Drap ... drap ... drap.
Langkah tegas seorang Bos muda yang terkenal akan tingkat kekejamannya dalam bidang bisnis mulai menggema di setiap penjuru lobby hotel.
Semua orang menunduk, menaruh hormat pada pria muda nan rupawan yang baru saja tiba hari ini setelah kepulangan nya dari L.A pagi tadi.
Kaki jenjangnya kian melangkah lebar memasuki lift khusus untuk para petinggi perusahaan.
Ting!
Denting lift berbunyi, angka yang tertera di sana perlahan mulai beranjak naik menuju lantai paling atas di gedung pencakar tempat ia berpijak kini.
Pintu lift terbuka dan di sambut oleh seorang gadis cupu berkacamata tebal yang sedang tersenyum ramah di hadapannya.
"Selamat siang tuan!" sapanya penuh kesopanan seraya sedikit menundukkan kepalanya.
Akan tetapi alih-alih mendapat sebuah senyuman ia malah mendapat tatapan tak suka dari bos barunya itu. Tatapan mata tajamnya seolah menusuk dan membuatnya menjadi sedikit tergugup.
Kaki kecilnya berjalan kian cepat, bahkan sesekali ia berlari kecil untuk mengimbangi langkah kaki dari bos barunya itu.
"Huh!" eluh gadis itu sembari menyeka bulir keringat yang mulai berjatuhan di pelipisnya.
Ia masih berdiri mematung di depan meja kerja bosnya. Ekor matanya perlahan mulai bergerak meneliti dengan hati-hati apa yang sedang di lakukan oleh bosnya saat ini.
"Zayn Malik Ahmad" ejanya lirih.
Gubrak!
Gebrakan sebuah meja membuatnya terjingkat kaget. "Siapa namamu?" tanya zayn dengan nada tegas.
"Sa-saya intan," jawab gadis itu tergugu.
"Panggil semua orang yang berkaitan dengan berkas sialan itu, kumpulkan di ruang meeting lima menit lagi." titah Zayn tegas tak terbantahkan.
Intan masih terdiam di tempat semula.
Menatap lembaran berkas yang saat ini tengah tercerai berai berhamburan di lantai kerja ruangan bos barunya.
Bos yang terbukti kejam di hari pertamanya masuk perusahaan.
"Apa kau tuli?" bentaknya dengan nada tinggi.
"Ma-af, maaf bos!" ucap intan sembari membungkuk-bungkuk kan tubuhnya, kemudian berlalu pergi secepat mungkin untuk memberitahu semua staff yang ada .
Tapi kaki kecilnya itu membuat semuanya berjalan lambat.
10 menit telah berlalu.
Membuat seorang Zayn Malik lelah untuk menunggu. Berkali-kali ia mengetuk kan jemarinya dan menghentak kan kakinya ke lantai, sekedar menghitung setiap detik yang terbuang untuk hal percuma.
Hingga suara pintu yang terbuka membuat matanya kian menajam. Melihat satu persatu bawahan nya yang mulai masuk ke dalam ruang meeting dengan berkas yang terselip di tangan mereka.
"Aigoo! Rupanya kalian sudah bosan untuk bekerja di tempat ini ya!" ucapnya dengan nada sarkatik, terkesan mencemooh.
"Maaf pak," jawab mereka bersamaan.
Zayn berdiri, membawa langkahnya mengitari semua karyawannya yang tengah duduk dengan kepala tertunduk ke bawah.
"Intan!" Panggilnya lagi dengan nada tinggi.
"Iya, bos!"
"Ambilkan semua berkas di ruangan ku," titahnya tegas.
Intan mengagguk dan secepatnya berlalu mengambil apa yang di titahkan Zayn kepadanya.
Lima menit kemudian, Intan kembali ke tempat semula.
Menyerahkan setumpuk berkas yang tadinya berserakan dimana-mana, kini telah tersusun rapi di tangannya dan sudah berpindah ke meja rapat tepat di hadapan bosnya.
"Siapa di antara kalian yang bisa menjelaskan kenapa ada tumpukan sampah seperti ini di meja kerja ku?" Zayn berucap penuh kekesalan.
"Maaf pak, itu semua adalah laporan yang berkaitan dengan perkembangan perusahaan kita pak," jawab salah satu diantara mereka dengan gamblang.
'Prok .. Prok.. Prok .'
"Rupanya ada yang berani bersuara sini.
Baiklah, sekarang jelaskan padaku apa maksud semua sampah-sampah ini?"
Tangannya menggenggam semua berkas yang telah tersusun rapi dan melemparkannya lagi ke udara.
Membuat semuanya kembali berhamburan dan berantakan.
Senyap. Tak ada yang bersuara saat mereka melihat bola mata Zayn kian menajam, seolah menyelidik satu persatu di antara semua staff yang hadir.
"Siapa yang mengurus bagian keuangan?"
"Saya pak," jawab seorang pria yang berusia kisaran kepala empat .
Ia sigap berdiri menyiapkan beberapa berkas yang sebelumnya sempat ia bawa.
"Kamu saya pecat!" Zayn berucap gamblang.
"Maksut bapak?"
"Kamu saya pecat! Apa telinga mu masih berfungsi dengan baik? Saya paling tidak suka jika harus mengulang dua kali setiap ucapan saya."
"Tapi pak," sanggah karyawan itu kembali tertahan.
"Silahkan keluar!" Titah Zayn lantang menunjuk ke arah pintu.
"Maaf pak. Anda tidak bisa sembarang memecat orang di sini pak.
Bapak kan masih bos baru di sini, mungkin anda melakukan kesalahan dalam pemeriksaan laporan yang ada pak.
Anda tidak bisa seenaknya memecat saya.
saya orang kepercayaan pak Rizal di sini."
"Aigoo. Pria tua yang tangguh." cemoohnya dengan senyum menyindir.
"Pak Rizal? apa kau tau siapa orang yang kau maksud? Apa kau tau aku siapa?" tanya Zayn dengan senyum congkaknya.
"Semua orang yang ada di sini.
Dengar baik-baik, tajamkan mata dan telinga kalian.
Saya Zayn Malik Ahmad, adalah pemilik resmi saham dari hotel ini. Tempat kalian berpijak dan mengais rejeki.
Sedangkan pak Rizal! orang yang kalian sebut tadi, dia hanya memiliki 10% saham dari perusahaan ini." Tegasnya seraya menunjuk-nunjuk ke arah semua kerawanannya.
"Ah, dan lagi. Perlu kalian tau.
Saya sudah menempuh pendidikan di jalur bisnis sejak usia saya 15 tahun.
Jadi, camkan di otak kalian semua bahwasanya yang di depan kalain saat ini bukan orang bodoh.
Jangan kalian pikir saya tidak tau siapa-siapa saja yang melakukan kecurangan di sini."
Semuanya diam, tidak ada di antara mereka yang berani untuk angkat bicara.
Terlebih lagi staff yang baru saja angkat suara dengan membanggakan dirinya sebagai orang kepercayaan dari ayahnya itu.
"Pak tua! Bersiaplah untuk segera masuk bui." Cibir Zayn dengan senyum kemenangan.
Bola mata pria itu seakan tertarik keluar setelah mendengar ucapan dari bocah ingusan yang kini menyandang gelar sebagai bos di perusahaan yang ia tempati.
Bulir keringat dingin terlihat mulai membasahi keningnya.
Bersamaan dengan itu, seorang yang sedari tadi di sebut-sebut mulai memasuki ruangan.
Tatapan matanya yang penuh wibawa, membuat semua yang ada di sana sedikit lega.
"Selamat pagi," sapanya ramah.
"Selamat pagi, pak Rizal," sambut semuanya dengan penuh hormat.
Suasana masih tegang dan pria tua yang baru saja menerima pemecatan itu masih berdiri di tempat semula.
Keadaan yabg berantakan membuat Rizal mengerti akan insiden yang baru saja terjadi. Ia melirik ke arah Zayn, yang saat ini tengah melipat tangan nya dengan santai di depan dada.
"Apa yang kau lakukan Zayn?" tanya Rizal memastikan.
"Ayolah ayah! Aku hanya memecat pria tua ini." jawab Zayn dengan senyum tenangnya.
"Ha? Ayah?"
"Jadi bos kita anaknya pak Rizal?"
" Wah, boss killer!"
" Yang ganteng."
Bisik-bisik lirih mulai riuh terdengar.
"Hmm, kerja bagus. Lakukan apa yang menurutmu benar. Ayah tau kau pria yang penuh perhitungan Zayn," tepuknya lembut pada pundak anak semata wayangnya.
"Semuanya. Perkenalkan .
Dia adalah putra ku, bos baru kalian.
Hari ini saya secara resmi melepaskan jabatan yang selama ini telah saya emban dengan baik, dan sekarang putra ku lah yang akan menggantikan saya untuk memimpin perusahaan ini kedepannya.
Saya harap kalian semua bisa bekerja lebih giat lagi kedepannya," tutur Rizal dengan penuh wibawa.
"Baik pak!" jawab mereka serentak.
"Semuanya bubar!" titah Zayn tegas.
Membuat mereka semua segera berdiri dan membungkuk hormat sebelum meninggalkan ruangan tersebut.
Seorang pemuda berambut coklat tua bak bule luar negri dengan santainya melangkah kan kakinya di loby.
Mengapit seorang perempuan muda nan **** di sebelah lengannya.
"Halo kakak! boleh tau di mana ruangan tuan bos?"
Reynand mengedipkan sebelah matanya saat resepsionis muda itu perlahan menggerakkan kepalanya. Mendongak naik menatap biji manik berwarna biru cerah miliknya.
Senyumnya merekah, saat reynand mulai menggodanya dengan mata indah yang ia miliki.
"Apakah anda sudah membuat janji, tuan?" tanyanya ramah.
"Aigoo, apakah harus serumit itu nona?" tanyanya seolah terkejut.
"Tentu saja tuan," tutur gadis resepsionis itu dengan santun.
"Ekhm ... katakan pada tuan bos kalau adik reynand datang."
"Baiklah tuan reynand, anda bisa menunggu sejenak sementara saya akan segera menghubungi tuan Zayn."
"Baiklah nona manis," ucapnya seraya mencubit kecil dagu resepsionis muda tersebut. Senyum kecil mulai kembali tersirat di wajahnya, Semburat rona merah menandakan hati nona muda ini sedang berbunga hanya karna godaan dari seorang reynand.
Tak heran memang pesona yang dimiliki oleh Reynand Malik Ahmad. Pria muda itu di gadang-gadang tak kalah memesona dari sang Abang, yaitu Zayn Malik Ahmad.
Ke dua pria berbeda ayah ini sama-sama memiliki pesona yang luar biasa dengan wajah dan penampilan modis serta gelimang harta.
"Ekhm, tuan reynand," panggil resepsionis itu dengan lembut.
"Iya, manis!" godanya dengan kata manis.
"Ekhm ... itu, tuan Zayn bilang anda bisa segera datang ke ruangannya, di lantai paling atas tuan."
"Oke! terimakasih manis.
Kapan-kapan main lah ke tempat ku ya!"
Seraya menyisipkan kartu namanya di sudut bibir nona resepsionis itu.
"I-iya, baik tuan. Terimakasih!" ucapnya sedikit terbata setengah berteriak.
Hatinya kian berbunga, ketika lambaian tangan dari reynand menjadi jawaban dari rasa terimakasihnya.
Reynand Malik Ahmad. House club.
Begitulah yg tertulis di atas kartu nama itu
Tok ... tok ... tok ...
Ketukan dari seorang biang masalah nya sudah tiba.
"Masuk!" titah Zayn dari dalam.
"Aigoo, Abang! aku rindu padamu," ucapnya seraya menerjang Zayn yang tengah duduk santai di kursi kebesarannya.
"Ck! apa-apaan ini! lepaskan tanganmu dari tubuhku, Rey!"
"Ayolah, Abang. Lo tau kan, gue kesepian."
"What? are you okay Ray?" Zayn sontak menempelkan punggung tangan nya tepat di kening Reynand.
Memeriksa mungkin kepala bocah ini sedang tidak baik-baik saja atau ia mungkin tengah demam.
"Hell! singkirin tangan lo dari jidat gue bang,"
seraya melepas pelukannya dari tubuh sang Abang.
"Sayang ku, kenalin, dia Abang ku. Zayn Malik." Sembari membelai lembut surai panjang wanita yang sempat ia bawa tadi.
"Hay, tuan!" ucap gadis itu seraya merayap pelan menuju pangkuan Zayn.
Perlahan ia menduduk kan bokongnya pada paha kekar seorang Zayn Malik.
"Aku isabel! ekhm, jika Tuan Zayn berkenan, bolehkah aku singgah di sini sebentar?" ucap gadis bernama isabel itu penuh kata manja.
Zayn hanya bergumam, kemudian netra tajamnya kembali mengarah kepada sang adik.
"Rey? apa dia mainan mu juga?" tunjuknya pada perempuan bernama isabel.
Sementara sang empunya malah mengedikkan bahu seolah acuh akan pertanyaan dari sang Abang.
"Ck! hilangin kebiasaan buruk lo, Rey!
apa Lo nggak berpikir kalau aja ada penyakit yang menjangkiti mereka dan bisa saja menular sama Lo sewaktu-waktu?" peringatannya dengan tegas.
"Ayolah bang! Lo nggak usah ceramah kayak bunda. Gue bukan anak kecil, lo cuma lima tahun lebih tua dari gue bang !" sarkasnya kesal.
"Iya! gue tau. Tapi lo masih muda Rey.
Nggak sepatutnya lo main-main sama beginian. Setidaknya carilah yang benar-benar bersih. Jangan jadi maniak di usia muda."
"Cerewet! Nanti malam datanglah ke club' .
Abang harus dateng ke sana tepat jam delapan."
"Haish! Rey. Club,club, club. Lo tau gue bosan sama suasana club'. 10 tahun gue di L.A dan gue bosen dengan dunia yang monoton."
"Iya ... iya. Gue tau.
Itu di L.A bang, bukan di sini. Jadi nanti malam Lo harus dateng. Ada barang bagus buat Lo bang," bisiknya lirih
"Hmm, yaudah. Sekalian bawa mainan lo pergi dari sini. Gue masih ada urusan." Titah Zayn seraya mengayunkan tangannya.
"Siap Abang ku! see you tonight brother!"
Senyum nakalnya kembali terurai saat kakinya kembali berpijak menyusuri lantai dasar gedung serbaguna milik sang abang. Tatap matanya menggoda setiap kaum hawa yang berpapasan dengan nya di setiap pijakan lantai yang ia lalui.
Langkahnya terhenti sejenak, saat netra birunya itu menangkap seorang pria paruh baya yang ia kenali, sedang menuju kearahnya.
"Hay om rizal!"
"Hallo Rey! kau disini?"
"Iya om, sekedar menyapa Abang. Dia belum sempat pulang dan malah langsung ke sini."
cicitnya kesal.
Rizal menepuk pundak Reynand pelan, "Ayolah Rey, Abang mu memang pria penuh tanggung jawab. Kau pasti paham akan hal itu."
"Iya lah om. Baiklah, aku pergi dulu ya om.
Mainlah ke rumah sesekali, papa rindu bermain catur dengan mu om."
"Kapan kapan om mampir kesana.
Bilang bunda mu, masak kan sesuatu yang enak ketika om berkunjung kesana!"
"Siap om," ucapnya sembari melenggang pergi meninggalkan pelataran hotel.
house club'
Zayn berjalan santai melewati kerumunan manusia yang tengah asik meliuk-liuk kan tubuh mereka di bawah dentuman suara musik beraliran keras.
Mereka terlihat enjoy walau keadaan kian sesak dan berbaur dengan lawan jenis.
Sesekali tangan-tangan nakal pria hidung belang beraksi memanfaatkan keadaan yang kian mendukung.
Untuk sekedar meremat, menyenggol, atau bahkan hal liar lainnya.
Zayn terlihat lelah. Tapi jam di arlojinya masih menunjukkan pukul 22.00.
Ia mendudukkan bokongnya di ruangan VIP yang memang tersedia untuknya malam ini.
Segelas white Russian di tuangkan oleh seorang wanita muda pemilik rambut pink cerah.
Parasnya cantik, namun sepertinya wajah itu tak asing bagi Zayn.
Dalam sekali teguk, segelas minuman itu lenyap dalam tenggorokan nya.
"Tuangkan lagi," titahnya lembut pada gadis itu.
Dengan lihai ia kembali menuangkan segelas minuman untuk tamu VIP yang ia layani.
"Kemari!" titah Zayn melambaikan tangannya. Memanggil gadis itu dengan raut wajah penuh penantian.
Namun gadis itu seolah enggan untuk mendekat. Ia masih mematung di tempat semula dengan raut wajah gusar.
Hal itu membuat darah Zayn kembali berdesir, menahan amarahnya yang mulai merambah naik di penghujung kepalanya.
Tangan kekarnya bergerak cepat, merengkuh paksa pinggang ramping gadis tersebut dan membuatnya melekat sempurna di atas pangkuannya.
"Jangan membuatku marah sayang!" tegasnya lagi syarat akan nada mengancam.
Sontak gadis itu terkesiap, tubuhnya menegang sempurna seiring rasa takut yang mulai mendominasi seluruh tubuhnya. Ia mengangguk patuh, menuruti segala titah yang di ucapkan oleh bosnya itu.
"Siapa namamu?" bisik Zayn lirih di telinga gadis itu.
"Gita." Jawabnya lirih mencoba tenang.
"Gita! seriously? tapi, wajah mu hampir sama seperti gadis cupu yang ada di kantorku."
"Be-benarkah?" ucapnya sedikit menundukkan kepalanya. Terselip kegugupan yang nyata dari setiap tutur kata yang terucap dari mulutnya.
"Hmm, mungkin aku yang salah.
Minum lah! malam ini kau harus menemani ku minum sampai adik ku Rey datang kemari."
"Tap- tapi tuan ..." gadis itu hendak membantah.
"Sshhhttt! minum." Titahnya lagi seraya menuangkan segelas minuman keras itu kedalam mulut gadis lugu bernama Gita.
Dengan terpaksa, Gita mau tak mau tetap menelan setiap tetes air memabukkan itu ke dalam tenggorokan nya. Hingga isi dalam gelas tersebut tandas tak bersisa.
"Lagi!"
"tidak, tidak tuan, cukup!" tolaknya dengan kepala yang menggeleng cepat.
"Ayolah, satu lagi dan kau bebas."
Dengan terpaksa Gita kembali meneguk segelas minuman yang di angsurkan oleh Zayn kepadanya. Lidahnya terasa petar, tak tahan dengan rasa pahit yang mendominasi seluruh mulutnya.
"Sudah, sudah tuan! saya harus pergi." Gadis itu segera beranjak dari pangkuan Zayn, namun sayang saat ia berusaha untuk berdiri kakinya melaha goyah dan mulai lunglai seolah tak bertulang. Ia tak berdaya untuk menopang beban tubuhnya sendiri.
"Mati aku!" rutuknya dalam hati.
"Perlu bantuan?" tawar zayn lembut membelai pinggang ramping Gita.
"Tidak! tidak perlu. Aku bisa sendiri." Tolaknya sedikit kasar sembari menyingkirkan sentuhan tangan Zayn yang merayapi pinggangnya. Tampikan halus dari tangannya itu berhasil membuat belaian zayn benar-benar terlepas dari tubuhnya.
"Aigoo! gadis kecil yang lugu rupanya."
Zayn kian tertarik pada gadis yang bernama Gita ini. Nalurinya seolah tertantang untuk mencicipi rasa dari gadis lugu di hadapannya itu. Namun sepertinya situasi sedang tak bersahabat, dan ia terpaksa harus menggunakan cara kasar.
Seketika ia merengkuh tubuh Gita dengan paksa, mengurung tubuh mungil itu dengan erat dalam dada bidangnya.
Indra penciuman nya kian menajam.
mengirup aroma wangi yang kian menguar dari tubuh gadis lugu itu.
"Aku suka wangi tubuh mu, git." ucapnya lambat sembari mencecap leher jenjang yang tertutupi oleh pita kecil. Gigitan kecil ia hadiahkan pada tepian telinga gadis itu.
Tertera tanda merah menyala sebagai tanda khas kepemilikan.
Gadis itu masih meronta.
Menolak segala jenis sentuhan yang baru saja ia terima. Membuat Zayn dengan terpaksa mengurungkan keinginannya yang telah menggebu dalam kepalanya.
"Pergilah! hari ini kau bebas." Titahnya sembari memunggungi Gita yang tengah meringkuk membekap bagian atas tubuhnya.
Tanpa harus di ulang, Gadis itu pun segera lari meninggalkan ruangan tersebut, bersamaan dengan reynand yang tengah berdiri di depan pintu hendak masuk ke dalam.
"Maaf tuan reynand," ucapnya sembari membungkuk kan badannya penuh hormat.
"Hmm! gumamnya acuh kilas menatap gita yang nampak berantakan.
"Wow! puas bermain?" ledeknya pada Zayn.
Reynand tersenyum tipis melihat keadaan abangnya yang terlihat kacau .
Terlihat jelas saat ini pria itu membutuhkan pelepasan.
"Siapa perempuan tadi?"
"Gita, anaknya Michiko." jawab reynand seraya mendudukan dirinya di sebelah Zayn.
"Dia, mainan lo juga?"
"siapa? Gita?"
Zayn hanya mengagguk tipis.
"Bukan! dia cuma jadi waiters di sini.
Kenapa? lo mau bang?"selidiknya dengan sunggingan senyum di sudut bibirnya.
Zayn mengusap wajahnya gusar.
"buang angan Lo jauh-jauh bang.
Michiko nggak akan biarin seorang pun buat nyentuh anaknya. terangnya yang membuat Zayn kian berhasrat untuk memiliki gadis itu.
"****! bawa dia kemari. Gue akan bayar berapapun asal dia ngijinin Gita buat nemenin gue semalam.
"Bang, Michiko bukan orang kayak gitu.
Lo belum kenal dia sih.
Dia itu salah satu wanita malam yang punya banyak jam terbang di sini. Menemuinya bukan perkara yang mudah.
Dan lagi lo tau , paras cantik dari Gita itu adalah titisan murni keturunan dari Michiko loh bang."
"Besok malam. Gue pengen ketemu sama dia.
Lo yang urus."
"Bang! sergahnya hendak menolak keinginan Zayn.
"kalau lo berhasil ngebujuk dia,
mobil Ferrari merah gue buat lo."
Seketika Reynand ternganga, "what! beneran nih bang?"
Zayn mengagguk kecil, kemudian melenggang pergi dari tempat itu.
Senyumnya terurai sempurna saat ia tau keinginannya tak mungkin untuk bisa di tolak oleh siapapun.
Matahari masih samar, seolah malu untuk memancarkan sinar terangnya di pagi buta itu.
Hanya semburat warna kemerahan yang membentang menghiasi warna langit.
Namun dering ponsel yang entah sudah berapa kali berbunyi itu membuat Zayn dengan terpaksa harus membuka kelopak matanya yang masih terasa berat.
"Hmm!" jawabnya malas menempelkan benda pipih itu di telinganya.
"Ehhm! Assalamualaikum kakak," sahut seseorang di seberang saluran telepon itu.
Zayn seketika mengerjapkan matanya berulang kali, dan melihat jelas siapa yang sedang berbicara dengan nya. Tertulis jelas ada nama BUNDA di layar terang itu.
"Oh! ****!" umpatnya lirih.
"Waalaikumsalam bunda." Jawabnya dengan suara yang di buat semanis mungkin.
"Belum bangun?"
"Ehm, udah kok bund, udah.
Ini kakak baru aja mandi." Bohongnya dengan lancar.
"Nanti mampir ke rumah ya kak. Bunda udah masak, assalamualaikum." Putusnya lebih cepat.
"Iya! Waalaikumsalam." Seraya mengakhiri panggilan tersebut.
Inilah Zayn Permana Rahady, atau sering di panggil dengan sebutan Zayn Malik Ahmad.
Jika di Amerika, di jam seperti ini ia masih terlelap dalam buaian mimpi. Atau bahkan ia baru saja pulang dari kegiatan malamnya yang melelahkan. Seperti pergi ke kasino atau sekedar menghamburkan ratusan dolar atau ribuan dollar semalam hanya untuk bersenang-senang di sebuah club bersama mainan mainan cantiknya yang rela menyembah di bawah kakinya demi mendapatkan segelintir harta yang ia punya.
Apalagi, jika itu merupakan barang yang fresh dan murni yang belum tersentuh oleh tangan lelaki hidung belang. Zayn tak akan tawar-menawar soal harga.
Berapapun akan ia berikan, karna uang bukan hal yang sulit baginya. Bakatnya di dunia perjudian kasino menjadikan pundi-pundi uang miliknya membludak di beberapa daftar nama bank.
Berbeda cerita jika ia sudah kembali menginjak tanah kelahirannya.
Akan ada satpam eksklusif yang selalu membangunkan nya tepat di jam yang sama.
Tepat pukul 04.30. pagi. Tak lebih dan tak kurang semenit pun.
Siapa lagi jika bukan ibundanya tercinta.
Wanita yang telah melahirkan nya dan mendidiknya hingga menjadi seperti sekarang.
Dengan langkah lunglai setengah malas, Zayn berjalan gontai menuntun langkahnya menuju kamar mandi guna menyegarkan dirinya sebelum ia kembali ke kediaman orang tuanya.
Tepat pukul 05.00 pagi.
Deru mesin mobil Ferrari yang baru saja sampai kini sudah terparkir rapi di kediaman papa dan bunda nya.
Di rumah lama mereka tepatnya.
Tempat yang sama yang saat ini masih di tinggali oleh keyra , dan juga adik nya reynand.
Suara ketukan pintu serta alunan salam dari bibir zayn membuat ayu yang memang sudah menunggu kedatangan putranya sejak semalam itu segera membukakan pintu rumahnya.
"Waalaikumsalam," jawab ayu yang masih mengenakan apron di tubuhnya.
Mata teduhnya meneliti penampilan putra sulungnya ini mulai dari atas hingga ke bawah.
Banyak yg berubah memang ,
Zayn putra kecilnya yang lucu dan polos ini sudah menjelma menjadi seorang pria dewasa berpenampilan maskulin di usianya yang sudah menginjak 25 th.
Berbekal penampilan nya yang modis, hal itu selalu membuat Zayn terlihat muda di setiap waktu.
"Pagi banget kak? mau olahraga?" tanya ayu sembari menggandeng tangan Zayn untuk masuk ke dalam.
"Iya bund. Bunda masak apa?"
"Semua kesukaan kakak, udah bunda siapin di meja. Nanti kita sarapan bareng ya!" ucapnya penuh kelembutan.
"Hmm. Iya bund. Reynand mana bund?"
"Masih tidur, dia emang susah kalau di suruh bangun pagi kak. Kamu bangunin gih!" Titah sang ibunda yang segera mengantarnya ke kamar reynand. Kemudian setelah itu ia berlalu pergi.
"Woy! Bangun lu. Dasar pemalas!" ucap Zayn seraya mengguncang tubuh reynand yang masih terbungkus selimut tebal.
"Paan sih bang! Berisik lu ah."
"Temenin gue joging. Gue pengen olahraga."
Namun bukannya bangun reynand malah semakin keras mendengkur. Terlelap jauh dalam mimpi-mimpinya.
"Sialan ni bocah. Gue siram lu ya dek kalo nggak bangun," Ancamnya tak main-main membuat reynand dengan segera bangun dari tempat tidurnya.
"****! Brengsek lu bang, ganggu gue aja." Sarkasnya kesal.
Langkahnya kakinya perlahan menapaki lantai yang terasa dingin di kamar mandinya.
Bibirnya tak henti-hentinya mengumpati kehadiran sang Abang yang saat ini sedang tertawa ria melihat raut kesal di wajahnya.
"Woy! Buruan dek! Lo ngorok ya?" Rong-rong Zayn yang lelah menunggu reynand di depan pintu kamar mandi.
"Berisik lu bang." Jawabnya sengit dari dalam kamar mandi.
Tak lama berselang reynand pun akhirnya muncul dengan wajah yang lebih segar dan fashion olahraga yang membalut tubuhnya.
"Buruan! ada yang mau gue bahas ni," ucap Zayn mendahului langkah reynand.
Ke duanya segera turun dan berlarian kecil menyusuri jalanan di sekitar komplek perumahan.
"Bang!" Panggil Rey dari belakang.
"Hmm!"
"Bagi gue duit , buat kembangin club."
"Berapa?"
"200," jawabnya enteng.
"Gampang! Asal permintaan gue yang semalem bisa lo turutin."
"Michiko?"
Zayn mengagguk kilas. Langkahnya terhenti di sebuah bangku taman, ia beristirahat sejenak di sana untuk menghapus peluh yang mulai membasahi seluruh tubuhnya.
"Ngapain sih bang? Gue bisa kali cariin yang laen! Kenapa harus Gita sih?" Racau reynand seraya duduk di samping sang Abang.
"Dengerin nih dek ya!
Lo minta apa-apa sama gue, apa gue pernah nanya itu buat apa. Apa gue pernah protes ama Lo? Berapapun lo minta gue kasih, mau Lo buat maen, buat seneng-seneng. Abang nggak pernah peduli dek.
Terus kenapa sekarang giliran gue yang butuh bantuan lo, lo jadi cerewet sih?"
"Ya, nggak gitu bang!"
"Lo mau duit nggak?" tanyanya yang seketika membuat reynand bungkam akan segala sanggahannya.
"Ya mau! Gue butuh bang .
Kalo pun gue minta ke papa, mana mungkin di kasih."
"Makanya. Itu urusan elu, gimana caranya.
Soal duit, ntar lo ambil duitnya di apartemen Abang. Sekarang kita pulang."
Reynand menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal. Kemudian kakinya kembali berlari menyusul sang abang yang sudah jauh lebih dulu kembali ke kediamannya.
•••••••
house club'.
Zayn tengah duduk santai di ruangan VIP. Di temani oleh beberapa wanita yang tengah bersandar mesra di lengannya dalam ruang yang di desain dengan cahaya remang itu.
Begitupun dengan reynand yang juga sedang memangku isabell di paha kirinya.
Tangannya masih terus bergerak ke sana kemari, mencari sesuatu yang nyaman untuk ia sentuh.
Satu jam telah berlalu. Bertepatan dengan Michiko yang sudah selesai dengan urusan ranjangnya dengan salah satu klien langganan nya.
"Isabella sayang! Panggil mami Michiko ke mari." Titah reynand lembut pada gadisnya.
Isabella mulai beranjak ke luar dari ruang VIP. Liuk tubuhnya terlihat kian menggoda tatkala ia berjalan, dan hal itu membuat reynand memainkan lidahnya.
"Mami Michi, bisa ikut dengan ku sebentar?
Bos Rey sedang menunggu mu di ruang VIP." Ajaknya pada seorang wanita yang tengah sibuk di cumbu oleh kliennya yang baru saja check in.
"Siapa?"
"Klien penting. Taipan muda mamih," jawab Isabella seraya mengerlingkan sebelah matanya.
Sontak Michiko bergerak cepat, ia segera melepaskan diri dari tangan seorang yang tengah menjamahnya.
"Sorry say, lain kali mami temenin ya. Muach!" Sebuah kecupan mesra Michiko hadiahkan di bibir pria yang tengah menatapnya penuh kecewa, karna gagal mendapatkan pelepasannya malam ini.
Ia menjauh pergi mengikuti isabella yang lebih dulu masuk ke ruang VIP tempat reynand dan Zayn yang sudah menunggu kedatangan mereka.
Senyum sumringah mengembang di wajah reynad saat Isabella dan Michiko sudah ada di ruangan tersebut.
Sementara Zayn, ia seolah acuh akan kehadiran Michiko di sana.
Bibirnya sedang sibuk mencecap rasa bibir wanita-wanita yang ada di sampingnya.
Tapi, ekor matanya yang tajam meneliti setiap inci dari seorang Michiko .
Sekilas, ingatan nya berlabuh pada lembaran-lembaran kecil serpihan masa lalunya yqng kelam akibat perisahan ke dua orang tuanya.
Netranya kian menggelap saat ia ingat akan seorang wanita licik yqng bernama indah .
Pertemuan yqng tak sengaja di waktu ia masih kecil masih terekam jelas dalam ingatan nya, dan semakin jelas dengan kehadiran wanita yang bernama Michiko saat ini.
Reynand mengerahkan segala upaya yang ia miliki untuk membuat Michiko luluh dan menyetujui permintaan yang akan ia ajukan nanti. Bukan main-main, setelah uang 200 juta yang ia dapatkan siang tadi dan akan bertambah lagi dengan berpindahnya kepemilikan mobil Ferrari merah milik sang Abang itu ke tangannya. Membuatnya nya mau tak mau mengerahkan segala upaya dan daya pikatnya yang tinggi untuk mendapatkan penawaran yang menggiurkan dari sang Abang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!