Ranti Kalina
Setiap hari Ranti sudah terbiasa bangun pagi-pagi untuk merapihkan diri dan juga merapihkan rumahnya. Walaupun hari ini hari libur sekolah Ranti tetap bangun lebih awal karena Ibunya dari pagi sudah harus berangkat kerja di sebuah Puskesmas sebagai perawat honorer. Dikala anak-anak lain mungkin masih terlelap tidur di balik selimut dan kasur yang nyaman, Ranti tetap harus bangun pagi sekedar untuk membantu Ibu untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Beruntung rumah mereka rumah yang sederhana jadi tidak terlalu lelah untuk mengurusnya.
Ayah Ranti bernama Budiman yang menurut Ranti nama itu tidak pantas dinamakan untuk Ayahnya. Karena sifat Ayahnya jauh dari sifat Budiman, Ayahnya mempunyai sifat yang ketus, galak dan tidak pernah ramah pada orang-orang sekitar rumah Ranti. Ayahnya bekerja sebagai supir pribadi yang jarang pulang kerumah karena pekerjaannya yang hampir sering keluar kota, kecuali jika Bosnya sedang keluar negri Ayah Ranti baru ada dirumah itupun Ranti merasa lebih baik Ayahnya pergi bekerja daripada dirumah.
Ranti juga mempunyai kakak tiri laki-laki bernama Anto yang sudah berumur 25 tahun. Ayah Ranti sebelumnya sudah pernah menikah dan mempunyai anak laki-laki bernama Anto, namun Ibu Anto sudah meninggal sejak Anto berusia 5 tahun, beberapa lama kemudian, Ayahnya menikah lagi dengan Ibunya Ranti sehingga melahirkan Ranti dan Hito adik kecil laki-lakinya yang masih berusia 7 tahun.
Ranti sering berfikir apa yang di fikirkan Ibunya hingga mau menikah dengan Ayahnya yang mempunyai sifat galak seperti itu, berkali-kali Ranti bertanya bagaimana situasinya saat dlu Ibunya memutuskan untuk bersama Ayahnya dan berkali-kali juga Ibunya menjawab.
"Kalau Ibu tidak menikah dengan Ayahmu mana mungkin sekarang Ibu punyai anak secantik kamu dan seganteng Hito." Sambil tersenyum menghibur hati Ranti ketika saat itu Ranti menangis karena dimarahi Ayahnya.
Anto juga laki-laki yg ketus, galak dan kasar, terutama pada Ranti dan Hito. Ranti dan Anto sering ribut hanya karena Anto dengan usilnya mengganggu Hito yang sedang anteng bermain. Tidak jarang Hito sering tiba-tiba menangis menghampiri Ranti, Ranti sudah feeling pasti karena ulah Anto yg sering mengusili Hito.
Anto terkadang pergi berangkat kerja tapi tidak jelas pekerjaannya apa, yang Ranti tau Anto bekerja sebagai kurir dan sering pergi bersama Ayahnya. Tapi Anto jg sering dirumah, entahlah sebenarnya dia bekerja apa yang jelas Ranti merasa lega jika Ayah dan Anto sedang tidak ada dirumah. Mereka berdua punya sifat yang sama yaitu sama-sama suka bikin orang lain kesal.
Hari libur ini merupakan hari libur Ranti yang menegangkan karena ia harus mendapatkan surat pengumuman kelulusan dari sekolah SMAnya. Sedari pagi setelah ia selesai merapihkan rumah & membuat sarapan pagi, ia sudah berkali-kali menghampiri teras rumahnya menunggu kurir datang untuk memberikan surat pengumuman kelulusannya.
Ranti mulai gugup, sambil melihat jam dinding yang bertengger di dinding ruang tamu mungil nya sudah menunjukan jam 11 siang namun belum ada tanda-tanda kurir itu muncul dirumahnya. Mas Anto yang sedang menontot tv di ruangan tersebut sudah gerah dibuatnya.
"Ranti ! Pusing gue liat lo bolak-balik keluar masuk rumah terus. Nunggu siapa sih?" Tanya Anto ketus merasa terganggu saat Ranti berjalan keluar masuk rumah.
"Kurir pos surat, Mas. Pengumuman kelulusan ku itu di kirim lewat pos."
"Yaaa tapi jangan bolak-balik begitu kek! Gue risih ganggu orang lagi nonton tv aj sih!" Ucap Anto mendengus kesal sambil menonton siaran pertandingan tinju di siaran tv.
"Mas To gak pernah ngerasain sekolah sih jadi gak ngerasain gimana gugupnya nunggu pengumuman kelulusan kayak begini!" Sahut Ranti.
"Eh apa lo bilang barusan?!"
Anto yang mendengar jawaban ketus Ranti langsung beranjak dari duduknya dan melempar remote tv yang dia pegang kearah Ranti.
"Aw.. Sakit, Mas." Remote tv itu mengenai kakinya, ia segera mengelus-elus bagian kaki yang kena remote tadi. Anto kembali duduk.
"Kurang ajar banget lo ngomong sama gua. Gua emang gak pernah sekolah, emang masalah buat lo? Hah? Sekolah buat apa sih nyari kerja juga susah. Sekarang gua tanya habis lo lulus sekarang lo mau ngapain lagi?" Tanya Anto kesal.
Ranti menggeleng menundukkan kepalanya sambil meremas-remas tangannya sendiri.
"Lo mau kerja? Kerja dimana? Yang kuliah aja banyak yang nganggur. Lo mau lanjut kuliah? Siapa yang mau biayain? Hah?! Lo fikir kuliah itu murah? Lo sendiri aja gak tau habis lulus ini mau ngapain. Pake ngatain gua gak sekolah! Lo sekolah juga gak pinter-pinter cuma buang duit Ayah aja!"
Hati Ranti sedikit sakit mendengar pernyataan dari Anto. Dia memang cukup sadar diri bahwa sekuat apapun dia belajar di sekolah dia memang murid yang tergolong biasa saja bukan murid yang pintar.
Tidak lama Hito yang dari luar rumah masuk kedalam membawa sepucuk surat.
"Kak ini ada surat dari mas-mas pake motor. Tadi mas-masnya itu nanya alamat rumah kita jadi aku bawa aja surat ini." Hito menyerahkan surat pada Ranti.
Cepat-cepat Ranti buka surat itu dan langsung membacanya. Seketika bibirnya tersenyum lebar karena dia dinyatakan lulus, hatinya lega dan seketika hinaan Anto yang ia terima tadi sudah lenyap.
Anto beranjak menghampiri Ranti, merampas surat yang dipegang Ranti.
"Ini dari kurir?" Tanya Anto pada Hito.
"Mas-mas yang tadi namanya kurir?" Tanya balik Hito. Ranti tersenyum melihat Adiknya yang lugu.
umur 7 tahun dia pasti belum tau pengantar surat itu dinamakan kurir. Gumam Ranti dalam hati sambil mengelus-elus kepala Hito.
Setelah Anto selesai membaca yang sebenarnya lebih mengecek isi surat itu langsung mendengus malas dan mengembalikan pada Ranti.
"Gua fikir dari Ardi. Awas aja lo ya masih berhubungan sama Ardi!" Ancam Anto merebahkan diri di sofa butut sambil menonton kembali pertandingan tinju di tv.
Ranti tidak peduli apa yang Anto katakan tadi. dalam hati dia bertanya.
"Memang kenapa kalau dia masih berhungan dengan Ardi? Ardi pacarnya, baik dan perhatian. kenapa dia selalu repot mencampuri urusannya?"
Ranti mengajak Hito untuk mengikutinya ke dapur. Karena jam sudah menunjukan jam makan siang, Ranti menyiapkan makan siang untuk Hito. Hito yang mempunya penyakit Asma akut harus selalu minum obat jadi Ranti dengan teliti mengatur jadwal makan dan minum obat Hito setiap hari.
Suara telephone rumah Ranti berbunyi. Ranti segera mengangkatnya sebelum Anto si tuan raja gadungan itu protes menyuruh Ranti segera mengangkat telephonenya.
"Halo! Anto mana?" Tanya suara serak garang laki-laki diseberang.
"Dari siapa?" Tanya Ranti.
"Sudah jangan banyak tanya kasih telponnya ke Anto!" Perintah laki-laki itu dengan galak.
Siapa ini galak banget? Temen Mas To kayak begini banget. Gumam Ranti dalam hati.
"Mas, ada telpon nih."
"Dari siapa?"
"Gak tau aku. Aku tanya dari siapa gak di jawab."
Anto langsung meraih gagang telpon dari Ranti. Sambil berjalan ke dapur ia curi-curi dengar. lagipula rumah mereka ini rumah sederhana yang cenderung kecil kalau dilihat dari banyaknya anggota keluarga, jadi suara apapun bisa terdengar walaupun sudah berusaha untuk bisik-bisik. Dan sialnya rumah kecil begini juga masih rumah kontrakan, Ibunya banting tulang bekerja untuk membantu Ayah membayar kontrakan rumah ini yang setiap tahun biayanya selalu naik.
"Halo"
"Oh iyaaa Bang. Ada apa Bos mau ketemu saya?"
"......"
"Oke deh. Saya berangkat sekarang juga."
Anto menutup gagang telponnya dan langsung bergegas pergi menggunakan sepeda motornya tanpa mematikan dulu tv yang sedari tadi dia tonton.
Ranti mematikan tv dan menengok keluar sebentar saat Anto pergi.
Kebiasaan abis nonton tv main tinggal aja bukannya dimatiin dulu tv nya huh!
Ranti kembali ke dapur duduk di sebelah Hito yang sedang makan.
"Mas To pergi, Kak?"
"Iya."
"Kemana?"
"Kak Ranti gak tau, Hit. Ngapain juga tau urusannya Mas To."
"Mas To kerja dimana si, Kak? Kok ntar kerja ntar ngga? Hito jadi bingung."
Ranti tersenyum. "Ngapain kamu jadi bingung? Kak Ranti juga gak tau Mas To kerja dimana."
"Terus Mas To kenapa gak suka banget sama Mas Ardi ya, Kak? Padahal Mas Ardi baik suka kasih Hito ice cream."
"Hito lagi pengen makan ice cream? Nanti Kak Ranti beliin." Ranti tersenyum sambil mengelus-elus sayang kepala Adiknya.
"Hito mau makan ice cream yang banyaaaakkk..." Ucap Hito merentangkan kedua tangannya. Ranti terkekeh.
"Kalau gitu nanti Kakak beliin ice cream yang banyak buat Hito. kalau perlu sama pabrik-pabriknya Kakak beliin."
Hito tertawa.
Melihat Hito tertawa Ranti sangat senang. Hiburannya dirumah ini hanya Hito. Ayah dan Mas Anto itu bagi Ranti hanya kuman dirumah ini, ada tapi untuk dihindari. Ayahnya sudah 2 hari tidak pulang kerumah, kata Ibu Ayah lagi sibuk sama Bosnya. Kalau Mas To baru tadi subuh dia pulang kerumah setelah 2 hari tidak pulang, entah dari mana. Walaupun dia bilang dari bekerja tapi perasaan Ranti bilang dia sibuk main judi. Karena memang benar Mas Anto itu sering main judi, jika kalah dia berhutang dan sering sekali orang penagih hutang datang kerumahnya mencari Anto untuk menangis utang. Hutang judi ataupun hutang-hutang di warung-warung.
Ranti selalu kasihan pada Ibunya. Bila ada orang yang datang menagih hutang, Ibu sering sekali membayar hutang-hutang Anto. Belum lagi jika orang-orang penagih hutang itu marah-marah. Yang dicari tidak ada dirumh pasti mereka tidak percaya dan semakin marah.
Pernah sekali waktu dirumah hanya ada Hito, Ranti sedang ke warung. Penagih hutang itu marah-marah pada Hito. Hito anak kecil yang tidak tau hanya menangis dan asma nya langsung kambuh, beruntung Ranti cepat kembali kerumah dan segera memberikan obat pada Hito.
Ranti sudah sangat lelah tinggal dirumah ini. Ia berharap segera pergi dari rumah ini, tapi bagaimana caranya Rantipun tidak tau. Dia hanya berharap ada pangeran tampan yang bersedia membawa dia, Ibu dan Hito pergi dari sini. Ranti meyakini bahwa pangerannya itu Ardi...
Ranti sibuk merapihkan perlengkapan sekolahnya yang ada di dalam loker. Hari ini hari terakhirnya berada disekolah itu. Koridor sekolah ramai dengan pelajar kelas tiga yang sedang beres-beres mengosongkan lokernya masing-masing. Dia menengok jam tangan lusuhnya, waktu sudah siang tapi sahabatnya yang di tunggu-tunggu belum juga datang.
"Udah jam segini belum sampe juga nih si Via. Ckckckck.." Gumam Ranti.
Tidak lama seorang siswi datang menghampiri Ranti sambil berlari kecil. Dia Via Yunita sahabat Ranti di sekolah ini. Mereka sudah bersahabat sejak menjadi siswi baru dan langsung merasa akrab. Ranti dan Via sangat nyaman bersahabat tidak ada satu rahasia pun yang mereka sembunyikan, mereka selalu sangat terbuka satu sama lain. Via pun tau kehidupan Ranti dan keluarganya, Via merasa sangat prihatin. Walaupun Via juga bukan berasal dari keluarga berada sama seperti Ranti, tapi setidaknya ia mempunyai keluarga yang cukup harmonis. Orangtuanya sama-sama bekerja serabutan dan Via juga mempunyai 2 adik kandung yang masih kecil-kecil.
Ranti tersenyum lega melihat sahabat satu-satunya di sekolah ini akhirnya sampai juga.
"Ranti. huft.. huft.." Sapa Via sambil ngos-ngosan.
"Hei.. Katanya mau dateng pagi tapi liat jam segini baru sampe. Hampir aja aku mau tinggal pulang. Liat tuh loker aku udah hampir beres." Ucap Ranti sambil masih mengemasi barang-barang peralatan sekolahnya dulu ke dalam sebuah kardus berukuran lumayan besar yang ia bawa dari rumah.
"Sory, Tiii.. Tadi aku anter ade ku dulu daftar sekolah SD sama Ibu terus abis nganter mereka aku baru deh buru-buru kesini." Masih sambil terengah ia mengatur pelan nafasnya lalu membuka pintu lokernya disebelah Ranti.
Saat Via sudah mulai membereskan barang-barangnya ia baru tersadar kalau dia lupa membawa kardus.
"OMG.. Aku lupa bawa kardus, Ti. Ampun deh pikun benerrr.." Via memukul keningnya pelan dengan rasa penyesalan.
"Haaa.. Dasar pikun. Ini pake kardus ku, masih muat banyak kok. Barangku dikit." Ranti memberikan kardus nya yang sudah terisi barang-barang nya. Dari seragam olahraga, buku-buku, alat tulis dan lain-lainnya.
"Ehhh tapi muat g? Barangku mah sedikit tapi aku yakin barang kamu pasti banyak." Lanjut Ranti. Via nyengir.
Dan ketika pintu loker Via terbuka, benar saja barang-barang Via memang banyak. Lokernya itu sudah sesak saking penuhnya. Ranti menggeleng aneh apa saja yang ada di loker Via sampai lokernya penuh begitu. Ranti sampai curiga apa kardus nya itu akan muat dengan barang-barang yang Via punya.
Via langsung memasukan barang-barangnya ke dalam kardus Ranti. Dari mulai baju seragam putih abu-abunya, seragam olahraga, dasi, topi, sepatu yang Ranti itung ada sekitar 3 pasang, dompet-dompet accesori, tas yang entah apa isinya, handuk, raket dan lain-lain. Ranti benar-benar tidak percaya dengan barang yang Via keluarkan dari dalam lokernya itu.
"Aku bingung sama kamu, Vi. Kenapa kamu nggak sekalian aja bawa lemari kamu? Kulkas, tempat tidur juga sekalian. Hahahaaa.." Ranti tertawa melihat kelakuan sahabatnya itu.
"Sssttt... Ahh.. Kamu diem aja jangan ketawain aku." Sahut Via sambil terkekeh-kekeh.
"Itu kardus muat nggak?" Tanya Ranti.
"Muat kok ini aku paksa-paksain."
"Bawanya gimana nanti? Itu kardus lumayan gede isinya juga penuh banget sama barang kamu."
"Tenang kek, Ti. Aku bawa motor kok tadi. Kan aku abis anter Ibu sama Riska daftar sekolah. Ntar kamu pangku yah ini kardus nya, aku anter kamu kerumah kamu dulu keluarin barang kamu, abis itu aku baru pulang kerumahku, Ok!" Kata Via semangat dan dengan sekuat tenaga dia memaksakan semua barang-barang nya masuk ke dalam kardus. Ranti hanya mengangguk saja melihat kelakuan sahabatnya itu.
"Wah.. Wah.. 2 cewek udik lagi sibuk kemas-kemas nih." Sahut Erin teman seangkatannya. Dia berjalan bersama genk Chilliders nya menghampiri Ranti dan Via.
Via sudah mengosongkan lokernya dan menempelkan lakban disela-sela kardus agar kardus tertutup rapat. Dia langsung berdiri bertolak pinggang menghadang gerombolan cewek-cewek usil sok cantik itu.
Sialnya Erin si ketua tim Chilliders ganjen itu adalah adiknya Ardi yang statusnya pacarnya Ranti. Ardi siswa kelas 3 saat mereka berkenalan pertama kalinya dan juga ketua Osis di SMA itu. Ardi dan Ranti berkenalan saat ospek dan mulai berpacaran tidak lama setelah itu.
"Kalo kita udik emang kenapa yah, Ders?!" Tanya Via dengan gagah berani menantang Erin. "Udik-udik gini Kakak lo cinta mati banget sama Ranti."
Erin tertawa di ikuti tawaan dari 3 anggota genknya. "Apa? Cinta mati? Cinta monyet kali ah." Erin makin tergelak dengan ja'im, tangannya sambil menutupi mulutnya sok manja.
"Duh gila, lo pergi deh mendingan dari hadapan kita. Mual gue liat lo pada." Ucap ketus Via. Ranti hanya diam sambil sesekali mencolek pinggang Via memberi kode untuk tidak menghiraukan ucapan Erin.
"Ayolah, Rin, kita pergi aja. Mata gue sakit liat 2 kuman ini." Sahut Eriska anggota genk ganjen itu.
"Udah tau sakit mata tapi lo pada seneng banget ngebully kita! Jangan-jangan lo semua sebenernya ngefans kali ah!" Ucap Via lagi.
"Apa? Ngefans? PD amat lo!" Sahut Eriska lagi.
"Udah.. Udah.. Erin mending kamu pergi deh. kamu kenapa sih benci banget sama aku? Emang aku ada salah apa sama kamu?" Ucap Ranti akhirnya.
"Pokoknya gue mau bilangin ke elo yah, Ti. Jauhin Kakak gue! Lo tuh gak pantes sama Kakak gue, lo tuh cuma cewek kampung dimata gue!"
"Tapi di mata Kak Ardi Ranti itu cewek yang dia sayang kok! Mending lo suruh aja Kak Ardinya untuk putusin Ranti, bukan malah ngoceh-ngoceh gak jelas begini ke Ranti!"
Via sudah benar-kesal dengan Erin yang sombong itu. Ingin sekali dia jambak rambut panjang lurus nya yang rapih itu!
"Ehh elo berani banget yah sama gue!" Ucap marah Erin.
Erin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Via menantang untuk ribut. Eriska dan Ranti berusaha melerai agar tidak terjadi keributan di hari sekolah terakhir mereka.
"Sabar Rin, sabar. Udah kita pergi aja dari sini. Ngelayanin cewek udik ini kita jadi ikutan udik ntar!" Seru Eriska.
"Kakak gue bilang dia mau ikutan daftar sekolah kepolisian juga, Ris. Mau jadi polwan dia. Hahahaha..." Sahut Erin tergelak bersama teman-temannya.
Ranti dan Via saling bertatapan aneh. Mereka berdua bertanya-tanya dalam hati apa yang lucu sampai Erin dan genk ganjennya itu tertawa? Memang apa salahnya kalau Ranti ingin masuk sekolah kepolisian? Bukannya semua warga Indonesia bebas untuk menentukan pilihannya? Memang Erin dan teman-temannya itu mau apa coba?
"Aku semakin gak ngerti sama kamu, Erin. Emang lucu ya kalo aku mau masuk polwan?" Tanya Ranti bingung.
"Yaaa lucu lah. Emang lo pikir jadi polwan gak pake duit? Emang lo punya duit, Ti? Gak pake duit sih bisa aja, tapi harus ikut serangkaian banyak tes and itu gak akan mudah. Lo cewek letoy kelemer-kelemer mau gaya-gayaan jadi polwan. Paling lo cuma mau ikut-ikutan sama Kak Ardi aja kan karena dia masuk pendidikan kepolisian?"
"Aduhhh.. Erin, lo ngurusin banget Ranti sih? Dia mau jadi polwan kek, tentara kek suka-suka Ranti lah. Jangan-jangan lo beneran ngefans ya sama Ranti sampe lo sibuk banget sama hidupnya Ranti?!" Sahut Via, kali ini dia mulai tertawa kecil. Ranti senyum-senyum.
"Gue heran, sih kenapa Kak Ardi bisa suka sama lo, Ti. Pinter ngga, cantik juga ngga." Ucap Erin angkuh memandang Ranti sinis.
"Iya bener, Rin. Gue juga heran, jelas-jelas cantikan gue, kan?" Sahut Eriska. Erin dan Eriska bersahabat baik, jelas saja mereka cocok karena hobi mereka itu sama banget.
"Yesss.. Gue lebih setuju Kak Ardi sama lo dari pada sama cewek kampung ini."
"Eh lama-lama gue robek juga mulut lo, Rin. Sialan banget lo punya mulut!" Via sudah ingin menjabak rambut Erin namun Ranti cepat-cepat menahannya.
"Emang dasar cewek udik kebanyakan mimpi. Udah ah cape gue ngomong sama lo cewek udik!" Ucap Eriska menarik tangan Erin paksa untuk pergi dari hadapan Ranti dan Via.
"Huuuuuu... Pergi lo sana, dasar Chilliders lampir!!!" Balas Via sambil menendangkan kakinya asal ke arah perginya Erin dan gerombolan genknya.
"Gila gak abis pikir aku, Ti. Liat itu mereka berempat, yang dari tadi ngoceh cuma Erin sama Eriska doang. Yang 2 nya siapa itu namanya?"
"Anita sama Helen maksudnya?"
"Iya dia Anita sama Helen itu diem aja kaya sapi ompong. Najis aku mah jadi dia berdua mau aja jadi sapi ompong nya si Erin!"
"Hushh.. Jangan gitu ah. Udah jangan kesel lagi kita gotongan yu ini berat banget lho kardus nya." Sela Ranti yang sudah bersiap menggotong kardus nya.
Saat mereka berjalan sambil menggotong kardus mereka, dari arah tengah lapangan teriaklah teman-teman sekelas mereka memanggil mereka untuk gabung bersama.
"Rantiii! Viaaa! Sini gabung kita mau coret-coret baju kalian buat kenang-kenangan!" Panggil temannya dari tengah lapangan sekolah. Mengajak mereka untuk bergabung dengan acara coret-coret seragam.
Lalu mereka menghampiri gerembolonan teman-temannya untuk ikutan mencorat-coret seragam sekolahnya. Mereka menyemprotkan Pilok warna-warni secara berganti ke seragam sekolah mereka, tertawa gembira, menandatangani seragam mereka dengan nama-nama mereka. Senang sekali rasanya saat ini di sekolah, hari-harinya sebagai siswi akan segera berakhir memasuki jenjang yang lebih tinggi lagi dari pada ini.
Terkadang Ranti iri ketika melihat teman-temannya akan melanjutkan pendidikannya ke jenjang perkuliahan, ia pun ingin namun ia harus sadar karena keterbatasan biaya ia harus merelakan keinginannya itu. Salah satu jalan untuk meraih masa depan yang lebih bagus selain berkuliah mungkin dengan menjadi polisi wanita, karena ada Ardi sebagai penyemangatnya yang sudah dua tahun lebih dulu mengikuti pendidikan polisi.
Pria blesteran Inggris itu menjabat sebagai ketua salah satu Mafiah terbesar di Indonesia bernama Red Lion. Jaringan ini di dirikan oleh Ayahnya seorang warga negara Indonesia dan sekarang dia menggantikan posisi Ayahnya yang sedang mengurus kerjasama dengan beberapa kelompok Mafiah lainnya di Italy.
Tidak sembarang orang bisa bertemu dengan sosok Calvin, ia lebih sering bersembunyi di balik tirai ruang kerja rumahnya memandangi halaman rumah belakangnya yang amat megah. Dia hanya memberi arahan kepada anak-anak buahnya setelah menerima laporan-laporan tentang hasil bisnis gelapnya.
Dia pria dingin dan kejam. Kekejamannya sudah terlatih oleh Ayahnya sejak ia masih remaja. Dia tumbuh besar hanya dengan Ayahnya, Ibunya yang merupakan warga negara Inggris pergi meninggalkan dia dan Ayahnya untuk menikah dengan Laki-laki yang katanya adalah pilihan dari orangtua Ibunya.
Saat beranjak dewasa ketika Calvin bertanya pada Ayahnya mengapa Ibunya pergi meninggalkannya, Ayahnya menjawab karena saat itu Ayahnya terlalu miskin untuk bisa menghidupi Calvin dan Ibunya. Ayah dan Ibunya bertemu dan berkenalan saat sedang berlibur ke Bali, Ayahnya seorang Pramuwisata. Karena saat itu Ibunya sering meminta bantuan untuk menemaninya jalan-jalan berkeliling Bali. Berawal dari situlah mereka menjadi akrab, Ibunya cerita bahwa sebenarnya dia sedang melarikan diri dari keluarganya di Inggris. Setelah itu Ayah dan Ibunya semakin dekat lalu berpacaran dan akhirnya menikah sampai mempunyai anak bernama Calvin Harrisson.
Beribu-ribu alasan dan kata maaf yang pernah terucap dari mulut Ibunya tidak pernah sekalipun Calvin terima. Sampai detik inipun ia tidak pernah ingin tau kabar tentang Ibunya lagi walaupun Ibunya selalu tau kabar Calvin dan selalu mengirim bunga ucapan selamat ulangtahun untuk Calvin. Dia sangat membenci Ibunya, karena itulah ia menutup rapat-rapat hati untuk wanita manapun walaupun ia bisa mendapatkan wanita manapun dan kapanpun dia mau.
Calvin duduk di kursi kerjanya sambil mengelap-elap sebuah senapan panjang keluaran terbaru yang baru saja ia pesan dari penjual senjata gelap. Tentu saja senapan itu ia dapat dengan gratis karena jaringan penjual senjata gelap itu merupakan bagian dari jaringan Red Lion yang sekarang ia pimpin.
Pintu ruangan terbuka, Inez masuk kedalam bersama Rico, Tori dan Gilbert. Mereka adalah tangan kanan Calvin yang merupakan orang-orang yang sangat Calvin percayai. Inez perempuan satu-satunya dalam kelompok orang kepercayaan Calvin karena Inez adalah anak kandung dari Bi Mirna yang merupakan kepala pembantu dirumah megah nan mewah Calvin.
"Happy birthday, Bos!" Ucap Inez menghampiri Calvin di meja kerjanya sambil membawakan kue tar ulangtahun untuk Calvin.
Api membakar lilin berbentuk angka 30 tahun di atas kue yang Inez bawa. Tidak lama segerombolan orang-orang berdatangan masuk ke dalam ruang kerja ikut menyaksikan acara ulangtahun Bos mereka, termasuk Anto, Kakak tiri Ranti hadir dalam acara itu.
Anto bekerja pada Calvin, ia benar sebagai kurir namun kurir pengantar barang istimewa pesanan-pesanan pelanggan Red Lion. Drugs! Gaji yang besar membuat Anto sangat tergoda untuk menjadi kurir barang haram tersebut. Ia penggila judi, penggila wanita dan juga penggila hutang, tidak jarang dengan gaji nya yang memang sudah besar tapi masih saja menurutnya kurang.
Calvin bangkit dari duduk santai nya sambil menenteng senapan barunya dan berdiri berhadapan dengan Inez yang sedari tadi memegang kue. Calvin langsung menghempaskan kue ulang tahunnya dari tangan Inez, kue itu jatuh berserakan mengotori lantai ruangan tersebut. Orang-orang disana langsung bertepuk tangan meriah sambil mengucapkan " Happy Birthday, Bos!"
"Semoga panjang umur, Bos!"
"Sehat selalu, Bos!"
Blablabla...
Jika orang normal itu meminta harapan dalam hati sebelum tiup lilin, tidak dengan Calvin. Dia merasa risih dan terganggu dengan ulang tahunnya karena di saat ulang tahun nya lah Ibunya pergi meninggalkannya.
"Semoga cepet dapat pendamping, Bos!" Sahut salah satu anak buahnya. Orang itu langsung menunduk saat mendapat tatapan tajam Calvin. Menyesal telah mengucapkan kata-kata itu.
"Pendamping? Hahahaaa.. Gua gak butuh pendamping, gua gak butuh apapun! yang gua butuhin cuma---"
"Loyalitas!!!" Seru semua gerombolan anak buahnya itu diiringi dengan tepuk tangan meriah. Orang-orang itu berpenampilan preman. Tinggi, gemuk dan menyeramkan.
Setiap tahun Inez memang selalu memberikan ucapan selamat ulangtahun lengkap dengan kue tart nya. Namun setiap tahun juga Calvin selalu menghempaskan kue itu hingga berserakan mengotori lantai. Calvin sangat membenci hari ulang tahunnya, berkali-kali ia sudah ingatkan Inez untuk tidak memberikan ucapan apalagi kue, namun tidak pernah di gubris Inez.
"Tenang aja, Bos. Karna ini ultah Bos yang ke 30 tahun jadi tahun-tahun depannya saya gak akan kasih-kasih kue lagi kok, Bos!" Ucap Inez sambil menahan tawanya.
"Ok! Gua inget baik-baik!" Jawab Calvin. Pandangan menyapu ruangan kerjanya mencari sosok Anto, si pembuat onar yang diam-diam sudah mengkhianatinya.
"Kalian boleh keluar dan kembali ke kerjaannya masing-masing." Orang-orang mulai bubar dan meninggalkan ruang kerja Calvin "Kecuali lo, Anto! Rico, Tori dan Gilbert! Lo keluar aja, Nez. Dan jangan lupa buang bunga ucapan dari nyokap seperti biasanya!" Inez menjawab dengan menganggukan kepala menandakan mengerti sekaligus mohon pamit dan langsung bergegas keluar ruangan.
Selang beberapa lama Inez keluar, 2 orang preman anak buah Calvin membopong seseorang laki-laki paruh baya yang sudah goyah untuk berjalan. Wajahnya penuh memar, tubuhnya babak belur. Betapa Anto terkejut saat yang dilihatnya adalah Ayahnya. Seketika Anto langsung berlutut pasrah, kesalahannya telah diketahui oleh Calvin.
Buk.. Buk..
Anto terkapar di lantai setelah menerima pukulan berkali-kali mengenai wajah dan tubuhnya. Calvin berjalan menghampiri keduanya masih sambil menenteng senapan kesayangannya.
"Lo tau apa kesalahan lo, Anto?" Tanya Calvin ketus mengelap-elap senapannya lagi.
"Tttaauuu.. Bos." Jawab Anto.
"Apa lo juga tau kalau sekarang keadaany lagi sulit? Barang lagi langka karena ketatnya penjagaan diberbagai wilayah?" Tanya Calvin lagi.
"Tttaaau, Bos." Jawab Anto gemetar. Calvin mengernyitkan keningnya ke arah anak buahnya, mereka tau apa yang harus mereka lakukan. Preman itu langsung menendangi Anto secara bertubi-tubi. Anto mengerang kesakitan.
"Sekarang bagaimana caranya lo mengganti kerugian gua ini? Oh, Fuc* ini bokap lo yang udah gua mulai percaya ternyata ikut-ikutan bantuin lo mencuri stok barang di gudang!" Ucap Calvin seraya menghampiri Budiman yang sudah lebih dulu terkapar di lantai karena sudah lebih dulu mendapatkan siksaan.
"Bos. Bos. Barang yang saya curi ada dirumah saya, Bos. Masih saya simpan." Sahut Budiman dengan terbata-bata menahan sakit di tubuhnya dan ia sudah mulai menggigil merasakan tubuhnya mulai butuh 'barang' itu.
"Ok. Bagaimana dengan uang tunai yang Anto curi dari pelanggan?"
"Ada juga, Bos. Uang itu sebagian sudah dipakai untuk biaya kuliah anak gadis saya, Ranti." Jawab Budiman bohong.
"Oh punya anak gadis juga rupanya."
"Punya, Bos. Anak gadis saya juga bisa Bos ambil kalau Bos mau, yang penting Bos maafkan kesalahan kami."
Calvin tertawa keras mendengar ucapan Budiman.
"Memang secantik apa anak gadis lo itu, Budiman?"
"Memang tidak cantik banget, Bos, tapiii"
Calvin langsung memotong ucapan Budiman yang dianggapnya sangat lucu itu masih sambil tergelak meledek. "Tidak cantik masih berani lo kasih ke gua. Hei! Budiman! Sadar! Gua bisa dapetin model sekalipun sekarang juga!"
"Tapi dia masih perawan, Bos. Saya bisa jamin dia masih perawan." Sela Budiman. Dia amat berharap penawarannya ini akan berhasil membujuk Bos nya itu.
"Sudah-sudah jangan ngaco, Budiman! Gua lebih mementingkan barang dan uang gua yang sudah kalian curi. Dimana kalian simpan?" Bentak Calvin kesabarannya sudah mulai habis.
"Ada dirumah saya, Bos." Jawab Budiman.
"Yakin?" Tanya Calvin yang sebenarnya tidak percaya dengan ucapan Budiman. Ia menundukkan tubuhnya menatap Budiman.
"Yakin, Bos. Saya gak bohong lagi, Bos, ampun." Budiman memohon.
"Ok! Bawa mereka ke ruang tahanan!" Perintah Calvin pada 2 premannya.
Anto dan Budiman diseretnya keluar ruangan. Calvin kembali mengelap-elap senapannya dan terakhir meniup sisa-sisa kotoran yang menempel pada ujung senapannya.
Diluar rungan kerja Calvin, Anto dan Budiman langsung di seret paksa keluar rumah menuju ruang tahanan di halaman belakang rumah megah tersebut. Ruang tahanan nya itu terletak di ruang bawah tanah dengan ruang eksekusi disebelahnya.
Sambil menyusuri jalan di halaman menuju ruang bawah tanah Anto melirik Ayahnya dan berbisik.
"Ayah, Apa bener ada dirumah? Seingatku semua barang dan uang udah kita abisin, Yah." Bisik Anto khawatir bila besok mereka pulang kerumah bersama anak buah Calvin dan apa yang dicari tidak ada, entahlah mungkin dia akan mendapatkan gelar almarhum di depan namanya.
"Sssssttttt!!! Ayah hanya berusaha agar Bos besok mau kerumah kita supaya dia bisa lihat Ranti. Barang dan uang tentu aja udah gak ada, To. Makanya semoga aja besok Bos liat Ranti dan tertarik sama Ranti."
" Ini gila, Yah. Gila! Ayah bertaruh dengan nyawa kita, Yah!"
"Dari awal kita melakukan kesalahan ini juga memang sudah bertaruh nyawa, To. Kita harus bersyukur masih diberi nafas saat ini, seharusnya wajah Bos wajah yang terakhir kita lihat hari ini. Seharusnya kita sudah mati!"
Mendengar kata mati membuat bulu kuduk Anto berdiri. Dia takut mati, amat sangat takut mati.
"Jadi kita berdoa saja, semoga Ranti bisa menyelatkan kita. Nyawa kita ada di tangan Ranti, To. Kita harus sujud syukur di kaki Ranti bila dia bisa menaklukkan si Bos!"
Setelah sampai di sebuah ruang tahanan, Anto dan Budiman langsung di tendang masuk oleh preman-preman tersebut ke masing-masing ruangan mereka. Mereka sudah terpisah, dalam ruang gelap itu untuk pertama kalinya mereka berdoa penuh harap agar Ranti bisa menyelamatkan nya esok hari.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!