Diketinggian 40.000 kaki diatas permukaan laut, diantara awan putih bersih yang mengambang indah dilangit biru. Private jet yang ditumpangi oleh putri Anne Edgar terbang dengan tenang setelah tiga jam lalu lepas landas.
Putri Anne akan kembali kekerajaan setelah menyelesaikan kunjungan kenegaraaan. Tugas yang kerap putri Anne lakukan sebagai penerus tahta kerajaan yang saat ini masih dipegang oleh sang ayah.
Putri Anne Edgar berusia dua puluh sembilan tahun, adalah putri sulung dari raja Andrew Edgar dan Ratu Eliza Edgar. Ia memiliki dua adik perempuan, yaitu Tatiana Edgar berusia dua puluh tujuh tahun dan Clara Edgar berusia dua puluh dua tahun.
Gadis lajang nan amat cantik serta berkepribadian baik, lembut, ramah, pintar dalam banyak hal, berani. Jelas menjadi pewaris terkuat dan amat dicintai oleh rakyatnya.
Hari ini adalah hari terakhir tahun 2025, dan Anne sudah pasti amat ingin merayakan pergantian tahun bersama keluarga juga rakyat dinegaranya. Oleh sebab itu ia mempercepat penerbangannya.
Anne memejamkan mata guna mengusir kantuk juga lelah yang mendera. Pesawat yang terbang tenang diawang-awang, membuat Anne cepat mendapatkan mimpi indahnya.
Drug Drug Drug
Suara berisik bersamaan dengan badan pesawat yang terguncang, membuat Anne terjingkat kaget membuka lebar netranya.
"Ada apa...?" tanya Anne dengan suara parau dan mata memerah khas bangun tidur.
"Maaf nona, sepertinya-----
Drug Brag Brag
Lagi, suara bersamaan getaran yang makin keras terjadi. Memaksa pengawal pribadi Anne menelan kembali kata-katanya.
Derap langkah panik terdengar dari arah kokpit pesawat.
"Putri, ada sesuatu yang menghantam badan pesawat, dan juga ada yang menyangkut dalam ba------
BRAG BRAG BRAG
Suara seperti hantaman atau patahan sesuatu kembali terdengar, yang ini jauh lebih keras lagi suaranya. Lampu pesawat bekedip, badan pesawat oleng, bangku-bangku bergetar hebat, alat bantu pernafasan turun dengan sendirinya.
"Selamatkan putri, pesawat akan jatuh. Pasangkan------
"ACCCHHHH.....!!!"
Teriakan pilot, co-pilot, diikuti oleh para pramugara dan pramugari saling bersahutan. Pengawal pribadi putri bergerak gesit meski langkahnya terseok-seok karena pesawat yang tak terkendali.
Anne juga panik, percikan api yang lambat laun mebesar disayap pesawat tertangkap indra pengelihatannya.
"Oh Tuhan, ini tidak mungkin." kata Anne bergetar takut.
Ia mencoba untuk meraih alat penyelamatan yang diberikan oleh pengawalnya. Dengan susah payah ia memakai dibantu oleh pengawal wanita. Tapi gerakan mereka kalah cepat dengan api yang merambat cepat melahap badan pesawat.
"Tidak ada waktu lagi...!" kata Anne memandang semua orang yang ada didalam pesawat.
"Terimakasih sudah bersamaku, menjagaku selama ini. Maaf kalau aku pernah menyakiti kalian. Semoga kita bisa bertemu lagi dikehidupan mendatang." ucap Anne tersenyum tulus.
"Putri ...!" seruan sendu sebagai balasan.
"Ayah, ibu, Tatiana, Clara, selamat tinggal...!" ucap Anne bersamaan dengan pesawat yang meledak, menyisakan puing-puing berterbangan bersama angin dan terhempas kedaratan.
Tak ada yang utuh, semua tercerai berai tan bisa dikenali. Perayaan pergantian tahun baru yang seharusnya meriah diwarnai canda tawa, kembang api indah bertebaran dilangit malam, kini berubah menjadi luka bagi sebuah negara adidaya karena kepergian calon ratu tercintanya.
Doa harapan yang digaungkan untuk tahun baru yang akan datang, justru menjadi doa kepiluan penuh harap agar snag putri mendapat tempat terindah disii Tuhan dan damai bahagia disurga.
Tapi tak ada yang akan mengira, jika tahun baru yang tak sempat dirayakan oleh Anne Edgar dimasa ini, justru ia jalani dimasa lain.
Masa dimana semua benar-benar baru. Baik itu negara, tradisi, wajah, tubuh, orangtua, keluarga dan masih banyak hal lagi yang lain.
Masa yang hanya ada dalam cerita dongeng, yang selama ini Anne dengar atau pun baca. Masa yang selama ini menjadi khayalannya dimasa kecil. Masa yang tak pernah ia kira ada, tapi justru harus ia jalani mulai saat ini.
Awan hitam berderak tebal, memayungi langit benua timur kekaisaran Song. Kilatan guntur menyambar ganas, bersama angin kencang menebar teror magis kengerian disegala penjuru negeri.
Jeritan tangis ketakutan memekik ramai, menggaung mengiris nurani. Menggantikan tawa canda para insan yang mempersiapkan pesta guna menyambut pergantian tahun nanti malam.
Semua aktifitas terhenti, senja yang semula menampilkan aurora indah diufuk barat, berubah kelam menciptakan prasangka buruk dan ketakutan. Rintik rinai hujan juga mulai turun.
Krek, kretek, brug
Suara pohon tumbang, mengejutkan orang-orang yang berlari disekitarnya. Angin semakin kencang menerpa, daun kering berterbangan bersama debu. Pohon-pohon bergoyang hebat mengikuti angin yang menghantam dahan dan ranting.
Disebuah rumah cukup sederhana, didesa kecil dibagian timur kekaisaran, kepanikan yang lebih besar terjadi disana.
Didalam bilik kamar, wanita muda berbaring merintih diatas dipan kayu beralas kain tipis. Tangan kiri mencengkram erat lengan sang suami yang duduk disisinya, sementara tangan kanannya mengusap kasar perut besarnya.
"Ini sakit sekali sekali." ucap wanita berusia dua puluh tahun itu.
"Bertahanlah Ling'er, ada aku disini." ucap sang suami.
Wanita itu pun mengangguk patuh.
Langkah kaki yang mendekat, mengalihkan atensi pasangan itu. Sosok wanita tua besama satu gadis muda muncul diambang pintu.
"Nenek Liu, Lan-Lan...!" panggil lelaki berusia dua puluh dua tahun bernama Duan Lei.
Nenek Liu dan sang cucu Lan-Lan, menjawab sapaan Duan Lei. Lalu kembali memeriksa perkembangan Huang Ling, setelah sebelumnya mereka membuat obat untuk dikonsumsi oleh Huang Ling setelah nanti melahirkan.
"Sudah waktunya...!" ucap nenek Liu memberi perintah pada cucunya.
"Tarik nafas dalam-dalam...!" titah nenek Liu pada Huang Ling yang diikuti oleh wanita itu.
"Dorong sekarang...!"
"Aaaaccchhh.....!"
Dorongan kuat disertai teriakan pilu, menggema diseluruh penjuru rumah kecil itu. Kata-kata menenangkan terus digaungkan oleh Duan Lei. Setiap detik yang berlalu, menambah nelangsa kepiluan dihati pria itu.
"Sedikit lagi Ling'er, sedikit lagi..!" teriak nenek Liu yang melihat kepala sang bayi mulai menyembul keluar.
Huang Ling meraup udara sebanyak mungkin, dengan susah payah iya mengatur nafasnya. Dengan satu tarikan nafas, dorongan kuat akhirnya menyudahi penderitaan setelah beberapa jam lamanya ia berjuang.
Tapi kepanikkan melanda keempat orang disana, sang bayi yang berjenis kelamin perempuan tak jua mengeluarkan suara. Tubuh mungil itu terdiam dengan mata mengatup rapat.
"Nenek, kenapa anakku tidak juga menangis..?" tanya Huang Ling, menegakkan tubuhnya sembari melihat raga bayi berlumuran darah itu.
Duan Lie gagap dalam kepanikan, nenek Liu cepat tanggap melakukan tindakan untuk menyelamatkan bayi itu.
Ditekannya pelan dada sang bayi, lalu menepuk lembut kebokong, menyedot cairan pada hidung serta mulut, memijat perut, dada, punggung dengan perlahan. Hingga sepuluh menit kemudian.
JEDER
Tepat tengah malam saat pergantian tahun, ditengah hujan yang turun deras dan sambaran guntur memekakkan telinga.
"Eak...eak...eak"
Suara tangis bayi perempuan itu melengking tajam. Helaan nafas kelegaan pun tercipta dari kedua orang itu, berbarengan dengan luluhnya airmata bahagia dari Duan Lei dan Huang Ling.
Nenek Liu memberikan bayi merah itu pada Huang Ling, sesudah ia bersihkan.
"Dia cantik sekali, mirip seperti dirimu." kata Duan Lei menoel pelan pipi sang putri, dengan senyuman yang tergores sempurna dibibirnya.
"Tapi dia lebih mirip sepertimu, lihat hidung dan alisnya apalagi mata. Aku hanya ada dibagian bibir saja." balas Huang Ling terkekeh.
"Putri kalian mewarisi garis wajah ayah dan ibunya, putri yang sangat berbakti karena bisa menjaga perasaan orangtuanya." timpal nenek Liu.
Empat orang dewasa terkekeh bersama karena celotehan nenek Liu.
Pasangan yang saling mencintai itu terus larut dalam kebahagiaan bersama nenek Liu dan Lan-Lan. Tanpa perduli bila diluar sana fenomena yang sudah membuat geger sebagian pelosok negeri baru saja terjadi.
Tak ada yang mengingat perayaan pergantian tahun, tak ada yang perduli akan hujan dan badai. Yang mereka tau, saat ini kebahagiaan akan hadirnya buah cinta yang sudah dinantikan selama ini akhirnya lahir dengan sehat, selamat, tanpa kurang satu apa pun.
Disaat para orang dewasa sedang berbincang riang, bayi merah yang ada dalam dekapan Huang Ling mulai mengerjapkan mata. Perlahan netra beriris hitam kecoklatan itu bergerak liar, menelisik ruangan temaram, berdinding kayu dan beratap jerami.
"Dimana aku...? Siapa mereka..?" suara celotehan khas bayi, menghentikan obrolan Duan Lei dan Huang Ling bersama nenek Liu juga Lan-Lan.
"Putriku sudah bangun, kau pasti lapar kan...?" tanya lembut Huang Ling.
Alis bayi itu bertaut, netra bulatnya memicing aneh. "Putriku, lapar...?" katanya lagi yang justru terdengar lucu tak jelas.
"Tunggu...!"
Mata kecilnya kembali memindai setiap inci ruangan, lalu berpindah kewajah tampan dan cantik yang sedang menatapnya penuh binar kasih sayang. Kemudian beralih kenenek Liu, selanjutnya keLan-Lan.
Tak lama, netra itu membulat dengan mulut menganga. Alisnya menukik tajam tak percaya "aku jadi bayi lagi...? apa aku-----
Ucapannya menggantung, dengan kilasan ingatan bercampur pemikiran. Kunjungan kenegaraan, tahun baru, pesawat yang terbakar lalu meledak.
"Apa aku hidup lagi...?"
Duan Lei dan Huang Ling terkekeh mendengar celotehan sang putri, sebelum akhirnya Huang Ling memberikan ASI kepada bayi yang diberi nama Duan Yu Shu.
"Jadi aku bertransmigrasi seperti cerita dongeng yang selalu dibacakan oleh ibu dan maid..?" gumam sang bayi didalam hati.
"Wajah mereka, baju yang dipakai. Aku sekarang jadi orang Asia..? dan jangan bilang aku hidup dizaman kuno.."
Bayi itu terus bergumam, bertanya-tanya dalam benaknya sembari mencerna dengan akal logika semua yang terjadi padanya baru-baru ini.
Anne Edgar, putri yang hidup diabad dua puluh satu, kini menempati raga bayi yang jiwanya sudah pergi sebelum dilahirkan.
Bayi yang ternyata sudah meregang nyawa, karena gagal jantung yang dialami sedari masih didalam kandungan sang ibu.
Malam gelap pun berganti, hujan juga sudah berhenti. Nenek Liu dan Lan-Lan meninggalkan rumah Duan Lei dan Huang Ling pada dini hari, sebelum matahari menampakkan sinarnya.
Duan Lei dengan cekatan melakukan pekerjaan rumah, saat sang istri dan putrinya terlelap. Mencuci pakaian juga kain kotor bekas sang istri melahirkan, lalu membersihkan rumah juga memasak.
Setelah semua beres, Duan Lei membersihkan tubuhnya. Baru setelah itu ia masuk kekamar untuk melihat istri dan putrinya yang ternyata sudah membuka mata.
"Ternyata kalian sudah bangun...?" kata Duan Lei menyodorkan gelas bambu yang berisi air bening pada istrinya.
Huang Ling pun dengan senang hati menerima, meneguk isinya sampai tandas.
"Selamat pagi putri ayah...!" sapa Duan Lie mencium sayang pipi sang putri.
Mereka bercanda sesaat, sebelum sarapan bersama, disambung dengan menikmati sinar matahari pagi dipekarangan depan rumah mereka.
Para tetangga yang tau jika Huang Ling melahirkan, datang menjenguk mengucapkan selamat. Ada juga yang sedikit memberikan makanan atau buah dan sayur, sebagai hadiah kecil.
Kepala desa bersama istrinya juga datang menjenguk, membawakan kain sederhana untuk bayu Duan Yu Shu.
"Aku benar-benar hidup lagi dizaman kuno, dan didesa kecil begini." kata hati Duan Yu Shu mengamati desa yang bisa dijangkau oleh mata sipitnya.
"Baiklah, aku sekarang adalah Duan Yu Shu dan mereka orangtuaku. Terimakasih Tuhan, aku akan menggunakan kehidupan kedua yang Engkau berikan dengan sebaik mungkin. Aku harus bisa menjadi manfaat bagi banyak orang dan membahagiakan kedua orangtuaku, aku akan mewujudkan semua cita-cita yang belum terwujud disini." ucap janji Anne Edgar yang mulai sekarang menjadi Duan Yu Shu.
"Ayah, ibu, Tatiana, Clara, hiduplah dengan baik disana. Karena aku juga akan hidup dengan bahagia disini." sambung Duan Yu Shu mantap.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!