Suasana Kota Gudeg Yogyakarta, inilah kota kelahiranku. Kota Pelajar yang ramai namun memiliki ciri khas tersendiri. Kota Indah dan hangat yang selalu membuat orang jatuh cinta dan kembali lagi. Kota yang memberiku ilmu dan pengalaman berharga untuk masa depanku.
Aku berasal dari keluarga sederhana. Ayahku seorang Tour Guide di Yogyakarta, beliau telah meninggal karena sakit sekitar dua tahun yang lalu. Ibuku seorang penjual kain batik di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Ibu memiliki lapak kecil disana, lapak yang menghasilkan beberapa rupiah untuk bertahan hidup.
Perkenalkan namaku Fadila, panggil aku Aya. Usiaku baru menginjak enam belas tahun, aku masih sekolah di SMK PARIWISATA Kelas XI. Aku anak kedua dari tiga bersaudara, Kakakku seorang laki laki bernama Fadil, usianya sudah dua puluh tahun, Kak Fadil merantau ke Ibukota untuk membantu menafkahi kami. Kak Fadil sebagai pengganti Ayah yang telah meninggal dua tahun lalu, setelah lulus dari SMK PANGUDI LUHUR, Kak Fadil di rekomendasikan sekolah untuk bekerja di sebuah bengkel ternama di Ibukota.
Adikku juga laki-laki bernama Fathur. Sehari hari Fathur membantu ibu berjualan Kain Batik di Pasar Beringharjo setelah pulang sekolah. Fathur seorang anak pandai, usianya baru menginjak tiga belas tahun dan bersekolah di SMP NEGERI 1 YOGYAKARTA.
Hidup kami sangat sederhana, bahkan mungkin kurang, karena banyak kebutuhan yang harus di cukupi setiap bulannya.
Kenalkan Firman, dia sahabat baikku, sejak kecil kami selalu bersama. Kedua orangtuanya pun baik dengan keluargaku, hanya saja Ibu selalu bilang, jangan pernah menerima bantuan dari Keluarga Firman karena itu akan membuat kita banyak berhutang Budi.
Aku harus tetap meneruskan sekolahku walaupun dengan biaya mahal, semua aku lakukan demi cita-cita ku untuk menjadi Tour Guide. Cita cita sangat sederhana, aku ingin berkeliling Indonesia dengan cara menjadi Tour Guide di sebuah biro perjalanan yang terkenal di Yogyakarta.
Kenapa aku ingin sekali menjadi Tour Guide, karena Ayahku sering mengajakku ikut dalam tugasnya untuk membawa Para Turis berkeliling Yogyakarta untuk berwisata. Ayahku bekerja di Hotel yang terkenal di Yogyakarta, tugasnya hanya menunjukkan tempat wisata di sekitar Yogyakarta dan menjelaskan dengan detail tentang tempat wisata tersebut.
Sesederhana itu cita cita ku, buatku kodrat sebagai wanita itu tetap di rumah dan melayani suami. Biarkan Suami yang mencari nafkah untuk keluarga, kalau ingin membantu, carilah yang tidak mengganggu pekerjaan rumah, misalnya berjualan, atau menjadi Guru TK.
"Assalamualaikum Aya... lihat ini, ada lomba foto model untuk sampul majalah. Coba aja ikut kali aja menang. Secara kamu kan cantik." ucap Firman sahabatnya.
"Waalaikumsalam... hai Firman. Mana sini lihat. Kamu yang fotoin aku ya?" ucap Aya pelan.
"Tenang saja Aya. Datang aja ke studio foto Ayah, dan nanti minta di make up sama Bunda." ucap Firman pelan, dengan mengangkat jempolnya ke atas.
Firman menatap isi formulir dalam majalah, melihat dan membaca persyaratan yang dibutuhkan.
"Oh... Posenya harus ada tiga Aya. Yang satu dari samping, dari depan, dan tersenyum. Tidak ada syarat lain." ucap Firman menjelaskan.
"Bantu aku ya. Nanti biasa honor kita bagi." ucap Aya dengan senyum lebar.
Ini bukan pertama kalinya Aya mengikuti audisi gadis sampul majalah, biasanya selalu menang walaupun tidak juara satu. Aya juga sering ikut lomba Fashion show di Mall yang di adakan oleh salah satu Butik ternama di Yogyakarta. Hadiahnya cukup menarik, biasanya berupa uang, lumayan bisa untuk membayar SPP yang cukup mahal di sekolahnya.
"Nanti malam jadi mulai jualan angkringan di Alkid? Tak temenin ya." ucap Firman tegas.
"Boleh, tapi jajan ya, ben laris jualanku." ucap Aya pelan.
"Beres Aya sayang. Tak borong nanti jualanmu." ucap Firman terkekeh.
"Makasih ya Firman. Kamu memang sahabat terbaikku." ucap Aya lembut, satu matanya berkedip lalu mereka terkekeh bersama.
Persahabatan yang saling melengkapi, saling mendukung dan saling berbagi. Ada rasa sayang dan ketulusan dalam persahabatan mereka. Entah ada rasa cinta atau tidak, yang jelas mereka nyaman menjalaninya.
"Mau makan Firman, tadi Ibu sudah masak. Kalau mau, aku ambilin, kita makan disini saja." tanya Aya pelan.
"Boleh... belajar menjadi istri yang baik Aya, harus bisa menyiapkan keperluan suamimu." ucap Firman terbahak-bahak.
"Belum mikirin Suami, pacar juga gak punya. Mau serius berkarir dulu, bantu Ibu." ucap Aya pelan.
Aya pun masuk ke dalam rumah dan mengambil satu piring nasi beserta lauk pauknya untuk Firman.
"Ini Firman. Habiskan, ibu yang masak lho." ucap Aya menitah.
"Siap lah. Besok Pagi ke studio ya, kita harus cepat mengirimkan formulir dan fotonya Aya." ucap Firman pelan.
"Baiklah Firman. Untuk bajunya gimana?" tanya Aya pelan.
"Jadilah dirimu sendiri, nanti kalau kata Ayah kurang pas, pake yang ada di studio saja Aya." ucap Firman pelan.
Firman adalah anak orang berada. Ayahnya memiliki Studio Foto dan Ibunya memiliki Salon. Hanya saja Firman selalu kesepian, kedua orangtuanya selalu sibuk dengan bisnisnya masing-masing dan sering ke luar kota beserta kru-nya. Firman adalah anak tunggal, sejak SD satu sekolah dengan Aya. Sejak berkenalan dengan Aya, Firman merasa hidupnya lebih bermanfaat. Banyak hal baru dan pengalaman yang firman dapat selama bersahabat dengan Ayam Kedua orang tuanya pun sudah mengenal Aya dan keluarga Aya dengan baik.
"Lapar Mas?!!! cepet banget ya makannya?" tanya Aya pelan. Kedua matanya membola saat melihat piring sudah dalam keadaan bersih tanpa sisa. Aya pun menyodorkan air minum untuk Firman.
"Lapar banget.... belum sempat sarapan pagi, tadi bangun tidur langsung kesini." ucap Firman asal.
"Gak Mandi dulu? pantes itu belek masih nangkring di mata." ucap Aya terkekeh.
"Mana Aya. Beneran nih." ucap Firman pelan.
Kedua tangannya langsung mengucek mata dan membersihkan kedua matanya dengan jari.
"Dikibulin mau aja. Hhhaha." ucap Aya menggoda Firman.
"Uuuhh dasar, sahabat gak tau diri." ucap Firman dengan ketus.
"Gimana Sariyem... ??" tanya Aya pelan.
"Sari namanya Aya, bukan Sariyem." ucap Firman pelan.
"Belain terus. Namanya juga jatuh cinta, dibelain terus." ucap Aya terkekeh.
"Entahlah Aya. Aku cuma kasian aja. Jujur aku gak suka, tapi Sari memang baik. Tapi hatiku masih mencintai orang lain." ucap Firman pelan.
"Hemmm... dari dulu kamu selalu bilang begitu. Siapa sih Firman, kali aja, aku kenal." tanya Aya menyelidik.
"Rahasia, itu teman SD ku." ucap Firman pelan.
Firman pernah bersekolah di SD lain sebelum akhirnya pindah ke SD yang bareng dengan Aya.
"Ohhh.... gitu." ucap Aya pelan. Sebagai sahabat memang Aya tidak memaksa Firman untuk menceritakan semua hal kepada Aya. Mungkin ada beberapa privasi yang menjadi konsumsinya sendiri.
JAZAKALLAH KHAIRAN
Assalamualaikum....
HAI.....
Ketemu lagi di Karyaku yang ke empat ini. Ini sangat berbeda jauh dengan Ketiga Karyaku yang lain. Disini lebih menceritakan kepedulian kita sesama manusia.
Bukan bertema Religi ya.
Jadi hanya bacaan ringan, dan santai. Cocok ditemani dengan segelas Kopi dan Cemilan jadi semakin mantap.
Dukung terus semua karya saya.....
Beri LIKE DAN KOMENT serta VOTE.....
TERIMA KASIH 💚
"Rahasia, itu teman SD ku." ucap Firman pelan.
Firman pernah bersekolah di SD lain sebelum akhirnya pindah ke SD yang bareng dengan Aya.
"Ohhh.... gitu." ucap Aya pelan. Sebagai sahabat memang Aya tidak memaksa Firman untuk menceritakan semua hal kepada Aya. Mungkin ada beberapa privasi yang menjadi konsumsinya sendiri.
"Aya... aku pulang dulu ya. Nanti sore aku jemput setelah ashar untuk ke Alkid." ucap Firman pelan.
Firman senang berlama-lama di rumah Aya, hanya saja, pandangan orang sekita memperburuknya situasi. Banyak orang nyinyir terhadap keluarga Aya semenjak Ayah Aya meninggal.
Ibu Aya sangat cantik, beliau kembang desa di kampungnya. Saat ini saja banyak duda yang melamar Ibu Aya. Kecantikannya pun menurun pada Aya, sehingga Aya bisa mengikuti ajang fashion show dan foto model. Aya gadis yang sempurna, hingga kesempurnaannya membuat orang iri terhadapnya.
Firman salah satu sahabat terbaik yang melindunginya. Dalam kondisi dan situasi apapun Firman selalu ada buat Aya.
Cinta Pertama pada pandangan pertama kepada Aya membuat Firman tidak bisa berpindah ke lain hati. Sari adalah kekasih Firman, hanya sebuah status karena kasihan. Cinta yang tumbuh sejak SD hingga SMA. Tidak ada pernyataan cinta, Firman terlalu takut mengungkapkan Cintanya. Takut dengan hubungan yang sudah nyaman ini berubah pada kebencian dan kekecewaan. Lebih baik mencintai dalam diam dan menjadi sahabat terbaik agar hubungan mereka tetap dekat. Sungguh mengecewakan dan menyakitkan memang, tapi itu terbaik. Terlebih Aya tidak ingin berpacaran, dia hanya ingin menggapai cita-cita nya yang telah lama dia impikan. Dan Firman berniat untuk mewujudkan semuanya.
Seharian setelah membersihkan rumah Aya merebahkan dirinya di tempat tidur. Malam ini dia akan begadang berjualan angkringan di Alkid. Sesuai petuah Ibunya, Aya harus memakai pakaian yang tertutup dan sopan, agar tidak ada yang melecehkannya. Walaupun Firman akan membantunya, tidak mungkin juga akan menemani sampai larut malam setiap hari.
Aya pun berdiri dan berkaca, hidupnya yang sederhana membuat Aya menjadi gadis yang berani dan tegar. Kehidupannya memang keras, mencari nafkah untuk menyambung hidup dan membiayai sekolahnya yang cukup mahal. Hanya demi sebuah cita citanya.
Pernah Firman berniat akan membayarkan SPP Aya hingga lunas. Tapi Aya menolak dengan tegas. Dan bila itu terjadi maka persahabatan mereka selesai sampai disini.
Sore itu Aya sudah bersiap diri untuk pergi ke Alkid. Ibunya belum datang dari Pasar. Hanya ada Fathur adiknya.
"Mbak Aya, mau pakai motor?" tanya Fathur pelan.
"Enggak Thur. Di jemput Firman, tapi pulangnya kurang tahu. Nanti jemput ya, kalau Firman gak bisa jemput Mbak." ucap Aya pelan kepada adiknya.
"Nggih Mbak Aya. Pulang jam berapa? tengah malam?" tanya Fathur pelan.
Fathur tidak tega melihat kakak perempuannya bekerja hingga malam. Dulu pernah bekerja sebagai OB di salah satu restoran Junk Food terkenal, tapi mengharuskan Shif pagi, sedangkan pagi hingga sore Mbak Aya sekolah.
"Salam Ibu. Bilang gak usah khawatir. Kamu jangan lupa jemput Ibu, jangan telat. Kasihan ibu Fathur. Kalau ada uang, Mbak akan beli motor bekas lagi biar kita gak berebutan." ucap Aya sambil terkekeh dengan suara renyah tanpa beban.
Fathur pun hanya tersenyum tipis, melihat kakak perempuannya bersikap seperti itu.
"Assalamualaikum... Sudah siap Aya?" ucap Firman lantang.
"Waalaikumsalam... siap Firman. Ayok berangkat." ucap Aya penuh semangat.
"Jaga rumah dek Fathur. Mas Firman antar Mbak Aya dulu ya. Mampir ke Alkid bawa temen kamu. Mas Firman yang traktir." ucap Firman pelan kepada Fathur.
"Yang bener Mas Firman. Kalau denger di traktir Fathur akan meluncur sama Yadi kesana." ucap Fathur antusias.
"Sudah kesana aja. Mas Firman tunggu." ucap Firman pelan sambil mengedipkan satu matanya kepada Fathur.
Fathur pun tersenyum lebar. Sudah lama tidak jalan jalan dan nongkrong dengan teman-temannya apalagi ini malam minggu pasti ramai pengunjung.
Firman dan Aya pun sudah berada diatas motor matic kesayangan Firman. Motor ini hadiah dari Bundanya saat ulang tahun ke 15. Di rumah ada motor besar pemberian Ayah Firman, tapi Aya tidak suka membonceng di motor besarnya. Kecuali mereka akan pergi ke luar daerah, Aya baru mau membonceng.
"Aya... kamu terlihat seneng banget." tanya Firman pelan.
"Iya dong Firman. Jadi orang itu harus selalu semangat dan siap." ucap Aya mantap.
"Aku suka gayamu seperti ini selalu semangat dan tegar menghadapi apapun." ucap Firman pelan dan mengulum senyum dibalik helm full face nya itu.
🎶Pegang pundakku jangan pernah lepaskan... 🎶 Aya pun bernyanyi dengan girang sepanjang jalan. Kedua tangannya melingkar di pinggang Firman hingga ke perut. Pandangan ini sudah biasa terlihat, hingga banyak orang menyangka mereka adalah sepasang kekasih. Termasuk Sari yang selalu cemburu kepada Aya, karena Firman lebih mencurahkan perhatiannya kepada Aya daripada Sari kekasihnya.
Setengah jam berada di atas aspal hitam, roda dua itu pun terparkir cantik di area parkiran motor Alkid. Mereka berdua berjalan menuju lapak angkringan yang akan menjadi tempat Aya berjualan.
Di sana sudah ada Mas Budi yang sedang membereskan barang-barang dagangannya. Aya pun menghampiri Mas Budi selaku Bos Angkringan yang memiliki banyak lapak disana.
"Datang juga nih Si Cantik penjual Angkringan." ucap Mas Budi menggoda Aya.
"Hallo Mas Budi. Gimana Aya sudah boleh mulai berjualan?" tanya Aya pelan.
Satu Minggu kemarin Aya ikut magang dengan Mas Budi membantu berjualan, upahnya satu malam lima puluh ribu rupiah. Nah hari ini Aya akan dilepas oleh Mas Budi untuk memegang satu lapak angkringan di Alkid, walaupun masih tetap akan dipantau. Kalau ini sistemnya bagi hasil, jadi kemungkinan akan mendapatkan lebih banyak uang bila pendapatannya pun banyak.
"Oke , silahkan Aya. Mas akan berkeliling. Mas akan pantau dari jauh. Lagi pula sudah ada pacarmu yang menemani." ucap Mas Budi pelan lalu terkekeh.
Mas Budi pria lajang dengan usia sekitar dua puluh tujuh tahun. Memiliki sekitar tiga puluh lapak angkringan yang tersebar di seluruh kota Yogyakarta. Awalnya Aya dan Firman nongkrong di angkringan tersebut dan menanyakan pekerjaan. Pertanyaan itu disambut baik oleh Mas Budi dan Mas Budi memberikan kesempatan untuk Aya belajar berjualan selama seminggu. Kinerja Aya yang cepat tanggap dan cekatan pun menjadi pertimbangan Mas Budi, terlebih Aya adalah gadis supel dan ramah serta murah senyum, membuat satu Minggu kemarin pendapatan angkringan pun melesat tinggi.
"Makasih Mas Budi, sudah percayakan angkringan ini kepada Aya." ucap Aya dengan senyum manisnya.
Meleleh sudah hati Mas Budi diberikan senyuman semanis itu. Rasanya ingin dibawa ke penghulu malam ini juga.
"Iya Aya. Sukses jualannya. Ayok Firman, saya duluan." ucap Mas Budi berpamitan.
"Iya Mas Budi terima kasih." ucap Firman pelan.
JAZAKALLAH KHAIRAN
Meleleh sudah hati Mas Budi diberikan senyuman semanis itu. Rasanya ingin dibawa ke penghulu malam ini juga.
"Iya Aya. Sukses jualannya. Ayok Firman, saya duluan." ucap Mas Budi berpamitan.
"Iya Mas Budi terima kasih." ucap Firman pelan.
Mas Budi pun meninggalkan angkringan menuju parkiran motor dan mengambil motornya kemudian mengendarainya dengan pelan berputar di sekitar area Alkid.
Hari semakin sore, pembeli pun semakin banyak. Aya dengan luwes dan telaten membuat satu per satu pesanan pembeli. Sesekali Firman membantu mengantarkan pesanan pesanan tersebut sesuai dengan tempat duduk yang telah dipilih.
"Firman, kamu gak pulang? nanti Bunda nyariin?" ucap Aya pelan sambil membuat wedang jahe pesanan seorang bapak tua.
"Aku sudah ijin, malam ini aku akan temani kamu Aya. Lagi pula aku sudah janji dengan Fathur untuk menraktirnya." ucap Firman menyeruput es teh manisnya.
"Jangan sering-sering, nanti kebiasaan Firman. Aku gak mau kamu terlalu memanjakan Fathur. Fathur sudah mendapatkan uang bulanan dari Kak Fadil." ucap Aya menjelaskan.
Firman hanya tersenyum tipis. Itulah Aya dengan segala kesederhanaannya, Aya mensyukuri semua yang diberikan kepadanya dari penciptanya.
Suara adzan Maghrib pun bergema dengan sangat nyaring. Firman pun meminta ijin kepada Aya untuk sholat Maghrib di Masjid sekitar Alkid.
Aya pun masih sibuk melayani pesanan pembeli, dan hanya mengangguk saat Firman meminta ijin untuk Sholat. Kebetulan hari ini Aya sedang kedatangan tamu jadi sholatnya libur dulu.
"Assalamualaikum... Mbak... bisa pesen wedang jahe susu dua dan tempe bakarnya sepuluh. Di antar kesana ya." ucap Seorang pembeli laki laki yang memesan sambil menatap Aya dengan takjub.
"Waalaikumsalam... disana? di tikar warna merah dekat trotoar." tanya Aya kemudian.
"Iya betul Mbak. Makasih." ucap Laki laki itu pelan.
Langkah kakinya terasa berat meninggalkan angkringan itu untuk menuju tikar lesehannya. Dari tadi laki laki ini terpesona dengan kecantikan Aya dari jarak pandang yang cukup jauh.
"Aya... sini aku bantu mengantarkan pesanan. Ini untuk dimana?" tanya Firman yang sudah kembali dari Masjid.
"Itu Firman. Yang tikar merah dua orang pria dewasa disana." ucap Aya menjelaskan.
Aya sibuk membakar tempe mendoan dan sate usus pesanan yang lain lagi.
Angkringan Sego kucing, dengan menggunakan gerobak kayu sederhana dengan lauk pauk beraneka ragam sesuai selera dan pilihan hati. Tenda dari terpal terpasang dengan kuat, satu kursi panjang di dalam angkringan, sisanya lesehan dengan tikar di sekitar angkringan. Menikmati suasana Yogyakarta di Alkid saat weekend sungguh pemandangan yang luar biasa ramai. Riuh teriakan anak anak kecil yang tertawa bahagia, suara merdu pengamen Yogya yang ikut mencari nafkah di sekitar Alkid.
🎶Musisi jalanan mulai beraksi.... seiring langkahku kehilanganmu....🎶
Satu pria yang tidak berkedip terus menatap Aya si penjual Angkringan. Sudah satu bulan di Yogyakarta, dan sering nongkrong di Alkid, baru kali ini melihat Penjual Angkringan seorang wanita muda dan cantik.
"Lihat apa bro?" tanya satu pria disebelahnya dengan mengikuti arah mata sahabatnya itu.
"Lihat itu, kalem abis, mukanya itu Yogya banget." ucap temannya.
Namanya Panji Satria. Dia adalah Mahasiswa Semester akhir yang sedang mengerjakan Tugas Akhir dengan magang di salah satu Kantor di Pemda Yogyakarta. Satu Pria disebelahnya adalah sahabatnya bernama Wibisono. Mereka berasal dari Solo atau Kota Surakarta. Kota indah dengan slogan Solo Berseri. Sering di sebut juga dengan Kota Batik.
"Ajak kenalan dong. Berani gak? Kalau berani, satu Minggu ke depan, uang makan aku yang bayar." ucap Wibisono menantang.
"Ayo, aku terima tantanganmu. Aku gak takut. Tapi aku lihat di dulu, kalau sudah gak sibuk aku kesana untuk berkenalan." ucap Panji pelan.
Tatapannya terus mengarah pada Penjual angkringan itu dan sesekali mengunyah mendoan bakar yang telah dipesannya.
"Panji... Sego kucingnya mana? ini perut lapar. Ambil sana, sekalian kenalan, aku dua bungkus ya, kalau satu gak akan kenyang." ucap Wibisono terkekeh.
"Dasar perut karet." ucap Panji pelan dan segera bangkit berdiri menuju tenda angkringan itu untuk mengambil empat sego kucing untuk dirinya dan untuk Wibisono sahabatnya.
Langkah kakinya terhenti dan menangkap bayangan seseorang di samping Penjual Cantik Angkringan itu. Menatap dengan rasa penasarannya, siapa gerangan pria itu yang tampak tulus membantu wanita cantik ini.
Aya sadar dengan kedatangan pembeli lagi kemudian tersenyum dengan sangat manis.
"Mau pesen apa Mas?" tanya Aya begitu halus dan lembut ditambah senyuman tulus yang ramah dan manis, membuat kecantikannya bertambah berkali kali lipat.
Panji pun tersentak kaget, antara senang dan gugup melihat senyum indah berlesung di kedua pipinya.
"Ini Mbak, saya mau nasinya empat. Tambah sate usus, telur puyuh dan tahu bacemnya di bakar masing-masing lima buah. Saya tunggu disini." ucap Panji pelan, sambil memilih kerupuk didepannya.
"Iya Mas. Ditunggu ya." ucap Aya pelan.
Tangannya dengan cekatan dan terampil mengambil alat untuk membakar dan sebuah kipas untuk mengupas arang.
"Aya... aku pulang dulu ya. Nanti aku jemput. Ini ada telepon dari rumah katanya penting. Maaf ya Aya. Ini uang untuk traktir Fathur." ucap Firman pelan.
"Ada apa Firman? kabari aku kalau ada apa apa?." ucap Aya pelan, yang masih sibuk melayani pesanan pembelinya.
"Iya Aya. Kalau aku tidak sempat jemput. Fathur suruh tunggu kamu ya. Aku gak tega lihat kamu sendirian disini." ucap Firman pelan.
"Iya Firman. Hati hati jangan ngebut." ucap Aya tegas mengingatkan.
Firman pun pergi meninggalkan Alkid menuju rumahnya. Perasaan cemas dan panik serta degup jantung membuatnya semakin berpikiran buruk.
Panji yang sejak tadi menyimak pembicaraan mereka pun mulai angkat bicara karena tingkat penasarannya yang tinggi.
"Tadi pacarnya Mbak?" tanya Panji pelan sambil membuka bungkusan kerupuk dan memakannya pelan.
"Bukan Mas, cuma sahabat dari kecil." ucap Aya pelan, pandangannya masih fokus pada bakarannya.
"Namanya siapa Mbak? kalau boleh tahu? Saya Panji." ucap Panji pelan.
Aya pun langsung mendongakkan kepalanya dan menatap Panji dengan tersenyum.
"Firman, Mas." ucap Aya polos, yang salah paham dengan pertanyaan Panji.
"Ehh.. maksud saya, nama kamu mbak? bukan nama sahabatnya." ucap Panji yang ikut keki.
"Aku Fadila, biasa di panggil Aya. Mas Panji nama yang bagus. Cocok dengan orangnya yang ganteng." ucap Aya tersenyum manis.
"Mbak Aya bisa saja. Saya jangan di godain Mbak, nanti baper kan repot." ucap Panji tersenyum.
Aya pun langsung tertawa renyah dengan kepolosannya.
"Jangan panggil Mbak, Mas. Panggil saja Aya. Saya masih sekolah, baru kelas dua SMK." ucap Aya pelan.
Panji menatap intens wanita muda ini, sangat enerjik dan penuh semangat.
"Mas... ini pesanannya sudah matang. Ada lagi?" tanya Aya pelan.
"Ekhmmm es teh manis dua sekalian. Ini uangnya Aya." ucap Panji sedikit canggung dan menyerahkan satu lembar uang merah kepada Aya.
"Iya... ini es tehnya, sekalian yang tadi ya... Semuanya enam puluh ribu. Ini kembaliannya Mas." ucap Aya lembut.
"Aya... boleh saya mengenal lebih dekat dengan kamu?" tanya Panji pelan.
Aya hanya tersenyum menanggapi ucapan Panji. Lalu kembali lagi dengan aktivitasnya. Aya tidak ingin memberikan jawaban. Kalau ingin berteman, silahkan saja. Asal tahu batas sopan santun saja.
JAZAKALLAH KHAIRAN
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!