NovelToon NovelToon

Boss Idaman Hati

Andira Faranisa

Pernah menyukai seseorang selama bertahun-tahun, tapi tak berbalas membuat hati seorang gadis tomboy nan cantik seolah mati rasa. Jangankan untuk mengungkapkan, untuk berbicara dengan lelaki itu saja Andira tidak mampu. Padahal dulu, hampir setiap hari mereka bertemu. Ada saja alasan yang mengharuskan Dira bertemu dengan Rafkha, seniornya dikampus tiga tingkat diatasnya.

Terlebih mereka juga berada dalam ikatan organisasi yang sama. Jarak temu mereka sangat sering sekali meski tidak terjadi percakapan apapun saat itu, tapi bagi Dira, bisa melihat Rafkha setiap hari saja sudah menjadi suatu anugerah untuknya.

Rafkha yang nyatanya memiliki seorang kekasih membuat Dira patah hati menahun, mengharuskan wanita itu untuk memutuskan pergi menjauh. Dira melanjutkan pendidikan magisternya ke kota Jogjakarta. Berharap dapat menemukan tambatan hatinya disana, seseorang yang dapat mengubah hidupnya dan membangunkannya dari keterpurukan akan cinta yang bertepuk sebelah tangan selama ini.

“Melamun mulu lo akhir-akhir ini? Kenapa? Pacar lo nggak nelpon?” Fatya, sahabat Dira sejak masa kuliah, menyadarkan lamunannya ditengah teriknya matahari siang ini. “Minum dulu, Ra!” kemudian menyodorkan sebotol minuman teh dengan varian rasa apel ke tangan sahabatnya itu.

“Udah tiga hari, Adam nggak hubungin gue, gila nggak tuh? masih hidup nggak ya dia?” Ucap Dira sambil menyeka keningnya yang berkeringat, jelas saja karena saat ini mereka sedang duduk ditaman depan pelataran gedung kantor mereka. Adam adalah pacar Dira, mereka sudah menjalin kasih selama hampir dua tahun. Namun karena Dira harus kembali ke Ibu Kota, mereka terpisahkan oleh jarak. Adam di Jogja dan kini Dira di Jakarta.

“Udah tinggalin Ra, palingan dia udah ada yang lain. Pacaran LDR an tuh bullshiit banget tau nggak? Seneng enggak, nyesek iya,” Fatya terus saja berkicau, sementara Dira masih merenungi nasib sambil menatap layar ponselnya. Tanpa menjawab ocehan Tya.

“Coba deh lo pikir, Ra! Didalam gedung ini tuh ada berapa cowok yang mengharapkan cinta dari lo? Salah satunya tuh Pak Bian, yang nggak ada bosannya ngirimin lo bunga setiap hari rab—“ kicauan Fatya terhenti kala tangan kanan Dira membungkam mulutnya secara paksa. Dira melirik ke kiri dan kanan mengingat ada orang lain disekitar mereka.

“Bisa diam nggak lo? Gue bisa dicibirin sama cewek-cewek dikantor ini kalo mereka tau Pak Bian ngejar-ngejar gue.” Dira berbisik pelan di telinga Fatya.

Bagi sebagian orang, lebih baik dicintai daripada mencintai. Tapi nyatanya itu tidak berlaku bagi Dira. Karena menurutnya tidak adil jika hanya menerima cinta dari orang lain tanpa bisa membalasnya. Lebih baik, tidak usah. Ya, meski saat ini hubungannya dengan Adam seperti itu. hanya sebatas status saja. saling mengisi hari-hari mereka selama dua tahun belakangan ini, tanpa tahu dan mengerti dengan perasaan mereka sendiri.

Kenyataannya Adam tidak menghubunginya selama tiga hari, tidak menjadi masalah besar bagi Dira. Justru yang ia khawatirkan apakah lelaki itu masih hidup atau tidak?

“Gue bukan lagi mikirin Adam, Fat!” Dira kembali mengusap keningnya yang berpeluh. Memang dua wanita ini bodoh sekali, sudah tahu sedang panas terik malah duduk ditaman. Meski mereka berteduh dibawah pohon yang rindang, tapi sengatan sinar matahari tetap membakar mereka siang ini.

“Terus, mikirin siapa?” Fatya menatap Dira dengan tatapan kepo, penuh Tanya.

Flash Back

Andira tengah kebingungan mencari selembar kertas yang beberapa jam lalu ia dapatkan dari Orion, salah satu senionya dikampus yang galaknya minta ampun. Ditengah teriknya matahari, ia harus rela berputar-putar ditengah lapangan yang luasnya ratusan meter, menyusuri taman fakultas juga ia lakukan untuk mendapatkan selembar kertas kecil bertuliskan nama seorang senior yang wajib ia cari tahu.

Gadis itu bolak-balik merogoh saku almamaternya, saku jeansnya juga tidak ia temukan. Hari ini adalah hari terakhir para mahasiswa baru menjalani ospek. Dan tugas terberat mereka adalah mencari tahu sosok senior yang namanya dituliskan didalam selembar kertas tersebut.

“Apa gue karang sendiri aja ya nama senior yang gue dapat tadi? Duh begoo banget sih, bisa-bisanya ilang.” Dira bergumam sambil terus menyusuri koridor yang ia lewati tadi, siapa tahu ada disini. Pikirnya. Dengan kepala yang ia tundukkan kebawah. Besar harapannya agar kertas itu ia temukan, tapi sepertinya usahanya sia-sia.

Bruggh

Tak sengaja Dira menabrak seseorang, “Maaf… maaf Bang, Kak.” Ucap Dira gelagapan tanpa berani mengangkat kepalanya untuk melihat wajah orang yang ia tabrak. Tapi dapat Dira pastikan bahwa mahluk dihadapannya adalah seorang cowok, ditandai dengan sepatu sneakers dan celana jeans yang dikenakan.

“Nggak apa-apa, lain kali hati-hati, nyari apa sih? Duit jatuh?” suara cowok itu terdengar sangat teduh, dapat meneduhkan hati Dira yang sedang panas saat ini, Dira mengangkat kepalanya secara perlahan, memberanikan diri untuk melihat wajah sosok yang ada dihadapannya.

Manis! Satu kata yang terlintas didalam pikiran gadis itu. “Lagi nyari kertas kecil, segini, Bang.” Dira menggambarkan seberapa besar bentuk kertas itu, membentuk lekukan diudara. Lelaki dihadapannya mengangguk, “Oh, pasti tugas terakhir ospek buat nyari tau nama senior yang tertulis dikertas itu?” Tanya lelaki tampan, kemeja biru muda membalut indah pada tubuh tinggi dan tegapnya.

“Iya, iya benar.” Dira menjawab tanpa kedip, memperhatikan setiap lekuk wajah lelaki dihadapannya. Pikirannya pun mulai liar membayangkan yang indah-indah. ya sebenarnya tidak pantas untuk gadis yang baru saja menginjak usia delapan belas tahun seperti dirinya.

“Punya pulpen dan kertas?” pertanyaan cowok itu membuat Dira bingung. Oh Tuhan tas gue kan disana, tadi gue titip sama Fatya. “Punya, sebentar Bang.” Dira membalikkan tubuhnya berniat untuk mengambil kertas dan pulpen miliknya didalam tas.

“kelamaan kalau nunggu lo ngambil, ini ada sama gue,” kalimat itu menghentikan langkah Dira. Cowok itupun membuka tas ransel miliknya dan merobek selembar kertas dari bukunya, kemudian menarik beberapa garis dengan pulpen hingga terbentuk sebuah tulisan Rafkha. Dan kemudian memberikannya kepada Dira.

Dira yang masih bingung pun hanya menerima tanpa bertanya. Cowok itu memutar tubuhnya begitu saja, tanpa berkata apapun. Wangi, kalimat kedua yang terlintas dipikiran Dira tentang lelaki itu. Lelaki itu bak malaikat penolong baginya, oke saat ini Dira hanya harus fokus mencari pemilik nama dikertas itu.

Mengingat mereka, para mahasiswa baru harus segera mendapatkan jawabannya siang ini.

Rafkha? Yang mana orangnya ya? Kenapa nggak gue tanya aja sih ke Abang tadi, Ya ampun saking nervousnya ketemu cowok cakep gue jadi begoo gini.

Flash back Off

“Oh… jadi lo masih terngiang, teringat-ingat gimana pertemuan pertama lo dengan Abang ganteng senior kampus kita itu? Udah lah Ra, life must go on. Hidup kita harus berjalan, liat ke depan bukan ke belakang, oke?”

“Halah… sok Inggris lo kalo ngomong, tapi Fat… dua hari yang lalu gue kayaknya ngeliat dia deh, makanya gue jadi ingat lagi.” Jelas Dira, ia ingat betul kejadian dua hari lalu saat ia sedang duduk di halte bus untuk menunggu taksi, ia pun sebenarnya sempat tak percaya dengan apa yang ia lihat. Rafkha, cowok itu sedang mengemudikan mobilnya dan melintas dihadapannya.

“Halusinasi lo aja kali, setau gue, Abang ganteng kan lagi diluar negeri, Singapura ya kalo nggak salah?” Dira mengangguk, benar memang kabar terakhir yang mereka dengar tentang pujaan hati si Dira ini, cowok itu sedang berada diluar negeri, bekerja disebuah perusahaan terbesar disana.

“Ya gue harap sih, gue beneran cuma ngehalu ya Fat,” ucapnya datar, tapi sungguh kalimat itu bertolak belakang dengan isi hatinya. Sungguh Dira menginginkan apa yang ia lihat dua hari yang lalu itu benar dan nyata.

🌸🌸🌸

Jangan lupa like dan komennya ya, serita Abang Rafkha. Squelnya Cinta Setelah Pernikahan

Rafkha Narendra Akbar

Terlahir dari keluarga yang sederhana, namun serba berkecukupan. Apapun yang Rafkha butuhkan selalu dipenuhi oleh kedua orang tuanya, tak terkecuali kasih sayang. Tumbuh di keluarga yang penuh cinta membuat Rafkha memiliki sifat penyayang dan lembut, tapi tetap tegas dalam mengambil sikap. Sifat ini tak lain ia warisi dari sang Papa, Panji Ariesta Akbar.

Berbeda dari kedua orang tuanya yang berlatar pendidikan Hukum, Rafkha memilih jalan berbeda dengan memilih jurusan Teknik Arsitek sebagai jalan masa depannya.

Hari ini, adalah hari yang dinanti oleh Rafkha, kembali ke Indonesia setelah hidup di Singapura selama dua tahun. Tentu ini adalah hasil dari kerja kerasnya selama di Singapura. Rafkha diberi izin dan rekomendasi oleh Pemilik perusahaan tempat ia bekerja jika berhasil menyelesaikan sebuah proyek terbesar. Dan Rafkha berhasil sehingga ia dipindahkan ke Indonesia, sesuai dengan permintaannya. Ini ia lakukan demi dekat dengan Mama-Papa dan adik perempuan satu-satunya yang begitu ia cintai.

Pesawat yang ia tumpangi landing tepat pukul enam sore. Kabar baik ini tak ia beritahu kepada siapapun. Lelaki itu ingin memberi kejutan pada keluarganya khususnya Mama tercinta.

“Ma… sehat ‘kan?” saat masuk kedalam rumah, orang pertama yang ia sentuh adalah sang Mama, Alifa Rizka Claudia. Tanpa Rizka sadari, ia menitikan air mata saat menyambut pelukan putra kesayangannya yang baru saja tiba dari Singapura.

“Rafkha? benar ini kamu? Sehat sayang, kamu gimana?” Rizka mencium kening Rafkha dengan penuh sayang. Masih sedikit terpukau tak percaya akan kehadiran putranya yang sangat ia rindukan. Meski usia Putranya itu kini sudah menginjak dua puluh delapan tahun, tapi Rizka tetap memperlakukannya seperti Rafkha yang dulu.

“Liat dong Ma, aku tumbuh sehat semua karena kasih sayang Mama dan Papa,” ucapnya. “Pa… liat deh si Mama, pas aku mau berangkat nangis, ini aku udah nyampe rumah juga nangis,” ujar Rafkha sambil mengahpus air mata dipipi Mamanya.

“Kamu kayak nggak tau Mama aja gimana. Makin ganteng ya kamu,” Panji juga menyambut pelukan Rafkha dengan rasa bangga. Bisa membesarkan putranya seperti sekarang tentu tidaklah mudah, karena menurutnya seorang anak bukan hanya membutuhkan asupan materi saja untuk bisa sukses, tapi juga dukungan moral, perhatian dan kasih sayang.

“Ya jelas dong Pa, kita kan bagai pinang dibelah dua, Cuma beda generasi aja.”

“Si tengil mana Ma?” Si tengil yang dimaksud Rafkha adalah adik perempuannya yang bernama Rafiqa Nadhirah dan kini akrab dipanggil Fiqa.

“Dirumah sakit,” jawab Rizka. Rafkha mengangguk.

“Fiqa udah punya pacar Ma? Atau Papa masih ngelarang dia buat pacaran?” Rafkha mendaratkan tubuhnya disofa, tepat berseberangan dengan kedua orang tuanya.

“Kamu nggak perlu khawatirkan Fiqa. Kamu sendiri gimana? Apa mungkin tahun ini, tahun depan Mama Papa bakal punya menantu?” Pernyataan dan pertanyaan dari sang Mama membuatnya menyimpul senyum tipis.

“Ma, aku udah bilang ‘kan? Aku bakal nikah diusia tiga puluh tahun,” jawabnya mantap.

“Kelamaan!” kedua orang tuanya kompak menjawab.

“Nggak lah Ma, Pa. dua tahun lagi. Oke?” Rafkha tetap pada prinsipnya, bahwa ia akan menikah pada usia tiga puluh tahun. Karena menurutnya, pada usia itu adalah waktu yang tepat untuk memikul tanggung jawab, karena memiliki seorang istri apalagi menjadi kepala keluarga bukanlah hal yang mudah. Pertanggung jawabannya tidak hanya didunia, tapi juga diakhirat kelak.

🌸🌸🌸

Kalau mau lanjut jangan lupa like dan komennya uwuuu

Kabar Baik dan Hari Yang Buruk

Hari senin, menjadi hari yang paling sibuk bagi semua orang terutama didunia para pekerja. Termasuk untuk seorang pegawai sebuah perusahaan konstruksi ternama dikota ini. Andira Faranisa, tengah bersiap untuk berangkat ke kantor, demi menggapai cita-cita dan mengais rupiah untuk melanjutkan hidupnya.

Kemeja slim fit berwarna merah marun sudah membalut indah ditubuhnya, dipadu dengan rok span berwarna cokelat muda. Tak lupa ia poles make up tipis-tipis yang memberikan kesan natural tanpa menutupi wajah aslinya.

Dira sudah sangat percaya diri dengan style nya saat ini, apalagi dengan model rambut barunya. Kemarin hari minggu, Dira memanfaatkan waktu untuk pergi ke salon, mengubah gaya rambutnya yang kini menjadi pendek sebahu, menambah kesan manis pada wajahnya. Benar kata orang-orang, memiliki rambut pendek akan menjadikan wajah terlihat lebih muda. Dira percaya itu.

Suara knop pintu yang diputar mengalihkan pandangan Dira dari cermin, ia menoleh kebelakang. “Kurang sexy Dira!” sentak Tante Sophie yang protes soal penampilan Dira. “Rok kamu kurang pendek, bagaimana kamu bisa memikat hati dan mata atasan-atasan kamu dikantor kalau penampilan kamu kayak begitu? Kamu nggak pingin apa punya suami kaya? Kalau cewek-cewek lain itu ya pasti bakalan berlomba-lomba—“

“Cukup Tante, cukup! Aku pergi dulu.” Dira meraih tas slempangnya dari dalam lemari, tak lupa ia membawa beberapa map hasil gambar tangannya beberapa hari yang lalu untuk ia presentasikan hari ini. Kabarnya mereka akan kedatangan atasan baru.

Jabatan Project Manager di perusahaan tempat Dira bekerja akan digantikan oleh orang baru hari ini. Tentu kabar ini menjadi kabar yang sangat baik untuk Dira karena Pak Bian yang menjabat sebagai Project Manager lama akan di mutasi ke kota lain sejak hari kamis yang lalu. Mengapa hal itu membuat Dira bahagia? Karena tidak akan ada lagi laki-laki norak yang selalu mengirimkannya bunga di setiap hari rabu. Mengirimkannya sarapan sehat setiap hari kamis. Bahkan Pak Bian juga selalu mengirimnya pesan singkat kata-kata gombal untuk mencoba merayunnya agar mau menerima Pak Bian menjadi kekasihnya.

Menurut Dira, cara seperti itu justru norak lebay dan menjijikkan. Dira lebih suka dengan cowok yang pendiam, cool dan bicara seperlunya saja. Menurutnya cowok seperti itu yang bisa bikin hari meleleh.

“Ra, kamu kalau masih mau tinggal sama Tante, ya harus nurut apa kata Tante!” hentak Tante Sophie sekali lagi sebelum Dira benar-benar meninggalkan rumah.

Dira menghela napas kasar, ia benci sekali dengan keadaan ini. Andai boleh memilih, Dira ingin sekali tinggal terpisah dari Tantenya ini, meski akhirnya terkesan seoalah ia adalah keponakan yang tidak tahu diri.

Sejak SMA, Dira tinggal berasama Tante Sophie. Adik dari Mamanya. Menjadi seorang anak korban keegoisan orang tua memang tidaklah mudah. Mama dan Papa Dira harus mengakhiri hubungan mereka sebagai suami istri, berakhir di meja hijau karena mereka memiliki pilihan masing-masing.

Benar kan kalau orang tua bercerai itu pasti akan mengakibatkan dampak buruk terhadap anaknya? Itulah yang dialami Dira saat ini. Ia tak pernah lagi merasakan hangatnya kasih sayang orang tua. Mamanya sudah memiliki keluarga baru begitu juga dengan Papanya yang tak pernah sekalipun menanyakan tentang kabarnya.

Terpaksalah Dira harus tinggal bersama Tante Sophie, yang masih mau membiayai hidupnya sejak SMA. Tapi untuk masuk ke duni perkuliahan Dira harus berjuang mendapatkan beasiswa. Mungkin wajar jika Tante Sophie selalu memaksanya untuk mencari pacar atau calon suami yang kaya. Tapi apa harus sampai menampilkan paha mulus seperti yang dimaksud Tante Sophie tadi? Tidak kan? Tentu Dira tidak mau.

🌸🌸🌸

Sorak sorai tepuk tangan terdengar begitu ramai memeriahkan aula perusahaan konstruksi PT. Alandra Wijaya tempat mereka mengadu nasib. Acara lepas sambut jabatan sekaligus makan siang itu terlihat begitu meriah. Semua karyawan perusahaan berkumpul disana. Saat ini, mereka sedang mendengarkan pidato perpisahan oleh Bian.

“Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh karyawan yang sudah banyak membantu saya.” Ucap Bian. “Ada satu hal yang sangat ingin saya sampaikan hari ini sebelum saya benar-benar meninggalkan perusahaan ini, meninggalkan kota ini...” Bian pria tampan nan mapan yang mampu menyihir banyak wanita yang melihatnya, kini terlihat begitu gugup.

Tiba-tiba suasana menjadi hening, mereka sangat ingin mendengar lanjutan dari kalimat yang akan dilontarkan Bian. “... saya... sangat menyukai Andira Faranisa,” sontak semua mata tertuju pada Dira, yang tak mengenal Dira pun berusaha mencari tahu siapa sosok perempuan yang disebutkan oleh Bian. Sementara Dira masih berdiri kaku, dengan lutut yang gemetaran. Telapak tangannya dingin, jantungnya berdegup kencang.

Bukan Dira terkesan karena ungkapan suka dari mantan Bos nya itu tetapi menurutnya hal ini begitu konyol dan... memalukan. Sumpah rasanya ingin sekali Dira menghilang saat ini.

“... bahkan saya bukan hanya menyukainya sepertinya saya mencintainya, Dira... mau kah kamu menjadi pendamping hidup saya?” masih dengan suasana yang sama, sebagian orang bersorak dan bertepuk tangan mendengar itu.

Dira yang tidak tahu harus berbuat dan menjawab apa akhirnya membuka suara. “Maaf Pak Bian yang terhormat, saya sudah punya calon suami,” ucapnya penuh percaya diri. Padahal entah dimana keberadaan calon suami yang Dira maksud itu.

Semua hadirin bersorak lemas, itu artinya Bian ditolak! “Ehem...” Bian berdehem sebelum melanjutkan kalimatnya. “Oke... tak masalah, sepertinya saya terlambat, terimakasih Dira sudah membut hari-hari saya bersemangat setiap harinya karena kamu.” Ucapnya kemudian mengakhiri pidatonya siang ini.

Pwuiihhh... norak! Bucin!

Seorang lelaki yang tengah duduk di barisan paling depan, bergidik jijik melihat ungkapan cinta seorang Project Manager kepada bawahannya.

Heran gue, apa cinta harus mempermalukan diri sendiri seperti itu? Lelaki itu masih saja membatin*.*

“Baiklah terimakasih Pak Bian Alamsyah atas waktunya selama ini, dan sekarang kita sambut seseorang yang kini menggantikan posisi Pak Bian sebagain Project Manager di perusahaan ini, kepada Pak Rafkha Narendra Akbar, kami persilahkan dengan segala hormat,” Seorang MC di atas panggung terlihat begitu bersemangat dengan acara ini.

Dira yang masih terdiam dengan kejadian barusan, tak begitu fokus mendengar apa yang dikatakan MC. Ia masih terduduk kaku, sambil meremaas tisu ditangannya. Kesal dan malu bukan main. “Ra! Ra! Dira!” hentak Fatya, Dira yang sedari tadi melamun, kini tersadar itu pun karena merasakan kakinya diinjak oleh Fatya.

“Apa sih Fat?” sambil mengusap kakinya yang sedikit sakit karena terkena ujung heels Fatya. Sahabatnya ini memang sedikit kejam, tapi hatinya seperti malaikat.

“Lo liat itu siapa yang ada didepan!” titahnya. Dira pun menoleh malas, tapi seketika matanya membulat saat melihat siapa yang sedang berdiri di panggung itu.

Ya Allah.

Dira mencoba menetralkan denyut jantungnya. Ini lebih mendebarkan dari pada mendengar ungkapan cinta dari Bian tadi. Jantungnya seolah mau lepas dari tempatnya. Ini gila! Benar-benar gila! Bahkan saking bahagianya, senyumpun Dira tidak mampu.

“Ra, kedip Ra!” Fatya kembali berkicau sambil menyenggol siku sahabatnya itu.

Dira pun tersadar, “Fat, bener kan yang gue liat waktu itu? Memang dia kan?” Dira mencoba meyakinkan sekali lagi. Fatya mengangguk tanda setuju dengan Dira.

“Berarti lo nggak lagi ngehalu waktu itu,” Timpal Fatya.

Saat menatap Rafkha yang dengan gagahnya berbicara di atas panggung, dentuman jantung Dira semakin menjadi-jadi. Cool dan kerennya masih sama seperti dulu, semakin tampan dan berkharisma tentunya. Kalau setiap hari senin hingga jum’at terus berhadapan dengan Rafkha di kantor, bagaimana caranya Dira harus move on dari cinta pertamanya?

🌸🌸🌸

Jangan lupa dukung author dengan pencet like dan komen di setiap eps nya ya. Semoga suka

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!