NovelToon NovelToon

I Don'T Like Bule

I Hate Bule

Patah hati? Itulah yang dialami oleh Erland Thomson. Usianya 27 tahun. Putra bungsu dari keluarga bangsawan Thomson yang ada di London.

Sejak usia 15 tahun, Erland sudah menunjuk ketertarikannya di dunia perfilman. Namun bukan sebagai aktor melainkan sebagai sutradara. Berawal dari film dokumenter yang dibuatnya tentang kehidupan remaja di London memenangkan festival film dokumenter bagi pemula, nama Erland mulai terkenal.

Ia memulai debut pertamanya melalui sebuah mini serial saat usianya baru 18 tahun. Tentu saja dukungan keluarganya sangat berarti bagi Erland. Ia banyak belajar dari sutradara terkenal Aslon, yang adalah ayah Ben Aslon sahabat baik kedua orang tuanya (Yang nggak tahu Ben Aslon boleh baca novelku yang berjudul : My Best Photo).

Namun kali ini Erland patah hati bukan karena filmnya yang tak laku. Melainkan karena ia harus melepaskan gadis yang dicintainya menikah dengan orang lain.

Tak ada yang menyangka kalau Erland sudah dua kali patah hati. Pada hal dia dikenal sebagai salah satu bad boy di London. Gadis mana yang bisa menolak wajah tampan perpaduan London-Manado itu?

Erland menjauh dari kebisingan kota London. Ia selalu menjadikan Indonesia sebagai rumah keduanya. Apalagi kota Bali, tempat bisnis keluarganya ada di sini.

Sudah 3 hari Erland ada di sini, dan itu belum mampu membuatnya melupakan Amezza.

Malam ini, Erland kembali tak bisa memejamkan matanya. Ia juga malas jika harus ke pub dan pada akhirnya mabuk. Pesan mamanya selalu ia ingat. Jangan pernah menyelesaikan masalah dengan mabuk.

Ia pun keluar dan jalan-jalan di sekitar hotel. Matanya menatap kehidupan malam di Bali yang seakan tak pernah tidur. Langkahnya membawa dia ke pantai.

Ada beberapa orang yang menikmati malam di tepi pantai karena memang ada bar di sana.

Erland sebenarnya tak begitu tertarik untuk masuk ke bar, tapi pendengarnya terganggu dengan suara seorang cewek.

"Hei, datang ke Bali kan bukan berarti harus lihat bule. Kalian sih yang tergila-gila dengan cowok bule." kata gadis dengan rambut hitam yang dibiarkan tergerai. Gadis itu menggunakan celana panjang hitam dan kaos ketat berwarna pink. Ia berdiri membelakangi Erland.

"Tapi kan cowok-cowok bule tampan. Mereka juga romantis. Mereka menyukai seorang gadis itu bukan karena kecantikannya melainkan kalau mereka sudah merasa nyaman, mereka akan merasa akan menikahi mereka." kata seorang temannya yang berambut pendek.

"Cowok Indonesia kan banyak yang ganteng." kata gadis berambut panjang itu.

"Cowok Indonesia sukanya cewek yang putih mulus seperti artis Korea." ujar temannya yang lain.

"Tidak juga. Cowok bule itu play boy, sukanya langsung ke kasur saat pacaran, setelah bosan kita ditinggalkan. Kebanyakan juga cowok bule yang datang ke Bali bukan orang kaya. Mereka malahan menjadi pria parasit yang menempel pada gadis-gadis lokal. Pokoknya i don't like bule. Sekalipun di dunia ini yang tertinggal hanyalah cowok bule, aku memilih untuk menjadi perawan suci."

Teman-temannya bersorak mendengar perkataan gadis itu. Dia pun dengan sombongnya menepuk dadanya sendiri. Erland tersenyum sinis mendengar perkataan gadis itu.

Sungguh merendahkan cowok bule. Tidak semua yang kamu katakan itu benar, batin Erland dengan gemas. Ia memandang cewek itu dengan seksama. Tinggi cewek itu mungkin tak sampai 160 cm. Kulitnya kuning langsat. Rambutnya hitam lebat dan sedikit bergelombang. Tak ada yang istimewa. Bahkan boleh dikata bukan tipe Erland. Erland suka gadis yang tinggi semampai, seperti para model cewek di negaranya. Maklumlah, tinggi badan cowok itu 182 cm. Gadis yang sempurna di mata Erland adalah Amezza.

Cowok itu menggelengkan kepalanya. Ia sudah merelakan Amezza menikah dengan orang lain. Seharusnya dia tak mengingat Amezza lagi. Sebagaimana ia bisa melupakan Kimberly, maka ia yakin bahwa Amezza pun bisa hilang dari hatinya.

Erland melangkah meninggalkan sekumpulan kaum muda yang salah satunya anti cowok bule. Ia berjalan menyusuri pantai di belakang hotelnya sampai kakinya merasa lelah dan akhirnya ia kembali ke kamar untuk tidur.

***********

Anatari Gayatri berlari memasuki lobby hotel. Ia hampir saja terlambat karena semalam hang out dengan teman-temannya karena salah satu diantara mereka ada yang ulang tahun. Walaupun gadis itu sama sekali tak minum alkohol, namun karena mereka pulangnya hampir jam 3 pagi, makanya Anatari merasa sangat mengantuk dan hampir saja terlambat datang ke hotel.

Selama 3 bulan, Anatari akan magang di hotel ini untuk menyelesaikan studinya di jurusan perhotelan dan pariwisata.

"Selamat pagi!" sapa Anatari pada ibu winda, manager hotel yang sudah menunggunya di dekat meja lobby. Pagi ini Anatari memang akan bertugas di meja resepsionis.

"Kamu terlambat 2 menit, Anatari."

Anatari menatap arlojinya. "Bu, di aku belum juga jam 7."

"Kalau mau magang di sini, harus sesuai dengan Jam yang ada di sini. Kamu tahu kan kalau ini adalah hotel ternama? Banyak orang penting yang menginap di sini. Ayo sana!" Ibu Winda menatap Anatari dengan mata melotot membuat gadis itu sedikit ciut.

3 karyawan yang bekerja di meja resepsionis menahan tawa. Mereka sudah kebal dengan mulut tajam manager hotel ini.

"Sabar, Ana. Kami semua sudah maklum dengan sikap ibu Winda. Namun beliau baik, kok. Mungkin karena sudah tua dan belum menikah, makanya dia jadi judes begitu." bisik Satria.

"Ibu Winda belum menikah? Pada hal dia cantik, body seksi."

"Katanya ibu Winda sudah trauma dengan cowok Indonesia. Selalu mengumbar janji namun pada akhirnya dia ditinggalkan. Makanya beliau mau cari bule saja."

Anatari memutar matanya. "Apa enaknya sih cowok bule?"

"Hei, kalian bekerja. Jangan menggosipkan aku!" teriak Winda membuat Anatari langsung memeriksa komputer di depannya.

Erland yang baru keluar dari lift menatap sekeliling. Matanya yang yang selalu dalam kondisi awas menatap sosok perempuan yang menggunakan seragam putih hitam sedang melayani beberapa tamu yang baru datang. Erland langsung ingat dengan kejadian semalam.

"Oh, dia magang di sini?" Erland berbicara pada dirinya sendiri. Lelaki itu mengambil jalan berputar karena tak mau terlalu menarik perhatian para karyawan yang ada. Entah mengapa Erland ingin memperhatikan cara gadis itu bekerja.

Kalau tamu yang datang adalah orang Indonesia atau tamu Asia, ia akan bersikap sangat manis. Namun jika tamu yang datang adalah para bule, gadis itu terlihat biasa saja. Bahkan Erland menilai kalau gadis itu tersenyum biasa saja bahkan kesannya agak terpaksa.

"Tuan, apakah anda ingin sarapan?" tanya Winda. Ia sudah mengenal Erland sebagai anak pemilik hotel. Menag Erland sendiri tak mau terlalu dikenal. Makanya hanya orang-orang tertentu saja yang mengenal Erland.

"Aku sudah minum kopi tadi di kamar. Mungkin nanti sekitar jam 10 baru sarapan." ujar Erland. Winda pun langsung menjauh.

Erland kemudian menuju ke kantor hotel. Ia memanggil kepala bagian kepegawaian untuk datang ke ruangannya.

"Ada yang bisa aku bantu, tuan?" tanya pak Wayan.

Erland menatap Wayan. "Ada berapa jumlah anak magang di hotel kita?

"Ada 6 orang tuan. Namun mereka saya bagi di beberapa tempat."

"Boleh saya minta data mereka?"

Pak Wayan membuka tablet nya lalu mengirimkan data para mahasiswa magang. "Saya sudah kirimkan ke komputer bapak."

Erland mengangguk. Pak Wayan pun segera keluar. Erland membuka laptopnya dan melihat file yang dikirimkan kepadanya. Lelaki itu tersenyum melihat foto gadis itu dengan nama Anatari Gayatri. Gadis berusia 20 tahun. Ia berkuliah di salah satu universitas di Bali.

"Kamu akan lihat nona Anatari, aku akan membuatmu jatuh cinta pada bule dan dia akan meninggalkanmu. Kayaknya bagus juga ini dijadikan film dengan judul i hate bule. Atau i don't like cowok bule." Erland bergumam sendiri sambil tertawa. Ia kemudian menghubungi salah satu asistennya. Dia adalah Petra. Cowok blesteran Inggris-Perancis yang terkenal sangat pintar merayu para wanita.

"Ada apa, Er?" tanya Petra.

Erland membalikan layar laptopnya agar menghadap ke arah Petra.

"Siapa gadis ini?"

"Mahasiswa magang di hotel ini. Tugasmu adalah merayu dan membuatnya jatuh cinta padamu."

"Erland, aku sudah punya pacar."

"Pacarmu kan di Perancis. Dia tak akan tahu. Aku ingin memberikan pengajaran pada gadis ini. Dia katanya tak suka cowok bule. Dia tak sadar kalau sedang bekerja di hotel milik orang bule."

Petra tertawa. "Sejak kapan kamu mau melakukan hal-hal seperti ini?"

"Aku kehabisan ide untuk membuat film baru."

"Kita tinggalkan Indonesia. Kembali ke London. Pasti di sana kamu akan menemukan banyak ide untuk film barumu."

Erland menggeleng. "Lakukan saja perintahku. Gajimu akan ku bayar double."

Petra langsung tersenyum sambil menjabat tangan Erland. "Ok. Deal." ujarnya lalu segera keluar dari ruangan Erland.

Petra mendekati meja resepsionis. Ia melihat gadis berambut hitam itu.

"Hello beautiful, can you help me?" tanya Petra sambil memasang wajah manis dan tatapan yang menggoda.

"What can i do for you, sir?" tanya Anatari. Senyumnya biasa.

"What your name?"

"Anatari."

"Waw....! Your name is beautiful. Just like the person."

Anatari nampak memutar bola matanya. Ia menunjukan bahwa dirinya tak melayang dengan pujian lelaki di depannya. "Ada yang bisa aku bantu, tuan?"

Petra tersenyum. "Sebenarnya tidak ada. Aku hanya ingin tahu namamu. Aku perhatikan kamu dari jauh dan kamu sangat menarik untukku." Petra mengedipkan matanya sebelah. Ia kemudian segera pergi.

"Menjijikan." ujar Anatari. Satria yang ada di sampingnya menatap gadis itu dengan dahi berkerut.

"Astaga, kamu bilang menjijikan pada hal itu merupakan hal yang sangat romantis. Kamu tahu tamu itu menginap di mana? Dia menginap di salah satu kamar terbaik di hotel ini."

"Penampilannya itu sok cakep. Pada hal wajahnya biasa saja. Standarnya orang barat."

Satria menggelengkan kepalanya. "Standar katamu? Matamu sudah rabun."

"I don't like bule. Apalagi cowok bule. Tak akan pernah menyentuh hatiku." kata Anatari dengan tegas.

Tak ada yang tahu, kalau percakapan mereka di meja resepsionis itu dilihat dan didengar oleh Erland. Memang tak ada yang tahu ada 2 titik CCTV yang mendengarkan percakapan

"Film di mulai....!" kata Erland sambil tertawa.

************

Erland kayak Daddy Ezekiel ya? Tak suka jika ada yang mengatakan : i hate you bule 😂😂

Hai guys, ini akan benar-benar menjadi novel terakhir emak. Soalnya ada yang DM minta dibuatkan cerita tentang Erland Krn kasihan Erland patah hati. Sekalian juga bernostalgia dengan novel pertama emak. Semoga suka ya....

Cuek

Jam 5 sore, selesai sudah jam magang di hotel ini. Anatari menarik napas lega.

"Kak, aku pulang dulu ya?" pamit Anatari pada salah satu Karyawan yang bertugas di sana.

"Ok."

Anatari mengambil tasnya dari dalam lemari yang ada di belakang meja. Ia kemudian meninggalkan lobby.

Namun, baru saja ia menuruni tangga, ia melihat sosok bule tampan yang sedang bersandar di salah satu tiang pilar, nampaknya seperti sedang menunggu Anatari.

"Hi Antari.....!" sapa Petra.

"Hi....!"

"Have you finished work?"

"Yes."

"Do you want me to take you home?"

"No" Anatari menggeleng. Ia langsung melangkah pergi. Petra mengejarnya.

"Anatari, aku hanya ingin mengenal mu."

"Maaf, aku tak mau dikenal. Soalnya aku sudah menikah." ujar Anatari.

Langkah Petra terhenti. "She is married?" Petra segera mencari bosnya itu. Ia menemukan Erland yang sedang duduk di balkon lantai 4. Lantai ini sebenarnya lantai khusus keluarga Thomson yang tak semua tamu boleh masuk. Karena di sini khusus apartemen.

"Erland, aku mengalah. Tak mau mendekati gadis itu lagi. Dia sudah menikah."

Erland terkejut mendengarnya. "Menikah? Mana mungkin."

"Dia sendiri yang mengatakannya padaku."

"Dan kamu percaya?"

"Mana mau aku berurusan dengan perempuan yang sudah menikah?"

Erland menelepon sepupunya Joel, anak paman Joe yang menikah dengan bibinya Rahel. Joel sama hebatnya dengan papanya. Kebetulan Joel ada di Jakarta karena ia sedang menangani proyek The Thomson company di sana.

"Hallo Joel, aku baru saja mengirim foto dan nama seseorang padamu. Tolong cari tahu siapa dia ya? Aku butuh data tentangnya saat ini juga." Kata Erland lalu menutup percakapan mereka. "Kita tunggu apa yang Joel bisa dapatkan. Jika memang dia sudah menikah, kamu mundur. Tapi kalau belum, kamu lancarkan serangan maut mu untuk menaklukannya."

"Ok."

Erland tersenyum sinis. Ia dan keluarganya mencintai Indonesia. Mamanya juga orang Indonesia. Mengapa ada orang Indonesia yang tidak menyukai mereka?

***********

Anatari turun dari gojek yang mengantarnya. Sebuah rumah yang besar nampak di depannya. Gadis itu membayar biaya gojeknya lalu segera masuk dari pintu kecil yang dibuka oleh seorang satpam.

"Hallo neng.....!" sapa sang satpam yang bernama pak Dening.

"Hallo, paman."

"Baru pulang? Kelihatan capek sekali."

"Iya. Aku masuk dulu ya, paman."

Anatari pun melangkah menyeberangi halaman dan memasuki rumah besar itu lewat pintu belakang.

"Anak mbo sudah pulang?" seorang wanita parubaya, menggunakan kebaya menyambut Anatari.

"Iya, mbo. Capek banget karena di hotel banyak tamu." Anatari melepaskan tas yang dibawahnya ke atas meja pantry. "Mama mana?"

"Pergi, non."

"Kemana?"

"Nggak tahu. Nggak bilang juga mau kemana."

"Tolong buatkan aku segelas lemon teh ya."

Mbo Sarni langsung membuatkan nya. Anatari meneguknya sampai habis lalu segera menuju ke kamarnya yang ada di lantai dua. Begitu masuk kamar, ia mengambil fotonya bersama papanya. Foto saat dirinya masih berusia 5 tahun. "Papa, kamu di mana?" tanyanya sambil mendekap foto itu.

*********

"Mengapa dia membenci bule kalau papanya seorang bule juga?" tanya Erland sambil menatap data yang dikirimkan Joel kepadanya.

"Papanya bule? Tapi wajahnya nggak kayak bule. Kelihatan pribumi." kata Petra.

"Bisa saja kan wajahnya ikut gen yang mama. Kayak kami bertiga. Kata orang kak Caleb dan Chloe mirip papa. Aku katanya mirip mama. Tapi rambut, kulit dan penampilan ku seperti orang bule juga."

"Benar juga. Mungkin karena kamu di besarkan di London."

"Mungkin juga. Oh ya, jangan lupa ya, besok lancarkan serangan kepada Anatari."

"Kenapa sih kamu sangat penasaran dengannya? Kamu suka dia ya?"

"Mana mungkin? Apa kata dunia kalau aku suka cewek seperti itu?" tanya Erland.

"Kalau dia nggak suka padaku?"

"Berarti reputasi mu sebagai asisten tertampan di London tak ada gunanya. Aku tanya padamu, apakah selama ini ada gadis yang pernah menolakmu?"

"Tidak."

"Nah, lanjutkan."

Petra langsung keluar dari ruangan kerja Erland. Ia harus memutar otak untuk mencari cara menaklukan Anatari.

***********

"Kamarnya masih belum ready. Jadi tuan silahkan tunggu satu jam lagi." kata Anatari pada cowok tampan di depannya.

"Baiklah nona manis. Karena kamu sudah memberikan aku kamar yang bagus, aku akan menunggu dengan senang hati." kata cowok itu sambil mengedipkan matanya. Ia kemudian berjalan ke arah sofa untuk menunggu di sana.

"Kelihatan genit nya." kata Reyra, karyawan tetap di hotel ini.

"Nggak juga, kak. Aku suka wajah Indonesia asli. Penuh pesona dan wibawanya kelihatan. Tak sama dengan para bule."

"Jangan begitu, Ana. Tak semua boleh menyebalkan. Buktinya teman ku ada yang menikah dengan bule. Sekarang dia sudah bahagia di Amerika."

"Pokonya aku tak suka cowok bule. Itu saja, kak."

Reyra menggelengkan kepalanya. Mungkin karena Antari tinggal di Bali makanya dia seperti sudah bosan melihat lelaki bule.

Satpam hotel mendekati meja resepsionis. Di tangannya ada sebuah buket bunga mawar.

"Kamu Anatari kan?" tanya satpam.

"Iya. Ada apa?"

"Ini ada kiriman bunga untukmu."

"Ha?" Anatari bingung. Siapa yang mengirim bunga untuknya.

"Salah orang mungkin." ujar Anatari.

"Tidak. Di sini tertulis jelas namamu. Yang mengantarkan bunga bahkan mengatakan kalau gadis itu adalah mahasiswa magang yang bekerja di hotel ini, bagian resepsionis."

"Astaga, siapa yang mengirimi kamu bunga? Kalau di lihat Bu Winda, bisa murka dia." ujar Reyra.

Anatari segera mengambil bunga itu lalu membuka pintu khusus karyawan yang ada di belakang meja resepsionis. Ia meletakan bunga itu di atas meja lalu mengambil kartu namanya.

Semoga kamu suka dengan mawar ini. Love P.

"Siapa yang berinisial P?" Anatari jadi pusing sendiri. Ia meninggalkan bunga lalu kembali ke meja resepsionis.

"Ada apa, Ana? Siapa yang mengirimi kamu bunga?" Tanya Reyra penasaran.

"Aku nggak tahu. Ia menuliskan inisialnya P."

Reyra mengerutkan dahinya. "Siapa ya?"

Ponsel Anatari bergetar. Ternyata ada pesan masuk melalui aplikasi hijau. Ia membukanya.

Apakah kamu suka dengan bunganya? Semoga bunga itu membuat mood mu bekerja menjadi baik.

Anatari membalas pesan itu : Kamu siapa?

Jawaban pun langsung diterima : Seseorang yang sangat kagum padamu.

"Siapa?"

"Kita akan ketemu sebentar sore."

Anatari jadi kesal sendiri. Ia langsung mematikan ponselnya dan menyimpannya di laci meja.

***********

Jam pulang kerja pun selesai. Anatari langsung pulang. Namun, saat ia keluar dari hotel, seseorang mengejar langkahnya.

"Anatari.....!"

Anatari menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan menatap Petra. "What do you want from me?"

Petra tersenyum. "Aku hanya ingin tahu siapa kamu. Sudah ku katakan kalau aku tertarik denganmu."

"Aku sudah menikah."

Petra tersenyum lagi. "Kamu bukan pembohong yang baik, sayang. Aku tahu kalau kamu masih jomblo."

"Aku tidak tertarik padamu!" Anatari segera membalikan badannya dan langsung pergi. Ia bahkan setengah berlari meninggalkan Petra.

*************

Esok pagi saat Anatari kembali masuk kerja, ia terkejut melihat ada sekotak coklat falala rasa macha sudah ada di sana.

"Untukmu !" kata Satria.

"Untukku? Tapi dari siapa?"

"Hanya tertulis di sana huruf P."

Anatari nampak kesal. Walaupun ia menyukai coklat yang viral itu, namun ia tak mau menerimanya karena dari sang bule.

"Kak, ini untuk kamu saja."

Satria terkejut. "Untukku."

"Berikan saja pada istri kakak. Kan besok Valentine."

Satria nampak senang. Ia segera menyimpan coklat itu di kulkas khusus meja resepsionis.

Jangan kirim apapun. Aku tak mau.

Anatari mengirim pesan pada Petra. Setelah Petra membaca pesan. Anatari segera menghapus dan memblokir nomor itu.

Erland melihat dari kamera pengawasnya. Dasar gadis keras kepala!

*********

Bagaimana menurut kalian?

Tetap Cuek

Winda masuk ke dalam area meja resepsionis. Ia memperhatikan kebersihan yang ada di sana lalu matanya tertuju pada coklat viral yang masih terbungkus dengan paper bag nya.

"Coklat siapa ini? Bukankah dilarang membawa makanan di area ini selain air mineral?" tanya Winda.

"Eh, anu Bu, ini milikku. Eh, maksudnya dikirim oleh seseorang yang tidak aku kenal." Anatari jadi salah tingkah jika ditatap tajam oleh manager hotel ini.

"Siapa yang mengirimi kamu coklat?"

"Saya nggak tahu. Eh maksud saya, lelaki itu mengatakan namannya Petra. Tapi saya tak suka dengan dia."

"Petra katamu? Apakah dia tamu di hotel ini?"

"Ya."

"Apakah orangnya tinggi, rambutnya berwarna blonde, selalu menggunakan baju casual dan punya lesung Pipit?" tanya Winda lagi. Kali ini suaranya sudah terdengar semakin tinggi.

"Iya."

"Kamu tahu dia siapa dia? Dia adalah tamu istimewa di hotel ini, asisten keluarga Thomson sang pemilik hotel, sahabat baik dari salah satu anak sang pemilik hotel sekaligus juga pembantu sutradara. Kamu mau tidak lulus dalam magang ini?"

"Tapi Bu..., aku memang tak suka dengan cowok bule."

"Yang satu ini wajib kamu suka. Dia tampan, kaya, dan digilai banyak wanita. Seperti juga bos nya."

"Tapi ....."

"Jangan banyak bantahan! Layani tuan Pedro dengan baik karena aku tak mau sampai dia tak betah ada di sini dan langsung minta pulang ke negaranya. Dan kalau kamu tidak suka coklat pemberian darinya, coklat ini saya sita karena tak boleh ada makanan di meja resepsionis." Winda langsung mengambil tas berisi coklat itu dan pergi.

Satria menatap Anatari. "Anatari, kamu beruntung banget kalau sampai tuan Petra menyukaimu. Yang aku dengar kalau dia sangat tampan."

"Aku sama sekali tak akan menyukainya walaupun dia satu-satunya lelaki di dunia ini. Aku mau ke toilet dulu ya?" Anatari segera menuju ke toilet yang letaknya tak jauh dari meja resepsionis.

Setelah buang air kecil, Anatari mencuci tangannya sambil menatap wajahnya ke cermin. Ia ingin rasanya menangis karena tekanan yang didapatkannya di tempat ini.

Anatari sebenarnya ingin menjadi dokter. Namun ia dipaksa untuk masuk ke jurusan yang sebenarnya ia tak inginkan dengan alasan akan meneruskan aset keluarga. Keluarga yang mana? Anatari bahkan merasa sendiri di dunia ini.

Setelah membersihkan wajahnya dengan tissue, ia pun keluar dari toilet. Dari arah yang berlawanan, nampak Erland yang juga keluar dari toilet pria. Keduanya saling berpandangan sesaat, sebelum akhirnya Anatari membuang muka karena ia tahu cowok di depannya adalah seorang bule.

Erland menghentikan langkahnya, menatap punggung Anatari sampai gadis itu menghilang dari pandangannya. Cowok itu tersenyum sendiri. Apakah selama ini ada gadis yang memalingkan wajah saat bertemu dengannya? Mereka bahkan tersenyum dan berusaha menarik perhatian Erland.

Lelaki itu segera menuju ke kantor hotel dan memanggil Petra.

"Bagaimana perkembangannya?" tanya Erland begitu Petra masuk.

"Aku memberikan dia bunga, bunganya dibuang. Aku memberikan. Dia coklat kesukaannya, coklatnya ia berikan kepada meneger hotel. Sekarang nomorku malah diblokir."

"Beli nomor baru. Terus beri dia perhatian."

Petra menggelengkan kepalanya. "Yang satu ini memang agak keras kepala. Bukan hanya aku saja yang tak disukainya. Tapi juga semua bule. Apalagi jika itu laki-laki."

"Kalau begitu, gunakan kekuasaan ibu Winda."

"Maksudnya?"

"Kamu bilang ke ibu Winda untuk meminta Anatari menemanimu makan siang."

"Aku nggak mau ada pemaksaan."

"Aku suka ada pemaksaan." kata Erland sambil tersenyum penuh misteri.

************

"Anatari, sekarang adalah jam istirahat makan siang mu, kan?" tanya Winda.

"Iya, Bu. Ini baru mau ke bagian pantry."

"Ikut aku!"

Anatari pun mengikuti langkah Winda. "Kita mau kemana, Bu?"

"Kamu temani teman aku untuk makan siang."

"Tapi bu, itu kan bukan tugas saya?"

"Menyenangkan tamu hotel, adalah kewajiban seluruh karyawan hotel. Yang penting kamu tidak diminta untuk menjual dirimu, atau dengan sengaja merayu tamu hotel." Winda membuka pintu menuju ke restoran. Namun langkahnya tak berhenti sampai di dalam restoran. Ia justru keluar dari ruangan ber-AC itu dan menuju ke tempat makan outdoor yang letaknya menghadap ke pantai.

"Kamu temani tuan Petra untuk makan siang." kata Winda membuat kaki Anatari merasa lemas.

Petra yang sudah menunggu di meja makan langsung berdiri saat melihat kedatangan Anatari.

"Selamat menikmati makan siangnya, tuan. Nanti beri tahu kepada petugas restoran kalau ada yang kurang." Winda pamit sambil menatap Anatari dan menyuruh gadis itu untuk duduk di depan Petra.

"Aku senang kamu ada di sini." kata Petra.

"Dasar pemaksa!" gerutu Anatari. Tentu saja Petra tak mengerti karena memang dia tak tahu bahasa Indonesia.

"Ada apa cantik?"

Anatari sama sekali tak tersenyum. Ia menatap Petra dengan tajam.

"Apakah aku melakukan sesuatu yang salah? Maaf kalau aku menggunakan jalur meneger hotel. Soalnya aku ingin sekali bicara denganmu."

"Aku kan sudah bilang kalau aku tak menyukai cowok dari luar negeri. Aku lebih suka cowok Indonesia. Jangan mengejar aku lagi. Karena di mataku kamu itu tak tampan, tak menarik, dan kamu membuat aku muak."

"Muak?" Petra terkejut.

Anatari berusaha menahan emosinya. Ia paling tak suka jika dipaksa. Karena hidupnya memang selama sudah merupakan suatu keterpaksaan.

"Tuan Petra yang terhormat, tolong jangan ganggu aku lagi. Jangan persulit masa magangku di sini karena aku hanya ingin lulus dan membangun impian ku." Anatari meneguk anggur yang ada di sana sampai habis. Ia kemudian mengambil sedikit ikan, sayur dan meletakannya di atas piringnya. Ia kemudian mengunyah makanan itu secara cepat lalu menuangkan lagi anggur ke dalam gelasnya.

"Aku sudah menemani kamu makan siang. Terima kasih dan jangan ganggu aku lagi." Anatari kembali meneguk anggur itu sampai habis lalu segera meninggalkan Petra sendiri.

Erland mendekati meja tempat Petra duduk.

"Gila. Aku tak pernah merasa direndahkan seperti ini. Aku menyerah. Aku mau kembali ke Inggris karena jika aku ketemu dengan gadis itu, maka aku akan menembaknya." Petra berdiri. Ia mengambil botol anggur itu dan membawanya pergi.

Erland semakin penasaran. Mengapa gadis itu sangat anti dengan orang bule?

*************

Anatari tiba di rumahnya. Sepertinya ada pesta di taman belakang. Anatari dapat melihat ada sekitar 10 mobil yang terparkir di sana.

"Kakak.....!" seorang anak laki-laki berusia sekitar 13 tahun mendekati Anatari.

"Luke?" ia memeluk adiknya itu. "Kapan datang?" Luke memang bersekolah di luar negeri.

"Tadi subuh tiba di Bali. Saat bangun, aku cari kakak, kata mbo sudah pergi kerja. Memangnya kakak kerja apa?"

"Kakak sedang magang di salah satu hotel. Ada keramaian apa si belakang?"

"Kakak lupa ya? Daddy ulang tahun hari ini."

"Oh..." Anatari pura-pura tersenyum. Ia kemudian mencium puncak kepala adiknya. "Kakak mau mandi dulu ya? Capek."

Luke mengangguk. Ia kemudian melangkah kembali menuju ke taman belakang.

"Ana.....!"

Anatari yang baru saja akan menaiki tangga segera menghentikan langkahnya saat mendengar suara mamanya.

"Ana, cepatlah mandi dan berpakaian rapi. Kita akan makan malam bersama." kata Linda. Mamanya Anatari.

"Aku capek. Ingin mandi dan tidur."

"Ana, kamu lupa kalau ini ulang tahun papamu?"

"Dia bukan papaku!"

"Anatari!" Linda nampak marah.

"Dia bukan papaku. Jangan paksa aku menjadi anaknya." Anatari kemudian meninggalkan mamanya sendiri. Ia berlari menaiki tangga lalu membuka pintu kamarnya dan membantingnya. Tangisnya pecah. Ia mengambil sebuah figura di atas nakas. Tangannya mengusap foto lelaki yang ada di foto itu. Lelaki yang memeluk dua gadis kecil di pangkuannya.

"Papa, aku sangat merindukanmu." kata Anatari sambil mendekap figura itu ke dadanya.

************

Joel menatap sepupunya itu. "Haruskah aku datang ke Bali hanya untuk seorang gadis yang membenci cowok bule?"

Erland tersenyum. "Jarak Jakarta Bali itu nggak jauh kan?"

"Kamu cepat move on ya? Baru juga patah hati ditinggal menikah oleh Amezza, eh sekarang sudah mau mengusik kehidupan seorang gadis." Joel menarik kursi dan duduk di depan Erland.

"Catat ya? Aku belum move on dari Amezza walaupun aku sudah ikhlas melepaskannya untuk Evradt. Aku juga tidak tertarik pada gadis ini. Dia bukan tipe ku. Aku hanya ingin main-main saja dengannya. Siapa tahu dapat inspirasi untuk film terbaruku."

"Awas ya kalau aunty Faith tahu. Kamu akan di cincangnya."

"Mom nggak akan tahu karena mom sedang keliling dunia bersama Daddy selama 1 bulan. Kak Caleb juga tak mungkin akan datang ke sini karena sebentar lagi Kak Grace akan melahirkan."

"Jadi apa yang kau inginkan?"

"Cari tahu semua informasi tentang gadis itu. Termasuk juga kelemahannya."

"Ok."

************.

Apa yang akan Erland lakukan saat Petra sudah menyerah?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!