Sebuah kendaraan berjenis sedan berwarna silver melaju dengan kecepatan sedang. Kendaraan roda empat tersebut berbelok memasuki komplek perumahan mewah yang ada di daerah Bandung Utara. Setelah melewati beberapa deret rumah besar, sang pengemudi menghentikan kendaraannya sebentar di depan rumah, menunggu petugas security yang berjaga membukakan pintu pagar. Tak berapa lama kemudian pintu gerbang tinggi itu terbuka secara otomatis. Roda mobil kembali bergerak sampai akhirnya berhenti tak jauh dari pintu rumah bergaya eropa.
Dari dalamnya keluar seorang pria dengan tinggi 185 cm. Sambil menenteng jas di tangannya, dia berjalan mendekati pintu rumah yang tertutup rapat. Pria itu memiliki nama lengkap Dion Aprilio atau yang biasa dipanggil Dion. Sudah empat bulan lamanya pria itu kembali ke Bandung setelah tinggal selama dua tahun lamanya di kota Jakarta untuk menyelesaikan studi S2-nya sambil mengurus perusahaan ritel yang baru didirikan dua tahun lalu.
PT. Blue Harmony adalah perusahaan milik keluarga Dion. Perusahaan ini bergerak di bidang retail. Selama berdiri hampir dua puluh tahun lamanya, perusahaan tersebut mendirikan toko swalayan besar yang menyediakan beragam kebutuhan masyarakat, mulai dari consumer goods, peralatan elektronik, fashion, perlengkapan rumah tangga dan olahraga.
Swalayan yang diberi nama Blue Mart tersebut pertama kali didirikan di Bandung, setelah mengalami perkembangan, Pahlevi, Ayah dari Dion membuka cabang di kota besar seperti Semarang, Surabaya, Medan, Makassar dan terakhir Jakarta. Namun selama dua tahun belakangan, bisnis tidak berjalan lancar. Persaingan bisnis yang ketat serta salahnya perhitungan dalam berinvestasi, pahlevi terpaksa harus menutup swalayan di kota lain dan hanya menyisakan dua tempat saja di Bandung dan Jakarta.
Hal itulah yang membuat Dion mengurungkan niatnya melanjutkan kuliah di Singapura. Pria itu memilih melanjutkan pendidikan di Jakarta sambil mengurusi Blue Mart yang ada di kota metropolitan tersebut. Sebelum pindah ke Jakarta, Dion lebih dulu menikah dengan Amelia, anak rekan bisnis Pahlevi. Awalnya pernikahan dilakukan untuk menunjang bisnis mereka. Namun ternyata perusahaan milik keluarga Amelia juga ikut terkena krisis dan tidak bisa membantu usaha keluarga Dion.
Terlepas dari urusan bisnis mereka yang tidak berjalan dengan baik, pernikahan antara Dion dan Amelia terus berjalan. Namun begitu, pernikahan mereka tidak berjalan seperti pasangan pada umumnya. Ketika Dion memutuskan ke Jakarta, Amelia tidak bersedia untuk ikut. Wanita itu memilih bertahan di Bandung. Dion sendiri tidak mempermasalahkannya, karena di hati pria itu memang belum ada cinta untuk Amelia. Dia masih belum bisa melupakan Nilan, mantan kekasihnya. Mereka dipaksa berpisah karena keinginan sang Mama.
Setelah kembali ke Bandung, barulah mereka tinggal bersama di satu rumah. Namun begitu hubungan d antaranya masih belum berubah. Selama empat bulan tinggal bersama, Amelia tidak pernah mengurus kebutuhan Dion. Semuanya dilakukan oleh asisten rumah tangga yang sudah disiapkan Marina, Mama dari Dion. Bahkan untuk urusan ranjang, mereka tidak melakukannya secara rutin. Dalam sebulan mungkin hanya dua atau tiga kali saja.
Dion sempat mendengar kalau Amelia berselingkuh di belakangnya, namun pria itu masih belum mengambil tindakan. Dia masih menunggu bukti kongkrit, syukur-syukur kalau berhasil memergoki perselingkuhan istrinya dengan mata kepalanya sendiri. Jika itu terjadi, maka tanpa pikir panjang dia akan langsung menjatuhkan talak pada istrinya itu.
Setiap pulang bekerja, Dion memang tidak langsung pulang ke rumah. Dia memilih mampir ke rumah kedua orang tuanya hanya untuk makan malam atau beristirahat sejenak. Menjelang tengah malam, barulah dia kembali ke rumahnya. Dion membuka pintu rumah yang tidak terkunci seraya mengucapkan salam.
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumussalam,” terdengar suara sang asisten rumah tangga menjawab salam pria itu.
Dari arah ruang makan muncul Marina. Dia sudah bisa menebak kalau anaknya ini yang datang. Sambil memeluk lengan sang anak, Marina membawanya ke meja makan. Di sana Pahlevi sudah menunggu bersama dengan Randika. Randika adalah anak dari adik sepupu Marina. Kedua orang tua Randika sudah meninggal sejak lima tahun lalu dan Marina berinisiatif merawat anak saudara itu. Dion sendiri tidak merasa keberatan karena kebetulan dia adalah anak tunggal.
Saat ini Randika baru berusia empat belas tahun dan tengah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama. Seraya mengusak puncak kepala Randika, Dion menarik kursi di samping anak itu.
“Kondisi Blue Mart di Jakarta semakin membaik. Kamu sudah berhasil membawa mereka melewati krisis,” ujar Pahlevi bangga.
Berkat kerja keras Dion, kondisi perusahaan perlahan mulai naik kembali. Blue Mart di Jakarta yang sempat kalah saing, sekarang sudah menjadi menjadi pilihan konsumen untuk berbelanja di sana.
“Papa tahu aku ngga melakukannya sendirian. Banyak yang membantu ku di sana. Ditambah lagi mereka semua terbuka menerima semua masukan.”
“Papa.bangga pada mu. Sepertinya kamu siap memimpin Blue Harmony ke depannya.”
"Aamiin, semoga saja Pa."
“Sudah, lebih baik makan dulu.”
Marina menghentikan pembicaraan anak dan suaminya. Dia menyendokkan nasi dan lauk ke piring suaminya, lalu mengambilkan untuk Dion.
“Bagaimana pernikahan mu dengan Amel?” tanya Marina.
Tidak ada jawaban dari Dion. Pria itu memilih memakan makanannya. Kalau bukan demi menghindari sang Mama menyakiti Nilan dan keluarganya, Dion tidak akan pernah setuju untuk menikahi Amelia. Dan terbukti dengan jalannya pernikahannya mereka yang tidak harmonis. Amelia juga jarang mengunjungi kediaman mertuanya.
“Kenapa Amel tidak pernah datang ke sini?” tanya Marina lagi.
“Mama tanyakan saja pada menantu kesayangan Mama.”
“Kamu tuh. Dia itu istri mu. Harusnya kamu bisa mendidiknya.”
“Sejak awal menikah, dia tidak pernah menunjukkan itikad baik untuk membina rumah tangga. Aku pernah berbicara dengannya beberapa kali, tapi dia itu keras kepala. Kesabaran ku sudah habis. Aku mempertahankan pernikahan ini karena Mama saja.”
Marina sontak membungkam mulutnya. Melihat sikap Amelia, dia mulai menyesali keputusannya meminta Dion menikahi wanita itu. Apalagi kedua orang tua Amelia tidak bisa memberikan bantuan ketika mereka memerlukan bantuan. Justru mereka yang kerap mendapatkan bantuan di saat bisnis mereka kolaps. Namun karena gengsi mengakui kesalahannya, Marina tidak mau meminta Dion menceraikan Amelia.
Sehabis makan malam, Pahlevi mengajak Dion ke ruang kerja pribadinya. Pria itu hendak membicarakan proyek baru mereka. Alih-alih membuka kembali Blue Mart yang terpaksa tutup, Dion malah mengusulkan membuat pusat perbelanjaan baru. Nantinya mall ini hanya akan menawarkan produk furniture untuk kepentingan rumah tangga atau kantor. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan kejayaan PT. Blue Harmony yang beberapa tahun ini terus menurun.
“Apa kamu sudah berhasil mendapatkan investor untuk proyek kita?” tanya Pahlevi.
“Besok aku akan bertemu dengannya. Aku sudah mengirimkan proposal padanya dan sepertinya dia setuju. Aku akan melakukan presentasi besok, semoga saja yang bersangkutan berminat.”
“Papa harap kamu bisa mendapatkan investor dan pembangunan mal bisa dimulai.”
“Iya, Pa.”
“Papa dengar kamu mengangkat asisten baru.”
“Iya Pa, namanya Raras. Selama di Jakarta dia banyak membantu ku. Papa ngga keberatan kan?”
“Tidak. Asalkan dia bisa membantu mu, Papa setuju saja.”
Baru sekitar setengah jam mereka berbicara, ponsel Dion berdenting. Sebuah pesan masuk dari orang suruhannya yang diminta mengawasi pergerakan Amelia. Menurut penuturan pria itu, Amelia baru saja kembali ke rumah, tapi tidak sendirian. Dia datang bersama seorang lelaki.
Mendapat pesan tersebut, Dion bergegas kembali ke kediamannya. Kalau dia berhasil memergoki sang istri berselingkuh dengan mata kepalanya sendiri, maka dia bisa langsung menjatuhkan talak. Dengan kecepatan tinggi pria itu melajukan kendaraannya. Dalam waktu lima belas menit, dia sudah sampai di kediamannya.
Sambil melonggarkan ikatan dasi di lehernya, Dion memasuki rumahnya. Keadaan rumah nampak sepi. Bahkan asisten rumah tangganya pun tidak terlihat. Padahal biasanya Bi Sumi selalu menyempatkan diri menyambut kedatangannya jam berapa pun itu.
Tanpa mempedulikan ketiadaan sang asisten, Dion berjalan menuju kamarnya. Gerakan tangannya saat hendak membuka pintu terhenti ketika mendengar suara-suara mencurigakan dari dalam kamar. Pria itu menempelkan telinganya ke daun pintu, untuk mendengar lebih jelas. Rahang Dion mengeras saat mendengar lebih jelas suara dari dalam kamar. Dengan cepat pria itu membuka pintu.
***
Hai.. Hai.. Aku datang kembali dengan novel baru. Kalau yang sudah baca Suddenly Married, pasti sudah tahu tokoh Dion. Nah sesuai janji, aku buatin novel sendiri buat Mas Dion. Semoga kalian bisa mengikuti dan suka ya.
Jangan lupa, like, komen, bintang lima dan favorit biar kalian bisa dapat notif begitu up date. Ingat bacanya jangan di skip² atau sampai nabung bab sampai beberapa episode. Biar enak sama enak, please jangan nabung bab ya. Enjoy the story🤗
Mata Dion membelalak ketika melihat istrinya tengah ditunggangi pria lain. Tubuh keduanya pun polos tanpa sehelai benang pun. Amelia dan kekasihnya yang tengah berada di puncak kenikmatan terkejut dengan kemunculan Dion. Refleks wanita itu mendorong tubuh sang kekasih. Diraihnya asal selimut di atas kasur lalu menutupi tubuh polosnya.
Amarah Dion langsung meledak. Dia memang tidak mencintai Amelia, tapi apa yang sudah dilakukan wanita itu sukses membuat harga dirinya terluka. Amelia berani membawa kekasih gelapnya ke rumah pribadinya dan bercinta di kamar mereka. Dengan langkah panjang, Dion mendekati lelaki itu lalu melayangkan pukulan bertubi ke wajahnya.
"Brengsek! Beraninya kamu meniduri istriku di sini!"
BUGH
BUGH
BUGH
Tiga pukulan beruntun mengenai wajah pria itu. Amelia memekik kencang. Dia segera menghambur pada kekasih gelapnya itu. Melindungi tubuh lelaki yang dicintainya dari amukan Dion.
"Dasar pelac*r!! Bisa-bisanya kamu melakukan ini semua di sini! Brengsek!" maki Dion.
"Dion.. maafkan aku. Aku memang salah, tapi jangan siksa dia."
"Bersiaplah, aku akan melaporkan kalian ke polisi!"
"Tolong jangan lakukan itu, Dion. Aku mohon, orang tuaku pasti akan malu."
"Lepas!!"
Dengan kasar Dion mendorong tubuh Amelia hingga jatuh tersungkur. Kekasih gelapnya langsung menangkap tubuh Amelia. Pria itu juga tidak bisa berbuat banyak. Dia masih merasakan kesakitan di tubuhnya akibat pukulan Dion. Bergegas Dion meninggalkan rumah, pria itu langsung mendatangi ketua RT setempat. Dia meminta beberapa warga membantunya membawa Amelia dan kekasih gelapnya ke kantor polisi.
"Maaf Mas Dion, apa Ibu Amelia membawa pria lagi ke rumah?" tanya Pak RT hati-hati.
"Bapak tahu soal itu?"
"Sebelumnya saya minta maaf karena tidak melaporkannya pada Mas Dion. Waktu itu baru praduga saja dan saya tidak punya bukti apa-apa. Bu Amelia bilang kalau lelaki itu adalah teknisi yang membenarkan perangkat elektronik di rumah."
"Tolong bantu saya saja, membawa mereka ke kantor polisi."
Singkat cerita, mereka akhirnya berada di kantor polisi. Dion langsung melaporkan sang istri yang sudah melakukan perzinahan. Beberapa tetangga juga menjadi saksi kalau pernah melihat kekasih gelap Amelia beberapa kali mendatangi rumah Dion. Kesaksian penting datang dari Bi Sumi. Wanita itu yang melihat langsung perzinahan antara Amelia dengan kekasih gelapnya. Dengan adanya laporan tersebut, Amelia dan kekasih gelapnya langsung dimasukkan ke dalam sel.
***
Mendengar anaknya berada di kantor polisi, kedua orang tua Amelia langsung menuju ke sana. sesampainya di kantor polisi, mereka bertemu dengan Dion yang masih berada di sana. Bukan hanya Dion, tapi kedua orang tua pria itu juga sudah berada di sana. Marina cukup syok mengetahui menantunya memasukkan pria lain ke rumah sang anak. Bukan itu saja, Amelia juga terpergok melakukan hubungan tidak senonoh.
“Keterlaluan kamu, Amel! Aku menyayangi mu seperti anak sendiri. Tapi kamu malah mengkhianati Dion seperti ini!” berang Marina.
“Mbak Rina, aku minta maaf. Anak ku memang bersalah. Tapi bisakah Mbak meminta Dion untuk membebaskannya?”
Ibu dari Amelia memberanikan diri memohon pada Marina. Wanita itu sungguh berharap Dion mau melepaskan putrinya dan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Namun Marina yang sudah kadung kesal, tidak menggubris permintaan besannya. Menurutnya Amelia sudah melemparkan kotoran ke wajahnya. Dulu dia sempat membanggakan wanita itu, memaksa Dion untuk meninggalkan Nilan. Namun ternyata hanya pengkhianatan yang didapat oleh anaknya.
Tak mau menyerah, Ibu dari Amelia terus meminta pada Marina untuk membujuk Dion membebaskan anaknya. Kalau sampai berita itu terdengar ke media, maka kondisi perusahaannya yang sudah berada di ujung tanduk akan semakin terpuruk.
“Kamu pikir hanya reputasi keluarga mu saja yang tercoreng? Bagaimana dengan anak ku? Keluarga ku dan perusahaan ku?”
“Aku mohon.”
“Baiklah, aku akan mencabut laporan ku. Tapi Amel tidak boleh menginjakkan kakinya di rumah ku lagi. Aku juga sudah menalaknya. Sebaiknya dia segera bekerja sama mengurus perceraian kami agar prosesnya berjalan cepat.”
Dion yang tanpa sengaja mendengar pembicaraan Ibunya dengan Ibu Amelia langsung menimbrung. Setelah menimbang dengan matang, dia memilih mencabut laporan. Masalah akan diselesaikan secara kekeluargaan. Dion melakukan ini bukan untuk memenuhi keinginan mertuanya, tapi jangan sampai kabar ini tersiar keluar. Pria itu takut kalau akan berdampak buruk pada perusahaan.
“Terima kasih, Dion.”
Selesai mencabut laporannya, Amelia segera dibebaskan, begitu juga dengan pria yang tadi bersamanya. Wanita itu segera menemui Dion. Dengan sejuta perasaan malu, Amelia mendekati Dion.
“Aku menalak mu. Besok pengacara ku akan mengurus dokumen perceraian secara resmi. Lebih baik kita tidak bertemu lagi. Kamu bebas ingin bersama siapa.”
Tanpa menunggu jawaban dari Amelia, Dion segera meninggalkan kantor polisi tersebut. Bergegas Marina dan Pahlevi menyusul anaknya. Malam ini Dion memutuskan tidur di rumah orang tuanya. Dia tidak sudi tidur di kamar yang sudah menjadi tempat percintaan Amelia dengan lelaki lain. Pria itu juga berencana merenovasi kamar tidurnya. Kamar akan diperbesar dengan menambahkan walk in closet di dalamnya. Ranjang dan meja rias akan diganti, sementara lemari diberikan pada asisten rumah tangganya. Dion ingin nuansa kamar baru, yang berbeda saat masih bersama Amelia.
***
Selama menjalani sidang perceraian, Dion tidak pernah hadir di pengadilan. Pria itu hanya diwakili pengacaranya saja. Dia berkonsentrasi melakukan pertemuan intensif dengan investor yang diajak bekerja sama mendirikan Blue Living, pusat perbelanjaan yang khusus menawarkan furniture untuk keperluan rumah dan kantor.
Hari ini menjadi hari yang membahagiakan bagi Dion. Bukan hanya sang Hakim sudah mengabulkan gugatan cerainya, tapi di hari yang sama, pria itu juga mendapatkan kepastian dari calon investor. Proyek pembangunan Blue Living akan dimulai. Pria menggaet perusahaan kontruksi ternama dan juga arsitektur terkenal untuk mendesain bangunan mal.
Penandatanganan perjanjian kerjasama selesai dilakukan. Seminggu lagi proyek akan dimulai. Tanah yang akan dibangun mal sudah diselesaikan pembayarannya. Dion membeli gedung bekas pusat perbelanjaan yang sudah terbengkalai. Bangunan akan dihancurkan dan dibangun ulang.
“Selamat ya, Yon,” ujar Raras, teman sekaligus merangkap sebagai asisten Dion.
“Makasih Ras. Untuk merayakannya, gimana kalau kita makan siang di luar?”
“Boleh juga.”
Kedua orang itu bergegas meninggalkan gedung kantor. Mereka akan menuju restoran untuk makan siang bersama. Setelah Raras mengenakan sabuk pengamannya, Dion segera menjalankan kendaraan. Sepanjang perjalanan Raras tak henti menyunggingkan senyuman. Selain senang karena proyek besar mereka akan dimulai, wanita itu juga bahagia karena putusan sidang cerai Dion sudah keluar.
Sejak awal berjumpa dengan Dion, Raras memang sudah menaruh hati pada pria itu. Namun saat itu Dion masih berstatus suami orang. Karenanya dia menahan diri. Namun setelah Dion bercerai, timbul keinginannya untuk lebih dekat lagi dengan pria yang duduk di sebelahnya. Entah mengapa dia merasa kalau Dion pun merasakan hal sama dengannya.
“Ras, minggu depan ada undangan dari Pak Rahmat. Dia mau menikahkan anaknya. Kamu kira-kira bisa temani aku, ngga?”
Pertanyaan Dion sukses membuyarkan lamunan Raras. Rahmat adalah salah satu kolega Dion. Mendengar Dion mengajaknya menghadiri pernikahan anak Rahmat, tentu saja membuat Raras senang.
“Memangnya ngga ada yang bisa kamu ajak selain aku?”
“Aku mau ajak siapa? Kamu tahu sendiri kalau aku sudah bercerai dari Amel.”
“Ngga ada yang lagi dekat sama kamu gitu?”
“Ada, kamu orangnya.”
Jangan ditanya bagaimana perasaan Raras saat ini. Harapannya semakin tinggi bisa bersama dengan Dion. Tanpa wanita itu tahu, sebenarnya Dion sudah mulai tertarik pada Raras. Namun dia masih menahan diri karena statusnya yang masih menikah. Tapi setelah bercerai, dia bisa mengekspresikan perasaannya lebih bebas. Semoga saja jalannya bersama dengan Raras tidak menemui halangan berarti.
***
Jodohnya Dion kah Raras ini?🤔
Enam bulan kemudian
Enam bulan setelah perceraian Dion dan Amelia, pria itu disibukkan dengan urusan pekerjaan. Namun hidupnya sekarang terasa lebih bebas dan tidak terkekang oleh pernikahan yang tidak pernah diinginkan olehnya. Dion sekarang menjabat sebagai Wakil Direktur Utama. Dalam kesehariannya dia dibantu seorang sekretaris yang merangkap sebagai asistennya. Untuk jabatan penting itu, Dion mempercayakannya pada Raras.
Saat ini Dion tengah berkonsentrasi dalam pembangunan Mal yang khusus menjual barang-barang furniture. Mal tersebut akan diberi nama Blue Living. Jika tidak ada halangan, dua bulan lagi pembangunan akan selesai dan sebulan setelahnya akan dilakukan soft opening sampai Mal benar-benar siap untuk melakukan grand opening.
Perhatian Dion langsung teralihkan dari laptop di depannya ketika mendengar ketukan di pintu yang disusul dengan terbukanya daun pintu. Raras masuk dengan membawa beberapa map berisikan berkas yang harus ditanda tangani oleh Dion. Wanita itu menaruh berkas di atas meja. Tanpa mengatakan apapun, Dion mengambil map tersebut kemudian membacanya. Dia segera membubuhkan tanda tangan di berkas tersebut.
“Ada lagi?” tanya Dion seraya melemparkan senyuman.
“Tidak ada.”
Dion melihat jam di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul lima lebih lima belas menit. Karena terlalu fokus dengan pekerjaannya, pria itu tidak menyadari kalau jam kantor telah berakhir. Dia menyimpan lebih dulu hasil pekerjaannya baru kemudian mematikan laptop. Sambil mengambil ponsel dan tas kerjanya, pria itu bantun dari duduknya. Raras bantu membawakan jas atasannya itu. Keduanya kemudian keluar dari ruang kerja.
“Apa kamu mau mampir ke unit ku?” tawar Raras.
“Apa kamu mau memasakkan sesuatu untuk ku?” Dion malah balik bertanya.
“Kamu mau ku buatkan apa?”
“Aku ingin makan kwitiau goreng buatan mu.”
“Kebetulan aku masih punya bahannya. Aku akan membuatkan untuk mu.”
Senyum di wajah Dion mengembang. Keduanya segera memasuki lift dan menuju basement, tempat pria itu memarkir kendaraannya. Beberapa saat kemudian kendaraan roda empat tersebut meluncur keluar dari parkiran bawah tanah tersebut. Dion meraih tangan Raras kemudian menggenggamnya erat.
Hubungan keduanya memang sudah berkembang selama enam bulan terakhir. Dikarenakan dirinya sudah tidak terikat pernikahan lagi, maka Dion tidak segan-segan untuk menunjukkan perasaannya pada Raras. Gayung bersambut, Raras yang memang memiliki perasaan pada Dion langsung membalas perasaan pria itu. Jika di kantor, mereka bersikap professional sebagai atasan dan bawahan, namun selepas kantor mereka akan menjadi sepasang kekasih.
Setengah jam kemudian mereka sudah sampai di Apartemen Graha Kenanga. Gedung berlantai dua puluh ini adalah salah satu gedung apartemen terbaik di Kota Bandung. Harga sewa per tahunnya cukup malah. Raras berhasil menjadi penyewa unit di sini berkat bantuan Dion juga. Setengah dari biaya sewa dibayarkan oleh pria itu.
Sesampainya di unit Raras yang berada di lantai 15, wanita itu segera masuk ke kamar. Dion mendaratkan bokongnya di sofa yang ada di ruang tengah. Tangannya meraih remote televisi lalu menyalakan layar datar di depannya. Tak lama kemudian dia bangun dan berjalan menuju dapur. Diambilnya satu botol minuman dingin lalu kembali ke tempat semula.
Lima belas menit kemudian Raras keluar dari kamar. Tubuhnya sudah terlihat lebih segar. Pakaian kerja yang dikenakannya tadi sudah berganti dengan pakaian santai. Wanita itu mengenakan kaos longgar dan celana legging selutut.
“Kamu mau mandi, ngga?”
“Boleh.”
“Handuk dan bajunya sudah kusiapkan di kasur.”
“Oke.”
Dion memang sering menghabiskan waktu di apartemen Raras. Karenanya dia menyimpan beberapa pakaiannya di kediaman kekasihnya itu. Di saat Dion sedang mandi, wanita itu segera menuju dapur. Tentu saja dia hendak membuatkan makanan yang diminta Raras. Selain berwajah cantik dan pintar, Raras juga pandai memasak. Rasa masakannya terasa lezat dan cocok di lidah Dion. Itulah yang membuat pria itu jatuh hati padanya.
Kwitiaw goreng buatan Raras sudah selesai dibuat. Ketika wanita itu hendak memindahkan ke dalam piring, tiba-tiba dua buah tangan memeluknya dari belakang. Aroma sabun menguar dan tercium oleh Raras. Wanita itu tahu kalau Dion yang tengah memeluknya. Pelan-pelan dia melepaskan pelukan Dion lalu membalikkan tubuhnya. Ditatapnya wajah pria yang sudah mengisi relung hatinya itu.
“Makanan sudah siap. Ayo makan dulu, jangan sampai keburu dingin.”
Tidak ada jawaban dari Dion. Pria itu malah menunjuk bibirnya. Tahu apa yang diinginkan kekasihnya itu, Raras berjinjit kemudian mencium bibir Dion. Dengan cepat Dion menahan tengkuk Raras untuk memperdalam ciumannya. Untuk beberapa saat mereka tenggelam dalam manisnya pertautan bibir. Setelah beberapa saat akhirnya Dion mengakhiri ciumannya. Raras segera memindahkan kwitiaw ke dalam piring lalu membawanya ke meja makan.
“Pembangunan Mal tidak ada masalah kan?” tanya Raras di sela-sela acara makan mereka.
“Tidak.”
“Bagaimana dengan investor baru kita?”
“Semua baik-baik saja. Tumben kamu tanya-tanya soal itu.”
“Penasaran saja. Kamu masih ingat janji mu kan?”
“Tentu saja. Setelah grand opening Blue Living, kita akan menikah.”
Senyum mengembang di wajah Raras. Sejak menjalin hubungan, Dion memang sudah mengatakan keseriusannya untuk menikahi Raras. Hanya saja dia ingin menyelesaikan dulu proyek pembangunan Blue Living karena itu menjadi tanggung jawabnya. Pria itu juga belum sempat mengenalkan Raras pada kedua orang tuanya. Jika urusan pembangunan sudah selesai, barulah dia mengenalkan Raras pada mereka.
***
Hari ini Dion meninjau langsung lokasi proyek Blue Living. Bangunan berlantai lima itu sudah hampir jadi. Pria itu merasa puas dengan kinerja PT. Utama Karya, perusahaan konstruksi yang bertanggung jawab akan pembangunan Blue Living. Tak banyak waktu yang dihabiskan Dion di lokasi proyek. Pria itu segera kembali ke kantornya untuk melaporkan perkembangan proyek pada sang Ayah.
Sesampainya di kantor, Dion tidak menemukan sang Ayah di ruangannya. Menurut sang sekretaris, Pahlevi tengah menghadiri pertemuan penting di luar kantor. Dion pun memutuskan kembali ke ruangannya. Sambil melemparkan senyum manisnya pada Raras, Dion masuk ke ruangannya. Dia langsung membuka laptopnya, melihat layout desain interior yang dikirimkan salah satu perusahaan desain yang akan bekerja sama dengannya.
Di tengah pekerjaannya, telepon ekstensi di ruangannya berdering. Panggilan berasal dari ruangan Pahlevi. Pria itu meminta Dion datang ke ruangannya. Tanpa menunggu lama Dion bangun lalu keluar dari ruangannya. Dia hanya perlu naik satu lantai untuk sampai di ruangan sang Ayah. Tak butuh waktu lama, dia sudah sampai di ruangan pimpinan tertinggi PT. Blue Harmony tersebut. Begitu masuk ke ruangan, Dion langsung disuguhi wajah kusut Ayahnya.
“Ada apa, Pa?” tanya Dion seraya mendudukkan diri.
“Apa kamu sudah dengar kabar dari Pak Cipto?”
“Belum. Ada apa, Pa?”
“Perusahaannya terkena kasus korupsi. Semua aset yang dimilikinya dibekukan oleh PPATK, termasuk investasi yang diberikan pada kita. Uang yang diberikan untuk pembangunan sampai sejauh ini harus dikembalikan.”
“Apa?”
***
Ini ngaruh ngga ya sama rencana pernikahan Dion?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!