NovelToon NovelToon

Hutang Cinta Untuk Mr. Pilot

Bab 1

Ketika seseorang meninggal dunia, harta yang ia punya akan diwariskan kepada ahli warisnya. Namun, sebelum itu harta tersebut akan digunakan untuk mengurus jenazah beliau, membayar hutang-hutang beliau, dan juga untuk melaksanakan wasiat jenazah. Hutang ini menjadi salah satu yang wajib dibayarkan karena akan dituntut hingga hari kiamat kelak. Dan oleh karena itulah kini Binar harus memutar otak untuk melunasi seluruh hutang yang diwariskan oleh almarhum ayahnya. Ya,  jika biasanya orang meninggal mewariskan harta kepada keturuan atau warisannya maka berbeda dengan ayah Binar yang justru mewariskan sebuah kertas catatan berisi list orang-orang yang pernah beliau pinjam uang atau pun barangnya. Tepat tiga bulan yang lalu ayah Binar meninggal karena sakit komplikasi yang dideritanya dan sudah sekitar dua minggu ini Binar harus berkeliling kesana kemari menghampiri alamat - alamat yang tertulis dalam warisan catatan untuk melunasi hutang - hutang milik ayahnya. 

Bukan perkara yang mudah bagi Binar untuk melunasi seluruh hutang - hutang milik ayahnya, mengingat ia harus merelakan uang tabungan yang telah ia kumpulkan dari lima tahun terakhir. Uang yang dihasilkan dari hasil kerja part time semasa kuliah dan gaji selama ia bekerja sebagai HRD di Mega Jaya Group.

"Sampai sekarang masih heran, buat apa ayah hutang kebanyak orang. Selama ini sekolahku selalu ditanggung beasiswa gaji dari kerja ayah pun cukup untuk hidup kami berdua selama ini."  ucap Binar sembari memegang catatan berisi list hutang-hutang ayahnya

"hufttt…" Binar menghela nafas lalu memejamkan matanya mencoba mencari kekuatan untuk menghadapi masalah ini. Setelah seperkian detik Binar kembali membuka mata lalu melihat ke kertas catatan yang sedari tadi ia pegang.

"Satu lagi, hanya tinggal satu hutang lagi yang perlu kamu lunasi Binar. Setelah itu kamu bisa bernapas lega ayahmu tak akan mendapat siksa api neraka dan kamu tak jadi anak durhaka."  Binar mengucapkan kata-kata semangat untuk dirinya sendiri. Setelah itu ia berdiri dari duduk dan mengambil tas jinjing miliknya bersiap untuk melanjutkan perjalanan pelunasan hutang milik ayahnya.

"Oke jadi aku hanya perlu pergi ke alamat ini dan menemui seseorang bernama Burhan Baskoro" 

Ucap Binar lalu mulai beranjak pergi dengan membawa kertas catatan ditangannya yang hampir seluruh list didalamnya telah diberi centang tanda bahwa list tersebut telah terpenuhi atau hutang tersebut telah terlunasi. Hanya satu, satu list terakhir yang belum tercentang list yang paling akhir dan paling berbeda dari isi list-list sebelumnya. List yang hanya menuliskan nama dan alamat seseorang bernama Burhan Baskoro.

*** 

Binar sampai ke alamat seseorang bernama Burhan Baskoro setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit dari tempatnya bekerja dengan menggunakan taksi online.

"Besar sekali, ini masih rumah kan?" gumam Binar dengan wajah yang masih takjub mengamati rumah yang ada didepannya saat ini. Rumah dengan pagar dan tembok yang menjulang tinggi. Rumah yang juga kembali mengingatkan Binar akan hutang yang dimiliki oleh ayahnya terhadap seseorang bernama Burhan Baskoro yang bisa jadi adalah pemilik rumah ini walaupun didalam hantinya Binar masih berharap bahwa bisa saja Burhan ini adalah satpam ataupun sopir dirumah ini jadi ayahnya tidak mungkin bisa meminjam uang denga nominal besar dengannya. 

"Tapi kenapa dicatatan gak ditulis nominal hutangnya seperti hutang - hutang yang lain?" Binar kembali resah setelah mengingat kertas wasiat yang masih ia pegang. 

"Apa hutangnya terlalu banyak sampai ayah tidak mampu menulisnya?" 

"Ahh tidak - tidak jangan berpikiran seperti itu" Binar menggelengkan kepalanya mencoba menyingkirkan pikiran-pikiran buruk yang mulai menghampiri. Lalu memberanikan diri memencet bel.

Ting tong,,ting tong,,ting tong

Setelah sekitar tiga kali Binar memencet bel, pagar yang menjulang tinggi itupun terbuka sendiri secara otomatis diikuti Binar yang melangkah masuk ke halaman depan rumah itu.

"wah" Binar kembali berdecak kagum dengan keindahan halaman serta bagus nya rumah yang ada didepannya ini.

Seorang wanita tua muncul dari balik pintu utama rumah ini

"selamat siang,ada keperluan apa mbak?" tanya wanita tua itu pada Binar 

"Saya mau bertemu dengan Burhan Baskoro bu, benar ini alamatnya?"

Wanita tua tersebut tampak diam sesaat sebelum menjawab pertanyaan Binar dengan sedikit ragu.

"Iya benar, sebelumnya ada keperluan apa mbak mau bertemu dengan bapak Burhan?"

Binar mengerjap ketika mendengar wanita tua tersebut memanggil sosok Burhan dengan sebutan "Bapak" hal ini membuat Binar mempunyai firasat buruk akan hutang ayahnya

"Ahh sudah pasti Burhan adalah pemilik rumah ini, habislah kau Binar sebentar lagi kamu akan jatuh miskin" gumam Binar dalam hati.

"Almarhum ayah saya meninggalkan catatan nama dan alamat Bapak Burhan. Dan saya perlu menemui bapak Burhan untuk menanyakan apakah ayah saya pernah berhutang dengannya"

Wanita tua itupun menganggukkan kepalanya tanda mengerti lalu mempersilahkan Binar untuk masuk kedalam rumah. Binar dibawa masuk kedalam ruang tamu rumah tersebut.

"Bapak Burhan sedang dirawat dirumah sakit saat ini jadi belum bisa menemui mbak, tapi saya akan panggilkan anaknya untuk bertemu agar mbak bisa menyampaikan langsung melewatinya."

Binar pun terkejut, namun dengan cepat mengembalikan ekspresinya seperti biasa dan menganggukkan kepala tanda bahwa ia setuju untuk bertemu dengan anak bapak Burhan ini.

Setelah beberapa menit menunggu seorang lelaki tinggi dan berbadan tegap datang dari arah dalam menuju Binar. 

"Saya Angkasa Baskoro" lelaki tersebut menjulurkan tangannya ke arah Binar yang juga langsung disambut oleh Binar

"Binar Amanda" 

"Jadi apa yang bisa saya bantu?" tanya lelaki tersebut setelah keduanya kembali duduk di sofa.

"langsung ke intinya saja, ayah saya meninggal tiga bulan yang lalu dan beliau meninggalkan kertas berisi catatan hutang - hutang yang belum ia lunasi semasa hidupnya. Dan salah satu dari nama-nama orang tersebut adalah Burhan Baskoro Ayahmu. Namun dicatatan ini tidak dijelaskan berapa nominal hutang ayahku pada ayahmu. Jadi saya berinisiatif ke sini untuk menanyakan jumlah hutang ayahku dan segera untuk melunasinya." jelas Binar dengan sedikit kekhawatiran dengan jumlah nominal hutang ayahnya. 

Untuk beberapa saat Angkasa anak bapak Burhan diam tidak menjawab pernyataan Binar dan tampak memikirkan sesuatu.

"Boleh saya tahu nama ayahmu?" pertanyaan itu yang keluar setelah ia diam untuk beberapa saat.

Binar mengangguk, "Tentu, nama ayahku Hartanto."

Angkasa nampak sedikit terkejut setelah mendengar nama ayah Binar. 

Lalu ia berdiri, "Tunggu sebentar disini, saya harus mengambil sesuatu" ucapnya setelah itu kembali meninggalkan Binar sendiri diruang tamu dengan segala macam pertanyaan dan kekhawatiran yang muncul dibenakmya.

Setelah beberapa saat Angkasa kembali dengan membawa sebuah map coklat ditangannya

"Ku rasa kamu harus memikirkan kembali untuk melunasi hutang ayahmu. Kau akan mendapat masalah besar" ucapnya pada Binar yang semakin membuat jantung Binar berdegup kencang khawatir dengan jumlah hutang ayahnya.

"Silahkan baca ini, dan mungkin kamu akan mengerti apa yang ku maksud dengan masalah besar itu" Angkasa memyerahkan map coklat ditangannya pada Binar yang langsung dengan cepat diambil dan dibuka oleh Binar tak sabar untuk mengetahui apa isi map trrsebut

"Jika suatu saat ada seseorang yang datang dengan membawa nama Hartanto dan bertanya akan hutangnya padaku. Maka beri tahu orang tersebut bahwa hutangnya adalah berbesan dengan ku. Pastikan bahwa hutang ini harus terbayar lunas maka apa yang telah kumiliki seluruhnya menjadi milikmu. Tertanda Burhan Baskoro." Binar membaca isi dari tulisan yang terdapat dalam kertas tersebut dan nampak bingung dengan maksudnya.

"Kertas apa ini, kenapa isinya seperti ini?" tanya Binar pada Angkasa

"Jika melihat dari isinya ini seperti surat wasiat, namun karena berhubung ayahku belum meninggal jadi ini adalah surat yang dipersiapkan oleh ayahku jika suatu saat ia sudah meninggal dan seseorang bernama Hartanto belum melunasi hutangnya maka tugasku untuk menyampaikan ini pada Hartanto tersebut."

"Tapi ayahku sudah meninggal" ucap Binar masih. Kebingungan 

"Well, sebenarnya aku berharap bahwa seseoramg bernama Hartanto ini tidak mempunyai anak perempuan jadi aku tidak perlu melaksanakan pesan ayahku ini. Tapi dengan tiba-tiba kamu berinisiatif datang kesini untuk melunasi hutang ayahmu. Aku pikir sekarang bukan hanya kamu yang akan mendapatkan masalah besar tapi aku juga."

Binar mengeryitkan dahinya masih tampak tidak mengerti dengan apa yang terjadi

"Aku masih tidak mengerti" ucap Binar 

"Bukankah sudah jelas didalam kertas itu disebutkan namaku dan juga isi yang menyebutkan bahwa ayahmu berhutang menjadi besan ayahku. Itu artinya hutang ayahmu adalah menikahkan anaknya kepada anak ayahku. Dan disini kamu datang sebagai anak dari Hartanto dan saya sendiri adalah anak dari Burhan Baskoro. Sampai saat ini mengerti?" jelas Angkasa panjang lebar pada Binar namun binar masih bingung  dan menggelengkan kepalanya.

Angkasa menghela napas panjang melihat Binar yang masih belum mengerti dan paham dengan kondisi yang menjebak mereka.

"Dengar baik - baik, jadi ayahmu mempunyai hutang untuk menjadi besan ayahku. Yang artinya mereka ingin kita berdua menikah, paham?" 

Mata binar melotot dan map coklat yang ia pegang pun terjatuh karena terkejut dengan apa yang dijelaskan oleh Angkasa.

"Tunggu, Apa menikah? Maksudnya Aku?kamu? Menikah, kita menikah?????"

Tbc.

Hallo salam kenal nama saya Risa Saputri, saya harap semuanya dapat menikmati cerita ini. Ditunggu kritik dan sarannya😉

Find me in Ig : @Risasaputri790

Bab 2

Binar baru saja meletakkan gelas berisi teh hangat yang seperempatnya baru saja ia teguk

"Aku sudah bilang kau akan mendapatkan masalah besar, sekarang semuanya kuserahkan padamu tetap ingin melunasi hutang atau pura-pura tidak tau apa-apa tentang wasiat ini" ucap Angkasa setelah melihat Binar mulai bisa mengendalikan diri dari rasa shocknya. 

"Aku tidak tau, semua ini terlalu membingungkan untukku" jawab Binar

"Untukku juga, maksudku untuk kurang lebih satu  jam setelah kamu datang ke rumah ini. Semua begitu membingungkan. Ku pikir isi kertas ini hanya leluconnya"

"Leluconnya?" tanya Binar 

"Maksudku ayahku, Burhan Baskoro"

Binar mulai menyadari sesuatu, "Ah iya, ayahmu. Dimana ayahmu sekarang?hmm maksudku di rumah sakit mana ayahmu sekarang dirawat?"

"Entahlah, tapi kemungkinan dia dirawat disalah satu rumah sakit di singapore." jawab Angkasa sedikit kurang yakin

"Kau sungguh anaknya kan?" tanya Binar setelah mendengar jawaban ragu dari Angkasa

"Of course, why?"

"Lalu kenapa menjawab dengan ragu, harusnya kau yang paling tahu tentang keadaan ayahmu kan?"

Angkasa mengangkat bahunya, "Dia punya banyak penjaga, jika terjadi sesuatu para penjaga itu pasti mencariku jika tidak artinya dia baik-baik saja."

Binar menggelengkan kepalanya, tidak percaya dengan jawaban yang diberikan Angkasa

"Hubungan keluarga macam apa ini" gumam Binar

Lalu Binar berdiri dari duduknya dan mengambil tas serta kertas wasiat milik ayahnya.

"Mau kemana?" tanya Angkasa

"Aku perlu menenangkan diri sebelum mencari jawaban semua ini."

"oh oke silahkan"

Baru beberapa langkah Binar meninggalkan ruang tamu itu lalu berhenti dan berbalik kembali ke arah Angkasa. 

"Apa lagi?" tanya Angkasa yang melihat Binar kembali dan berjalan ke arahnya lalu menyodorkan tangan ke arahnya.

"Handphonemu" Ucap Binar

"Hah,?" tanya Angkasa bingung

Binar memutar bola matanya ke atas merasa kesal dengan ke lemotannya Angkasa

"Handphonemu sini, mana handphonemu aku mau minjem" Angkasa nampak mengerti dan mengeluarkan handphone dari saku celananya yang segera diambil oleh Binar, baru beberapa detik Binar memegang Handphone Angkasa lalu memberikannya lagi. 

"Kenapa lagi?" tanya Angkasa

"Sandimu, buka dulu" 

Angkasa mengerti lalu dengan cepat mengambil kembali handphonennya "oohh iya" 

Binar kembali mengambil handphone Angkasa dan mengetik sesuatu didalamnya setelah itu memencet tobol panggilan dan suara dering handphone terdengar dari tas jinjing yang dibawa oleh Binar

"Ini no ku, untuk sekarang aku perlu menenangkan diri. Setelah itu aku akan menghubungimu kembali. Aku akan berusaha melunasi hutang ayahku tanpa kata pernikahan" ucap Binar lalu melanjutkan kembali langkahnya keluar.

Angkasa memperhatikan kepergian Binar dari pintu, hingga suara seseorang wanita tua mengagetkannya, "Siapa itu tuan?" 

Angkasa mengangkat bahunya dan menggeleng, "Entahlah, calon nyonya baru dirumah ini mungkin." 

Jawab Angkasa yang membuat wanita tua itu tampak shock sedangkan Angkasa dengan santainya kembali masuk ke kamarnya. 

"Apa pak Burhan mau nikah lagi?" gumam wanita tua itu tampak kebingungan.

***

Binar kembali kekantornya, 

"huffttt.." helaan napas panjang Binar terdengar oleh rekan satu kantornya Yohana 

"wahh wahh kenapa ni? Dateng-dateng langsung ngeluarin napas berat. Kayaknya lagi ada masalah ni. Sini cerita" ucap Yohana ketika menghampiri meja kerja Binar

"Berat Yo, lebih berat dari pada harus menghadap pak bos" 

"Kenapa lagi? Masih masalah hutang?"

"Yupsss" angguk Binar

"Aku kan sudah bilang Binar, kamu butuh berapa pasti akan ku usahakan untuk membantu"

Binar kembali menarik napas lalu membuangnya perlahan, 

"Ini bukan masalah uang Yo, tapi masalah masa depan ku. Masa depan ku dipertaruhkan Yo" jawab Binar yang membuat Yohana tidak mengerti

"Maksudnya, masa depanmu kenapa?"

Binar menatap Yohana, untuk sesaat keheningan tercipta diantara keduanya.

"Kau tau hutang terakhir yang harus kulunasi itu apa?"

Yohana menggelengkan kepalanya

"Pernikahan, aku harus menikah dengan seseorang yang tidak ku kenal. Mmmm maksudku baru saja ku kenal untuk melunasi hutang ayahku"

"Whatttt?" ucap Yonaha tak percaya

"Tapi kenapa? Apa yang telah dilakukan ayahmu? Dia ingin menjualmu? Tunggu apa mungkin ini seperti cerita beauty on the beast, apa ayahmu pernah mengambil sesuatu miliknya yang harus digantikan oleh seorang gadis? Dia mmm maksudku lelaki itu pasti jelek kan?"

"Oh oke wait,wait, wait. Akan ku jelaskan perlahan" jawab Binar setelah diberondong banyak pertanyaan oleh Yohana

Binar pun menjelaskan kejadian yang baru saja terjadi antara dirinya dan Angkasa hari ini mulai dari kedatangannya dirumah pak Burhan hingga hutang berbesan antara ayahnya dan pak Burhan.

"Tungu-tunggu, apa ini. Aku masih belum mengerti. Jadi apa kamu setuju. Kau akan menikah??"

"Belum lah, kau pikir aku mau menikah dengan orang asing begitu saja?"

Yohana menggeleng

"Nah itu, aku perlu mengenalnya dulu. Dan perlu tau latar belakang kenapa ayahku sampai bisa mempunyai perjanjian seperti itu dengan pak Burhan aku yakin ada penjelasan dibalik ini"

"Yah ada benarnya juga, ngomong-ngomong siapa nama nya tadi?"

"Siapa apa?"

"Anak pak Burhan itu?"

"Ohh dia, Angkasa Baskoro"

"Bagaimana orangnya, jelek? Ganteng? Tinggi?"

"Hmmm tidak bisa dianggap jelek, anggaplah ganteng dia tinggi dan kulitnya kecoklatan. Ku pikir perawakannya mirip-mirip abdi negara ya semacam itulah" 

"Wahh tidak boleh diacuhkan begitu saja ini"

"Apaan sih, kita itu tidak boleh menilai orang dari fisiknya saja tapi hatinya"

Yohana menganggukkan kepalanya, "iya iya, jadi kapan mau kenal sama hatinya" 

Tanya Yohana yang langsung dibalas dengan tatapan tajam dari Binar

"Hehe, bercanda kok. Ngomong - ngomong aku kerja dulu ya bye"  pamit Yohana setelah mendapat tatapan tajam dari Binar

***

Pukul tujuh malam Binar sampai di rumah, rumah sederhana salah satu harta warisan yang ditinggalkan almarhum ayahnya selain hutang - hutang. 

Binar masuk setelah berhasil membuka pintu utama dengan kunci yang biasa ia taruh dibawah pot bunga didepan rumahnya. Kebiasaan ayahnya dulu selalu meninggalkan kunci di bawah pot bunga agar memudahkan Binar untuk masuk kerumah ketika beliau sedang diluar rumah, karena Binar sering kali lupa untuk membawa kunci cadangan. 

Binar melangkahkan kakinya kedapur setelah menaruh tas jinjingnya di atas sofa ruang menonton. Dibukanya pintu kulkas lalu mengambil sebotol air dingin dan segera meneguknya hingga beberapa saat Binar menyadari ada sesuatu yang aneh dirumahnya. Pintu kamarnya terbuka dan Binar ingat betul bahwa ia tidak pernah meninggalkan rumah ini tanpa menutup pintu kamarnya apa lagi mengingat sekarang ia tinggal sendiri dirumah ini.

Dengan perlahan Binar melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

Dengan hati-hati binar melangkah hingga ketika kakinya hampir sampai didepan pintu kamar,

 "Hai ini aku" suara seseorang mengejutkannya

"Ohh Tuhan" Binar terperanjat kaget lalu menolehkan tubuhnya kearah asal suara itu.

"Romi!!, kenapa kamu disini?" tanya Binar dengan nada suara yang tinggi dan sedikit emosi didalamnya ketika melihat pemilik suara yang mengagetkannya.

"Ini rumah pamanku, maksudku almarhum pamanku. Dan sebagai keponakannya aku berinisiatif untuk menjenguk anak semata wayangnya yang sebatang kara disini" 

"Aku tak butuh belas kasihmu, keluar dari rumah ini!!" 

"Ohh calm down nona, aku hanya ingin melihat keadaan sepupuku" jawab Romi dan perlahan berjalan mendekati Binar, 

"Stop, jangan mendekat" 

"Kenapa, aku tak akan melukaimu" dan Romi pun mulai mendekat sembari tangannya yang mencoba menyentuh wajah Binar

"Berhenti, aku bilang jangan mendekat atau akan ku panggil polisi!!!"

"Calm down, tak akan sakit" Romi pun tak menghiraukan perkataan Binar dan masih mencoba mendekati dan menyentuh Binar. 

Binar yang merasa ketakutan pun mengambil handphone yang berada dalam saku bajunya lalu memanggil sembarang orang dalam dalam daftar panggilannnya.

"Hallo.." suara telpon diseberang menghentikan kegiatan Romi yang sedari tadi berusaha menyentuh Binar. Ia menatap Binar dengan mata yang melotot marah dan dibalas dengan tatapan tajam dari Binar.

"Hallo, ada yang bisa ku bantu?" suara itu muncul lagi, Binar memberikan kode mata dengan Romi untuk segera meninggalkan rumahnya sebelum ia melaporkannya pada orang yang berada dalam panggilan telepon.

Romi pun nampak menyerah dan mengikuti perintah Binar untuk keluar dari rumah, namun sebelum benar-benar meninggalkan rumah Romi memberikan kode jari tangannya ke arah mata lalu menunjuk Binar yang mengartikan dia akan selalu mengawasi Binar.

Ceklek…

Pintu utama tertutup kembali setelah Romi keluar dari rumah Binar.

Binar menghembuskan napas lega, "Hallo ada orang disana?" suara dari handphone yang masih digenggamannya mengejutkan Binar dengan cepat ia menempelkannya ke telinga

"Hallo maaf saya tidak sengaja memencet tobol panggilan tadi. Sorry"

Dan setelah mengucapkan kalimat itu Binar langsung menutup telpon.

Tbc

Hallo jangan lupa beri kritik dan saranmu dikolom komentar ya. Satu lagi jangan lupa buat votenya 😊

Bab 3

"Hallo.." Angkasa mengangkat ponselnya yang berdering.

Hening tak ada suara yang menyahut di seberang sana

"Hallo ada yang bisa dibantu?" lanjut Angkasa setelah menunggu beberapa saat namun tetap tak ada jawaban. Angkasa menjauhkan ponselnya untuk melihat siapa yang menelpon. 

"Nona wasiat" Angkasa mengerutkan keningnya ketika melihat nama yang tertera. Itu adalah nama kontak yang ia beri untuk Binar Amanda. 

"Kenapa dia menelpon?" tanya Angkasa pada dirinya sendiri lalu menempelkan kembali ponsel itu ketelinganya,

"Hallo ada orang disana?"

Terdengar sedikit suara sebelum akhirnya suara perempuan menyahut, "Hallo maaf saya tidak sengaja memencet tombol panggilan tadi. Sorry" 

Blipp…

Setelah mengucapkan itu telpon pun terputus. Angkasa kembali menjauhkan ponsel dari telinganya, "What? Kenapa gadis ini? Aneh."

Angkasa menengadahkan kepalanya ke atas, menatap langit - langit malam dari balkon kamarnya ditatapnya kembali map coklat yang ada diatas meja. 

"Haruskah ku ikuti perintahnya? Tapi pernikahan bukan lah lelucon, ini sakral dan suci." 

Angkasa memejamkan matanya menghirup udara dalam - dalam, "Bantu aku menyelesaikan ini ibu." gumamnya lirih penuh pengharapan.

*** 

Bebapa hari setelah pertemuan pertama Binar dan Angkasa mereka akhirnya sepakat untuk bertemu kembali membicarakan hutang atau perjanjian kedua ayah mereka.

Selama beberapa hari itu pulalah Binar memikirkan segala aspek yang akan terjadi bila ia menerima atau pun tidak menerima pernikahan ini. Sama halnya dengan Angkasa yang juga memikirkan segala aspek jika ia mematuhi atau tidaknya perintah sang ayah.

Mereka bertemu disebuah kafe yang letaknya tidak jauh dari kantor Binar,

"Jadi bagaimana? Sudah memikirkan untuk melunasi hutangnya?" Angkasa membuka pembicaraan yang langsung ke inti 

Binar diam sesaat sebelum menjawab, "hmm iya, aku sudah memikirkan segala kemungkinan yang terjadi. Pernikahan adalah hal yang sakral dan suci. Terikat janji dengan tuhan yang harus dijalankan dengan ikhlas. Dan ku rasa aku belum bisa melakukannya terlebih dengan orang yang baru kukenal. Aku memutuskan untuk mengganti hutang pernikahan itu dengan hal lain dapat berupa jasa atau pun uang dan untuk itu aku harus menemui ayahmu dahulu sebelum bisa melunasinya."

"Kupikir akan sangat sulit, dia masih sakit. Dan ku yakin kamu akan sulit untuk menemuinya."

Binar mengangguk, "ya, aku tau itu sulit untukku. Tapi akan lain halnya denganmu. Kau anaknya jadi kupikir kau bisa menemui ayahmu dan membicarakan ini baik - baik. Aku janji akan melunasi itu berapa pun nominalnya walaupun harus mencicil untuk waktu yang lama aku barjanji pasti akan melunasinya."

Angkasa tersenyum tipis, "Sepertinya kamu belum paham situasi yang terjadi diantara kami. Kami bukan seperti ayah dan anak pada umumnya. Oke jika kamu tidak ingin menikah itu hak mu aku tidak akan memaksa. Dan untuk permasalahan hutang ayahmu mungkin kau bisa menunggu sedikit lebih lama karena sepertinya sakit yang didera ayahku cukup mengkhawatirkan." ucapnya santai tanpa beban sembari kembali meminum jus orange yang ia pesan.

"Ayahmu sakit tapi kamu tampak santai. Kau bilang sakitnya cukup mengkhawatirkan."

"Dia sudah cukup tua, wajar jika sakit." jawabnya singkat

Binar menggelengkan kepalanya tak percaya dengan respon yang diberi Angkasa.

"Oke, terserahmu. Intinya saya tidak bisa melunasi hutang ayahku dengan pernikahan dan sebagai gantinya aku akan membayar hutang itu dengan uang ataupun jasa setelah menemui ayahmu."

Angkasa mengangku, "well, aku terima keputusanmu. Dan jika berubah pikiran silahkan rumahku tak pernah pindah. Tapi ingat sekali kamu meng-iyakan pernikahan ini itu artinya kamu tidak akan pernah bisa menarik lagi perkataanmu."

"Deal" jawab Binar lalu menjulurkan tangannya pada Angkasa, salam tanda kesepakatan mereka.

***

Dua hal yang dirasakan Binar setelah ia dan Angkasa menyepakati permasalahan hutang ayahnya. Lega dan cemas, lega karena Angkasa tidak menuntut ataupun memaksa untuk menikah dengannya karena jika melihat kembali ke surat perintah dari pak Burhan yang menyebutkan bahwa Angkasa bisa mendapatkan seluruh milik ayahnya jika bisa menikah dengan Binar. Dan Binar pun yakin jika harta yang dimiliki oleh pak Burhan pasti sangatlah banyak, satu hal yang membuat Binar terkesan dengan Angkasa bahwa dia bukan lah pengejar harta orang tua biarpun kesempatan itu terbuka lebar didepannya. Tapi Binar pun cemas, cemas jika suatu saat setelah ia bertemu dengan pak Burhan dan ternyata beliau tetap menginginkan Binar melunasi hutang ayahnya dengan pernikahan. 

***

Angkasa berdiri didepan kaca menatap pantulan dirinya yang mengenakan seragam atasan putih dan bawahan hitam dengan empat setrip berwarna emas dibahunya, lencana berbentuk sayap didepan kemeja dan berdasi hitam. 

"Jika ibu masih ada, dia pasti akan senang" gumamnya.

Tbc.

Hallo, jangan lupa beri kritik dan saranmu di kolom komemtar ya. jangan lupa beri votenya juga ya 😊

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!