NovelToon NovelToon

The Dark Sapphire Eyes

Dua gadis di Manhattan

~ 02.00 Manhattan City

Pria tua itu berjalan dengan tertatih-tatih dengan botol tengik di tangannya, wajahnya terlihat begitu gembira dan matanya menari-nari senang ketika dua truk besar segera melewatinya membawa tumpukan besar sampah dari kota besar new york.

"Lexia, Lex !" teriak pria tua itu.

Seorang gadis berumur 17 tahun sedang melompat-lompat kecil dengan kaki gemetaran, mata safirnya yang tajam menatap truk yang membuang sampahnya di tempat pembuangan itu, dengan kakinya yang lincah dia menerjang sampah-sampah itu bersama dengan orang-orang yang berpikiran sama dengannya, ingin mencari barang-barang yang berguna atau sesuatu yang bisa dijual kembali dan menghasilkan dollar.

Pria tua itu tertawa senang, sambil kembali meneguk minuman di tangannya, "Ayo lexia jangan kalah oleh mereka." Dia kembali tertawa sambil terbatuk-batuk.

"Cepat ! teriak salah seorang pemuda, "Sebentar lagi sampah ini akan di daur ulang." Mereka semua mengais kantung-kantung sampah berbau busuk dan tengik meskipun banyak sampah kering yang bisa mereka ambil dengan berebutan.

"Bagaimana Lex kau dapat banyak?" tanya Edo padanya.

"Mungkin!" kata lexia Acuh dia membawa keranjang besar yang tersampir di belakangnya, wajahnya yang kotor dan berbau busuk tidak dipedulikannya, tatapan matanya yang tajam menatap pemuda berumur 17 tahun yang berjalan di sampingnya.

"Ayolah Lex, beritahu aku apa saja yang kau dapatkan." ucapnya sambil menatap wajah lexia yang selalu cemberut.

"Menjauh Edo jangan menggangguku hush!" gertak lex.

"Fine, tapi berikan ini pada nenek Rossie, mungkin dia cocok mengenakan ini." Dia lalu berkedip dan berlari menuju teman-teman berandalannya yang menunggunya di sudut gang.

"Cih, apa dia bodoh? mungkin idiot kata yang tepat untuknya apakah dia berharap nenek Rossie akan mengenakan ini?" Sambil memegang pemberian Edo yaitu lingerie berwarna pink cerah, meskipun begitu lexia tetap menaruhnya di keranjang.

Wajah keriput dengan rambut yang memutih tengah duduk di tanah sambil memilah-milah sampah yang ada dihalaman rumahnya. Dia menatap dari kejauhan gadis kumal menuju ke arahnya, bibirnya lalu membentuk kerucut.

"Lexia mengapa kau masih ke sana sayang? lihat wajahmu itu." Nenek Rossie mengambil kain dan menghapus beberapa noda di wajah lexia.

"Nenek sudah menyiapkan makan malam untukmu honey, mandilah dulu setelah itu kau harus beristirahat." Lexia mengangguk dan mengecup pipi nenek rossie yang membesarkannya.

Oh ya, perkenalkan namaku Lexia Kenzo, usiaku 17 tahun, sekarang ini aku hidup bersama kakek dan nenek Kenzo yang merawatku sejak kecil, orang tuaku? entahlah, sudah berapa kali aku menanyakan kepada nenek maupun kakek tapi kata mereka aku adalah cucunya, tapi aku tahu aku bukanlah cucu kandung mereka, tapi itu bukan masalah bagiku, asalkan aku selalu bersama mereka duniaku yang dikelilingi sampah bagaikan anugerah bagiku asalkan bisa bersama dengan mereka.

Lexia membuka bajunya yang berbau busuk, lalu terburu-buru masuk kedalam kamar mandi, mata safirnya menatap tajam dirinya lewat pantulan cermin. 'Dia ingin merubah hidupnya, dunianya dari jeratan sampah-sampah, selama ini dia bertahan karena ada mereka di sisinya.

"Lexia? apa yang kau lakukan di kamar mandi berhenti memandangi dirimu di depan cermin nanti kau cepat tua!" suara kakek Jecky menggema memenuhi ruangan kecil di kamar mandi.

"Aku tidak memandangi diriku!" balas lexia setengah teriak. Dengan wajah muram dan cemberut dia keluar dari kamar mandi dan segera mengenakan pakaian kumalnya.

~

02.15 Manhattan City

Seorang gadis belia dengan wajah dibalut perban sedang duduk di atas kursi roda dengan selang infus yang menemani pergelangan tangannya, matanya sekali lagi melirik buku yang di pegangnya, dengan mata yang rapuh, dia masih memandang langit malam yang dipenuhi cahaya lampu di kota Manhattan, suara pintu yang dibuka membuyarkan lamunan gadis itu.

"Lovelia sayang? waktunya minum obat", Seorang wanita dengan wajah begitu cantik menghampirinya, membawa nampan berisi obat-obatan yang akan diminumnya, mata gadis itu dengan bosan menatap nampan yang dibawa oleh sang ibu.

"Mom aku lelah", Ucapnya.

Seketika mata bersinar sang ibu menjadi rapuh dan air menggenang di matanya, seketika dia terduduk di hadapan putrinya, dia menutup mulutnya agar suara tangisannya tidak di dengar oleh orang di rumahnya.

"Lov kumohon sayangku berjuanglah, ibu akan berjuang untukmu demi kesehatanmu." Kata ibunya dengan suara terbata-bata, dia sesenggukan masih menahan air matanya yang jatuh menetes dikedua pipinya.

"Mom, aku begitu lelah, lepaskan aku mom..."

Suara gadis itu datar, dia merasakan tubuhnya sedikit demi sedikit tidak meresponnya lagi, dari tubuhnya yang harus selalu di balut perban dan tempat yang didiaminya harus tetap steril, siapapun yang masuk ke ruangannya mengenakan masker dan tubuh yang bersih.

Sejak kecil lovelia menderita penyakit langka meskipun dia memiliki kulit, tetapi kulitnya sangat rapuh dan mudah melepuh yang membuat seluruh tubuhnya harus di balut perban, napasnya yang sesak akibat pelepuhan dan saluran napas yang melepuh membuatnya kesulitan bernapas, cairan infus harus selalu berada di tangannya, karena asupan makanan kadang tidak bisa masuk melalui tenggorokannya.

Gadis berusia 17 tahun itu sangat lembut dan sabar meskipun keadaannya berkata lain dia harus mendekam seumur hidupnya di kamar steril dan ditemani kursi roda, siapapun yang menemuinya harus dalam keadaan bersih jika tidak bakteri yang dibawanya akan segera membunuhnya.

"Mom, biarkan aku pergi...menyerahlah mom aku lelah meminum semua obat-obatan ini, Apakah ibu ingin aku menua dengan kondisiku seperti ini ! ucapnya lirih, meskipun kata-kata untuk hidupnya menyedihkan tapi tidak ada air mata yang keluar dari matanya yang berwarna hijau.

"Aku lelah." Ucapnya sambil memutar kursi rodanya lalu kembali menatap malam yang gelap.

~

Pukul 04.00 Manhattan City

"Ugh berat, aku harus sampai di rumah paman George sebelum yang lain tiba, pria pelit itu akan membayarku seadanya jika barang yang kubawa tidak lebih baik dari mereka yang juga membawa barang-barang yang menarik." Gumamnya sambil berjalan dengan mendorong troli Kumal penuh rongsokan, dan keranjang besar yang di taruh di belakangnya.

Mata safirnya menatap tajam pria-pria pemabuk yang baru keluar dari klub-klub malam dan bernyanyi sambil tertidur di trotoar.

Lexia menggeleng, "Pria tidak berguna." gumamnya. Lexia terus berjalan ketika menyadari lampu lalu lintas telah berubah hijau, dia kembali mendorong trolinya, tiba-tiba suara decitan mobil membuat lexia terkejut dia terjatuh di aspal tetapi dengan sigap dia berdiri dengan wajah murka dan suara menggeram.

"Dasar idiot dimana kau simpan matamu bodoh!" umpatnya sambil memperbaiki barang-barang rongsokannya, matanya menatap tajam mobil SUV Rolls-Royce Cullinan berwarna hitam, seorang pria keluar dari mobilnya, lexia tidak memandang orang yang hampir menabraknya itu perhatiannya tercurahkan pada barang-barang di troli yang akan di jualnya.

"Kalau sampai aku tidak datang tepat waktu ke rumah paman George, ini semua salahmu idiot!" Mata lexia kini menatap wajah pengendara mobil yang hampir menabraknya.

"Kau baik-baik saja?" ucapnya. Lexia menatap wajah dingin dan tampan dengan rambut hitamnya yang rapi, dengan setelan jasnya yang pas di tubuhnya, wajahnya tampak arogan dan menatap lexia sedikit menjauh mungkin karena bau busuk yang menguar darinya.

"Cih dasar orang kaya tidak berguna, kau tidak menggunakan matamu apa?" gumam lexia di sertai seringai yang membingkai diwajahnya.

Meskipun suara lexia kecil tetapi pria itu dapat mendengar semua kata-katanya dengan jelas. "Apakah kau terluka." Mata hitamnya memandang tajam kearah mata safir yang balas memandangnya juga dengan tidak kalah tajam. Tanpa mengucapkan sepatah kata lexia mengacuhkannya dan kembali mendorong trolinya sambil mulutnya tidak berhenti mengumpat dan mengatai pria itu.

Aku tidak tertarik mengingatmu

Pria itu menyalakan cerutunya di tengah malam di jalanan sepi kota Manhattan, dia lalu menatap punggung gadis yang mendorong troli dari kejauhan.

Dia berdecak sambil bersandar di mobil SUV Rolls-Royce Cullinannya, mata safir yang tajam menatapnya, meskipun wajahnya kotor oleh beberapa noda di wajahnya sehingga terlihat menghitam tetapi mata safir cantiknya tidak bisa ditutupi.

Setelah menghisap separuh cerutunya dia kemudian membuangnya lalu menginjaknya kemudian dia masuk ke dalam mobilnya, dengan menggeleng, lalu berpikir baru kali ini dia mendengar umpatan kasar untuknya tepat di depan wajahnya.

~

Jalanan di Manhattan kini terlihat ramai oleh para pejalan kaki, setelah mendapatkan beberapa dollar dari paman George akhirnya lexia kembali ke rumahnya, trolinya begitu berisik sehingga siapa saja yang mendengarnya, mereka akan berbalik dan menghindarinya, apalagi lexia berpakaian Kumal seperti seorang gelandangan hingga mereka yang melihatnya akan menghindari dan menutup hidung mereka.

Lexia dengan acuh tetap mendorong trolinya tidak perduli dengan mereka yang menatapnya sinis atau menutup hidung mereka karena bau yang menguar dari trolinya.

Lexia berhenti sebentar di depan sebuah toko roti, beberapa dollar yang di dapatkannya ingin sekali dia membeli roti hangat dan lembut dari toko roti itu, tetapi dia ingat kebutuhan kakek Jacky, dia harus membeli obat untuknya kalau tidak batuknya akan semakin parah.

Lexia terus berjalan menuju apotik, tidak berapa lama kemudian dia tengah menunggu di belakang seorang wanita yang sedang membeli vitamin, wanita itu berbalik lalu menatap lexia, dia tersenyum lembut kepadanya. "Kau ingin membeli sesuatu?" tanyanya dengan lembut. Lexia mengangguk dan menunjuk salah satu obat.

"Kau sedang sakit?" tanyanya.

"Bukan aku tapi kakekku yang batuk." ucap lexia dengan suara tegas. Wanita itu menatap penampilan gadis itu, dia berpikir bahwa gadis kumal ini usianya sama dengan putrinya, sekitar 17 tahun.

"Kau tidak sekolah?" tanya wanita itu lagi.

Lexia mengerutkan dahinya, dia benci jika seseorang ikut campur dengan urusannya. Tetapi dia tetap menjawabnya dengan sopan. "Tidak, aku tidak sekolah." ucap lexia tegas.

Wajahnya seketika mengerucut membentuk senyum prihatin. Tiba-tiba dia memberikan bungkusan obat kepada lexia, "berikan kepada kakekmu obat ini sayang." Kata wanita itu lembut.

Lexia menatapnya tajam. "Kenapa?" tanya lexia terheran.

"Terimalah." Itu saja yang dikatakannya dengan senyuman indah merekah di bibirnya yang kelu. Lexia menatap obat di tangannya, dengan mata tajamnya memandang wanita itu, "Terima kasih nyonya." Ucap lexia, dia kemudian berbalik dan sedikit menengok kembali ke arahnya.

~

Malam itu batuk kakek Jecky tidak berhenti, dia terus terbatuk-batuk hingga sesuatu keluar dari mulutnya, dengan panik nenek Rossie bergegas mengambil saputangan dan air untuk membersihkan noda merah di mulutnya.

Kakinya gemetar tidak terasa lutut lexia tidak bisa bertumpu pada kakinya, lexia membeku menatapnya, "Kakek Jecky ! ucap lexia berbisik.

Dia menatap cucunya dan mengibaskan kedua tangannya, "Tidak usah khawatir lex." Ucapnya, tetapi dia terbatuk lagi membuat nenek panik karena darah segar mengalir tidak berhenti dari mulutnya.

"Kita..kita bawa kakek ke rumah sakit." Ucap lexia kepada nenek. Lexia segera berlari mencari Edo dan menggedor-gedor rumahnya yang tidak jauh dari rumah lexia, hanya beberapa belokan, "Edo ! Edo! kau ada di dalam." Tetapi tidak ada suara sama sekali, ketika itu, cahaya dari belakang lexia membuatnya berbalik, lalu menatap Mobil kusam berwarna biru pucat dengan Edo berada di dalamnya.

"Ada apa Lex!" tanyanya.

Dengan gemetar lexia menatapnya, "Kakek, kakek Jecky! dia harus ke rumah sakit sekarang." Ucap lexia terdengar gemetar.

Mereka berdua berlari dan menyerbu masuk, Edo dengan cekatan memapah kakek ke keluar dan kemudian masuk ke dalam mobil. Lexia memapah nenek Rossie agar segera masuk ke dalam mobil, akhirnya mereka tiba di depan Manhattan hospital, Edo segera memapah kakek Jecky ke dalam, beberapa perawat membawa kakek ke ruang IGD, lexia berdiri di depan kaca besar menatap pintu besar itu dan berharap agar tidak ada kabar buruk yang didengarnya.

Wajah keriput neneknya terlihat begitu sedih, dia menangis dalam diam, tangisan pilunya ditutupi agar lexia tidak melihatnya. Dinding putih rumah sakit itu begitu dingin, lexia menyandarkan punggungnya yang letih, dia berbalik menatap Edo yang mengeluarkan pemantik dari sakunya dan memainkan di tangannya.

Satu jam telah berlalu sejak kakeknya di bawa ke ruang itu, wajah lexia yang kusam ia pandangi dari pantulan marmer putih di tempatnya berjongkok. Suara pintu yang dibuka dan beberapa orang berpakaian putih keluar dari tempat itu dengan sigap Edo menahannya.

"Bagaimana kondisinya?" ucap Edo seperti berbisik.

"Kami melakukan sebisa mungkin untuk menolongnya tapi nyawanya tidak bisa di tolong lagi, pembuluh darahnya pecah dan saluran pernapasannya tersumbat."

Hanya kata itu yang lexia dengar, suara nenek Rossie bergema di rumah sakit itu, kakinya kaku tidak bisa bergerak air mata lexia pun tidak keluar, lexia hanya terdiam lalu menatap neneknya yang menangis sesenggukan lalu memanggil-manggil nama kakek jecky.

~

Lexia sedang duduk di kursi taman rumah sakit di Manhattan, dia tidak mengetahui semua prosedur administrasi yang harus dilakukan, hanya Edo yang mengurus semuanya. Lexia mengeluarkan pemantik lalu mengambil sebatang rokok yang di sembunyikan di balik saku jaketnya, dia menyalakannya tetapi pemantik itu sama sekali tidak mau bekerja sama.

"Kau merokok?" tanyanya.

Suara bariton berat yang keluar dari mulut seorang pria mengagetkan lexia, dia mencari sumber suara lalu menatap seorang pria yang berdiri tidak jauh darinya, wajah muramnya yang dibingkai dengan ekspresi permusuhan yang selalu terpancar saat seseorang yang tidak dikenalnya berbicara padanya.

Lexia kembali menyalakan pemantiknya agar sebatang rokok yang di pegangnya dapat mengeluarkan asap, sebenarnya lexia tidak merokok, tetapi kenangan kakek Jecky membuat lexia ingin menyalakan rokok pembunuh itu karena baunya seperti ketika kakek Jecky bersamanya.

"Rokok itu tidak cocok untukmu." Pria yang sama sekali tidak dikenalnya itu tiba-tiba mengambil rokok dari tangannya lalu menaruhnya di mulutnya dengan cepat menyalakan pemantik, dia mengisapnya dan menghembusnya perlahan.

"Pecundang!" umpat lexia, mata tajamnya menatap pria yang telah mengambil rokoknya lalu dia melengkungkan bibirnya. "Kau tidak mengingatku? Karena aku mengingatmu."

"Dan aku tidak tertarik untuk mengingatmu." Ucap lexia, dengan kasar dia berjalan meninggalkan pria itu yang tersenyum menatap kepergiannya.

~

"Sir ! ada kabar dari nyonya besar." Kata seorang pria berkepala plontos yang setengah membungkuk padanya.

Pria itu menghisap rokoknya lalu membuang dan menginjaknya hingga padam. "Kabar apa?"

"Tuan Juan akan segera pulang dari eropa, dan....erm dia ingin bertemu dengan nona lovelia." Ucapnya datar.

"Benarkah? pria itu bersedekap, sial ! kakek tua itu masih teguh dengan pendiriannya, upaya yang konyol ! selama bertahun-tahun kakaknya menyembunyikan putrinya agar tidak dapat bertemu dengan kakeknya yang mengerikan itu, tapi mengapa sekarang?!

"Hubungi nyonya besar, sebentar lagi aku akan ke kediamannya."

"Baik sir."

Kali ini apa yang harus di lakukannya? Tuan Juan Robert merupakan pewaris tunggal Robert Corporation yang juga merupakan keturunan dari Bangsawan Frederick yan terpandang di Eropa Utara, dia memiliki singgasana perusahaan terbesar di Asia, Eropa hingga daratan amerika.

Dan kebetulan kakak perempuan tercintanya telah menikah dengan salah satu putra dari tuan juan, tetapi nasib berkata lain kecelakaan menimpa anak dari tuan juan, sehingga satu-satunya penghubung dari darah bangsawan Robert hanyalah lovelia, putri dari kakaknya...

Jika tuan Juan tahu bagaimana kondisi lovelia, dia dan kakaknya akan habis tidak tersisa.

Menjadi seseorang

Matanya menatap tajam gedung-gedung besar pencakar langit tertinggi dari jarak yang jauh, pancaran matanya bersinar dan berbinar, keinginan kuat dari lexia untuk mendapatkan hidup yang lebih baik bersama neneknya membuatnya harus bertahan.

Kehidupannya yang dikelilingi sampah-sampah membuat lexia hidup dengan bekerja keras.

Dia sedang berjongkok di gang sempit tertutup oleh kain kumal, jika seseorang tidak melihatnya dengan seksama mereka akan mengira dia hanyalah seonggok pakaian kotor yang bertumpuk.

Setelah kakek Jecky di makamkan, lexia sering menyendiri di sudut taman kota Manhattan dan menikmati sekelilingnya, keindahan taman yang dikelilingi sungai yang tenang membuat lexia merasakan sedikit kenyamanan. tetapi gangguan juga datang dari beberapa orang yang tidak menyukai kehadirannya yang tampak seperti seorang gelandangan. Dia pernah di usir oleh petugas karena menimbulkan pemandangan tidak nyaman bagi orang-orang yang sedang duduk santai di sana.

Lexia berdecak, dasar pelit, mereka pikir hanya mereka yang pantas menikmati pemandangan di taman ini. Rambutnya terurai mengenaskan, bajunya yang kotak-kotak berwarna hitam telah pudar sehingga warnanya tidak jelas lagi, begitupun Jeansnya yang robek di sana sini.

Dia berjalan sepanjang trotoar, menatap etalase di setiap toko-toko dan bercita-cita akan membelinya jika dia memiliki uang kelak.

~

"Berhenti!" Ucap pria itu.

Mobil Audi berwarna hitam tengah memperhatikan seorang gadis yang menatap sepeda dari depan toko itu, 'Gadis itu'. Ucapnya.

Dia akhirnya turun dari mobilnya, lalu menghampiri gadis yang masih terpaku menatap sepeda berwarna hitam dengan keranjang di depannya.

Dia berdiri tepat di sampingnya. Setelah beberapa menit, akhirnya lexia menyadari pria yang dua kali di temuinya tengah memperhatikannya.

Dia mengerutkan keningnya, tanpa mengucapkan sepatah kata, lexia menghindarinya. "Kau menyukai sepeda itu?" tanyanya.

Lexia berbalik, lalu menatap tajam wajah pria yang sepertinya usianya terpaut jauh darinya. "Iya, kenapa? kata lexia kasar.

"Umurmu berapa?" Tanya pria itu.

"Kenapa? usiaku 17 tahun." Kata lexia menatapnya curiga.

Dia melengkungkan bibirnya, lalu berbalik ke arah lexia sambil memasukkan tangannya di kedua kantung celananya. "Kau mau bekerja padaku?" tanyanya lagi.

Lexia memiringkan wajahnya, 'Bekerja dengannya? Mungkin saja dia adalah orang yang memperdagangkan manusia'! gumam lexia tetapi pria itu tetap mendengar gumamannya.

"Kau ingin tahu apakah aku akan menjualmu atau tidak? ikut aku maka kau akan mengetahuinya." ucapnya.

"Jika kau sesuai, bukan hanya sepeda itu yang sanggup kau beli, aku akan memberikanmu imbalan yang besar." Ucapnya sambil mengulur-ulur ucapannya.

Lexia masih menimbang-nimbang tawarannya, "Ok! aku setuju." Ucap lexia, dia akhirnya mengikuti pria yang baru ketiga kalinya dia bertemu dengannya, 'Lexia akan mendapatkan keinginannya dan dapat membahagiakan nenek Rossie dia akan melakukan apa saja, bahkan pergi ke neraka sekalipun asalkan dia bisa merubah hidupnya'. Pikirnya.

~

Tempat ini tidak bisa di sebut sebuah rumah, sangat besar dan tempat itu begitu luas, lexia berada di sebuah apartemen mewah di pusat kota Manhattan, lexia hanya berdiri di depan pintu tidak ingin masuk dan mengotori lantai bersih nan mengkilap, kemewahan tempat itu betul-betul tidak pantas di sandingkan dengan keberadaan lexia di sana, wajahnya yang kucel dengan kotoran di beberapa keningnya yang menghitam, bajunya yang Kumal serta jeans pudar dan robek di beberapa tempat.

"Masuklah." Ucap pria itu dengan santainya duduk sambil menyesap minuman yang di tuangkan di hadapannya.

Dengan ragu lexia melangkahkan kakinya lalu matanya menerawang ke segala arah.

"Duduklah", Perintahnya.

"Kau yakin? kata lexia, "Aku baru saja menerobos sampah-sampah tadi pagi." Ucap lexia ragu-ragu. Seorang wanita setengah baya yang sedang membuatkan teh dengan mata membelalak dan mulut membentuk kerucut tidak setuju dengan usul tuannya.

"Terserah padamu kau mau duduk atau berdiri", jelasnya.

Lexia tanpa ragu lagi duduk begitu saja, dia tidak mau berdiri mendengar penjelasan pria ini, apalagi kakinya sudah letih seharian berjalan di pagi hari menuju taman.

"Siapa namamu?" Tanya pria itu.

"Lexia Kenzo", Ucapnya jelas.

"Kau ingin bekerja denganku?" kata pria itu lagi.

Lexia menatapnya curiga, melihat wajahnya yang tersenyum membuat lexia sedikit khawatir dengan keputusannya mengikuti pria ini.

"Bekerja apa?" tanya lexia menatap tajam pria bermata coklat dihadapannya. Dia sekali lagi tersenyum, lalu menyesap minuman berwarna merah kehitaman itu, dia meneguknya dengan sekali teguk.

"Aku ingin kau menjadi seseorang." Ucapnya sambil menaikkan sudut mulutnya, "Kau sangat cocok dengannya, apalagi usiamu yang sama dengannya". Ucapnya lagi.

"Menjadi seseorang?" lexia masih bingung dengan perkataan pria ini.

"Ya, asalkan kau menyetujuinya, apapun keinginanmu akan aku penuhi, apapun itu."

Mata lexia berbinar, tangannya mengepal ini adalah tawaran yang jarang sekali di terimanya, dia sudah bersumpah akan membahagiakan neneknya, dia akan melakukan apa saja, dia juga tidak mau bergumul dengan sampah-sampah setiap harinya dan hidup sampai menua dengan sampah-sampah yang selalu mengelilingi hidupnya.

"Kau bisa memikirkannya dulu, aku memberimu...

"Aku menerimanya". Jawabnya tegas.

"Kau yakin?" tanyanya.

"Ya, aku yakin aku akan melakukan pekerjaan yang kau minta."

"Bagus, satu masalah terpecahkan." gumamnya. Dia lalu mengambil ponsel dari sakunya dan menelepon seseorang.

"Bawa orang-orangmu Ken, ada yang harus kau lakukan di sini "

"Karena kau setuju bekerja denganku, berarti kita akan melakukan kontrak kerja yang harus kita sepakati bersama, supaya masing-masing tidak ada yang dirugikan."

Lexia mengangguk dan menatapnya. Pria dihadapannya begitu santai dia mengisi kembali gelasnya lalu meminumnya sekaligus. Dengan jantung yang berdebar-debar dia menunggu pekerjaan apa yang menunggunya? pria ini mengatakan bahwa aku akan menjadi seseorang, apa maksudnya?

Suara-suara itu terdengar dari pintu apartemen itu, beberapa pria berbaju hitam masuk dan satu dari mereka membawa perlengkapan dan segala macam pakaian dalam satu tempat. Lexia memandangnya begitupun pria gemulai dengan kepala plontos memandangi lexia sambil menutup hidungnya.

Lexia memutar kedua matanya. "Apa yang harus aku lakukan sir?" tanyanya.

"Rubah penampilannya, bagaimanapun caranya kau akan merubahnya menjadi seorang nona besar." Kata pria itu sambil sedikit tertawa, dia menganggap lucu apa yang di lakukannya sekarang ini.

"Merubah anak ini?" Pria berkepala plontos itu berputar di sekeliling lexia mengamati dan menyurunya beridiri sambil menjentikkan jarinya.

"Berdirilah." Perintahnya.

Lexia berdiri mengikuti kata-katanya. "Oke cukup!" Ok, kalau penampilannya aku akan segera merubahnya, tetapi aku tidak yakin dengan tingkah lakunya". Sambil menaikkan satu alisnya.

"Tidak masalah karena lexia akan segera belajar bagaimana seharusnya dia bersikap, iya kan lexia, kalau begitu bacalah dahulu kontrak ini, kalau kau sudah yakin tanda tangani di sini". Pria itu menaruh kertas di hadapan lexia.

"Aku ingin dia segera siap Ken!" perintahnya.

"Baik tuan."

Lexia mengambil kertas itu di sana tertera beberapa poin yang harus di patuhinya ketika dia menerima pekerjaan itu, dengan jantung berdebar-debar lexia menuliskan namanya setelah membaca kontrak itu, 'Ini akan merubah jalan hidupku', pikir lexia, dan aku akan menunggu saat terburuk datang menghampiriku, dan aku akan siap menerimanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!