NovelToon NovelToon

MENGUNGKAP SEJARAH PETENG

MENGUNGKAP SEJARAH PETENG

BAB I

PENDAHULUAN

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Segala puji syukur kita panjatkan kepada kehadirat Alloh SWT. yang telah memberi hidayah dan anugrah sehingga kita semua menjadi makhluk yang mulia di bumi ini.

Sholawat serta salam kita hadiahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga dan para sahabat yang telah berjuang meng Islamkan kita hingga mendapat sebuah Jannah dengan penuh kenikmatan hingga akhir zaman, Amin.

Kepada para sepuh dan pinisepuh yang telah memberikan wejangan dan pengarahan yang tiada henti kepada kita semua dengan harapan menjadi sosok manusia dengan luhurnya akal dan budi serta berjiwa ksatria, pantang menyerah dalam menjalani yang penuh perjuangan, sehingga dalam kesempatan yang baik ini, penulis ingin memberikan sebuah cerita atau perjalanan suatu sejarah yang didalamnya semoga dapat menumbuhkan rasa patriotisme dan kebangsaan demi terciptanya suatu tatanan kehidupan yang jauh lebih sejahtera dan penuh kemakmuran.

Tidak lupa kepada semua pihak yang telah menyediakan sebuah aplikasi sehingga penulis bisa untuk membagikan dan memberikan sebuah karya peninggalan para leluhur yang konon cerita ini dianggap tabu oleh masyarakat di daerah dimana penulis tinggal. Atas dasar itulah, penulis berkeinginan untuk membagikan cerita ini dalam bentuk sebuah karya, dengan harapan kelak akan menjadi suatu bahan dan kajian untuk membuktikan adanya SEJARAH PETENG.

Dalam sebuah perjalanan kehidupan manusia tentunya banyak yang telah dijalani dan dialami selama hayat dikandung badan. Apa yang telah ditakdirkan kepada kita semua, adalah sebuah sejarah kehidupan yang kelak akan menjadi sebuah catatan bagi keturunan kita dan generasi masa depan. Begitupun pada diri sosok seorang anak manusia yang telah menemukan, membentuk dan mewujudkan sebuah perkampungan yang dulu hanya sebuah hutan belantara, yang penuh dengan segala jenis hewan dan bangsa yang kasat mata, kini telah menjadi suatu daerah yang banyak mengandung unsur seni dan budaya, para leluhur menyebut daerah itu CIKEUSIK, dan sekarang menjadi Gegesik.

Wilayah Cikeusik atau Gegesik, adalah sebuah daerah di wilayah Kabupaten Cirebon sebelah Utara, sebuah daerah Kecamatan, dengan 14 Desa, berbatasan dengan wilayah Kabupaten Indramayu. Nama Gegesik sebelumnya dari beberapa peradaban kehidupan manusia, yakni dari nama Cikeusik, Cireusik, Grage Reusik, dan barulah disebut nama Gegesik.

Pertama kali daerah Cikeusik atau Gegesik dihuni oleh seseorang yang memiliki jabatan tinggi, yakni seorang Tumenggung dari sebuah daerah Kerajaan Galuh yang saat itu berada di wilayah Kabupaten Garut bagian Utara, dan konon terdapat sebuah daerah yang dipimpin oleh seorang Tumenggung, beliau bernama Ki Ageng Bugulun.

Akibat, berselisih paham dengan pihak Keraton, beliau akhirnya meninggalkan segala jabatan dan segala kekayaannya. Beliau mengembara dan pada akhirnya menetap di daerah Cikeusik, yang kala itu berupa hutan belantara. Demi melangsungkan hidupnya, beliau akhirnya hidup seorang diri, mencari apa yang dapat untuk bertahan hidup. Pada akhirnya beliau menemukan sebuah puing-puing, bekas bangunan zaman dulu. Di tempat itulah, beliau membangun sebuah tempat untuk berteduh dan menjalani hidupnya.

Dengan seorang diri, Ki Bugulun menjalani hidup apa adanya. Beliau merupakan sosok yang begitu kuat, memiliki niat mulia, dan penuh tanggung jawab. Dalam kesendiriannya itu, tiba-tiba dikagetkan oleh suara langkah orang.

Untuk lebih jelasnya, penulis akan melanjutkan BAB demi BAB. Penulis mengucapkan terima kasih banyak sebelumnya kepada semua pihak, kritik dan saran yang membangun akan menjadi suatu acuan agar lebih menjadi sebuah nilai yang baik dalam kehidupan.

Terima kasih.

Wassalam.

MENGUNGKAP SEJARAH PETENG

BAB II

NAPAK TILAS TANAH CIKEUSIK

   Cikeusik atau Gegesik merupakan sebuah wilayah dari Kabupaten Cirebon yang berbatasan dengan wilayah Indramayu. Gegesik konon pada zaman dahulu memiliki Kitab atau Pedoman dan aturan kehidupan masyarakat yang diberi nama KANDHAGA. Kitab Kandhaga terbagi menjadi Tiga , yakni Kanghaga Giri , Kandhaga Mukti dan Kandhaga Murti. Kandhaga Giri berisikan tentang keluhuran budi untuk mencapai jenjang manusia yang sejati , Kandhaga Mukti berisikan berisikan tentang kewibawaan dan kehormatan sebagai manusia yang berharga diri , sedangkan Kandhaga Murti mengandung isi tentang sejatinya manusia sebagai hamba dengan segala rasa syukur kepada Hyang Maha Pencipta , Alloh SWT.

   Dalam perjalanan hidup manusia yang ditakdirkan untuk berjuang dan mengarungi kehidupan ini dengan basis berkembang demi kelangsungan hidup yang penuh kedamaian dan ketentraman untuk kesejahteraan makhluk sebagai manusia yang bersifat fana. Dengan dasar itulah maka manusia membentuk sebuah tatanan kehidupan berupa aturan-aturan yang tertuang dalam sebuah ajaran kehidupan untuk mewujudkan sebagai khalifah bumi melalui ajaran yang baik. Untuk itulah terbentuknya kitab-kitab sebagai sebuah pedoman kehidupan , sehingga kelak akan tercipta sebuah tatanan hidup yang penuh kedamaian.

   Tanah Cikeusik yang syarat dengan sejarah para sesepuh ini adalah bagian dari sejarah perjalanan kehidupan yang menurut cerita orang tua begitu tabu untuk diungkap atau diceritakan kepada anak cucu. Hal inilah yang menjadikan masyarakat awam akan sejarah dan pada akhirnya lupa akan jati diri. Sejarah sangatlah penting bagi generasi muda untuk lebih mengenal dirinya sebagai salah satu cara untuk mencapai sebuah harapan. Dengan sejarah hidup akan bersahaja , dengan sejarah kita kenal akan arti kehidupan dunia. Untuk itu penulis akan memaparkan perjalanan seorang anak manusia yang kini tak pernah disebut dalam sejarah masyarakat lokal , semua merasa bahwa dirinya yang telah membentuk seperti sekarang , semua lupa akan jasa keberhasilan para leluhur.

   Al kisah , dalam keadaan sempoyongan , seseorang melangkah terhuyung-huyung mendekati sebuah pohon , tangannya gemetar , wajahnya menatap ke depan seolah-olah mengawasi situasi di tempat itu. Sambil memegang batang pohon , ia duduk sambil bergumam , " untunglah aku selamat dari kejaran orang-orang tadi ". Ia memandang sekeliling , matanya tertuju pada sebuah hamparan tanpa tumbuh sepohon pun. Dalam hatinya ia berkata andai saja di sana ada tempat untuk berteduh , tentu akan membuat dirinya tenang. Namun yang ia dapat hanya hamparan tanah kosong. Ia pun akhirnya dengan sedikit tenaga yang tersisa , ia bangkit untuk mencari makanan. Akhirnya setelah beberapa lama , ia menemukan pohon berbuah , ia ambil buah yang matang dan di makanlah buah itu. Segar juga rupanya buah ini , gumamnya.

*Setelah menghabiskan buah itu , ia berjalan mengelilingi sekitar , tiba-tiba ia melihat ada sisa puing-puing bangunan , ia pun mendekat dan matanya memandang sekeliling. " Aneh " katanya. Sambil berbisik sendiri , ia melangkah untuk mencari sesuatu , " aneh , ada bekas bangunan tapi tak ada apapun di sini , apa bangunan ini bekas peradaban zaman dulu " , katanya*. Dengan rasa penasaran , ia bergegas untuk mengumpulkan kayu bekas yanh masih bisa dipakai.

   Senja mulai tampak dari ufuk Barat , layung pun kian merambah dalam kegelapan sore itu , tampak sinar redup dihiasi cahaya lintang Raina , menambah suasana menjelang gelap menyatu dalam keheningan. Sosok orang itu duduk dalam kesendirian dengan pikiran yang carut marut , di depan sana ada suluh api yang membentuk api unggun kecil. Keheningan semakin mencekam seiring merambahnya malam , angin sepoi pun menusuk badan , dengan lelahnya sosok itu merebahkan tubuhnya di dalam gubuk yang ia dirikan tadi. Tampak bangunan gubuk itu terdiri dari empat tiang yang berdiri dengan balutan tali dari akar , di atasnya banyak jerami sebagai atap sebagai penutupnya , juga ada suluh dari tumpukan ranting kering dan di samping gubuk itu terdapat pohon yang berbuah. Dengan rasa capeknya , sosok orang itu lelap dalam tidur , wajahnya lusuh , pakaiannya banyak bercak-bercak kotoran , ia tertidur dalam kelelahan yang amat sangat.

   Dalam kesendiriannya sosok orang itu menjalani hidup penuh dengan kesabaran. Hari berganti hari , tak terasa ia hidup sendiri selama beberapa bulan di tempat itu. Hingga suatu hari dengan berjalan menuju gubuk yang ia dirikan , di saat akan membuka pintu gubuk , tiba-tiba terdengar suara langkah beberapa orang yang mendekatinya. Dengan waspada , sosok itu akhirnya berjumpa dengan empat orang laki-laki. Ke-empat orang yang datang itu ternyata pemuda yang usia sebaya. Sosok orang yang di gubuk itu menoleh dan bertanya , " siapa kalian dan dari mana hingga sampai di tempat ini " katanya. Salah satu dari mereka menjawab , " maaf ki sanak , kami mohon bantuan dari ki sanak agar diperkenankan untuk berlindung di tempat ini , kami dalam pengejaran orang-orang yang telah merampas wilayah kami , sekali lagi kami mohon perlindungannya ".

   Akhirnya setelah mendengar penjelasan dari ke-empat pemuda tadi , sosok di gubuk itu mengizinkan mereka untuk tinggal di situ. Ternyata sosok yang di gubuk itu bernama Ki Bugulun, dan empat pemuda tadi terdiri dari Bulhun , Mardi , Mahdi dan Madropi.

   Demi menjalani kehidupannya mereka membangun beberapa tempat untuk kelayakan hidup. Setiap hari mereka selalu bekerja tanpa lelah , membuat jalan untuk menghubungkan dengan tempat lain , dan pada akhirnya banyak para kafilah yang melintas di tempat itu. Dalam beberapa bulan saja tempat telah banyak yang mampir bahkan ada juga di antara mereka yang betah di situ dan membuat tempat untuk tinggal.

   Semakin banyak orang yang tinggal di tempat itu , semakin ramai pula suasananya. Hingga pada suatu hari , Ki Bugulun mengajak di antara mereka untuk membentuk suatu tatanan kehidupan yang layak. Pada akhirnya , dari hasil rembugan itu terbentuklah sebuah tatanan dengan terpilihnya Ki Bugulun sebagai Ketua Adat , dengan dibantu oleh beberapa asisten dengan julukan Kerani Umum dipegang oleh Mardi , Kerani Sosial dipegang oleh Bulhun , Kerani Adat oleh Mahdi dan Kerani Dana dipegang oleh Madropi. Setelah pembentukan tatanan dan aturan di tempat itu , maka pada saat itu , masyarakat telah berjumlah sekitar 513 orang , dan tempat itu diberi nama Pedukuhan Cikeusik.

*Dengan terbentuknya sebuah tatanan yang berupa aturan di dalam kehidupan bermasyarakat , sejak itu pula berdiri sebuah pedukuhan Cikeusik yang rakyatnya hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan yang merata. Suatu hari Ki Bugulun selaku Ketua Adat memanggil para Keraninya di sebuah bangsal rembugan. Duduk dengan penuh wibawa dan tatapan yang tajam akan masa depan , sambil tersaji beberapa makanan hasil bumi , dan disebelah makanan itu terdapat sebuah teko dari bahan tanah liat , juga gelas berisi minuman hangat. Di depan Ki Bugulun , tampak Bulhun yang sedang membuka sebungkus kawung , Mahdi membawa sebuah tas dari bahan jerami , sedangkan Mardi menuangkan minuman dari teko , juga Madropi yang dari tadi mencorat-coret catatan pribadinya. Dalam suasana yang penuh kehangatan itu , berkata lah Ki Bugulun . " Anak-anakku , mengapa dan kenapa kalian aku undang di bangsal ini , dengan maksud dan tujuan adalah untuk membicarakan rencana pembangunan pedukuhan , yakni selama ini , pedukuhan kita telah menjadi tempat yang nyaman dan damai , sehingga dari hari ke hari telah banyak yang menetap di tempat kita ini , dan anggap mereka semua sebagai keluarga kita , saudara kita. Yang harus kalian urus adalah kesejahteraan mereka , aku tidak ingin di antara mereka yang kelaparan ataupun tidak mampu , berikanlah kepada mereka kebebasan untuk mengolah tanah garapan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya. "Coba Mardi , dari mana saja asal mereka , tentu kamu sudah mencatatnya asal usul mereka*." *kata Ki Bugulun*.

*Mendengar pertanyaan dari Ki Bugulun , Mardi pun segera membuka catatan , dan berkata " Begini Ki , dari data yang Saya catat , di antara mereka terdiri dari 115 orang dari Jawa , 126 orang dari wilayah Majasari , 178 dari wilayah Ujung Krangkeng , 75 orang dari wilayah Galuh , 14 orang dari keturunan dan kita ber-lima , sehingga jumlah seluruhnya terdapat 513 orang ,Ki " katanya sambil menyodorkan catatan yang ia bawa.*

*Ki Bugulun menerima catatan dari Mardi , kemudian menatap Bulhun. Melihat tatapan Ki Bugulun , Bulhun pun segera berkata ,*

*" Maaf Ki , tadi siang beberapa orang dari mereka telah menyelesaikan pembuatan Balong yang ditengahnya ditanami pohon Bakung , sesuai amanat dari Ki Bugulun ". ujarnya seraya menyekah keringatnya dengan lengan bajunya.*

*Ki Bugulun tersenyum lepas setelah mendengar hasil kerja masyarakatnya yang penuh semangat. Kemudian beliau bertanya kepada Madropi, " bagaimana hasil kerjamu Madropi ?".*

*Dengan tangan meletakkan gelas minuman , Madropi berkata , "Begini Ki , amanat Panjenengan telah kita jalankan Ki , saya dan beberapa orang telah membuat sebuah hamparan tanah tanpa ada rumput sedikitpun , persis seperti alun-alun , dan rupanya pas buat mengumpulkan rakyat di pedukuhan kita ini " katanya sambil mengambil sepotong ubi yang digoreng*.

*Sambil menikmati hidangan yang tersaji , Ki Bugulun bertanya kepada Mahdi , " bagaimana hasil kerjamu , sampai dimana bangunan untuk kerja kita nanti " ujarnya. Dengan penuh percaya diri , Mahdi berkata , " hampir 80% Ki , tinggal besok kita pasang atap yang sudah kita buat untuk menutupnya , sesuai petunjuk Panjenengan bahwa bangunan itu menghadap ke arah Tenggara , kiranya sudah sesuai Ki , silahkan nanti Panjenengan lihat sendiri besok " demikian kata Mahdi*.

*Akhirnya rerembugan mereka sudah waktunya untuk ditutup lalu istirahat agar besok acara pengukuhan hasil kerja mereka dapat berjalan lancar dan tentu saja menjadi kebanggaan tersendiri.*

"Oh iya Ki , besok acara peresmian hasil kerja masyarakat kita Ki , saya berharap Ki Bugulun sekiranya memberi nama atau julukan dari hasil kerja kita semua " , kata Bulhun sambil berpamitan bersama Mardi , Mahdi dan Madropi kepada Ki Bugulun.

*Sepeninggalnya Bulhun dan kawan-kawan , Ki Bugulun duduk sambil menatap ke depan dengan tatapan penuh harapan. Wajahnya sedikit kebingungan tentang nama atau julukan buat hasil kerja masyarakatnya. Lama beliau terdiam , dan tiba-tiba bergumam " Nah ini dia , kayaknya pantas untuk julukan dari hasil mereka , yah.....pantas, pasti pantas" gumamnya sambil menutup pintu kamar*.

BAB III NAMA YANG BERMAKNA

*Malam kian merambah hingga jelang pagi , suara ayam bercokok saling sahut menambah suasana kehidupan tuk menyambut sebuah rasa dan asa. Goresan sinar merah tampak di ufuk Timur , telah banyak aktifitas ibu-ibu yang mempersiapkan bekal keluarga dalam mengarungi hidup dengan penuh harapan , penuh bangga atas segala upaya demi masa depan. Tampak di dalam sebuah rumah yang begitu sederhana , seorang Ki Bugulun duduk bersilah di salah satu ruang yang khusus , hanya berhias lentera kecil , cahaya yang redup , tangannya menengadah bermunajat kepada Sang Pencipta*.

Pagi itu suasana pedukuhan telah mulai hidup , banyak asap-asap dari dapur yang menghiasi panorama kampung yang damai , terdengar suara bayi-bayi yang minta disusui , terdengar pula deburan air orang mandi , ada pula suara orang bercengkrama di sudut pengkolan , juga suasana hiruk pikuk kegiatan untuk persiapan usaha. Situasi yang demikian itu , dari depan rumah Ki Bugulun , tampak beberapa orang mendekatinya.

*" Sampurasun Ki" kata orang yang paling depan tiada lain adalah Bulhun. " Rampes "kata Ki Bugulun dari dalam rumah seraya menyuruh 2 orang untuk menyediakan hidangan*.

*Sambil menikmati hidangan di serambi depan rumah itu , Ki Bugulun bercerita , bahwasanya pada zaman dulu sebelum adanya daratan ini terutama dataran Jawa , konon katanya dibentuk oleh Dua orang ksatria yang mempunyai adik perempuan yang amat dicintainya. Mereka bertiga adalah saudara kandung yang merupakan anak dari Dewi Rekatawati dengan Prabu Basuananda. Suatu hari anak perempuan yang bernama Dewi Sriwindara menginginkan sebuah taman yang indah di depan rumahnya. Pada akhirnya , Dewi Rekatawati menyuruh dua anak laki-lakinya yakni Raden Naka dan Raden Nala untuk membuat taman tersebut. Sebagai keturunan dari seorang Dewi , Raden Nala dan Raden Raka menyanggupinya. Pekerjaanpun segera dilaksanakan*.

*Hari demi hari kedua bersaudara itu membuat taman , mereka mengambil tanah se gunduk demi se gunduk diangkat dengan tangannya. Tanah itu ditumpuk di depan rumahnya. Pekerjaan itu mereka jalani sebagai tanda bakti selaku anak yang berbakti kepada orang tuanya. Akhirnya pekerjaan mereka yang membutuhkan waktu selama 7 bulan itu berhasil membentuk sebuah taman , dengan dihiasi segala jenis bunga yang ditanam diatasnya. Banyak pula gundukan tanah yang dibentuk menyerupai gunung , ada juga yang menyerupai danau , hingga pada suatu hari , turunlah hujan begitu lebat. Akibat hujan itu , taman yang mereka buat menjadi banyak genangan air di atasnya. Raden Nala akhirnya membelah tanah di sisi Timur, supaya airnya cepat mengalir , konon katanya belahan itu menjadi selat Madura dan tanah yang disisihkan itu jadi Pulau Madura. Sedangkan Raden Naka , membelah di sebelah Selatan , dan tanah yang disisihkan itu jadilah pulau Nusakambangan , berikut dengan selat nya. Sementara itu adiknya Dewi Sriwindara karena merasa senang saat hujan , ia menginjak-injak tanah di selah Barat. Injakan dari Dewi Sriwindara itu pada akhirnya membentuk Kepulauan Seribu. Dengan adanya aliran air yang dibentuk itulah , taman yang dibuat tersebut menjadi aman. Itu merupakan cerita nenek moyang dulu tentang pulau Jawa dibentuk" , tutur Ki Bugulun*.

" *Untuk itu" , lanjutnya , " kita ini ingin memberikan untuk anak cucu kita , di pedukuhan ini agar bermakna dan berguna selamanya demi generasi penerus kelak " kata Ki Bugulun seraya minum air teh hangat. " Baik Ki , semoga kerja keras kita ini akan menjadi sebuah sejarah bagi anak cucu , sekarang hari jelang siang , kapan lagi kita bangun pedukuhan ini " kata Mardi sambil membawa cangkul seraya berjalan menuju tempat kerjanya. Mereka akhirnya sama-sama membubarkan diri menuju kerjaannya*.

*Sementar itu Ki Bugulun mengawasi pekerjaan masyarakatnya dengan sekali-kali membantunya. Suasanapun begitu penuh aktifitas masyarakat Cikeusik , ada yang berladang , bekerja di sawah , membuat saluran air , membuat jalan menuju perbatasan , juga tampak ibu-ibu bekerja di dapur umum. Mereka jalani setiap hatinya dengan penuh rasa tanggung jawab. Pagi mereka kerja hingga siang hari , sore mereka pulang , ada yang langsung istirahat ada pula yang mengisi malamnya sambil berkumpul membahas pekerjaan*.

*Pada suatu waktu , hari yang ditentukan , kala itu tepatnya 7 Agustus , acara pengukuhan nama dari pekerjaanpun siap untuk diumumkan. Masyarakat Cikeusik berkumpul di tempat yang sekarang dikenal alun-alun , pokoknya di hari itu seluruh masyarakat berkumpul bersatu dalam suasana bahagia atas selesainya pekerjaan. Sambil menunggu acara dimulai , banyak hiburan yang mereka tampilkan , diantaranya sampyong , sonder , julik , juga acara adu ketangkasan atau dikenal gelut dan masih banyak lagi yang lainnya*.

*Tepat matahari condong ke Barat , dengan penuh wibawa dan merasa senang , Ki Bugulun naik ke mimbar sambil menyapa masyarakatnya. Beliau berkata , " Masyarakatku yang terus berjuang , di hari ini kita bersama merayakan keberhasilan kita semua , pekerjaan yang penuh perjuangan dan pengorbanan ini telah kita selesaikan dengan maksimal , semoga kelak kita bisa menikmatinya hingga anak cucu kita nanti " , demikian kata Ki Bugulun di depan masyarakatnya , dan merekapun menyambut dengan sorak sorai penuh bahagia." Bapak-bapak dan Ibu-ibu , keberhasilan pembangunan pedukuhan ini tidak luput dari usaha kita , kebersamaan kita , kekuatan dari seluruh masyarakat kita , tidak ada prestasi yang hebat dalam membangun selain kejujuran dan niat budi yang luhur , tidak ada sebuah karya yang abadi selain keikhlasan , untuk itu , saya selaku pemangku ketua adat , di hari yang bahagia ini akan saya kukuhkan nama-nama hasil pekerjaan kita semua ini , baiklah , yang pertama untuk nama Balong atau kolam pemandian kita sebut Balong Bakung. Untuk tanah perbatasan di sebelah Selatan kita namakan Krapyak , bangunan tempat kerja pengurus pedukuhan kita namakan Sapta Lenggah , dan untuk alun-alun dimana sebagai tempat berkumpul kita ini, saya namakan Sapta Raga. Kiranya hanya ini yang dapat saya sampaikan untuk kalian , selanjutnya marilah kita rayakan keberhasilan kita ini tanpa melupakan kebaikan dari Sang Pencipta " tutur Ki Bugulun seraya menaburkan uang recehan dari dalam baskom kepada masyarakat yang hadir di situ*.

*Suasana pun menjadi gegap gempita, uang recehan tadi menjadi rebutan masyarakat yang begitu bahagia sambil bersorak sorai , acara seperti itu di kampung Cikeusik dinamakan Surak atau Curak. Banyak di antara mereka yang mendapat recehan uang sampai satu genggam , ada juga yang mendapat hanya beberapa keping saja , ada pula yang mendapat hanya satu keping , tapi kesenangan mereka begitu terasa dengan banyaknya orang tertawa melihat banyak orang berebut uang recehan*.

*Rasa lelah dan letih begitu terasa dari masyarakat Cikeusik yang pada hari itu menjadi hari bersejarah atas segala usaha dan perjuangannya membangun sebuah pedukuhan. Semua mereka persembahkan demi anak cucu kelak , apa yang mereka kerjakan saat itu sebagai bukti bahwa usaha para sesepuh kita yang begitu kuat dan teguh atas kebaikan akhlaknya akan dapat dinikmati sepanjang kehidupan ini masih berjalan hingga akhir zaman*.

*Pada malam harinya , Ki Bugulun mengundang beberapa orang termasuk Kerani-keraninya , Mardi , Mahdi , Bulhun dan Madropi juga beberapa kerabat. Di malam itu mereka membahas sebuah aturan demi kehidupan yang lebih baik*.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!