NovelToon NovelToon

Detektif Dunia Arwah

CHAPTER 1 KILL

Malam itu hujan deras,suasana sedikit mencekam. Mobil polisi sudah terparkir di depan rumah tua, tempat terjadinya sebuah pembunuhan.

Darrenka Wijaya detektif muda sudah berdiri di tengah TKP sambil mengunyah permen mint, polisi lain sibuk mondar mandir,tetapi dia masi fokus menatap ke arah mayat itu dengan tatapan menyelidik.

"Kematiannya sekitar 2 jam yang lalu benar kan,jena?

Jena merupakan seorang dokter forensik yang sedang mengecek mayat itu

"Benar,kematiannya terjadi sekitar 2 jam lalu. Terjadi 8 tusukan di perut dan 1 tembakan di kaki" jelas Jena kepada Darren

Darrenka mulai mendekat ke arah mayat itu sambil melihat lihat mungkin saja pembunuh itu meninggalkan sesuatu.

Tetapi saat mau melangkah ia malah terpleset darah korban dan jatuh tepat di hadapan Jena.

"Eh sorry sorry"kata Darren sambil berdiri dan membantu Jena untuk berdiri juga

"Hati hati Ren, lo itu selalu ceroboh"

"Gotcha,gue dapet kalung ini"

Darren mengambil sebuah kalung yang digenggam oleh korban itu.

"ini kalung kayaknya selalu ada di 3 kasus pembunuhan belakangaan ini" Darren memperlihatkan kalung itu kepada Jena.

"Kalung bulan sabit,sepertinya pembunuhan kali ini juga dilakukan oleh pembunuh berantai bulan sabit itu" kata Jena menjelaskan.

Seorang gadis berambut panjang masuk membawa sebuah laptop yang sudah dibuka setengah,jemarinya menari cepat di atas keyboard.

"Lo uda nemu apa Selina?" tanya Darren.

"Gue nemu rekaman cctv dari toko seberang. Ada sebuah mobil yang parkir di depan rumah ini sekitar jam sebelas lebih dua puluh menit. Seorang pria wajahnya ketutup hoodie masuk kerumah ini sambil gendong orang itu" kata Selina sambil menunjuk nunjuk detail di laptopnya.

Kemudian seorang pria datang membawa empat kopi.

"Kalian ini hujan gini ga ada yang mikirin tubuhnya. Nih,biar ga kedinginan"

"Lo ini Gavin, suasana uda mencekam gini masi aja mentingin kopi" kata Selina kesal.

"Loh gapapa lah Lin,biar tubuh kita gampang berpikir"kata Darren sambil mengambil kopi itu lalu mengambil lagi untuk Jena.

"Terimakasih"

"Gue nemu kalung ini, 3 kasus pembunuhan itu juga ada kalung ini kan" kata Darren memperlihatkan kalung itu ke Selina dan Gavin.

Selina memperhatikan kalung itu,lalu menatap sekeliling,matanya berhenti di sudut ruangan.

" Lihat itu ada simbol aneh yang tergurat dilantai dengan darah korban. Bentuknya lingkaran dengan tanda plus di dalamnya di tambah ada kalung itu"

"Simbol itu juga muncul di 3 kasus sebelumnya" kata selina datar.

"Udah dipastikan pelaku pembunuhan kali ini juga dilakukan oleh pembunuh yang sama"

Darrenka jongkok sambil memperhatikan simbol itu.

" Berarti pelaku pembunuhan ini ninggalin jejak,sepertinya dia seorang psikopat narsistik"

" Berarti kali ini kita bertemu sama psikopat kejam?" tanya Gavin.

"Benar,kita harus hati hati. Kalau bisa kita harus temukan pembunuh itu secepatnya agar korbannya tidak bertambah"

"Gue ke belakang dulu"

Tak ingin membuang waktu, Darrenka memutuskan memeriksa bagian belakang rumah.

Lorong sempit itu hanya diterangi cahaya redup dari lampu kecil di langit-langit. Lantai kayunya berderit setiap kali ia melangkah.

Hujan terdengar lebih jelas di sini, bercampur suara tik... tik... tik tetesan air dari pipa bocor.

Saat ia membuka pintu ke dapur, hembusan angin dingin menyambutnya. Pintu di ujung ruangan tiba-tiba menutup brak! tanpa sebab.

"Siapa lo" kata Darren waspada.

Tiba-tiba, sebuah bayangan bergerak di sudut matanya.

Braaak!

Seseorang menerjang dari balik lemari. Cahaya lampu menyingkap wajahnya hanya sekilas karena tertutup hoodie besar. Pisau besar di tangannya berkilat tajam.

Refleks, Darrenka meraih kursi terdekat.

Sret!

 Bilah pisau menancap keras di sandaran kursi, kayunya terbelah.Darrenka memutar kursi, mendorong si penyerang mundur, suara gesekan kaki mereka di lantai terdengar nyaring.

"Siapa Lo?" napas Darrenka berat, matanya tak lepas dari lawan.

Tak ada jawaban hanya serangan berikutnya. Pisau menyambar rendah, memotong udara tepat di depan perutnya.Darrenka melangkah mundur cepat, merasakan ujung bilah itu nyaris mengiris bajunya.

Ia membalas dengan tendangan keras ke lutut lawan.

Buk!

Sebuah geraman keluar dari mulut si penyerang, tapi pembunuh itu berbalik cepat, sikunya menghantam rahang Darrenka.

Praaak!

 Pandangannya berkunang, suara di sekelilingnya seperti terendam air.

Pisau kembali diayunkan dari bawah ke atas. Darrenka menangkisnya dengan kursi, serpihan kayu beterbangan. Ia memutar tubuh, mendorong lawannya ke arah dinding.

Dughh!

 Lemari berguncang, piring-piring jatuh dan pecah berkeping-keping di lantai.

Mereka berebut pisau, pisau itu hanya beberapa sentimeter dari leher Darrenka. Napas keduanya memburu, tangan bergetar menahan dorongan.

Lalu, dughh!

Sebuah pukulan keras menghantam perut Darrenka. Tubuhnya terjatuh,napasnya terenggut.

Sang penyerang menghunuskan pisaunya tepat ke arah perut, Darrenka menangkisnya tetapi tenaganya mulai berkurang. Sang penyerang akhirnya bisa mendaratkan pisau itu tepat di perut Darrenka dua kali. Kesadaran Darrenka pelan pelan menghilang.

Gelap,tetapi ada satu suara yang terdengar seperti sebuah bisikan.

"Kamu belum waktunya mati Darrenka Wijaya."

Gavin,Jena dan Selina yang menunggu di ruang depan bingung kemana perginya, Darren yang tak kunjung kembali.

"Ren Darren,Lo dimana" kata Gavin pada radio komunikasinya.

"Kayaknya kita harus cari kebelakang" ajak Gavin.

Mereka bertiga dengan 2 polisi lain bergegas menuju ke area belakang rumah.

"Kita berpencar siapa tau Darren ada di salah satu ruangan itu"

Selina pergi ke arah dapur,Gavin ke arah taman belakang,Jena ke arah ruang kamar pembantu, dan 2 polisi lain berpencar.

"Darren"teriak semua orang.

Selina melangkahkan kakinya ke dapur.

"Darren pasti terpeleset atau ngelakuin hal ceroboh lagi"gumamnya kesal.

Selina mendengar seseorang berteriak,namun naas saat mau membuka pintu dapur. Pintunya terkunci.

"Darren lo disana"teriak selina terdengar oleh Jena dan Gavin.

"Ada apa lin?"

"Kayaknya Darren disini gue tadi denger suara teriakannya

"Minggir kalian semu" kata gavin.

Gavin berlari dari kejauhan dan mendorong pintu itu dengan tubuhnya.

"Dughhh"

Pintu itu akhirnya terbuka. Bau anyir menusuk, piring semua pecah.

Selina menggunakan senternya mulai menyenteri bagian bagian di ruangan itu.

"Sumpah bau banget anjir"kata Gavin.

Sampai akhirnya senter Selina memperlihatkan Darren yang sedang berbaring disana.

"Darren" teriak Selina.

"Darren lo ga becanda kan njir"kata Gavin sambil menepuk pipi Darren yang mulai pucat.

"Buruan telpon ambulan Darren ditusuk seseorang"kata Jena khawatir.

Jena pun mendekat ke arah Darren dan mengecek apakah Darren masi hidup atau tidak.

"Untungnya Darren masih hidup,segera panggil ambulan Gavinnnnn."

Gavin segera mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu petugas polisi di depan untuk membawa Gavin.

"Pak,Darren ditusuk seseorang segera perintahkan ambulan untuk membawa Darren"

"Baik Pak"

Akhirnya 5 orang polisi membawa Darren masuk ke ambulance dan membawa tubuh Darren menuju ke rumah sakit.

CHAPTER 2 SIAPA

Suara sirine ambulans memecah keheningan malam. Tubuh Darrenka terbaring di atas brankar. Seragamnya berlumur darah, napasnya tersengal, dan wajahnya pucat pasi. Selang oksigen menempel di hidungnya, sementara monitor di sampingnya memekik dengan irama tak stabil.

"Tekan lukanya! Dia kehilangan banyak darah!" teriak paramedis kepada rekannya.

Selina,Jena dan Gavin tampak khawatir melihat rekan kerjanya sudah tidak berdaya.

"Darren,lo denger kita ga"kata selina menepuk nepuk pipi Darren.

"Darren sepertinya koma"Jena berkata sambil mendengarkan degup jantungnya.

"Bro,ayo sadar tolong" Gavin cemas.

Ambulans itu melaju kencang membelah malam, hingga akhirnya sampai di depan rumah sakit. Para petugas medis sudah siap membawa brankar.

"Pasien laki-laki, 25 tahun, luka tusuk di perut, tekanan darah menurun drastis"suara paramedis memecah kesibukan lorong IGD.

"Siapkan ruang operasi segera!"teriak salah satu dokter.

Selina,Jena dan Gavin ikut berlari mengantarnya ke ruang operasi.

"Ada wali pak Darren"tanya dokter.

"Saya rekan kerjanya pak"kata Gavin sambil mengangkat tangan.

"Maaf pak saya butuh wali resminya,telpon keluarganya. Secepatnya!"

"Baik pak,akan saya telpon"

Gavin segera membuka handphonenya mencari nomor ibu dari Darren.

"Halo Tan"

"Iya nak gavin ada apa telepon malam malam"

"Tante bisa sekarang kerumah sakit,aku sudah meminta salah satu polisi untuk menjemput tante. Darren masuk rumah sakit tan"

"Astaga Darren,saya akan bersiap siap nak tolong jaga Darren"

Tutttt!

Sebelum Gavin menjawab,suara telepon terputus secara sepihak.

"Bagimana Gav?"tanya Jena khawatir.

"Tante Atala akan segera kemari" kata Gavin menenangkan.

"Syukurlah,semoga Darren bisa segera pulih"kata Selina.

Saat menunggu beberapa menit,akhirnya seorang wanita paruh baya datang napasnya terengah,wajahnya pucat.

"Dimana..dimana anak saya?"kata wanita paruh baya itu yang tak lain adalah tante Atala.

"Tante tenang dulu" Jena memeluk tante Atala.

Pintu ruang operasi akhirnya terbuka, seorang perawat keluar membawa sebuah dokumen.

"Apakah ada wali dari Darrenka Wijaya"

"Iya, saya… saya ibunya Darrenka. Bagaimana anak saya?" suara Atala pecah, hampir tak mampu berdiri tegak.

Perawat menatapnya serius, napasnya sedikit terburu.

"Kondisinya kritis. Dia kehilangan banyak darah dan harus segera dioperasi. Tolong tanda tangani formulir ini sekarang, waktunya sangat terbatas"

Tangan Atala gemetar saat meraih pulpen. Air matanya jatuh, membasahi kertas persetujuan.

"Tolong selamatkan anak saya"

"Kami akan melakukan yang terbaik bu"

Pintu menuju ruang operasi pun tertutup rapat, menyisakan Atala berdiri terpaku, kedua tangannya saling menggenggam erat, seolah berusaha menahan agar dunia di sekitarnya tidak runtuh.

"Tenang tan,Darren kuat pasti dia akan baik baik saja" Selina memeluk Tante Atala.

_____

Lampu ruang operasi menyala, beberapa dokter dan perawat mengelilingi meja operasi wajah mereka tertutup masker. Suara monitor detak jantung berdenting pelan.

"Tekanan darahnya turun!" seru salah satu perawat.

"Tambahkan cairan! Siapkan darah tambahan, cepat!" dokter utama memberi instruksi tegas.

Tubuh Darrenka terbujur diam di meja, wajahnya pucat, napasnya dibantu oleh alat. Jarum infus menusuk kedua lengannya, dan perban penuh darah menutupi luka besar di sisi tubuhnya.

Di tengah suara instruksi dan bunyi alat medis, Darrenka merasa aneh. Kesadarannya seperti ditarik keluar dari tubuh. Cahaya lampu operasi memudar, digantikan dengan ruangan gelap.

"Dimana ini" teriak Darren.

Seorang pria paruh baya menggunakan jubah hitam mukanya tertutup tudung jubah.

"Kamu siapa"

"Tenang nak, kamu belum saatnya meninggal. Saya memberikanmu satu kesempatan untuk hidup kembali, tetapi saya meminta kamu berjanji kepada saya"

"Janji apa"

"Janji bahwa kamu harus selalu membantu siapapun"

"Kalau saya ga mau janji?"

"Kalau kamu ga mau janji, nyawamu menjadi taruhannya"

"Terus kalau saya gagal membantu?"

"Kamu pasti bisa membantu mereka nak"

"Kenapa kamu yakin sekali?"

"Saya selalu yakin kepadamu"

"Tetapi saya menolak mengikuti permintaanmu"

Tiba tiba ruangan itu bergetar memperlihatkan ibu Darren, Selina,Gavin dan Jena yang sedaang bersedih di depan ruang operasi.

"Nak, Darren pasti selamatkan" kata tante Atala.

"Darren kuat tan"

"Iya tante Darren ga gampang nyerah,walau dia suka ceroboh tapi dia juga pintar" kata Gavin.

Tiba tiba ruangan itu bergetar kembali menampilkan ruangan gelap.

"Setelah melihat itu kamu yakin menolak permintaanku?"

"Tetapi kalau saya mengikuti permintaanmu apa yang akan saya terima"

"Sesuatu yang ga pernah kwmu bayangkan"

"Kalau saya kesusahan?"

"Saya akan membantumu"

Ruangan itu bergetar hebat hanya ada tanda hijau dan merah di dinding dinding ruangan.

"Kamu bisa memilih nak,waktu kamu sebentar lagi"

Setelah mempertimbangkan beberapa hal Darren akhirnya mengambil tanda hijau.

"Saya setuju"

Tiba tiba ruangan bergetar hebat membelah lantai ruangan itu.

Terdengar suara monitor, Darren melihat tubuhnya berbaring kaku dan beberapa dokter dan perawat sedang menjahit lukanya.

"Masuklah kembali ke tubuhmu nak"terdengar suara yang ntah darimana.

Darren segera masuk kembali ke tubuhnya.

Dokter bedah menghela napas panjang di balik maskernya.

"Operasi berhasil. Detak jantungnya sudah kembali normal" ucapnya tegas namun lega.

Perawat yang berdiri di sisi meja langsung mencatat hasil terakhir, lalu berkata,

"Tekanan darahnya sudah stabil, pernapasannya mulai teratur"

Di luar ruang operasi, lampu indikator merah padam, berganti warna hijau. Seorang perawat keluar sambil menurunkan masker dari wajahnya dan menghampiri Atala yang duduk di kursi tunggu dengan mata sembab.

"Ibu Atala" ucapnya sambil menatap lembut,

"Operasinya berjalan lancar. Darrenka sudah melewati masa kritis. Dia butuh istirahat penuh sekarang"

Atala yang mendengar itu merasa lega.

"Terimakasih..Terimakasih banyak"

"Kami akan memindahkan Darrenka ke ruang rawat IGD kalian bisa melihat Darren disana.

Setelah operasi selesai, Darrenka dipindahkan ke ruang IGD untuk pemantauan intensif. Tubuhnya masih dipenuhi selang infus, oksigen terpasang di hidungnya, dan monitor jantung terus berbunyi

bip… bip…

Atala berdiri di balik pintu kaca, matanya tak lepas dari putranya yang terbaring tak bergerak.

"Kapan dia akan sadar?" bisiknya lirih, nyaris tak terdengar.

"Darren pasti akan sadar tan" Selina terus menenangkan Tante Atala.

Sedangkan Jena memeluk Tante Atala dengan erat.

Beberapa jam berlalu, namun kelopak mata Darrenka tetap terpejam rapat. Seorang dokter masuk memeriksa kondisi Darrenka dengan senter kecil, menyorot matanya, lalu menatap monitor. Ekspresinya mengeras.

"Refleks matanya menurun respons terhadap rangsangan juga minim" ucapnya pelan pada perawat.

Perawat itu menunduk, lalu menatap ke arah Atala yang menunggu penuh cemas.

"Ibu, kami sudah memeriksa kondisinya, Darrenka berada dalam kondisi koma. Kami akan melakukan penanganan maksimal, tapi saat ini kita hanya bisa menunggu sampai dia merespons"

Kata koma itu seperti petir yang menyambar dada Atala. Lututnya lemas, dan ia harus berpegangan pada Jena agar tidak jatuh. Air matanya kembali mengalir deras, tapi ia memaksa berdiri, menatap putranya melalui kaca.

"Bangunlah, Nak Ibu di sini jangan tinggalkan Ibu sendirian" gumamnya sambil menempelkan telapak tangan di kaca dingin.

"Tenang tante,tenang"kata Jena suaranya bergetar.

Di sisi lain, dalam gelap yang sunyi, Darrenka tidak mendengar suara ibunya tetapi ia mulai mendengar bisikan lain, samar, dari dunia yang berbeda.

CHAPTER 3 MELIHAT HAL LAIN

"Darren...Darrenka bangunn" terdengar suara pria mudaa yang menepuk nepuk pipinya.

Darren membuka matanya secara perlahan,lalu ia tersontak saat melihat seorang pria seusianya menggunakaan jubah putih tengah jongkok di sebelahnya.

"Lo siapa?"kata Darren kaget

"Tenang lo ga usa takut, gue yang bakal bantu lo buat misi ini"

"Misi apa?" Darren heran.

"Misi buat nyelamatin orang orang yang ada di dunia ini"

"Lo uda janji sama ketua"

"Gue ga pernah janji"

"Lo uda janji, coba ingat apa yang terjadi"

Darren mengingat ngingat kejadian apa yang telah ia perbuat,hingga ia ingat bahwa ntah itu nyata atau tidak ia telah mengambil tanda hijau itu.

"Tanda hijau itu,apakah itu tanda janji?" tanya Darren serius.

"Ya,itu adalah tanda janji di dunia ini"

"Dunia ini?emang sekarang gue dimana"

"Lo sekarang ada di perbatasan dunia,dunia dimana lo sedang berjuang untuk hidup dan mati"

 "Bukankah orang tua itu sudah berjanji untuk mengembalikan nyawaku?"

"Iyaa, ketua memang sudah berjanji,tetapi kamu harus disini agar kamu tahu harus membantu siapa"

Pria muda itu mengajak Darren untuk berjalan jalan menyusuri perbatasan dunia itu. Langkah Darren terasa ringan, tapi entah kenapa napasnya berat. Tanah yang mereka pijak retak-retak, warnanya kelabu seperti abu, dan setiap kali ia menatap ke sisi kiri atau kanan, hanya ada kegelapan pekat.

Pria muda itu berjalan di depan, wajahnya datar tetapi sesekali memberi penjelasan kepada Darren.

 "Perbatasan dunia ini nggak semua orang bisa lihat. Lo spesial, Darren. Karena itu lo juga harus tahu ada harga yang mesti dibayar"

Darren mengerutkan kening. "Harga? Maksud lo apa?"

"Lihat sendiri"

Kabut tipis di depan mereka perlahan terbuka. Dari baliknya, sosok-sosok mulai muncul. Awalnya hanya bayangan samar, lalu menjadi jelas tubuh-tubuh hancur, mata melotot tanpa bola, kulit mengelupas, dan darah kering menempel di pakaian robek-robek.

Seorang pria dengan lubang besar di dada merangkak pelan. Suara tulang retak terdengar tiap kali ia bergerak. Dari mulutnya keluar bisikan parau,

"Temukan dia… temukan pembunuhku"

Di sebelahnya, seorang wanita berambut panjang berdiri, lehernya miring hampir putus. Rambutnya menutupi sebagian wajah, tapi satu mata yang terlihat menatap Darren tajam. “Mereka belum menemukan pembunuhku,pembunuhku masih tenang diluaran sana”

Jantung Darren berdegup kencang. Langkahnya mundur, tapi pria muda itu menahan bahunya.

"Mereka ini bukan cuma korban. Mereka saksi. Tapi saksi yang terkunci di sini nggak bisa ngomong ke dunia lo kecuali lewat lo"

Darren menatap lagi, kali ini melihat sosok anak kecil duduk di tanah, memeluk boneka lusuh yang berlumuran darah. Anak itu mengangkat wajahnya perlahan wajah yang setengahnya hilang seperti terbakar.

"Anak itu adalah korban dari kedua orang tuanya" jelas pria muda itu

Pria muda itu menunduk, suaranya datar namun dalam,

"Mereka adalah yang menunggumu. Setiap dari mereka punya cerita yang harus lo selesaikan. Kalau lo mau nyawa lo kembali, lo harus bantu mereka menemukan kebenaran. Satu per satu"

Udara di sekitar tiba-tiba mendingin, kabut semakin tebal. Arwah-arwah itu mulai merapat, suara jeritan dan bisikan bercampur menjadi gema yang menusuk telinga.

"Sekarang ingat baik-baik wajah mereka. Karena setelah lo bangun, mereka akan mencarimu"

Dan dalam sekejap, semuanya menghilang, meninggalkan Darren jatuh terhempas ke dalam kegelapan.

 ------

Bip… bip… bip

Di dunia nyata, tubuh Darren bergetar lemah di ranjang IGD.

Dokter memeriksa dan berkata kepada perawat

"Tekanan darahnya turun, tapi dia masih bertahan. Kita harus memantau terus. Kondisinya kritis dia masih koma"

Atala yang sedari tadi menunggu putranya sadar merasa kecewa mendengarkan perkataan dokter.

Atala mengenggam tangan putranya itu.

"Nak bangun nak... Ibu kangen,kembali lah nak. Ibu cuman punya kamu"

Namun, Darren tidak bisa menjawab. Ia masih berada di tempat asing itu, di antara dunia manusia dan dunia arwah.

Setelah melewati penanganan medis,monitor detak jantung yang tadinya berbunyi lambat. Tiba tiba mulai berdetak stabil, garis garis yang sempat datar kembali membentuk gelombang teratur.

Dokter dan perawat saling pandang.

"Tekanannya normal detak jantungnya kembali" ujar salah satu perawat sambil memeriksa monitor.

Atala menggenggam tangan putranya dengan kuat kuat.

"Darren ayo bangun,ibu disini"

Tubuh Darren yang sebelumnya lemas kini sedikit bergerak. Kelopak matanya bergetar pelan, seperti sedang berjuang keluar dari mimpi panjang. Lalu sepasang mata itu terbuka. Pandangannya masih buram, lampu putih di langit-langit seperti terlalu silau.

"Darren kamu sudah sadar"kata Jena yang sedari tadi menemani tante Atala.

"Anakku kamu sadar sayang" suara Atala bergetar hebat air matanya turun.

"Mama,Jena"panggil Darren lemah.

Darren berkedip beberapa kali, mencoba fokus. Suara monitor dan bau antiseptik memenuhi inderanya. Tapi di sudut ruangan ia melihatnya.

Sosok anak kecil berambut panjang, duduk di lantai, memeluk boneka lusuh berlumuran darah. Wajahnya persis seperti yang Darren lihat di perbatasan dunia. Anak itu menatapnya, bibirnya bergerak pelan, menyusun kata yang tak terdengar.

Daren berkedip lagi,memastikan apakah itu benar namun saat berkedip kedua kalinya sosok itu hilang.

"Darren"Gavin yang dari tadi diluar segera masuk dan memeluk rekannya itu.

"Lo bikin gue jantungan tau ga sih ren"kata Selina yang berjalan mendekat.

"Iya nih,lo bikin kita panik setengah mati. Lo lihat tu Jena dari tadi nangis bareng mama lo"kata Gavin sambil menunjuk nunjuk Jena.

"Apasih Gav" Jena taak terima.

Mata Darren menoleh ke arah Jena dan Mamanya,kedua mata mereka sembab seolah habis menangis seharian.

Jena yang tau sedang diperhatikan Darren merasa malu lalu dia agak membuang muka sedikit,seolah salah tingkah.

"Mama,Darren baik baik aja ga usa khawatir" kata Darren lemah."

"Mama tau sayang"

Darren menatap ke arah lampu lampu ruang IGD.Lalu di arah ujung matanya ia melihat seorang anak kecil dengan muka setengah terbakar sedang menangis, lalu saat ia menoleh anak kecil itu menghilang.

"Apa itu,apakah mimpi itu nyata?siapa anak kecil itu?"batin Darren.

Saat kepalanya pusing memikirkan semua hal yang diluar nurul. Suara tenang ibunya terdengar.

"Nak kamu istirahat disini ya,ibu keluar sebentar ambil makanan"

"Iya Darren, Gue sama yang lain nunggu diluar"

Mereka semua berjalan satu satu keluar dari ruang IGD. Suasana ruang itu mendadak sepi.Tiba-tiba, di pojok ruangan, sesuatu bergerak. Darren menoleh perlahan, jantungnya seakan berhenti.

Seorang anak kecil berdiri di sana. Sosoknya kecil, tubuhnya kurus, tapi yang paling menakutkan adalah wajahnya. Kulitnya tampak terbakar, lapisan hitam dan merah menyala menyelimuti sebagian wajah, matanya kosong tapi menatap Darren dengan intensitas yang menusuk. Di tangan kanannya, boneka lusuh yang robek digenggam erat, seperti satu-satunya penghubung anak itu dengan dunia ini.

Anak itu menatap Darren dengan mata kosong tapi penuh kepedihan. Suara kecilnya terdengar pecah, serak, tapi jelas

"Tolong… tolong aku" kata anak itu.

Darren terpaku. Rasa takut menyelimuti tubuhnya. Napasnya tersendat, jantungnya berdebar cepat.

"A-apa... apa yang kamu maksud?" suaranya gemetar.

Anak itu melangkah mendekat, langkahnya ringan tapi menimbulkan hawa dingin yang menusuk tulang Darren. Bonekanya tetap digenggam, tapi kini ia mengangkat tangan kecilnya, seolah meraih bantuan.

"Aku… aku tidak bisa sendiri,apakah kamu mau membantuku?"

Darren menutup wajahnya dengan tangan, tubuhnya gemetar hebat. Rasa takut bercampur dengan rasa bersalah yang aneh entah kenapa hatinya terasa tertekan oleh kesedihan anak itu. Ia ingin lari, tapi kakinya lumpuh oleh ketakutan.

Sosok anak itu menatapnya terus, wajah terbakar itu memancarkan rasa putus asa.

"Aku membutuhkanmu kak,tolong bantu aku menghukum pembunuhku"

Darren menelan ludah, matanya mulai basah. Ia tahu, entah bagaimana, bahwa anak itu benar-benar membutuhkan bantuannya meski sosok itu menakutkan, ia merasakan ketulusan dan penderitaan yang dalam.

"Apakah aku harus menolongmu?"

"Cuman kakak yang bisa menolongku dan yang lain"kata anak kecil itu air matanya berlinang.

"Tetapi aku tidak tahu apapun tentangmu,dimana makammu?"

"Setelah kakak sembuh,aku akan menunjukan sesuatu"

"Kalau aku gagal membantumu?"

"Kakak pasti berhasil"

"Kenapa kalian percaya kalau aku bisa,aku juga sering gagal"

Lampu IGD berkedip, menyorot wajah anak itu. Darren menunduk sejenak, mencoba menenangkan diri. Dalam hati kecilnya, meski takut setengah mati, ia tahu satu hal ia harus memilih mengabaikan atau menolong.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!