NovelToon NovelToon

Sugar

Awal

*

*

Sofia menerima panggilan telfon dari nomor tak dikenalnya. Perempuan 28 tahun itu mengerutkan dahi. Tak biasanya ada panggilan masuk di jam-jam kerja seperti ini.

Dia kemudian menggeser tombol hijau pada layar, dan menempelkan benda pipih tersebut di telinganya.

"Halo, selamat siang?" katanya.

"Siang, ini dengan Sofia Anna?" jawab seorang pria dari seberang sana.

"Iya. Maaf ini dari mana?" Sofia menjawab lagi.

"Bisa kita ketemu di hotel XX?" kata pria tersebut tanpa basa basi

"Maaf? Maksudnya gimana ya?" Sofia merengut.

"Saya tahu nomer kamu dari teman saya. Dan saya punya penawaran buat kamu. Kalau kamu berminat saya tunggu di hotel XX." jawab pria itu lagi, menjelaskan.

"Oh .. maaf saya sedang bekerja, pak." sergah Sofia.

"Baik. Jam berapa kamu pulang kerja?" tanya pria itu.

"Saya pulang jam tiga sore, pak." Sofia menjawab lagi.

"Baik kalau begitu, saya tunggu jam empat di lobby hotel XX." ujar pria di seberang, kemudian mengakhiri panggilan tanpa basa-basi apapun.

Sofia hanya melongo, rasa aneh dan terkejut melingkupi kepalanya.

Namanya Sofia Anna. Dia bekerja sebagai staf admin di salah satu gymnasium terkenal di kota Bandung. Berumur 28 tahun. Tinggi 165cm, berkulit putih, dengan rambut lurus sebahu.

Harus menjanda di usia yang masih muda, yakni 25 tahun. Tiga tahun lalu, Firza suaminya pergi meninggalkan dia dan anak semata wayangnya, Dygta yang kini berusia 8 tahun. Dengan hutang yang menggunung akibat judi. Jadilah dia, Sofia Anna harus berjuang sendirian mengurus Dygta dan berusaha melunasi hutang mantan suami yang menggadaikan sertifikat rumah orang tuanya.

*

*

Taksi online yang ditumpangi Sofia berhenti persis di depan sebuah hotel bintang 5. Sofia turun, menatap sekeliling halaman hotel yang lengang sore itu.

Ponselnya bergetar, panggilan dari nomor tak dikenal yang menelfon nya tadi siang.

"Hallo? Sudah sampai?" sapa orang di seberang sana.

"Saya di depan, pak." jawabnya.

"Kamu langsung masuk aja. Nggak usah tanya ke lobby. Saya di ruang tunggu, sofa krem dekat jendela." katanya, kemudian telfon di tutup.

Sofia menghela napas dalam. Kemudian memutuskan untuk segera masuk kedalam bangunan menjulang tinggi itu. Melewati resepsionis, langsung menuju tempat yang disebutkan pria di telfon tadi.

Sofa krem, hanya ada satu diujung ruangan besar itu. Menghadap persis ke pemandangan luar yang dihiasi hamparan hutan ditengah kota.

Sofia berhenti sebentar.

Seorang pria duduk dengan tenang sambil mengutak-atik ponsel ditangannya. Kalau ditaksir, usianya sekitar 40tahun. Berwajah tegas, juga tampan.

Pria itu kemudian menyadari kedatangan perempuan berumur 28 tahun itu.

"Sofia?" sapanya, datar.

Sofia mengangguk. "Iya." katanya, mengangguk dan tersenyum ramah.

"Silahkan duduk." pria itu mempersilahkan.

Sofia pun duduk di sofa yang sama persis di samping pria tersebut. Keadaan agak canggung karena ini kali pertamanya ada yang mengajaknya bertemu di lobby hotel pada sore hari seperti ini.

"So, saya ada penawaran buat kamu," pria itu tanpa basa-basi kemudian mengeluarkan sebuah map berwarna coklat dari tas kerjanya.

"Ini kamu bawa pulang, kamu baca yang teliti, kalau kamu setuju kamu hubungi saya lagi. Besok saya masih di Bandung sampai dua hari kedepan." pria itu bahkan tak memperkenalkan siapa dirinya, langsung fokus ke inti tujuannya mengajak bertemu.

"Sebentar, pak. Maaf, ... maksud bapak apa, ya? Bapak ini siapa ya?" Sofia menyela.

Pria itu tersenyum, menatap wajah polos Sofia yang tampak kebingungan.

"Kamu nggak perlu tahu siapa saya, yang jelas saya tahu kamu. Saya sering ke Bandung karena ada banyak pekerjaan disini." jawabnya, misterius.

"Saya tahu kamu dari seorang teman, dan saya langsung suka sama kamu."

"Oh, ... dari siapa ya pak?" Sofia penasaran.

"Nggak penting. Yang penting sekarang kamu bawa file ini, kamu baca, besok kita bertemu lagi disini."

Sofia masih melongo, masih mencerna segala yang keluar dari mulut pria di hadapannya.

"Oh iya, ..." mengeluarkan sebuah amplop yang juga berwarna coklat dari dalam tasnya, "Ini buat kamu." katanya, menyerahkan amplop tersebut ke tangan Sofia, yang dengan reflek diterima perempuan cantik itu.

"Saya ada meeting sepuluh menit lagi, sebaiknya kamu pulang. Keluarga kamu sedang menunggu dirumah." pria itu tersenyum manis. Kemudian bangkit.

Sofia juga ikut bangkit, bermaksud pergi dari tempat itu. Sebelum suara bariton itu memanggilnya kembali.

"Sofia, ...?" katanya, membuat Sofia membalikkan badannya.

"Iya?" menatap pria yang berdiri tegap itu.

"Hati-hati dijalan. Jaga diri kamu." katanya, kemudian berbalik lagi dan meninggalkan perempuan itu mematung.

*

*

Taksi online yang dipesannya beberapa menit yang lalu telah tiba. Tanpa banyak bicara, Sofia segera masuk dan menyuruh sang sopir untuk segera membawanya pergi dari tempat itu.

Dikeluarkannya benda pipih dari dalam tasnya, membuka aplikasi, kemudian menelpon seseorang.

"Halo, om?" Sofia segera menyapa orang di seberang sana ketika telpon sudah tersambung.

"Hallo sayang, apa kabar?" jawab pria di sana.

"Om, barusan Fia ketemu orang. Apa dia yang dulu om ceritain ya?"

🌻 Flashback on 🌻

Sofia tengah kembali memakai pakaiannya setelah kegiatan mereka dituntaskan satu jam yang lalu. Sementara Ben masih betah berbaring dibawah selimut sambil memandangi perempuan yang telah memuaskan hasratnya beberapa saat yang lalu.

"Saya ada kenalan bos besar, Fia." katanya, kemudian bangkit dari posisi tidurnya.

"Terus?" Sofia yang tengah membubuhkan bedak tipis diwajah cantiknya.

"Nanti saya kenalin. Siapa tahu cocok. Dia bos dari segala bos. Kamu pantas dapat yang lebih." katanya lagi.

Sofia hanya tersenyum. Dan setelah selesai dengan kegiatannya merapikan diri, perempuan itu segera keluar dari kamar hotel tentunya setelah menerima beberapa lembar uang berwarna merah dari Ben.

Dan beberapa Minggu setelah pertemuan terakhir dengan Ben, Sofia menerima pesan dari pria itu yang telah memberikan nomer ponselnya kepada teman yang dimaksud beserta foto nya.

🌻 Flashback off 🌻

"Jadi kalian sudah ketemu?" Ben dari sebrang sana.

"Iya om." jawab Sofia.

"Kamu terima tawaran dia. Jangan sampai lepas." Ben menegaskan.

"Dia bos besar, Fia. Kamu nggak akan menyesal menerima penawaran dia."

Sofia terdiam.

"Kenapa dia milih Fia, Om? kan banyak temen-temen Fia yang lain yang lebih cantik?"

"Si bos sukanya yang seperti kamu. Nggak suka yang neko-neko. Pokoknya kamu nggak akan ribet kalo sama dia. Kamu nggak usah capek-capek memoles diri kamu karena dia sendiri yang akan memoles kamu." katanya, panjang lebar.

"Iya, om." kemudian telfon ditutup.

Sofia menempelkan punggungnya ke sandaran jok. Melepaskan bebannya sejenak. Beban hidup dan beban pikirannya.

Satu lagi pelanggan yang mungkin harus dia puaskan demi segepok uang yang mampu membayar hutang ke bank dan membeli kenyamanan hidup dirinya dan keluarganya.

Ya. Dialah Sofia Anna, si pemuas hasrat laki-laki kesepian.

*

*

Bersambung ...

Hai reader tersayang, terimakasih yang sudah mampir di karya terbaru ini.

seperti biasa, like koment sama vote nya aku tunggu ya.

😘😘😘

Kontrak

*

*

Sofia tiba dirumah, disambut kedua orangtua dan putri semata wayangnya, Dygta yang memeluknya penuh rindu.

"Anak mama ngapain aja seharian ini, sayang?" tanyanya, menciumi kepala gadis kecilnya dengan penuh kasih sayang.

"Pulang sekolah aku main sama Gio, ..." mengalirlah pembicaraan antara ibu dan anak ini.

Dengan antusias Sofia mendengarkan celotehan putrinya yang bercerita tentang sekolah dan teman-teman bermain anaknya itu. Sesekali diselingi tawa renyah ceria keduanya.

Dalam sekejap rasa lelah dan kalut menguap begitu saja dari benak Sofia. Menatap dan mendengarkan anaknya banyak bicara membuat energinya pulih dengan cepat.

Dygta, kesayangannya, cahaya hidupnya, yang membuat dia kuat menghadapi kerasnya perjuangan seorang diri. Tanpa suami dan ayah sang anak yang seharusnya bertanggung jawab atas kehidupan mereka.

*

*

*

Sofia merebahkan tubuh nya setelah selesai membersihkan diri. Perempuan itu teringat berkas yang diserahkan pria misterius tadi di lobby hotel.

Sofia bangkit, kemudian meraih map coklat yang diletakkannya diatas nakas. Membuka dan membaca isinya.

"Saya, yang bertanda tangan di bawah ini, pihak ke dua

Nama : Sofia Anna

Umur. : 28 tahun

Alamat : Bandung

Pekerjaan : Karyawan swasta

Menyatakan diri bersedia mengikuti segala perintah dan keinginan pihak pertama dengan kompensasi biaya bulanan yang diberikan setiap kali bertemu.

Menyetujui peraturan yang dibuat pihak pertama sebagai berikut :

Datang ketika pihak pertama membutuhkan.

Menenuhi segala keinginan pihak pertama.

Dilarang mencampuri urusan pribadi.

Hubungan tanpa ikatan.

Dilarang menuntut apapun kecuali atas keinginan pihak pertama.

Kontrak berlangsung selama 2 tahun dengan pertemuan maksimal dua kali dalam sebulan.

Demikian surat kontak ini dibuat untuk melindungi hak kedua belah pihak.

Bandung, januari 2018

Pihak kedua

Sofia Anna

Dengan materai 6000 yang telah menempel di bawah tulisan namanya.

Lalu dia melirik amplop lain yang juga berada di nakas, meraihnya kemudian membukanya, walaupun dia sudah tahu persis isinya apa. Uang.

Sebanyak 6 juta rupiah tertata rapi didalam amplop. Tanda dirinya mau tidak mau harus menyetujui kontrak sepihak tersebut. Karena memang begitulah aturan dalam dunia bisnis yang telah digelutinya selama dua tahun belakangan ini. Aturan mutlak yang tak tertulis.

Sofia menghela napas dalam. Satu lagi kontrak yang pasti bernilai menggiurkan bagi dirinya.

Tapi bagaimana dengan tiga kontrak lainnya? apa yang harus dia lakukan? Ketiga pria yang telah mengikatnya terlebih dahulu dengan isi kontrak yang kurang lebih sama?

Apa dirinya mampu menjalani keempat kontrak sekaligus?

Kepalanya menggeleng, dia mengusap wajahnya kasar.

*

*

*

Pagi-pagi sekali Sofia sudah berangkat, berniat mampir terlebih dahulu ke tempat sahabat sekaligus partner bisnis

sampingannya, Cece.

Ya, ini adalah pekerjaan sampingan untuknya. Pekerjaan sampingan yang menggiurkan, sementara pekerjaan utamanya hanya sebagai kedok agar orang-orang tak curiga dengan apa yang telah dia dapatkan dari menarik pria-pria hidung belang yang mendatanginya.

Dua puluh menit kemudian Sofia telah sampai di kediaman Cece. Perempuan 40 tahun yang masih cantik itu menyambutnya dengan riang.

"Kaget gue, lu subuh-subuh nelfon." katanya seraya menarik tangan sahabatnya kedalam rumah.

"Gue kira lu kejebak om om posesif lagi." Cece terkekeh, ingat kejadian beberapa bulan yang lalu ketika Sofia tak bisa keluar dari hotel karena disekap pria yang menyewa jasanya.

Sofia hanya tersenyum. "Ini lebih dari om om posesif, Ce." jawabnya, seraya menyerahkan map coklat yang dibawanya

"Apaan nih?" Cece membuka map, dan melihat isinya. "Kontrak lagi? Dari siapa? Papi baru?"

Sofia mengangguk.

"Dia nggak ngasih tahu dirinya siapa. Yang pasti katanya dia tahu gue, Ce."

"Misterius amat?"

"Gimana Ce? terima jangan?"

Cece membaca isi kontrak dengan teliti. Kemudian menutupnya, dan menoleh ke arah sahabatnya.

"Kakap ini, neng." ujarnya, dengan mata berbinar.

"Maksudnya?"

"Hanya bos dari segala bos yang nggak mengungkapkan jati dirinya nya kepada orang yang mau di sewanya. Ini privacy, neng." Cece dengan yakinnya.

"Serius?" Sofia mencondongkan kepalanya.

"Elu, kalau terima kontrak ini, biar lepasin yang tiga, nggak bakalan rugi. Lu malah lebih untung berkali-kali lipat, neng." Cece dengan antusiasnya.

"Beneran?"

"Serius. Dulu pernah ada, namanya Larissa, kasusnya sama kayak elu, neng. Dikontrak pengusaha misterius, sampai sekarang dia nggak balik lagi. Hidupnya udah enak. Selamanya dipiara itu bos." tiba-tiba wajah Cece berubah sendu. "Dia lupa sama gue yang udah bawa dia dari titik nol." katanya lagi.

"Ce, gue nggak ambil ah." Sofia mulai ragu.

"Lah, kenapa? mending lu ambil deh. Kesempatan besar itu, neng!! Lu nggak bakalan dapat yang kayak gini lagi nanti."

"Gue takut, Ce."

"Takut apa? Lu udah sejauh ini. Lagian itu kontraknya cuma dua tahun doang. Abis itu lu free." Cece meyakinkan lagi.

"Yakin, Ce?"

Cece mengangguk. "Ambil deh, kesempatan langka."

"Trus yang tiga gimana? Apa gue lepasin dulu?"

"Kagak usah. Pertahanin. kan elu sama si bos ini gak tiap hari. Lumayan buat tambahan." Cece tergelak.

Sofia hanya mengangguk-angguk.

*

*

*

Ponsel berdering saat Sofia sedang membereskan meja nya karena jam pulang telah tiba. Nomor tanpa nama yang dia ingat dari pria misterius kemarin.

"Hallo..?"

"Kamu sore ini datang, kan?" katanya, terdengar riang.

"Iya, pak. Saya sebentar lagi jalan."

"Oke, saya tunggu di tempat kemarin."

Tiga puluh menit kemudian, perempuan itu tiba di depan hotel yang sama tempat pertemuannya kemarin dengan pria misterius itu.

Sofia berjalan menuju tempat yang sama pula. Terlihat pria itu duduk dengan posisi yang sama seperti kemarin. Tapi kali ini dengan penampilan yang agak santai. Tanpa jas kerjanya.

Pria itu mengenakan kemeja biru muda dengan bagian lengan yang di gulung sampai ke sikut. Dua kancing atasnya sengaja dibuka. Rambutnya tak serapi kemarin. Sepertinya dia telah menyelesaikan pekerjaannya yang entah apa.

Pria itu menggerakkan tangannya, meminta Sofia mendekat. Menepuk bagian sofa disampingnya, menyuruh perempuan itu untuk duduk.

"Bagaimana? kamu sudah baca kontraknya?" katanya, tanpa basa basi.

Sofia mengangguk.

"Sudah mengerti?" tanya nya lagi.

Sofia mengangguk lagi. Pria itu tersenyum.

"Ada pertanyaan?" katanya, menatap wajah polos Sofia.

Perempuan itu terdiam sebentar, "Boleh tanya sesuatu?" katanya agak ragu.

"Silahkan. Kalau bisa akan saya jawab."

"Nama bapak siapa? nanti saya harus panggil apa?" Sofia dengan polosnya.

Pria itu terkekeh, menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa di belakangnya.

"Kamu tidak perlu tahu siapa saya. Yang perlu kamu tahu, saya butuh kamu."

Sofia mengerutkan dahinya.

"Kamu butuh uang, kan?" tanyanya, memiringkan kepalanya.

Sofia mengangguk.

"Saya butuh kamu. Itu aja. Yang lainnya jangan kamu pedulikan."

"Tapi, gimana saya memanggil bapak? apa panggil bapak aja? om? atau apa?" katanya lagi.

Pria itu menyeringai.

"Panggil sesuka hati kamu. Biasanya kamu panggil apa sama pelanggan kamu?" tanpa Tedeng aling-aling.

"Pa-papi?" jawab Sofia, agak ragu.

Pria itu terkekeh. "Boleh lah boleh, papi bagus juga kedengarannya."

Kemudian obrolan ringan mengalir diantara keduanya. Dalam sekejap saja mereka sudah tampak akrab seperti sudah saling mengenal sejak lama.

Sofia memang berkepribadian ramah yang membuatnya mudah bergaul dengan siapa saja. Dan itu yang menjadi nilai plus bagi pelanggan jasanya, membuat mereka tak bosan memanggilnya lagi dan lagi. Bahkan hanya sekedar untuk mengobrol seharian saja.

*

*

*

Bersambung...

Perkenalan

*

*

Sofia menatap kagum sekeliling suit room hotel bintang lima yang dia masuki. Betapa menakjubkannya kemewahan yang tersaji di depan matanya. Sungguh diluar bayangannya selama ini. Mimpi pun dia tak berani.

Kamar hotel luas dengan gaya mewah, perabotan mahal dan antik di setiap sudut ruangan. Oh iya, jangan lupakan pula ranjang besar di sudut ruangan, membuatnya tak terlihat sebagai kamar hotel. Namun sebuah istana megah.

Dua tahun ini dirinya memang sering keluar masuk hotel bersama para pelanggannya, tapi belum pernah merasakan fasilitas semewah seperti sekarang ini. Bahkan melihatpun tidak pernah. Hanya hotel standar yang biasa dia dan tamunya datangi dalam setiap transaksi.

Tiba-tiba Sofia merasa dirinya kini bagaikan seorang putri. Senyumnya tersungging, kedua pipinya merah merona.

"Kamu mikirin apa?" pria di hadapannya yang dari tadi memperhatikan gerak gerik canggung Sofia.

"E, Ng .... nggak." tersenyum canggung, "M ... ini baru pertama kali Fia masuk suit room seperti ini, pih." jawabnya, agak gugup.

Pria itu terkekeh, "Mulai sekarang, kamu harus membiasakan diri. Saya akan sering-sering bawa kamu ke tempat seperti ini." dia mendekat. Meraih dagu Sofia, menatap mata bening perempuan itu lama.

"Kamu harus banyak belajar, agar mampu mendampingi saya kapanpun saya butuhkan." katanya lagi. Ketegasan dan dominasi jelas terpancar dari aura wajahnya.

Wajah yang tampan walaupun diusia yang tak lagi muda. Rahangnya yang kokoh, matanya yang tajam bak elang yang sedang mengintai mangsa. Alisnya yang tebal menambah kesan garang. Serta tubuhnya yang tinggi tegap bagai ksatria yang siap bertempur di medan perang.

Sofia mengangguk.

Sebenarnya kamu ini siapa, tuan? Batin Sofia.

Pria itu menarik tangan Sofia dengan lembut, membimbingnya ke tempat tidur besar di sudut ruangan.

"Istirahatlah, kamu pasti capek habis kerja. Saya mau mandi. Nanti kita ngobrol." katanya, seraya meninggalkan perempuan cantik itu yang masih terkagum-kagum dengan ruangan yang mereka tempati.

Sepuluh menit kemudian pria itu keluar dari kamar mandi dalam keadaan segar. Menggunakan bathrobe berwarna putih, sangat pas membalut tubuh tingginya yang sempurna. Rambutnya yang agak cepak terlihat masih basah menguarkan aroma segar dari shampo yang digunakannya.

Sofia terkesiap, menatap penampakan menawan didepan matanya. Jantungnya berdebar dengan tidak tahu malunya. Membuat perempuan 28 tahun itu reflek menyentuh dadanya sendiri.

Kenapa jantungku berdebar seperti ini? ah ...Sial!!

Pria itu berjalan mendekat ke tempat tidur dimana Sofia berada, mengulas senyum lembut pada bibir nya yang agak kemerahan.

Sofia merasakan jantungnya berpacu semakin cepat.

Apa dia mau melakukannya sekarang? Aaa ... bagaimana ini, aku belum persiapan. Aku bahkan belum mandi. Aku kan baru pulang kerja?!. Bagaimana kalau aku bau?! Nanti dia tidak puas dengan pelayanan ku?! Batin Sofia.

Dirinya tak pernah merasa segugup ini menghadapi tamu yang menggunakan jasanya sebagai pemuas hasrat, kecuali saat dia pertama kali melakukannya di awal karirnya dalam bisnis sampingan ini.

Telah banyak macam pria yang tidur dengannya. Berbagai macam karakter dan profesi. Dari mulai yang lembut hingga yang suka berlaku kasar, yang berprofesi sebagai pengusaha, manager, bahkan dokter sekalipun tak luput dari jangkauannya.

Bahkan diantara mereka ada yang sampai mengikat kontrak dengannya untuk waktu yang cukup lama.

Pria itu meraih telpon yang terletak diatas nakas disamping ranjang, melakukan panggilan kepada staf hotel.

"Kamu suka makan apa, Sofia?" tanyanya, menjeda percakapan di telfon.

"Ng ... apa aja. Samain aja sama papi." jawab Sofia, masih canggung karena baru kali ini dia dipesankan makanan dihotel bintang lima. Karena biasanya dirinya datang ke hotel hanya untuk bertransaksi tanpa banyak basa-basi. Setelah pelanggannya terpuaskan, Sofia akan langsung keluar dari hotel tersebut membawa lembaran uang merah di tasnya.

Pria itu tersenyum kemudian berbicara lagi di telfon, memesankan makanan. Lalu menutupnya setelah selesai.

Dia kemudian duduk di sisi ranjang sejajar dengan Sofia, menatap perempuan itu, lalu tersenyum. Membuat Sofia semakin gugup.

"Santai Sofia, saya nggak akan langsung melakukannya hari ini. Saya hanya ingin mengobrol dengan kamu." seperti mampu membaca pikiran perempuan disampingnya.

"Panggil Fia aja, pih. Biar lebih akrab." Sofia tersenyum, mencoba mengurai kegugupan dalam dirinya.

"Oke, Fia." kemudian terkekeh, yang entah kenapa suara kekehanya terdengar menyenangkan di telinga Sofia.

"Mana kertas kontrak punya kamu?" tiba-tiba bertanya, "Sudah kamu tandatangani kan?" katanya lagi, meraih map coklat dari tangan Sofia. Membukanya, kemudian melihat isi dan bacaan di kertas file itu, dan tampak merasa puas dengan yang dilihatnya. Tanda tangan Sofia diatas materai.

Perempuan itu mengangguk. "Udah, pih." jawabnya, pelan.

Pria itu tersenyum, mengembalikan map itu kepada pemiliknya. "Saya simpan, ya." katanya lagi yang diikuti anggukkan dari Sofia.

"Sekarang, katakan, status kamu apa?" pria itu memulai pembicaraan.

"Status?" tubuh Sofia menegang.

"Iya. Status kamu. Menikah, atau janda?" tanya pria itu lagi.

"Ooh ... Fia janda, Pih." jawab Sofia, enteng. Karena dirinya memang tidak pernah menutupi jati dirinya kepada siapapun termasuk kepada pelanggan jasanya ketika mereka bertanya.

"Punya anak?" tanya pria itu lagi.

Sofia mengangguk. "Punya satu." jawab Sofia lagi.

"Laki-laki atau perempuan?" pria itu kembali bertanya.

"Perempuan, umurnya 8 tahun, Pih." Sofia menerangkan.

Pria itu mengangguk-angguk. "Kamu, kenapa bercerai?" masih penasaran.

Sofia terdiam sejenak. "Apa Fia harus jawab?"

Pria itu tersenyum. "Iya. Saya ingin tahu latar belakang kamu."

"Fia pikir yang ditulis di kontrak itu bener." jawabnya dengan polosnya.

"Hah? yang mana?"

"Yang bagian tidak boleh mencampuri urusan pribadi. Apa itu nggak berlaku buat Fia? Lagian katanya papi udah tau soal Fia." jawabnya lagi, panjang lebar.

Pria itu terkekeh. "Saya cuma ingin ngobrol, tentu saja saya tahu kamu janda dengan satu anak perempuan berusia 8 tahun yang masih hidup dengan orang tua." tukas pria itu lagi.

Kini Sofia yang terkekeh.

"Saya di Bandung ada proyek, mungkin dua minggu sekali datang kesini. Nanti saya pasti akan sangat membutuhkan kamu." dia mulai lagi bicara. Sementara Sofia mengangguk pelan.

"Kamu harus siap kalau saya panggil sewaktu-waktu. Mengerti?!" katanya lagi.

"Mengerti, pih." jawab Sofia. Tentu saja dirinya mengerti, selama ada uang yang mengalir ke kantungnya, dia akan selalu mengerti.

"Bagus, nanti juga saya akan kasih tahu kamu apa saja yang saya suka dan tidak suka agar kamu bisa menyesuaikan dengan diri saya." merebahkan tubuhnya hingga posisinya berbaring.

"Iya, pih."

"Satu hal, saya paling tidak suka ketika perempuan banyak meminta. Kamu tahu, saya akan memberikan ketika saya ingin memberi, tanpa harus dipinta terlebih dahulu. Jadi, kamu jangan banyak menuntut, karena saya pasti akan memberi apapun yang kamu butuhkan."

Sofia mengangguk lagi.

*

*

Bersambung ...

like

komentar

vote!!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!