Aku adalah seorang anak gadis yang masih berumur 6 tahun.
Dan aku harus menerima rasa pahit, bahwa orangtuaku telah bercerai.
Ayahku adalah seorang raja dari kota Emperor, namanya adalah Regis Crowley.
Berdasarkan dari apa yang aku dengar dari kakek, bahwa ayahku adalah pengendali iblis.
Dan kekuatannya menodai keagungan klan Zhui, yang memuja makhluk gaib bernama Phoenix.
Hal ini aku percayai, dengan banyaknya motif burung suci ini di dalam kamarku.
Jika iblis ada, mungkin akan mengganggu ekosistem ukiran dan budaya dalam kerajaan ini.
Hari ini sangatlah tenang.
Aku menyangka bahwa ibuku mungkin sudah bangun lebih dulu daripadaku, karena beliau tidak ada di sampingku.
Setiap hari aku benar-benar dimanja.
Yang paling aku tidak sukai adalah, berkultivasi.
Selebihnya, aku adalah keturunan dari pewaris kekuatan leluhurku.
Harta dan martabat saja belum cukup untuk bisa bertahan hidup di dunia ini, tanpa membela diri dengan kekuatan yang melebihi batas manusia biasa.
[Kultivasi Tingkat 1]
Aku hanya perlu memakan beberapa ramuan yang disediakan oleh beberapa pelayan.
Pelayanku bernama Ying Ying adalah seorang remaja gadis yang begitu anggun.
Dia selalu menggunakan baju putih dengan jahitan seperti bunga mawar di setiap ujungnya, lalu sebuah rok panjang warna merah yang sesuai dengan warna dominan dari bangunan istana ini.
"Apakah ramuan itu pahit nona muda?" Tanya Ying-Ying.
"Menyebalkan... Rasanya bikin aku muntah." Lidahku sedikit terjulur.
"Oh iya, anda seharusnya tidak menyebut saya kakak." Ucapnya.
"Kak Ying terlalu formal, anggaplah kita ini saudara." Kataku.
"Demi kehormatan anda, saya hanya rakyat jelata." Dia menunduk.
"Sudahlah Kak, saya hanya suka kak Ying menganggap saya sebagai adik." Ucapku lagi.
"Oh... Nanti saya akan minta izin pada kakek anda." Katanya.
"Itu bagus. Sekarang aku terasa memiliki seorang saudara." Aku senang mengucapkan itu.
Ketika itu juga, Kak Ying pergi dari kamarku, setelah itu aku mulai berkultivasi dengan segenap kekuatan.
...
Rumah adalah tempat yang sangat nyaman, ketika semua orang seisinya memperhatikanmu.
Namun dalam istana ini, aku seperti dituntut untuk menjadi yang sempurna, berjalan dengan pelan dan tak boleh makan terlalu banyak: Kegemukan adalah sebuah aib bagi seorang ratu, karena itu dapat menunjukkan sifat tamak.
Setiap pagi aku harus berlari mengelilingi istana, suasana di sini memang sangat nyaman, karena banyak pohon rindang serta tempat bernaung.
Teriakan suara para prajurit yang belajar ilmu bela diri saat perpindahan gerakan, membuat sensasi yang tidak ada duanya, bahkan aku ikut sebagai orang termuda di depan kakek dan beberapa tokoh penting klan.
Mungkin saja mereka menganggapku seperti seorang anak yang baru saja tahu gigihnya bekerja, bertahan hidup dan mempertahankan eksistensi.
Setelah selesai berlatih, kemudian aku sendiri minum susu yang disediakan oleh para pelayan di istana.
Rasa roti yang pas juga mendukung tenagaku untuk pulih kembali.
Beberapa buku perpustakaan mungkin akan berdebu, jika tidak aku yang akan memasuki dan membacanya, karena sangat jarang sekali para prajurit atau pelayan yang ingin masuk ke sini, apalagi hanya sekedar untuk membaca.
Menurutku, kisah para leluhur dalam dunia ini adalah hal yang seru untuk dibaca, tambah beberapa cara ilmu untuk meracik pil kultivasi.
Dalam istana ini kak Ying yang menemaniku kesana kemari.
Sepertinya aku punya beberapa pertanyaan tentang perasaanku yang dulu.
"Apakah kita sudah menjadi saudara dengan seizin kakekku?" Tanyaku Dengan nada ceria.
"Ya... kakek anda mengizinkan... Mulai sekarang saya akan menganggap anda sebagai saudara."
"Wah, itu bagus." Aku duduk sambil memandangnya.
"Tapi sebenarnya... saya tidak mengurangi hormat sebagai pelayan." Kak Ying masih seperti biasanya.
"Itu tidak masalah... Kak Ying, duduklah di sini." Ucapku.
"Baiklah Dik Mei." Ketika itu juga, Kak Ying duduk bersebelahan denganku.
Bangku dan meja ini terbuat dari kayu, jadi sepertinya aku harus berhati-hati ketika kain milikku akan kusam terkena debu, secara perlahan aku memandang Ying Ying.
"Aku masih penasaran... sejak umur berapa kakak bekerja di istana ini?"
Ying Ying sepertinya berpikir tentang asal mula dirinya bisa akrab dengan sistem istana yang ketat ini.
"Mungkin ketika umur sembilan tahunan." Pernyataannya cukup mengejutkan.
"Begitukah."
Sekarang dia sudah beranjak remaja. Tapi aku tidak ingin bertanya tentang umurnya.
"Aku sangat terkesan... Apa orang tua kakak tidak pernah ke sini?"
"Tidak... Sebenarnya, orang tuaku sudah tidak ada." Katanya.
"Maaf jika membahas ini... Tapi kenapa?" Aku sangat penasaran.
"Mungkin agak sedikit rumit jika aku bercerita, tapi aku berhasil diselamatkan oleh kakek anda dalam peperangan." Ceritanya cukup mengejutkan.
Sepertinya pribadi kak Ying mulai menarik, aku sangat ingin tahu lebih dalam.
Dan ternyata tidak sembarang orang bisa bekerja di istana ini, kecuali dia punya kejujuran dan ketulusan hati tingkat tinggi, atau bisa juga hal yang menyakitkan di masa lalu.
Aku baru saja bangun dari tidur, kak Ying mengangkat tubuhku karena ada kekacauan di luar istana.
Ibuku memerintahkannya untuk menjagaku agar terhindar dari pertarungan.
Kejadian ini cukup membuatku takut, bagaimana bisa istana yang indah telah dikacaukan oleh beberapa orang kriminalitas di luar sana.
Pada akhirnya ruang bawah tanah terbuka.
Kak Ying duduk di sampingku karena ada beberapa yang harus beliau katakan.
"Kita harus segera meninggalkan tempat ini, apa pun risikonya." Beliau terlihat sedih dan sedikit menangis.
Seorang berjubah hijau mendatangiku, dan dia adalah seorang peri.
"Cindy, jika aku menghambat penyelamatan Zhui Mei, aku mohon bawa dia bersamamu, jangan pikirkan aku." Dia menyeka air matanya.
Bumi berguncang karena sebuah ledakan, dan ini adalah akhir di mana kerajaan ini telah hancur berkeping-keping.
Sementara itu Cindy membuka ruang teleport untuk aku dengannya lari dari tempat ini.
"Apa kau tidak ingin ikut?
Cindy menanyakan itu pada kak Ying.
"Tidak akan, kemungkinan aku akan bertarung dan melawan para penjajah."
Peri ini menarik tanganku untuk menuju ruang teleport.
Dan aku menatap wajah kak Ying yang tersenyum, ''jaga dirimu baik-baik.''
Kedua kakiku telah menginjak ruang teleport, tetapi sebelum pintu teleport tertutup, aku melihat kak Ying terbungkus oleh puing reruntuhan.
"Kak Ying!" Teriakku.
Suara ledakan mengisi pendengaranku ketika aku hanya merasa dipeluk oleh seorang peri yang punya dada cukup besar.
Bahkan aku tidak bisa melihat sekitarku karena aku tidak diizinkan untuk melihatnya.
"Apa yang terjadi?" tanyaku setelah ledakan mereda.
"Sudahlah, pejamkan matamu."
Pelukannya semakin erat agar aku tidak bisa mendengar lebih jauh.
Setelah itu aku bisa melihat wilayah sekitar, tidak ada ibuku bahkan kak Ying dan kakek.
...
Setelah wanita peri bernama Cindy mencarikan buah apel di pegunungan, yang mungkin ini adalah apel liar yang cukup manis.
Aku memakan apel ini sambil duduk pada batu besar pada pinggir sungai yang teramat jernih.
"Kau tidak perlu khawatir, aku bukan penculik." Kata peri itu.
Sekarang aku mengerti satu hal, dia bukan orang yang akan meminta imbalan harta atau apa pun, tetapi dia berasal dari tujuan yang sama dengan kak Ying.
"Benarkah dirimu seorang pendekar?" Aku hanya bertanya singkat.
"Aku pendekar peri, kau bisa melihat telingaku yang lebih runcing ini bukan?" Dia berdiri di sampingku, memperlihatkan telinganya.
"Betul juga ya, sekarang kau juga akan jadi pelayanku." Perintahku.
"Tidak akan... aku hanya intelejen dari setiap desa, dan aku tunduk di bawah pengawasan klan Gara dan Zhui."
Mungkinkah yang disebut oleh Cindy adalah klan dengan orang yang hebat dalam ilmu kultivasi dan pemanggil, "Gara? Bukannya klan Gara pernah ingin menyatu dengan klan Xun, melewati pertunangan?"
"Lah, kau tahu ya?"
"Ibuku yang cerita."
Cindy menghela nafas dan berkacak pinggang. "Ya sudahlah."
Dia terdiam sejenak, melupakan hal sepele itu.
"Lagi pula kita harus bertemu dengan ibumu pada suatu tempat, tetapi... kali ini kita tidak akan menggunakan teleport."
Aku benar-benar berjalan dengannya di tengah hutan yang cukup rindang, haruskah aku menghela nafas juga?
...
Pada akhirnya sebuah gua telah kami masuki, di sana ada ibuku, seorang lelaki yang sebaya dengannya dan seorang gadis berambut warna biru muda. Perasaan khawatirku pada ibu tidak dapat terlukiskan lagi.
"Mama!"
Aku segera berlari hingga memeluknya, bahkan aku menangis.
Kerajaanku telah hancur, rumahku dan semua barang yang aku sayangi telah lenyap dengan sekejap, tetapi ibuku lah satu-satunya yang telah selamat.
Setelah itu aku keluar dari gua itu, dan ternyata kakekku juga selamat bersama dengan para prajurit dan pelayan, tetapi beliau saat ini ada di dalam kereta kuda.
Ketika itu juga beliau mencoba untuk keluar dari kereta kuda dari kerajaan desa Mount Angel, yang mana beliau juga berterima kasih pada Cindy.
Kegelisahan masih ada dalam pikiranku, "dimana kak Ying saat ini?"
Pertanyaan itu mengejutkan beberapa orang, bahkan kakekku.
"Apa yang terjadi dengannya?"
Kakekku menyentuh bagian atas kepalaku, yang mana ini tidak biasa.
...
Setelah 1 hari berlalu, Kak Ying bagaikan hilang dari benak semua orang.
Aku menyadari ternyata reruntuhan istanaku bagaikan terkena sebuah sihir, yang membuat benda atau apa pun menjadi debu.
Semua orang berdiri mengucapkan bela sungkawa, atas meninggalnya banyak prajurit yang membela desa ini.
"Sayang, letakkan bunga itu."
Aku meletakkan bunga warna warni dalam satu ikatan tali yang terbuat dari emas, sesuai perintah ibuku "terima kasih Kak Ying, anda telah menyelamatkan hidupku, semoga anda tenang di sana dengan penuh kebahagiaan."
Aku mengikuti semua orang yang pergi secara perlahan menuju sebuah kereta kuda, untuk pergi ke tempat pengungsian untuk sementara waktu.
Bayangan Kak Ying masih teringat di pikiranku.
"Kita tidak akan bisa menghidupkan orang yang sudah meninggal, tetapi mereka masih hidup di dalam kenangan kita." Ucap ibuku yang duduk di sebelahku.
Aku mulai mengerti apa yang dikatakan ibuku, selebihnya itu sedikit membuatku menerima keadaan yang sulit ini.
Aku akan lebih berusaha sebagai pendekar yang hebat, meski aku bisa memerintah beberapa orang untuk melindungi.
Nyata, kekuatan individual sangatlah penting untuk melindungi diri sendiri.
Guruku adalah seorang ahli pedang dari desa Pretty Tymber,
Beliau bernama Han Zhenfeng.
*Plok* Hantaman pedangnya berkali-kali mengenai pedangku, sejujurnya mencari celah seorang master pedang sangat tidak mudah.
Sudah tiga bulan aku dilatih oleh beliau, semenjak kerajaanku telah dihancurkan oleh para penjajah.
"Jangan sampai lengah."
Aku ternyata lengah, guruku telah mementalkan pedang kayuku.
"Hai nak, jangan memikirkan apa pun, fokuslah dengan gaya bertarungmu."
"Oh, maafkan aku guru."
Aku segera fokus, tapi tetap tidak bisa.
"Aku mengerti, mungkin saat ini kamu sedang dalam masa ketidaknyamanan."
Aku segera melakukan serangan pada guruku, dengan begitu beliau mulai kewalahan.
"Ini bagus, teruskan."
Aku mencari cara, berlari ke arah kanan, mencoba untuk mencari cara selain dari apa yang diajarkan oleh beliau, dengan begitu aku bisa mendapatkan celah yang mudah.
Seketika, aku segera menyerang dengan sekuat tenaga.
Beliau mundur karena seranganku mengenai bagian tangan kanannya.
Beliau hanya tersenyum.
Aku segera menendang pedang kayu milik beliau hingga terpental ke lantai.
Beliau kemudian tertawa. "Kau lolos."
Beliau berdiri dan menunduk. Aku juga melakukan hal yang sama sepertinya.
"Ini adalah ujian terakhirmu, sepertinya tidak ada lagi yang aku ajarkan kepadamu.''
"Terima kasih guru."
"Tapi ingatlah, keahlian bela diri bukan sesuatu yang bisa kita gunakan sembarangan." Ucapnya sambil menaruh kedua pedang kayu ke dinding.
"Tetaplah berada di jalan yang benar, jangan sampai kegelapan hati membunuh dirimu sendiri." Katanya lagi lalu menatapku sambil menyeka janggut putihnya.
"Ya guru Han Zhenfeng, saya akan ingat itu."
....
Aku terdiam lalu duduk di samping sebuah guci besar.
Guruku juga ikut duduk di sebelahku.
"Saya sedih karena hancurnya istana dan... kematian Kak Ying."
"Oh... aku mulai mengerti itu."
Aku merinding sambil memeluk kedua kakiku.
"Inilah dunia yang penuh misteri, kadang tidak ada yang menduga..." Guruku menjelaskan.
"Beliau mati karena menyelamatkanku." Ucapku karena menyesal.
"Seandainya ada cara untuk menghidupkan orang mati. Saya ingin melakukannya." Aku memang sudah keterlaluan.
"Itu hanya bisa dilakukan oleh seorang Dou Zoun."
"Bisa guru ceritakan secara detail?"
Beliau menyandarkan dirinya pada sebuah tiang. "Itu seperti memindahkan roh pada tubuh baru, karena jiwa seorang Dou Zoun tidak akan hancur ketika ada seseorang yang berhasil menyimpan jiwanya. Tetapi itu sangat beresiko, karena jiwa itu akan bisa meledak jika tidak ada yang cepat menyimpannya."
Aku berpikir bahwa guruku ini sangat punya pengetahuan yang cukup mumpuni.
"Kerajaan kita hancur karena ledakan dari roh orang yang setingkat itu, karena dia tidak ingin tubuhnya dijadikan sebagai wadah." Guru Han Zhenfeng punya pengetahuan yang cukup banyak dalam benua Dou Qi.
"Wadah?" Tanyaku menanggapi guru.
"Ya, tubuh itu akan bisa dimasuki oleh roh Dou Zoun lain, sebagai wadah untuk hidup kembali."
Ini semakin menjadi misteri untukku.
"Sedangkan untuk Kak Ying, sepertinya dia bukanlah Dou Zou... Jadi sayang sekali." Beliau hanya menghela nafas.
...
Karena merasa kecewa, aku segera berjalan di taman kerajaan Mount Angel.
Malam-malam begini, aku lebih suka berjalan santai mencari angin yang segar.
Mungkin bagi sebagian orang, anak-anak sepertiku tidak boleh keluar ketika larut malam.
Karena tadinya, aku keluar melewati jendela, dan tidak ada seorang pun yang menjagaku.
Jadi aku bebas bertindak sesuka hati.
Cindy saat ini berdiri di samping pepohonan yang cukup rindang.
Aku segera berjalan menujunya.
"Untuk apa berjalan selarut ini?" Tanyanya.
Kemudian dia mendekat padaku.
"Pulanglah." Perintahnya dengan nada tegas.
"Ah, aku tidak ingin ada di sini... Bibi Xun orangnya pemarah." Itu cara aku berbohong.
Cindy menghela nafas. "Anak-anak tidak boleh berjalan selarut ini."
"Saya di sini karena merasa bosan di dalam ruangan." Aku juga bersikap tegas.
Cindy menanggapi perkataanku dengan sebuah sentuhan di atas kepalaku.
Aku merasa ini adalah sebuah persahabatan, dan aku melihat sebuah kantung kain dengan aroma makanan yang nikmat.
"Ayo kita duduk di sana." Ucap Cindy.
Ada sebuah danau yang diterangi sinar bulan yang cukup nyaman di mata.
Kemudian kami berdua duduk di samping danau, sambil menikmati bakpao isi daging.
Aku duduk pada sebuah kain yang telah disediakannya, suasananya cukup nyaman.
"Apa kau merasa kesepian?" Cindy menatapku perlahan.
Aku mencoba menyembunyikan perasaanku darinya, tetapi rasanya sulit bahwa aku sedang merindukan ibuku.
Dia memegang belakangku untuk kedua kalinya ketika aku menikmati bakpao isi daging sapi yang cukup nikmat.
"Mungkin iya." Itulah perasaanku saat ini.
Aku menatapnya yang saat ini juga melihat bintang-bintang dengan warna bervariasi.
"Aku juga merasa kesepian." Dia berkata itu sambil mengusap belakang kepalaku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!