat segar, rambutnya yang hitam lurus berponi itu juga masih setengah basah. Pasti dia belum lama selesai mandi.
Tanpa terasa bibirku merekah dengan sendirinya. Nando terlihat sangat tampan memakai kaos berwarna putih dipadu dengan celana katun panjang berwarna abu-abu. Wajahnya tampak bersinar. Apalagi sikap seriusnya yang sedang membaca menambah kesan keren pada dirinya dan aku semakin jatuh hati padanya.
Kedua kakiku melangkah perlahan menuju dirinya. Aku tidak mengerti tapi saat ini aku sedang ingin menyetuhnya dan menatap mata indahnya.
“Nando!” seruku.
Dia diam saja,aku tahu dia pasti tidak mendengarku karena kedua telinganya sedang mendengarkan musik maka aku memberanikan diri menyentuh pundaknya. Nando mendongak menatapku.
“Eh kak Aura” dia melepaskan handset di telinganya “Ada apa Kak?” lanjutnya.
Aku duduk di sofa yang lain.
“Kamu apa kabar?” tanyaku pelan.
“Baik!” Nando menjawab dengan singkat.
“Apa kamu yakin baik-baik ajah?” tanyaku sekali lagi.
Nando mengernyitkan dahi lalu mengangguk “Iya aku baik-baik ajah, emang muka aku keliatan pucat yah?” Nando balik bertanya membuatku tak mengerti ‘ tolong Nando berhentilah berpura-pura’
“Kamu masih marah yah sama aku?”
Wajah Nando semakin berkerut “Marah? Buat apa aku marah sama Kak Aura?”
Aku menghela nafas, menahan rasa sesak di dadaku. Kenapa Nando memperlakukanku seperti ini? Seolah dia tidak mengenalku? Hentikan Nando, tidak ada siapapun di rumah ini jadi ku mohon berterus teranglah.
“Maafkan aku Nando, aku benar-benar menyesal” air mataku mengalir tanpa intruksi.
“Kak Aura kenapa minta maaf?” Nando bertanya lagi. Aku menatap wajah polosnya yang seolah menyampaikan bahwa ia tidak tahu apa-apa.
“Sudah, tidak usah berpura-pura lagi. Kalo kamu mau marah,aku siap kok buat kamu marahin,kamu maki-maki juga boleh. Pokoknya terserah kamu karena...”
“Tunggu-tunggu!” Nando memotong kalimatku dengan buru-buru “Ini maksudnya apa sih kak? Buat apa aku harus marah-marah sama Kakak?”
Kami saling tatap. Aku melihat tidak ada garis kebohongan diwajahnya. Apa mungkin...
“Kamu ga kenal sama aku?”
Nando tertawa “Kak Aura kita kan baru ketemu kemaren malem bahkan kita juga baru ngobrol sekarang kan? Jadi ga ada alasan buat aku marah sama kakak!”
Nando mengakhiri kalimatnya dengan tersenyum manis padaku lalu dia merapihkan buku-bukunya di atas meja dan pergi ke kamarnya.
Meninggalkanku yang masih merenung di ruang tamu. Apa Nando sedang berbohong? Dia pasti sedang bersandiwara. Pura-pura tidak mengenalku atau jangan-jangan Nando memang sudah melupakanku begitu saja tapi seharusnya dia tidak perlu berpura-pura saat kami sedang bersama kan? Nando ada apa denganmu? Setelah sekian lama menghilang, kau kembali bagaikan orang asing.
Keesokan harinya, aku dan Nando kembali terjebak dirumah bersama. Beruntung hari ini ada bi Ina jadi kami tidak hanya berdua saja.
Aku merasa kerepotan menangani degup jantungku setiap kali tanpa sengaja berpapasan dengan Nando. Seperti saat ini contohnya, aku berdiri kikuk dihadapan Nando yang bertelanjang dada dan hanya memakai celana pendek untuk berenang.
Aku sempat tak berkedip beberapa detik. Aku belum pernah melihat tubuh pria sesempurna itu, bahkan suamiku sendiri tidak seperti itu.
Otot Perut terbentuk sempurna dengan pundak bidang dan lengan yang kokoh. Nando melewatiku begitu saja tanpa rasa bersalah karena telah membuat jantungku menggebu dengan cepat.
Kesempurnaan yang ingin ku miliki. Aku berdiri mematung di depan pintu menuju kolam renang, menikmati pemandangan di depanku.
Sesaat kemudian terlintas sebuah ide di kepalaku. Aku segera melaksanakan ideku itu tanpa berpikir panjang lagi. Aku ingin mulai mendekati Nando bagaimanapun caranya. Aku ingin mengorek lebih dalam tentangnya, mamaksanya mengingat dan mengakuiku sekali lagi.
Mungkin aku sudah gila tapi tak apa, selama alasanku menjadi gila adalah dirinya.
Aku membiarkan Nando terlepas dari pengawasanku untuk sesaat dan kembali dengan membawa nampan dengan segelas jus jeruk diatasnya.
Nando sedang duduk dipinggir kolam ketika aku kembali dari dapur. Ini adalah waktu yang tepat untuk bisa mengobrol dengannya.
“Udah berenangnya?” tanyaku, aku tersenyum semanis mungkin. Sewaktu pacaran dulu Nando paling suka melihatku tersenyum, katanya aku menjadi terlihat semakin cantik.
“Eh Kak Aura,lagi istirahat dulu nanti lanjut berenang lagi” jelasnya sambil mendongak menatapku.
“Kalo gitu kamu minum dulu yah, kakak bikinin kamu jus jeruk” aku menaruh nampan di sisi tubuhnya lalu aku ikut duduk di sana. Seperti rencanaku, aku ingin mengorek informasi tentangnya.
“Aduh jadi ngerepotin”
Selama itu adalah kamu, aku tidak pernah merasa repot sama sekali Nando. Dengan senang hati akan ku buatkan jus setiap hari jika kamu mau.
“Enggak kok, enggak ngerepotin”
“Makasih yah kak” Nando meraih gelas berisi jus jeruk lalu meneguknya.
“Em...Nando, Aku minta maaf yah soal yang kemaren. Aku ga ada maksud buat kamu malu”
“Yang kemaren? Yang mana?” tanyanya bingung.
“Itu yang aku minta maaf sama kamu”
“Oh yang itu” Nando menaruh gelasnya diatas nampan lagi, dia mengangguk pelan “Udah ga usah dipikirin”
Mendengar jawabannya aku jadi semakin yakin kalo kemarin Nando sedang berpura-pura tidak mengenalku. Aku tersenyum bahagia.
“Aku tahu, Kak Aura pasti masih canggung sama aku. Makanya kita ngobrolnya jadi ga nyambung!”
“Apa?”
“Kita kan baru pertama kali ketemu jadi wajar kalo Kak Aura masih kaku sama aku”
Aku terhentak. Bukan itu maksudku Nando. Aku meraih tangan Nando, membuatnya menatapku dengan terkejut.
“Kamu bener-bener ga inget aku?” pertanyaanku meluncur begitu saja. Rasa tak sabar menyeruak dari dalam diriku “Berhenti berpura-pura Nando. Kita sudah saling kenal sejak lama!”
Nando menatapku dengan bingung “Masa? Seingatku kita baru kenal kemaren”
Air mataku mengalir. Apa yang sedang terjadi padanya? Kenapa Nando harus bersikap seperti ini padaku? Apa kesalahanku begitu besar hingga dia merasa ingin melupakanku dan terus berusaha berpura-pura tidak mengenalku. Aku sudah lelah Nando. Ku mohon berhentilah menyakitiku.
“Kak Aura kenapa nangis?” tanyanya. Tampang polos membuatnya seperti tak berdosa.
“Ga pa pa!”
Aku bangkit berdiri, rasa sesak di dadaku semakin kuat. Aku segera berlari menuju kamarku dan menangis dengan puas di sana.
Aku mulai bingung dengan sikap Nando terhadapku, apa memang seperti ini pembalasan darinya atas apa yang telah ku lakukan di masa lalu.
Kami saling mengenal bahkan ada sebuah kenangan manis di otakku tapi dia seperti orang asing, menganggapku sebagai orang baru dalam hidupnya.
Permainan apa yang sebenarnya sedang kau lakukan Nando? Aku tahu akting bukan keahlianmu tapi melihatmu bersikap begitu alami dan polos membuatku prustasi.
Sudah lama aku menunggumu dan sekarang, ketika kau datang kembali dalam hidupku kau bertingkah seperti orang asing.
Ragamu adalah Nandoku tapi sifatmu seperti Nando yang baru. Apa yang sebenarnya telah terjadi padamu Nando?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!