NovelToon NovelToon

Ketika Cinta Itu Datang Lagi

Kota Denpasar

Hari menjelang sore dan matahari masih hangat menyinari Kota Denpasar. Langkah kaki Dicky santai menyusuri jalan-jalan Kota Denpasar. Siang ini dia bisa sedikit bersantai setelah meeting penting dengan clien tadi pagi. Kemeja tangan pendek berwarna biru langit dan jeans hitam senada dengan sandal kulit Cibaduyut hitam nya. Dan kacamata hitam nya membuat dia makin mempesona. Tubuh nya yang tegap dan atletis, kulit nya yang bersih membuat dia jadi incaran gadis-gadis sejak SMP. Matanya tajam namun memiliki kesan lembut dan santun namun tegas. Pantas mendapat pujian sebagai CEO muda yang sukses dalam bisnis. Di usia nya yang sudah berumur 27 tahun ini tentunya patut diacungi jempol. Dia menjalankan bisnis di salah satu perusahaan Papa nya di Ibukota. Perusahaan ekspor impor ternama di negeri ini.

Langkah kaki nya terhenti di sebuah distri ternama di Denpasar. Cukup lama ia memilih jejeran kaos-kaos bermerk distro itu. Sampai akhir nya dia memilih satu kaos bekerah dengan logo distro terkenal itu di dada kanan nya. Setelah membayar, ia bermaksud meninggalkan toko itu.

Drr ... drr .... Getar handphone disaku nya.

"Halo," sapa nya pada seseorang di ujing telepon. Saking asiknya berbicara ia tidak memperhatikan langkah nya. Dan .... Brukkk ... Sesorang bertabrakan dengan nya dan terjatuh. Dicky berusaha membantu gadis muda itu.

"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya sambil menyerahkan paper bag milik gadis itu.

Gadis muda berhijab itu mengangguk sambil membalas senyumannya, lalu bergegas meninggalkan Dicky yang memandang nya hingga menghilang di keramaian jalan raya.

******

Matahari mulai terbenam. Setelah mampir kesebuah kafe untuk makan malam Dicky kembali kekamar hotel. Guyuran air hangat yang mengucur dari shower pun membuat tubuh nya kembalu segar. Sambil menggosok-gosok rambut nya yang masih basah dengan handuk kecil dia duduk di tepi kasur, bermaksud membuka bungkusan baju yang ia beli tadi. Dan alangkah tekejutnya ia melihat isi paper bag itu.

Sebuah buku catatan kecil, bolpoin dan bungkusan baju kaos distro ternama itu. Tapi itu bukan lah barang-barang milik nya. Bukan baju yang ia beli tadi siang.

"Aiiih .... Apa-apaan ini," gerutunya.

Bagaimana aku menukar kembalu barang-barang ini. Sedangkan aku tak tahu siapa dan dimana gadis itu berada. Dicky menyeringai kesal mengejek kecerobohan yang dia lakukan tadi.

******

Keesokan hari nya, tepat pukul dua waktu Denpasar, Dicky keluar dari sebuah gedung perkantoran. Dia baru saja menyelesaikan misi nya untuk menjalin kontrak kerjasama dengan perusahaan luar negeri. Dia menyuruh sekretarisnya kembali terlebih dahulu ke hotel. Sementara ia memesan taxi menuju jalan utama Kota Denpasar, berniat kembali ke toko itu. Barangkali saja ada keajaiban dia bisa bertemu dengan gadis berhijab itu.

Dan benar saja. Sesampainya disana ia melihat seorang gadis berbaju kaos pink fanta dan rok berbahan cavin jeans hitam berdiri di depan toko. Entah kebetulan atau Dicky sedang beruntung haru ini. Wajah nya cantik, mungil dan masih muda. Mungkin masih sekolah, pikir Dicky. Sesekali tangan gadis itu melihat jam di handphone nya.

Tanpa di perintah Dicky langsung menghampiri gadis itu.

"Hai," sapa nya.

Gadis itu menoleh. Dia mengamati dengan cermat lelaki yang menyapa nya itu. Cukup tampan. Setelan jas hitam dan sepatu hitam mengkilat membuat nya sangat gagah dan berwibawa.

"Maaf," kata gadis itu seraya menyerahkan paper bag yang dibawa nya. Setelah saling bertukar paper bag, gadis tadi mengangguk tanda permisi hendak pergi, namun Dicky mencegah nya.

"Boleh kita berkenalan?"

"Namaku Dicky," sambil mengulurkan tangan pada gadis itu. Tangan mungil nan lembut menjabat tangan Dicky, mereka saling bertatapan dan tersenyum.

"Adel, Adellia."

******

Siswi SMA

Langit sore itu berubah kelabu dan menghitam. Perlahan rintik hujan turun membasahi Kota Denpasar, seolah menahan mereka berdua lebih lama lagi. Sambil menikmati secangkir teh panas dan kue di kafe sebelah.

"Kamu masih sekolah, Del?" Dicky memulai percakapan.

"Iya, Pak. Kelas dua SMA."

Tiba-tiba kopi panas yang di teguk Dicky tersedak di tenggorokan mendengar Adel manggilnya 'Pak'.

"Waduh, jangan panggil pak dong. Kok kesannya tua amat ya. Usia mu berapa, Del?"

"Enam belas tahun."

"Nah, kalo gitu panggil Kak aja ya. Malu aku jadinya di panggil pak. Kesannya kayak anak sama bapak mnya. Aku baru dua puluh tahun ko. Cuma selisih 11 tahun doang. Jangan di tua-tuain dong."

"Iya, Kak," jawab Adel singkat.

"Kamu sepertinya bukan orang sini ya, Del."

" Iya, Kak. Aku ke Bali untuk ikut study tour di sekolah ku. Besok pagi kami sudah berangkat menuju Jogja sebelum kembali ke Depok."

"Wah .... Senang ya, liburan sekolah bersama teman-teman ke Bali."

"Kak Dicky, sedang liburan atau honeymoon di Bali?"

"Eeh? Honeymoon? Walah .... Aku ada sedikit urusan bisnis disini. Urusan pekerjaan. Aku masih single ko, Del."

Wah .... Ada toh lelaki single yang model begini, batin Adel.

"Kak Dicky kerja dimana?"

"Prajamitra Corp di kantor pusat Jakarta."

"Hmn .... Perusahaan ekspor impor terbesar di negeri ini. Kalo ga salah termasuk dalam Kapuas Gala Grup ya, Kak?"

"Kamu banyak tau juga rupa nya. Pasti kamu anak yang cerdas," Dicky tersenyum memandang Adel yang duduk tersipu di depannya.

Gadis mungil berumur enam belas tahun ini baru naik kelas 11, wajahnya bulat lonjong. Berkulit putih bersih. Manik matanya hitam bercahaya. Cara bicara nya lembut dan santun. Mata Dicky penuh selidik memandang Adellia. Sepertinya ingin lebih dekat dengannya. Batinnya mengatakan kalo dia dan Adel punya ikatan batin yang kuat.

Ada tumbuh rasa sayang dan ingin melindungi gadis kecil ini di hatinya. Perasaan yang lembut ini sangat berbeda dari perasaan seorang laki-laki terhadap wanita. Tapi Dicky tidak tahu apa itu.

******

Sejak pertemuannya dengan Adellia di kota Denpasar itu, Dicky mulai intens menghubungi Adel setelah mereka bertukar nomor handphone. Jarang ada perempuan yang dekat dengan dia, mungkin dia tipikal laki-laki yang tidak mau perduli dengan perempuan. Sejak kehilangan mamanya 17 tahun lalu, Dicky mengabdikan dirinya untuk pekerjaan. Bukannya tidak ada perempuan cantik di dekatnya, hanya saja dia tidak mau terlalu mengejar-ngejar cinta. Dia percaya bahwa jika waktunya tepat cinta itu akan datang.

Kedekatan Dicky dengan Adel layaknya seorang kakak pada adiknya. Maklum lah Dicky hanya hidup berdua dengan Papa nya. Menurut nya Adel tipikal gadis yang periang dan cerdas. Senyum nya manis dan sederhana dalam berpakaian, namun selalu terlihat begitu anggun dan menawan. Berbeda dari perempuan manapun yang pernah ia temui. Adel mampu menceriakan kembali hidup Dicky.

"Ini cinta yang berbeda. Rasa sayang yang berbeda. Aku harus tahu siapa dia sebenar nya. Jika dugaanku benar, ahh ... semoga saja benar. Maka akan utuh lah segala sesuatu yang pernah hilang dulu."

Pikiran nya melayang-layang, memandangi sepotong foto usang yang selalu ada di dompet nya. Rasa sesak didadanya membuat dia nyaris meneteskan airmata, namun lagi-lagi sikap egois dan maskulin nya menentang. Pantang baginya untuk menangis, dia seorang laki-laki.

******

Depok - Jakarta

Ruang kelas XI 1 sangat sepi pada saat jam istirahat ke dua. Xena menghampiri Adel yang sedang duduk di bangku nya.

"Adel!" teriak Xena ya g berlari mengejar sahabatnya. "Nanti pulang sekolah temenin aku yuk. Aku ada janji dengan kakak ku untuk mengantarkan titipan ibu."

"Kemana?" tanya Adellia.

"Kantor Mas Haris."

"Nganter apaan sih, Xen?"

"Ini loh, dokumen buat mengurus pernikahan Mas Haris. Kalo tidak ada halangan, dua bulan lagi dia akan menikah di Bandung." Xena menjelaskan sambil tetap mengunyah permen karet kesukaannya.

"Hmm," jawab Adel sambil menganggukkan kepala.

******

Pukul dua siang-siang pjb, seusai jam pelajaran terakhir Adel menemani Xena ke kantor Mas Haris. Mereka memesan taxi online. Males bener turun naek kendaraan umum. Taxi online nyaman dan ber AC.

"Prajamitra Corp," gumam Adel terkejut begitu taxi online menghentikan lajunya di depan sebuah kantor. Gedung kantor yang menjulang tinggi dan dan terlihat rapi.

"Inikan kantornya Kak Dicky," batin Adel.

Xena menarik tangan Adel, mereka menuju meja resepsionis. Menanyakan ruang kerja Mas Haris. Rupa nya Mas Haris sedang ada rapat divisi di lantai empat. Terpaksa mereka menunggu di lobi kantor.

"Del, aku ke toilet sebentar ya." Xena bergegas menuju toilet umum di ujung lobi kantor. Adel hanya menganggukkan kepalanya. Lalu kembali fokus ke layar handphone nya.

Triiiing .... Pintu otomatis lobi terbuka. Semua karyawan yang ada disitu berdiri memberi hormat kepada lelaki yang baru datang itu. Adel menoleh.

"Kak Dicky." Adell berucap pelan. Dicky juga sepertinya menyadari keberadaan Adel di ruangan itu. Dia langsung mendekati gadis berseragam SMA itu.

"Kamu sedang apa disini, Del?"

"Aku mengantarkan teman, Kak. Dia

menemui kakak nya yang bekerja disini. Tapi katanya Mas Haris sedang rapat divisi. Jadi kami menunggu disini." Adellia tersenyum. Dia senang bisa bertemu lagi dengan pengusaha muda nan tampan itu.

"Lalu mana temanmu itu?" tanya Dicky

"Sedang ke toilet, Kak."

"Yuk ... Ikut." Dicky menarik tangan Adel. Mengajaknya menuju lift khusus yang membawa mereka ke lantai atas, ruang CEO. Sepanjang perjalanan, karyawan yang berpapasan dengan mereka memberi hormat pada Pak Dicky. CEO Pramitra Corp.

******

Ruang kerja yang sangat luas, pikir Adel

Disana tersusun satu set sofa empuk di depan meja kerja CEO. Lalu di sudut ruangan ada jejeran lemari yang berisi buku-buku. AC di ruangan itu sangat dingin.

Dicky mempersilakan Adellia duduk disofa empuk itu.

"Kamu tidak d marah orang tua mu, main sejauh ini, Del?"

Adel hanya tersenyum kecil. "Mama tinggal di Tasikmalaya. Kakakku ada di Tokyo." Perempuan muda itu duduk manis di sofa empuk ruang kerja Dicky.

"Eeh? Jadi kamu tinggal dengan siapa?" Dicky sedikit terkejut. Dia mengerutkan kedua alisnya.

"Aku tinggal di asrama sekolah, Kak. Sejak masuk SMA aku membiasakan diri untuk hidup terpisah sementara dari Mama. Aku memilih sekolah berasrama. Hitung-hitung belajar mandiri."

"Hmm .... "

"Lalu papamu kemana, Del?" tanya Dicky lagi.

Adel tak langsung menjawab. Helaan nafas lembut nya sangat menarik perhatian Dicky yang duduk di hadapannya.

"Sejak lahir aku gak pernah ketemu papa, entah dia masih hidup atau berada dimana aku tidak tahu. Mama sendiri jarang membicarakannya. Walaupun aku tahu terkadang dia menangis sendiri di kamar. Kakak juga begitu. Tidak pernah menceritakan secara detail padaku. Tapi yang aku tahu mereka terpisah waktu kakak berusia 10 tahun, saat itu mama sedang manggandung ku. Aku tak punya poton papa, mama dan Kak Yudha pun tak memilikinya." Gadis muda itu bercerita, ada sedikit genangan air di ujung matanya.

"Maaf, aku membuatmu tidak nyaman dengan menanyakan itu." Dicky merasa bersalah atas pertanyaan nya tadi yang membuat Adel terdiam sedih. Walaupun di bibirnya masih menyunggingkan senyum manisnya. Dering ponsel Adel berteriak nyaring Sebuah pesan WhatsApp masuk di handphone Adel.

"Adel! Kamu dimana sih? Ditinggal ke toilet sebentar malah hilang." Adel nyengir membacanya.

"Maaf Xen. Aku lupa. Aku lagi di ruangan Kak Dicky. Temanku. Tunggu ya, aku segera turun. Sudah mau pulang ya? Sudah ketemu Mas Haris?" balas Adel.

"Ya," balas Xena singkat padat jelas. Membuat Adel bergegas pamit hendak pulang. Namun Dicky segera meraih tangannya. Adel menoleh.

"Tunggu sebentar. Aku antar pulang. Ini sudah hampir malam. Bahaya anak perempuan pulang sendirian."

"Eeh?" belum sempat Adel menjawab nya Dicky sudah menyambar kunci mobil di atas meja kerja nya. Lalu mengandeng tangan Adel menuju lobi bawah.

******

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!