NovelToon NovelToon

Jatuh Cinta Pada Kakak Ipar

jatuh cinta pada kakak ipar

"Aku sudah bilang, Mas… anak kita itu kembar. Kalau saja bukan karena penantian kita akan seorang putra, mungkin sejak awal aku sudah menggugurkan kandungan ini," ucap Dina Arzander, dingin seperti embun beku.

Dina adalah istri dari Bram Arzander, keluarga konglomerat dengan kekayaan yang tak habis hingga sapta turunan. Namun, di balik kemewahan itu, mereka menanggung derita panjang: bertahun-tahun tak kunjung dikaruniai anak.

Lima tahun pernikahan, kabar itu datang Dina mengandung. Seluruh keluarga bersukacita, seolah dewa-dewi anugrah telah mengabulkan doa mereka. Namun sukacita itu retak ketika Dina mengetahui bahwa ia mengandung bayi kembar. Baginya, anak kembar adalah apashakun tanda sial yang membawa celaka. Hanya demi permintaan sang suami, ia menahan diri untuk melahirkan keduanya.

" Tenanglah, semua nya akan berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan, jika hanya satu, maka akan tetap satu " Bram, suami Dina juga setuju apa yang Dina katakan,

padahal, anak adalah rejeki yang luar biasa baik laki-laki maupun perempuan, baik kembar maupun tidak, anak adalah segala nya, banyak pasangan suami istri diluar sana yang ingin dikaruniai anak, namun pasangan suami istri ini, malah ingin satu anak, karena isu-isu yang tidak jelas dari mana,

Sembilan bulan berlalu, Hari kelahiran tiba

" mas aku hanya ingin satu anak, satu anak, kau ingatkan aka yang mau katakan delapan bulan lalu? " Dina yang sedang tergeletak di ranjang rumah sakit, masih saja membahas masalah anak keduanya,

"Tenanglah, Sayang… kita hanya akan membesarkan sang kakak, bukan adiknya," bisik Bram menenangkan istrinya yang baru keluar dari ruang operasi.

Seorang suster masuk, membawa dua keranjang bayi. Keduanya begitu mirip alis, mata, hidung, bibir seperti sedang bercermin, kedua nya kembar identik, bak pinang dibelah dua,

"Selamat, Bapak dan Ibu. Keduanya sehat dan tampan sekali, mirip dengan ayah nya " ucap suster sambil menyerahkan sang kakak pada Dina, dan sang adik pada Bram.

Dina menimang sang kakak dengan lembut, memberinya ASI yang deras mengalir. Sementara sang adik harus puas dengan susu botol, meski air susu ibunya melimpah, bahkan Bram tidak fokus memberikan susu bantu itu, terkadang bayi itu pengap karena air susu masuk kedalam hidung nya,

"Cucuku…" lirih Siti, ibu Bram, saat menggendong sang adik yang tak pernah dipeluk oleh Dina.

"Mas, ambil anak itu. Jangan biarkan Ibu menggendongnya, atau umur ibu akan pendek, dia pembawa sial mas " bisik Dina tajam pada Bram.

Siti menatap kedua bayi itu lekat-lekat. "Mereka sangat mirip, tidak ada bedanya." ucap Siti sambil menatap kedua cucunya,

"Namanya siapa, Mas?" tanya Dina sambil memandang sang kakak.

Siti merasa ada yang ganjal. Hanya satu bayi yang mendapat tempat di hati sang ibu, seolah yang satunya bukan darah dagingnya.

"Rafa dan Rafael," ucap Siti mantap Bram,

"Rafael akan tinggal bersama Ibu." sambungnya,

Bram tampak ragu. "Dengan kondisi Ibu yang seperti sekarang… bisakah Ibu merawatnya?"

"Bisa, umur ku memang sudah tua, tapi aku masih lihai dalam menjaga bayi, apalgi ini adalah cucu ku, Lagi pula, kalian masih punya Rafa kan," jawab Siti cepat, seolah melepaskan beban.

" sudahlah mas, ibu mau merawat sang adik tidak masalah, kita masih ada Rafa kan? " menimang Rafa sambil tersenyum bahagia,

Siti memanggil pembantunya. "Sri, bawa Rafael pulang bersama kita."

Dan begitu saja, bayi itu dibawa keluar dari rumah yang seharusnya menjadi tempatnya tumbuh, dan sama sekali tidak ada penolakan dari kedua orangtua, seolah memang hanya Rafa yang lahir pada hari itu,

...🌻🌻🌻...

Sapta dasa varsha,

Tahun begitu cepat berlalu, tumbuh kembang Rafael hanya nenek yang menyaksikan, orangtua nya sekali saja, tidak pernah menjenguk nya, hingga tumbuh rasa benci di dalam diri Rafael, terhadap kedua orangtuanya,

Rafael tumbuh di bawah asuhan neneknya. Di rumah ia anak yang tenang, namun di luar ia menjelma rakshasa kecil biang masalah di sekolah, perokok, pemalak, bahkan pernah kedapatan masuk hotel tanpa alasan yang jelas. Sekolah sering memanggil wali murid, namun Rafael selalu menyembunyikan semua dari neneknya.

"Besok, bawa orang tuamu ke sekolah," tegas wali kelas.

Rafael menatapnya tajam. "Bu, saya tidak punya ayah dan ibu. Saya hanya saya," jawabnya sambil pergi dengan wajah penuh tantangan.

Ironisnya, dari sekian banyak sekolah, Rafael justru satu sekolah dengan kembarannya, Rafa. Hubungan mereka cukup baik, meski Rafael sering diliputi dvesha kecemburuan karena neneknya tak pernah menutupi siapa orang tua kandungnya, cerita kejadian di hari kelahiran nya pun tidak di tutupi sang nenek, dengan harapan kedua orangtuanya bisa mengatakan ' maaf ' pada sang anak, namun semua nya haluan,

Hari itu, di sekolah, Rafael menunggu Rafa untuk bermain basket, namun ia justru melihat sang kakak dijemput sopir pribadi. Kejadian itu sudah terlalu sering ia rasakan, melihat dengan mata, namun hati yang merasakan, luka diluar bisa lihat siapa saja, namun luka di hati, hanya yang memiliki luka yang bisa merasakan,

Melihat sang kakak diperlakukan bak pangeran, tidak pernah membuat Rafael iri, karena sejak dulu, ia selalu di perlakukan tidak adil, seolah sudah terbiasa dengan takdir,

Rafael akhirnya bermain sendiri, ia bermain sekitar tiga puluh menit, teman? tentu saja ia tidak punya, siapa yang mau berteman dengan preman sekolah, setelah tiga puluh menit berlalu, ia duduk sambil meneguk air, menyalakan korek, dan mengeluarkan sebatang rokok nya,

"Maaf, apakah kau bersekolah di sekolah yang sama denganku?"

Suaranya datang dari belakang, lembut, seperti gitar musim semi yang menggetarkan hati.

Rafael berbalik. Seketika ia mematikan rokoknya. Gadis itu… memikat seperti bunga pertama yang mekar di awal vasanta. Wajahnya bening bagaikan sinar bulan, bibirnya merah muda seperti kelopak mawar yang baru merekah. Rambutnya diikat sederhana dalam ekor kuda, poni halus membingkai dahinya, menambah kesan manis dan polos.

"Maaf," ulang gadis itu karena Rafael belum menjawab.

"Ya… aku sekolah di sana. Kau murid baru?" Rafael menatap gadis cantik jelita itu, seperti mimpi bisa melihat bidadari di siang hari, berkedip saja Rafael tidak mampu, karena tidak mau kehilangan moment indah yang tuhan berikan pada nya, sekali ini takdir memberikan hal manis pada nya,

"Aku ingin tahu… ruang guru ada di mana?" tanyanya, suaranya selembut embun.

Rafael memberi arahan. Gadis itu mengangguk paham, lalu pergi. Rafael menatap nama yang tertera di seragamnya, membacanya pelan seperti mantra

"Anastasya Viola Devanka…"

Dan di sanalah, untuk pertama kalinya, Rafael tahu vidhi sedang mengatur panggung hidupnya, apapun di ujung sana nantinya, Rafael akan menjadi masa depan gadis cantik itu,

Bersambung.........

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Hai teman-teman, yuk bantu like dan masukkan cerita aku kedalam favorit kalian, ini karya pertama aku dalam menulis, mohon bantuan nya ya teman-teman........

jatuh cinta pada kakak ipar

Catur Varsha, empat tahun telah berlalu.

Rafael kini hidup seorang diri. Siti, nenek yang selama ini menjadi pelindungnya, telah berpulang ke pangkuan Ilahi. Di saat duka itu belum kering, Bram Arzander sang ayah, datang membawa kabar pahit, Rafael diminta pergi sejauh mungkin, jangan sampai satu pun anggota keluarga mereka melihatnya lagi. Jika melanggar, nyawanya menjadi taruhannya, tidak pernah di anggap keluarga, sekarang malah dibuang bak sampah yang tak berguna,

"Pergilah… ke mana pun kau mau," ucap Bram, menatap Rafael yang berlutut di hadapannya, lalu meletakkan sebuah koper penuh uang tunai di lantai.

Rafael memandangi koper itu, tersenyum getir. "Selama ini… Ayah dan Ibu menantikan hari ini, bukan?" air mata nya bahkan tidak rela keluar di hadapan sang iblis yang sedang memperlakukan nya bak hewan peliharaan

Bram menatap putra yang tak pernah diakuinya itu dengan sorot mata kasar. "Jangan lancang. Jika dulu aku menuruti ucapan ibumu, mungkin kau sudah lama tiada." emosi yang di tahan, terlihat jelas di wajah Bram, mungkin tidak hanya tamparan, tembakan juga dengan senang ia berikan,

Rafael mendongak, matanya menyala. "Lalu mengapa tak kau lakukan saat itu? Mengapa menunggu aku sebesar ini? Jika bukan karena Nenek… aku tak sudi memakai margamu di belakang namaku!" teriaknya.

"Pergi! Aku tak mau melihat wajahmu lagi! Jangan sampai keluarga ini melihat mu, paham?!" Bram membentak, lalu berbalik pergi.

" hari ini, di hadapan mu, aku melepaskan nama marga ku, karena sejak awal aku memang tidak terlahir dari rahim hina istri mu " teriak Rafael, suara nya bergetar,

" itu lebih bagus, agar dunia tahu, anak ku hanya satu, jika bukan karena ibuku, mungkin nama mu tidak akan semirip ini dengan anak ku " ucapan anak ku, seolah mengartikan Rafael memang tidak pernah hadir didalam hidup mereka,

Rafael menatap koper itu. Uang itu memang bisa membuatnya bertahan hidup, tapi tidak untuk selamanya, hidupnya yang sudah susah payah nenek nya besarkan, tidak dengan sia-sia ia berikan pada kedua iblis itu, ia harus hidup walau tidak di negara ini, setidak nya negara tetangga, mau menerima nya,

Dengan sifatnya yang keras dan tak selalu lurus, Rafael memutuskan pergi ke London bukan tanpa alasan. Negeri itu adalah impian gadis yang selama ini ia cintai dalam diam, Anastasya Viola Devanka, ia tahu hal ini, karena mereka sempat berteman di masa-masa sma, walau tidak lama, tetapi kenangan manis sangat indah di ingatkan kdua nya

...🌻🌻🌻...

Rumah keluarga Arzander.

"Bagaimana, Mas? Sudah aman? Aku tidak mau dia merusak suasana bahagia rumah kita," kata Dina, melihat suaminya pulang.

Bram duduk, meneguk segelas air. "Sudah kuurus semuanya. Semoga dia mengerti apa yang kukatakan."

Rafa, yang berdiri di sudut ruangan, mendengar percakapan itu. Ia melangkah mendekat, sorot matanya marah. "Ibu… kenapa melakukan ini pada Rafael? Dia adikku." bentak nya pada Dina,

Dina menatap putranya tajam. "Kau masih berhubungan dengannya? Ibu sudah bilang, dia membawa apashakun kesialan. Kenapa kau tak mau mengerti, Rafa?" Dina khawatir karena ternyata Rafa menjaga hubungan baik dengan adiknya

Bram menghela napas. "Bisakah kalian berdua diam? Bertahun-tahun ini yang kalian perdebatkan. Dina, dia sudah pergi. Tapi kita tak bisa menghapus margaku di belakang namanya, kemanapun ia pergi dirumah sakit dunia ini, hasil nya akan mengatakan bahwa dia adalah darah daging ku " Bram berteriak, sesak melihat keadaan rumah,

Rafa menatap ayahnya. "Kenapa Rafael yang harus pergi, Ayah? Sejak kecil, setiap aku berbuat salah, dia yang disalahkan. Ibu memukul, mengurungnya… padahal semua itu salahku." Rafa yang sudah lama menahan semua rasa sakit yang adik nya tangung, tidak pernah diperlakukan adil,

Bram memijat pelipis. "Ayah tak tahu harus bagaimana… di satu sisi kau, di sisi lain ibumu. Rumah ini tak pernah tenang." Ia meraih jasnya dan pergi meninggalkan mereka.

Pagi hari di rumah Arzander.

"Rafa, pagi ini ikut Ayah ke kantor. Kau harus belajar bisnis, usia mu sudah cukup untuk berada di tahap ini, jika bukan sekarang mau kapan lagi " ujar Bram di meja makan.

Karena kejadian semalam, Rafa tak ingin membantah, dan tak ingin suana menjadi hening, "Iya, Ayah." jawab nya,

Dina tersenyum puas. Dalam pikirannya, Rafa lah pewaris tunggal seluruh kekayaan keluarga Arzander. Tak seorang pun, termasuk Rafael, bisa mengambilnya.

Bram dan Rafa berangkat dengan mobil mewah. Orang-orang di jalan memberi jalan bagi sang pengusaha besar. Rafa, meski menikmati kenyamanan itu, tetap menyimpan keinginan rahasia, ia ingin melihat keluarganya utuh, akan terasa nyaman jika keluarga Cemara bisa duduk dan tertawa bersama di meja makan,

Kantor milik Bram.

Semua karyawan menunduk memberi salam saat bos besar dan putranya yang tiba di salah satu kantor cabang, semua masyarakat kita itu, sudah tahu siapa pengusaha ternama dengan kekayaan melimpah, bersikap sopan sudah menjadi kewajiban

"Ini salah satu kantor kita. Masih banyak yang lain. Seminggu ini kau akan berkeliling, agar karyawan mengenalmu," kata Bram sambil berjalan menuju sebuah ruangan.

Rafa mengikuti ayahnya, terpukau oleh kemegahan kantor itu lampu kristal, interior elegan, udara yang memancarkan wibawa, semua nya terlihat megah siapa saja yang datang akan memanjakan mata mereka, melihat barang-barang import yang mahal,

Bram membuka salah satu ruangan, yang terletak di sebelah ruangan nya, namun ia jarang ke kantor cabang, karena pemilik perusahaan hanya berada di kantor pribadi nya,

"Ini ruanganmu… dan dia sekretarismu. Namanya Anastasya Viola Devanka. Perusahaan yang memilihnya untukmu, kau sudah bisa mulai bekerja dengan nya, dan perlakuan dia dengan baik" ujar Bram.

Deg…

Rafa tertegun. Viola adalah gadis yang dulu ia kenal di SMA. Ia, Rafael, dan Viola pernah menjalin kebersamaan yang manis di masa sekolah, Rafa dan Rafael menyimpan perasaan yang sama kepada gadis itu, hanya saja perasaan Rafael lebih dominan, karena pertemuan pertama mereka yang sangat berkesan,

"Dia dari keluarga Devanka. Ayahnya teman Ayah. Statusnya sebagai karyawan hanya sementara. Keluarganya ingin dia mandiri," bisik Bram.

Rafa masih menatap viola, enggan untuk berkedip karena tak rela membiarkan ciptaan Tuhan yang indah ini terlewatkan walau hanya beberapa detik,

Viola menghampiri. "Selamat siang, Pak," sapanya lembut.

"Siang, Viola," jawab Rafa, menatap mata gadis itu bening bak mani ratna, permata yang bersinar dari dalam.

Pertemuan itu ia ceritakan pada Rafael. Ia bahkan mengirim foto Viola yang tengah bekerja di ruangannya… tak menyadari bahwa satu pesan itu akan membuka kembali simpul takdir yang telah lama terikat.

Bersambung............

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Hai teman-teman, yuk bantu like dan masukkan cerita aku kedalam favorit kalian, ini karya pertama aku dalam menulis, mohon bantuan nya ya teman-teman........

jatuh cinta pada kakak ipar

London, Senja yang Membentuk langit

Rafael, yang kini telah menapaki usia dewasa di negeri orang, menjelma menjadi pria yang namanya harum di kalangan banyak orang. London telah menempanya membentuk sikapnya menjadi lebih matang dan bijak. Ia tumbuh menjadi sosok yang diidam-idamkan banyak perempuan Eropa; tinggi, tampan, dan memancarkan wibawa yang sulit diabaikan.

Menjadi seorang pilot sejatinya bukanlah cita-citanya. Namun, itulah profesi yang ia pilih demi satu alasan gadis impiannya, Viola. Demi dirinya, Rafael mengubah gaya hidup dan penampilannya. Namun, ada dua hal yang tak pernah ia lepaskan sejak usia tujuh belas tahun: rokok dan minuman keras dua kebiasaan yang telah mengakar dalam hidupnya.

Pribadi yang baik sudah membentuk dirinya, ia hidup bak batang pohon yang jatuh dari dahan nya, sendirian, bahkan selesai daun pun enggan untuk bersama nya, namun usaha tidak mengkhianati hasil, empat tahun ia memahat dirinya, dan itu semua berubah manis,

“Selamat sore, Kapten Rafael,” sapa seorang pramugari berwajah cantik yang kerap dirumorkan dekat dengannya. Mereka terlihat akrab, sebab dulunya menempuh pendidikan di sekolah penerbangan yang sama, hanya pada wanita satu inilah, Rafael merasa nyaman, dan hubungan sebatas teman kerja,

Rafael menanggapi dengan senyum tipis. Bukan hanya satu atau dua pramugari yang mencoba mendekatinya hampir semua mengenal pilot tampan yang kini tak lagi menggunakan nama belakangnya. Sejak tragedi empat tahun silam, Rafael menanggalkan identitas keluarganya dan menolak setiap penerbangan yang membawanya pulang ke tanah air.

Rasa sakit memang akan hilang seiring berjalan nya waktu, tetapi yang namanya sakit pasti ada luka, dan luka memang bisa hilang, namun tetap akan meninggalkan bekas, sulit untuk mencari cara agar bekas bisa hilang, namun ini bukan tentang bekas luka,

“Mau makan malam bersama?” tanya Sofi, rekan sekolahnya yang cukup dekat dengannya, dari dulu hingga sekarang hubungan mereka manis,

Rafael menatap jam tangannya. “Tidak bisa. Malam ini aku ada jadwal penerbangan,” ucapnya sambil memeriksa ponselnya sesuatu yang jarang ia lakukan saat bertugas,

Terkadang dia merasa tidak ada hal penting yang perlu dibicarakan lewat telpon, jika bukan karena pekerjaan mungkin ia akan memutuskan untuk tidak mengunakan telpon,

Sofi menahan langkahnya, meraih lengan bajunya Rafael, dengan senyum manis. “Kalau sarapan bagaimana? Aku sering melihatmu sarapan di bandara sendirian, bagimana kalau....... Besok, biar aku yang membuatkannya dan kita.... Makan bersama?”

Namun, Rafael justru menatap layar ponselnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Sebuah pesan masuk dari kakaknya. Satu foto. Wajah itu Viola, gadis yang selama ini menjadi pusat mimpinya.

Impian yang Rafael kejar demi mendapatkan nya bukanlah mudah, ada banyak batuan yang harus ia lalui, ada banyak badai yang ia terjang, namun sang wanita pujaan malah lebih dulu bertemu dengan sang kakak, kapan takdir akan memihak pada Rafael?

“Rafael…?” Sofi memanggil pelan, karena tak ada balasan dan jawaban dari pertanyaan tadi,

Rafael tersadar. “Tidak, aku sarapan di kantin saja. Sudah cukup untukku,” ucapnya datar, lalu melanjutkan langkah menuju rumahnya.

" kenapa sikap nya sangat dingin? Tapi tidak heran, sejak awal dia juga seperti itu " Guma Shofi sambil menatap punggung Rafael yang perlahan menjauh,

...🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻...

Pukul, 17.00 WIB

“Baiklah, Viola. Terima kasih atas kerja kerasmu hari ini,” ucap Rafa, menutup agenda kerja bersama sekretaris barunya, sekaligus wanita impian nya, yang ia dapatkan tampa perlu berusaha keras,

Viola tersenyum sopan. “Iya, Pak. Senang bisa bekerja dengan Bapak.” pekerjaan hanya perkejaan, tidak ada sedikit pun di hati viola mengatakan bahwa dulu mereka pernah dekat, masalalu juga hanya masalalu,

Rafa menatapnya sejenak, lalu tersenyum lebih hangat. “Kalau begitu… bagaimana kalau kita makan malam bersama? Aku bisa menjemput mu dengan mobil ku nanti, ” Nada suaranya mulai bergeser, tidak lagi kaku.

“Maaf, Pak?” Viola menatapnya bingung, perubahan tutur kata itu jelas terasa oleh viola, mereka baru saja berbincang dan sekarang malah lebih santai,

Rafa terkekeh pelan. “Sekarang sudah di luar jam kerja. Kita bisa berbicara santai. Lagipula, kalau tidak salah… usia kita sebaya, bukan?” menatap viola bak lukisan mahal yang sedang di pajang di acara pameran,

“Iya…” jawab Viola singkat, sedikit canggung karena baru pertama kali bertemu setelah kurang lebih empat tahun tidak bertemu, berkomunikasi dan balas pesan,

Saat itu, Rafa tak sengaja melirik layar ponsel Viola yang menyala. Sebuah wallpaper bergambar London menangkap matanya, masing-masing orang punya negara impian, namun wallpaper viola ini terlihat sangat indah seperti foto yang diambil langsung,

“London…?” ucapnya tanpa sadar, spontan karena lirikan mata nya

Viola segera meraih ponselnya dengan cepat,, seolah seperti sedang tertangkap basah, “Iya,” jawabnya singkat.

Rafa tersenyum, senyum yang tulus dan dalam seakan sedang mengenang seseorang, dari sorot matanya juga terlihat ada banyak kerinduan yang ia pendam sendirian, “Aku selalu bermimpi bisa ke London. Bagiku, negara itu adalah segalanya, negara itu dan orang-orang yang tinggal disana, menerima dia dengan baik, mana mungkin dia kembali ke neraka yang sangat kejam padanya ”

Kata-katanya mengalir bersama ingatan pada adiknya, Rafael yang sudah lama pergi dan jarang sekali membalas pesannya, Rafael terkenal sebagai orang sibuk, karena jika ia ada waktu maka tujuan nya hanya satu, mabuk lalu tidur dengan wanita,

“Bagi saya, London adalah negara yang indah, Pak. Kota impian. Saya juga ingin memiliki rumah di sana,” ucap Viola dengan mata yang sedikit berbinar.

“Benarkah? Kau menyukai London. Sudah pernah ke sana?” Rafa mengikuti alur pembicara viola, karena sorot matanya terlihat sangat kagum,

“Sudah, Pak… saya disana tidak lama, karena ada masalah pribadi, tapi saya......” Pandangannya meredup, menunduk.

Dua bulan lalu, ayahnya memanggilnya untuk pulang. Ia harus meninggalkan mimpinya menjadi pramugari demi bekerja sebagai sekretaris Rafa. Mimpi itu runtuh, terganti oleh kehendak sang ayah, wanita malang ini tidak bisa melukis impian nya di atas awan, ia harus kehilangan impian terbesar dalam hidup nya, bahkan tujuan hidup nya,

“Tapi…?” Rafa menunggu kelanjutannya.

Viola menghela napas, lalu berdiri. “Sudah sore, Pak. Saya pamit pulang.” Ada sesuatu yang ia sembunyikan di balik sikapnya sesuatu yang belum ingin ia ungkapkan, terlalu jujur kepada Rafa sekarang bukan jalan keluar nya, masalah keluarga tidak pantas di bawa kedalam kantor,

jangan lupa kasih bintang lima juga ya teman-teman, komen dan dukung karya-karya aku

Bersambung.......

...🌻🌻🌻...

Hai teman-teman, yuk bantu like, komen dan masukkan cerita aku kedalam favorit kalian, ini karya pertama aku dalam menulis, mohon bantuan nya ya teman-teman terimakasih........

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!