“Ayo kita main disini.” Ajak gadis itu sembari menarik lengan pemuda yang hanya bisa mendengus pelan, sesaat ia mengernyit bingung dan menatap gadis disampingnya. “Kita ngapain kesini?”
Gadis itu hanya tersenyum dan duduk diatas rumput rumput halus diikuti pemuda itu duduk disampingnya, “Kita tulis nama kita disini.” Ujar gadis itu sambil mengambil batu dan kayu tajam. “Buat apa?”
“Buat kenang - kenangan, siapa tau kita rindu satu sama lain. ” Pemuda itu hanya terdiam beberapa menit lalu mengangguk paham , lalu mengambil alih batu dan kayu itu ditangan gadisnya.
“Biar aku aja, kamu cukup lihatin.” Ujar pemuda itu dengan mengetuk batu keujung kayu dan gadis itu hanya tersenyum manis dan menggeserkan tubuhnya sedikit kekiri agar pemuda itu lebih leluasa. Senyumnya semakin lebar saat namanya sudah terpatri didahan pohon besar ini Ranz & Anzel.
Pemuda itu menatap gadis disampingnya saat gadis itu menarik pergelangan tangan kanannya dengan lembut setelah ia menaruh batu dan kayu disamping pohon tersebut. Lalu gadis itu mengeluarkan gelang yang sedari tadi berada didalam kantong gaunnya. “Buat kenangan kedua, dari aku untuk kamu.” Katanya dengan senyuman manis sambil menatap mata manik pemuda itu dengan binary indah.
Pemuda itu mendengus pelan lalu bangkit dari duduknya kemudian mengulurkan tangan kanannya kearah gadis itu “Ayo kita balik, udah mulai gelap.” Tangannya pun disambut dengan riang oleh gadis itu dengan anggukkan. Balasnya tanpa bosan ia terus menerus menebarkan senyum manisnya kepemuda didepannya itu. Pemuda itu pun membalasnya tak kalah manis, lalu mengeratkan gandengannya ditangan mungil gadisnya.
Sepanjang perjalanan mereka berjalan kaki beriringan dengan penuh canda dan tawa, pemuda itu sangat menikmati waktu bersamanya begitupun dengan gadisnya, tak sengaja gadisnya itu menoleh kearah nenek - nenek yang ingin menyebrang namun sedikit janggal yang tak lain ia melihat arah kanannya ada mobil yang melaju kencang kearah nenek tersebut. Dengan reflek ia melepaskan genggaman tangannya dengan pemuda disampingnya lalu berlari kencang menghampiri nenek itu lalu mendorongnya begitu saja sampai ia merasakan tubuhnya melayang dan mendarat begitu keras. Dan ia mendengar teriakkan dari seseorang meneriaki namanya dengan kencang.
“ANZEL!” teriak seseorang yang ia ketahui adalah orang yang ia sayangi sampai saat ini. Lalu ia merasakan tubuhnya direngkuh dengan menggumamkan namanya. “Anzel, kumohon bangun.”
“Kumohon bertahanlah,” ujarnya dengan menggoyangkan tubuh gadis yang mulai melemah. Disamping pemuda itu ada seorang nenek yang duduk dipinggir jalan akibat dorongan anzel dia hanya terluka ringan , orang orang yang berada disana mulai mengerumuni mereka bertiga sedangkan mobil yang melaju kencang tadi melarikan diri.
Pemuda itu tetap merengkuh gadisnya dengan lembut ia mengelus pipi gadisnya, ia melihat gadis itu tersenyum lemah kearahnya dan mengucapkan kata dengan terbata bata. “A – ak – ku men – cinta - imu. Sa – ngat mencintai - mu.” Lirihnya dengan perlahan ia menutup matanya karena merasa berat dikepalanya. Pemuda itu berteriak dengan memohon kepada gadis itu.
“Tidak
– tidak - tidak mungkin, aku mohon.” Gumamnya dengan air mata mengalir. Ditepuk pipi lembut gadisnya itu , “Aku mohon buka matamu.” Pemuda itu mulai meraung menangis, dengan menggelengkan kepalanya menatap tak percaya.
“Anzel, kumohon buka matamu.”
“Anzel! Kumohon ANZEL!”
“ANZEL!!” teriaknya dengan cepat ia duduk dari tidurnya dengan mata yang melotot dan tangan kearah depan mengambang keatas , serta nafas terengah engah.
---Bersambung---
Pria itu mengusapkan wajahnya dengan kasar dengan bergumam. “Mimpi ini lagi?” lalu ia bangkit dari kasur empuknya dan bertujuan kedapur mengambil minum untuk membasahi tenggorokkannya yang kering.
Ia menuangkan susu coklat kedalam cangkirnya lalu menghangatkannya melewati microwave, setelah itu ia mulai menikamati susunya dimalam hari dengan menatap pemandangan diluar jendelanya suasana malam hari. Sudah 5 tahun berlalu, ia mengasingkan diri dikota ini, dan 5 tahun pula orang tuanya selalu menjodohkannya dengan anak temannya maupun rekan kerjanya, tapi ia tolak karena dihati dan pikirannya masih terpenuhi oleh gadis lima tahun yang lalu.
Dia belum move on atau bisa dibilang ia masih berharap akan sosok gadis manis miliknya yang ia rindukan itu muncul dihadapannya lagi. Selama ini ia selalu memimpikan sosok itu yang dulu pernah ia larikan secepatnya kerumah sakit terdekat dari lokasi kejadian itu.
Kondisi gadisnya itu sangat buruk dan berakhir ia ditinggalkan oleh gadisnya setelah kritis namun gadisnya itu tak bisa melewati jalan kritisnya, dan disitu membuatnya kehilangan kesadaran saking lemasnya mendengar bahwa gadisnya meninggalkannya begitu saja ia langsung pingsan karena kelelahan dan dehidrasi.
Pelaku sudah ditangkap, yang ia kaget adalah pelaku yang mengendarai mobil dengan kencang adalah sahabatnya sendiri yang saat itu sedang mabuk dan temannya panik sampai ingin bunuh diri namun gagal, karena polisi langsung mencegahnya dengan mendobrakkan pintu apartemennya dengan paksa.
Saat ia bangun dari pingsannya selama dua hari itu langsung syok mendengar bahwa itu semua bukan mimpi. Ia syok saat ia bertanya kepada bundanya yang saat ini mengelus lembut tangannya.
“Dimana anzel, bun?” tanyanya dengan suara serak. Bunda sempat berdiam dan memandangnya dengan sendu. “Ranz bertanya dimana anzel?” tanyanya sekali lagi membuat bundanya mau tak mau menjawabnya dengan mengelus kepala putranya dengan lembut. “Yang sabar ya sayang, anzel sudah tidak ada nak.” Lirihnya sembari menahan tangisan melihat respon anaknya ia langsung merengkuh badan besar anaknya itu.
Ranz menggeleng tak percaya lalu melepaskan infusnya yang berada ditangannya secara paksa lalu berdiri melangkah keluar, membuat bundanya bertanya “Ranz! Kamu mau kemana? RANZ!” panggil bundanya dengan teriak.
Sesampai dikamar rawat tempat anzel pun kosong tidak ada tanda tanda orang yang menempatinya disana, lalu seorang suster menghampirinya karena melihat tetesan darah ditangan kanan pasiennya itu. “Permisi mas, apa anda baik baik saja?” tanyanya namun terkesiap saat melihat wajah pasien rumah sakit ini dengan wajah sendu. “Dimana gadis yang dua hari ini berada disini?” tanyanya membuat suster itu mengernyit bingung sambil memikir siapa yang dimaksud oleh pria didepannya ini.
“Ah, gadis yang kecelakaan itu?” tanyanya dengan cepat Ranz mengangguk. “Maaf mas, gadis yang kecelakaan dua hari yang lalu sudah meninggal saat itu ia kritis dan tidak tertolong.” Mendengar jawaban dari suster membuat Ranz melemah, suster itu juga memberi tahu tempat istirahat gadis itu. “Jika mas ingin, anda bisa datang kepemakaman belakang gedung rumah sakit ini yang dinamai sebagai taman peristirahatan.”
Ranz pun langsung bergegas lari mendatangi pemakaman itu dengan darah yang sudah mongering ditangannya dan baju pasien yang sudah lusuh karena keringatnya. Saat ia berlari tak sengaja ia melihat bunda dan ayahnya berdiri didepan sana, ia melihat ibundanya dituntun oleh ayahnya karena kondisi bundanya juga lemah.
Sesampai digerbang pemakaman yang bernama taman peristirahatan itu langsung berjalan pelan mencari nama gadis yang selalu berada dipikirannya. Dan yang benar saja, ia terpaku karena melihat batu nisan yang bertulisan nama gadisnya itu, Anzella Putri.
Ranz langsung terduduk didepan makam itu dengan tangan yang gemetar ia mencoba meraih batu nisan tersebut dengan lembut, air mata yang tadi sudah mengeringpun muncul kembali dan membasahi pipinya walaupun ia sempat menahan tangisannya itu tapi percuma air matanya sudah turun dari pelupuk matanya.
“Sayang,” lirihnya yang akan membuat siapa saja mendengarnya ikut sedih.
“Gadis kecilku, sayangku, tuan putriku, kenapa kamu ninggalin aku?” tanyanya dengan suara serak. “Aku disini berharap kamu datang kepadaku dengan senyuman manismu.” Ranz menangis terisak.
“Aku cinta kamu, aku sayang kamu, aku rindu kamu. Aku mencintaimu sangat.” Tak lama ia merasakan punggungnya dielus oleh seseorang yang tak lain bundanya sendiri. Ia menatap sang bunda dengan sendu.
“Bun,” panggilnya dengan serak, “Iya sayang?”
“Aku mencintainya bun.”
“Bunda tahu sayang.” Ucap bunda dengan merengkuh tubuh anaknya yang besar namun rapuh didalamnya. “Sabar ya sayang, ini memang sudah takdir. Jika dia masih hidup, dia akan datang menghampirimu sebagai jodohmu.” Tidak ada suara hanya saja pelukkan itu semakin erat karena dibalas oleh anaknya.
---Bersambung---
Helaan nafas ranz terdengar dan lamunannya juga buyar karena suara dentuman diluar pintu apartemennya. Ranz berjalan kearah pintunya dan mengintip dari bolongan pintu. Ranz bisa melihat seorang gadis sedang membelakangi pintunya dengan membawa koper dan barang lainnya yang sudah ditaruh disamping gadis itu. Ranz hanya tau sekilas bahwa gadis itu akan tinggal dipintu depan dan menjadi tetangganya.
Ranz kembali masuk kamar untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sudah lelah ini dan merasa bahwa tubuh gadis yang membelakanginya itu sangat tak asing namun ia langsung mengenyahkan pikiran itu, dan segera tidur karena besok ia harus bangun pagi. Ia melirik jam didinding kamarnya yang sudah menunjuk pukul 11.45 PM. Dan satu hal diumurnya yang sudah beranjak 26 tahun ini ia sudah memiliki bisnis sendiri seperti membuka kafe yang unik membuat siapa saja ingin berkunjung kekafe tersebut.
Pagi ini Ranz sudah siap dengan kemeja yang lengannya sedikit digulung ditambah dengan jas diluar kemeja itu. Saat ini ia berniat berangkat pagi walaupun ia mengajarnya disiang hari. Ranz adalah dosen yang paling muda dikampus itu selain sahabatnya yang saat ini sudah memiliki istri karena baru dua bulan yang lalu mereka menikah. Ranz yang masih menjomblo sampai saat ini menjadi pria popular yang sering diincar oleh mahasiswi dikampus ini maupun dosen wanita yang masih muda.
Hari ini Ranz diberi info bahwa pengganti Leli asisten dosennya yang dulu adalah partner dia saat mengajar sekarang sudah berhenti karena suaminya menyuruhnya untuk berhenti dengan alasan ia tidak ingin istrinya kelelahan karena mengajar dan ditambah mengurus anak mereka yang masih kecil kecil. Penggantinya Leli katanya sudah berada dikampus.
Sesampai kampus Ranz langsung disapa banyak oleh mahasiswi namun tak ia hiraukan karena baginya itu sangat tidak penting, bukannya ia ingin sombong akan ketenarannya namun ia memiliki alasan dia tidak ingin mereka berharap lebih saat Ranz menyapa mereka balik. Lagi pula didalam pikiran dan hatinya masih ada nama gadis miliknya.
Dan sekarang tubuh Ranz mematung melihat pandangan dihadapannya itu yang sedang berbicara dengan Raka, yang tak lain sahabatnya. Wajah itu, wajah sosok itu yang ia tunggu kehadirannya sampai sekarang. Raka tersadar akan kedatangan Ranz sahabatnya yang berdiri diam disana, ia pun memanggil dirinya dengan lambaian tangan. Sosok yang tadi sedang berbicara dengan raka pun juga ikut menatap apa yang dilihat pria itu. “Kenalkan ini Pak ranz yang akan menjadi partnermu, mulai saat ini.” Ujar Raka lalu sosok itu tersenyum kearahnya, senyuman manisnya itu masih tetap sama seperti dulu.
“Ranz, ini adalah partner lo penggantinya Leli, sekaligus dia sahabat istri gua. Kalau gitu gua duluan ya, kudu ngajar.” Ujarnya dengan pamitan dibelakang kalimat kearah Ranz dan mengangguk kearah sosok itu.
Sosok itu mengulurkan tangannya kearah Ranz yang masih terdiam memandangnya dari atas sampai bawah. “Kenalkan nama saya Anzella Esther, salam kenal.” Katanya dengan senyuman manis, banyak yang berbisik disamping mereka dengan ucapan yang terdengar oleh anzel sampai ia berniat menurunkan ulurannya namun terhenti. 'Apa dia bukan anzelku? tapi mengapa wajahnya mirip dan nama belakangnya berbeda?'
"Halo?" lambai tangan anzel membuat Ranz tersadar. "Ah maaf."
"Tidak apapa. Anda tidak apa apakan?" Ranz menggeleng kaku. "Tidak, hanya memikirkan sesuatu hal.
Anzella mengangguk paham. Lalu mengulurkan tangan kanannya lagi agar Ranz bisa membalas perkenalannya. "Boleh kita ulang perkenala tadi?"
Ranz melihat tangan Anzel terulur lagi dengan anggukan ia membalas uluran tersebut. "Salam kenal saya Anzella Esther."
---Bersambung---
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!