NovelToon NovelToon

FIRST LOVE (KU TITIPKAN CINTAKU)

Episode 1 Prolog

Ryan Anggara merupakan putra tunggal dari keluarga Anggara. Saat ini dia sedang menempuh pendidikan di sebuah Universitas ternama di kotanya. Meski dia berasal dari keluarga yang terpandang. Namun dia adalah orang yang tak pernah pandang bulu. Dia tak pernah membeda-bedakan orang dari status dan kedudukannya. Baginya semua orang sama, yang membedakan adalah kebaikan dan ketulusan hatinya. Sikap inilah yang membuatnya disukai banyak orang dan membuatnya memiliki banyak teman. Meski begitu terkadang Ryan masih bersikap kekanakan dan sedikit keras kepala.

Pagi ini seperti biasanya Ryan pergi ke kampus dengan wajah gembira. Dia tak sabar ingin segera bertemu dengan pujaan hatinya. Nayla Alisya Pradipta seorang gadis berparas menawan dan berhati lembut. Dia selalu ceria dan menebar kebahagiaan bagi siapapun. Banyak pria yang mengejar dirinya. Namun Ryan lah yang beruntung bisa mendapatkan hatinya. Mereka sudah menjalin hubungan sejak duduk dibangku SMA. Berbeda terbalik dengan Ryan, Nayla memiliki sikap lebih dewasa.

Sesampainya di kampus, Ryan segera berlari mencari Nayla. Membawa cepat langkahnya menyusuri setiap lorong kampus. Namun dia tak dapat juga menemukan Nayla.

"Kalian lihat Nayla gak?” tanya Ryan pada teman-temannya.

“Tadi sepertinya Nayla pergi ke kantin bersama Irma.” Jawab salah satu dari mereka.

“Ok terimakasih ya…” lanjut Ryan. Kemudian dia kembali membawa langkahnya menuju kantin. Masih ada waktu beberapa menit sebelum kelas dimulai. Ryan mempercepat langkahnya menuju sang pujaan hati berada. Rasanya ia sangat tidak sabar untuk bertemu dengan kekasihnya itu.

Belum sampai dia di kantin terlihat dua sosok gadis berjalan kearahnya. Ryan mengembangkan senyumnya. Akhirnya sosok yang dicari bisa dia temukan. Nayla terlihat keluar dari kantin bersama dengan teman dekatnya.

“Nayla!!!…..” seru Ryan sedikit berteriak. Sang empunya nama dengan gesit mendongakkan kepalanya menuju sumber suara. Ryan menghampirinya yang berada diantara kerumunan mahasiswa lainnya.

“Akhirnya ketemu juga.” Lanjut Ryan tersenyum manis.

“Kamu kenapa si Yan, lari-lari gitu?” tanya Nayla mengerutkan dahinya melihat tingkah Ryan.

“Aku tuh nyariin kamu dari tadi.” Jawab Ryan terengah-engah.

“Kebiasaan ya kamu Yan. Emang kamu gak capek apa tiap pagi maraton keliling kampus. Mending jadi atlet aja gih sono. Aku yakin pasti kamu akan selalu jadi juara.” Sahut Irma mengejek.

“Hehehe…. Demi Naylaku aku rela kok maraton tiap hari. Gak perlu jadi atlet juga aku udah bisa menang, menangin hati Nayla…. Hehehe….” Jawab Ryan tersenyum manis pada Nayla. Kemudian Ryan terkekeh dengan perkataannya sendiri. Lalu dia berdiri disamping Nayla dan mensejajarinya.

“Kamunya aja yang kurang kerjaan. Kamu kan tahu setiap pagi aku kalau gak dikelas ya dikantin. Kenapa juga harus lari-lari gitu.” Sahut Nayla melangkahkan kakinya. Ryan dan Irma otomatis langsung mengikuti langkahnya.

“Aku kan pengen cepet-cepet ketemu kamu yang. Sehari aja gak ketemu rasanya rindu telah menghampiriku. Hati ini hampa tanpa dirimu.” Jawab Ryan bak pujangga.

“Ih… geli aku dengernya. Uwek….” Ejek Irma lagi setelah mendengar Ryan yang sedang menggombal dan memanggil Nayla dengan sebutan yang.

“Sirik aja kamu. Makanya cepetan cari pacar biar gak jadi obat nyamuk terus. Jadi bisa ngerasain seperti apa rindu itu.” Kata Ryan balik mengejek sembari menjulurkan lidahnya. Irma menjadi sangat kesal pada Ryan.

“Enak aja jadi obat nyamuk. Liat aja ya nanti pasti cowoku akan lebih tampan dari kamu. Kamu mah gak ada ap-apanya.” Sahut Irma membela diri.

“Ok kita lihat saja. Memang siapa yang mau sama cewe rese kaya kamu.” Lanjut Ryan tak mau kalah. Nayla tak menghiraukan perdebatan mereka berdua. Dia hanya bisa tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. Pasalnya pemandangan ini sudah sering dilihatnya. Ryan dan Irma akan selalu terlibat perdebatan saat bersama.

Mereka berdua terus saja berdebat sepanjang jalan. Bahkan tangan mereka sudah mulai mengusili satu sama lain. Nayla yang sudah mulai pusing mendengar perdebatan mereka langsung menghentikan langkahnya. Membalikkan tubuhnya menghadap mereka dan bertolak pinggang.

“Sudah belum berdebatnya? Berisik tahu gak sih!” Kata Nayla dengan tegas. Seketika mereka langsung terdiam.

“Kalau kalian masih mau berdebat mendingan gak usah ikutin aku masuk kelas. Aku udah pusing denger kalian.” Lanjut Nayla mempertegas sembari menatap tajam mereka berdua.

“Temen kamu nih yang mulai duluan. Dia seneng banget nyari gara-gara sama aku.” Jawab Ryan menunjuk Irma.

“Eh… enak aja, kamu tuh yang ngejek aku duluan.” Sahut Irma tak mau disalahkan.

“Cukup!!! Ryan seharusnya sebagai cowok kamu tuh harus ngalah sama cewek.” Seru Nayla menghardik Ryan.

“Denger tuh Yan.” Sahut Irma merasa mendapat pembelaan dari Nayla.

“Kamu juga Irma, jangan terus berdebat karena hal yang tidak penting. Kalian tuh sudah sama-sama dewasa. Tapi tingkah kalian masih seperti anak kecil yang berebut permen.” Lanjut Nayla ikut menyalahkan Irma. Irma pun langsung menundukkan kepalanya.

“Sudah ayo kita masuk kelas. Sebentar lagi kelas dimulai, dan ingat jangan ada yang berdebat lagi. Jika tidak kalian tidak boleh mengikutiku lagi, paham? ” kata Nayla mengancam. Ryan dan Irma mengangguk dengan cepat. Kemudian Nayla kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas. Sementara Ryan dan Irma mengikutinya penuh kepatuhan. Bukannya kesal atau marah Ryan justru semakin terpesona pada Nayla. Sikap dewasa yang dimilikinya menjadi daya tarik tersendiri untuk Ryan.

Irma adalah sahabat baik Nayla. Mereka sudah berteman sejak SMP. Bahkan mereka juga sudah terbiasa saling menginap dirumah satu sama lain saat akhir pekan. Kedekatan merekalah yang membuat Ryan mau tidak mau harus dekat dengan Irma. Ryan juga bukan tipe cowok yang posesif dan melarang kekasihnya untuk berteman ataupun bergaul dengan siapapun. Baginya teman kekasihnya adalah temannya juga. Jadi Ryan juga memperlakukan teman Nayla sama seperti dia memperlakukan teman-teman baiknya.

Meski Ryan dan Irma tak pernah terlihat akur. Tetapi mereka selalu kompak saat membantu Nayla. Nayla seperti penyambung hubungan diantara mereka. Selama ada Nayla bersama mereka tidak akan ada perdebatan panjang diantara mereka. Nayla akan selalu menjadi penengah mereka. Nayla yang memiliki sikap lebih dewasa dari mereka selalu bisa meredam perdebatan mereka. Begitulah hubungan yang ada diantara mereka bertiga.

Novel terbaruku dengan alur cerita yang berbeda dari dua novel sebelumnya. Perpaduan antara sad story dan happy story. Siap mengaduk-ngaduk perasaan kalian. Jangan lupa Like, Vote, komen serta tambahkan ke Vaforit ya.

Terimakasih....

Episode 2 Kaulah Yang Pertama

Perkuliahan pun selesai, semua mahasiswa berhambur meninggalkan kelas. Begitupun dengan Ryan, Nayla, dan Irma. Namun hari ini Ryan enggan berpisah lebih cepat dengan Nayla. Sehingga dia berencana mengajak Nayla pergi menghabiskan waktu bersama.

“Nay jalan yuk?” ajak Ryan.

“Kemana?” tanya balik Nayla menatap Ryan.

“Ketempat yang kamu suka. Tapi kali ini kita berdua aja ya.” Bisik Ryan seraya melirik Irma. Kali ini dia benar-benar hanya ingin berdua dengan Nayla.

"Gak mau ah kalau cuma berdua. Kalau Irma ikut aku setuju.” Jawab Nayla menolak. Dia merasa tidak enak jika harus meninggalkan sahabatnya itu.

“Gak papa lagi Nay kalian jalan berdua aja. Lagi pula hari ini aku ada janji sama mama. Kalian harus sering menghabiskan waktu berdua. Biar bisa romantis-romantisan iya kan Yan?” kata Irma melirik Ryan. Ryan mengangguk cepat menyetujui perkataan Irma.

“Tapi Ir…. Aku…” Nayla ingin menolak. Tetapi Irma memberinya tatapan tajam. Spontan Nayla menghentikan ucapannya.

“Udah kamu pergi aja. Apa kamu gak kasihan tuh sama Ryan mukanya memelas gitu.” Sahut Irma terkekeh mengejek Ryan.

“Awas kamu ya bilang mukaku memelas lagi. Tapi gak papa, kali ini aku maafin kamu karena hari ini kamu sangat pengertian padaku.” Kata Ryan menepuk pundak Irma.

“Ok kalau gitu aku dan Ryan anterin kamu pulang dulu. Aku harus memastikan jika sahabatku ini pulang dengan selamat. Setuju kan Yan?” tanya Nayla memohon.

“Ya sudah ayo berangkat. Kesepakatan telah dibuat.” Jawab Ryan menggandeng tangan Nayla. Dia ngeloyor begitu saja meninggalkan Irma. Mau tidak mau Irma menuruti kemauan sahabatnya itu. Dia tahu betul jika Nayla paling tidak suka ditolak. Atau dia akan marah besar padanya nanti dan masalah akan semakin runyam.

Ryan dan Nayla mengantar Irma sampai kerumahnya. Tak lupa mereka saling tersenyum dan melambaikan tangan sebelum mobil Ryan kembali melaju. Kini mobil Ryan menuju ke sebuah taman. Tempat yang sangat bersejarah bagi mereka. Sesampainya disana Ryan menggandeng lembut tangan Nayla dan membawanya ke sebuah bangku yang ada dibawah pohon. Mereka duduk disana sembari mengenang masa indah mereka.

“Kamu ingat tempat ini Nay?” tanya Ryan menatap lembut Nayla.

“Aku selalu ingat dan gak akan pernah melupakan tempat ini.” Jawab Nayla tersenyum. Terlihat sekali kebahagiaan menyertai senyumannya.

“Aku juga gak akan pernah ngelupain tempat ini. Disini pertama kali kita ketemu. Dulu kamu dan Irma duduk dikursi ini” kata Ryan mencoba membawa kembali kenangan itu.

“Dan kamu tiba-tiba datang, terjatuh dan menumpahkan es cream kebajuku. Kau tahu saat itu aku merasa sangat kesal padamu.” Sahut Nayla melanjutkan cerita Ryan.

“Aku sungguh tidak sengaja waktu itu. Apa kau tahu saat itu aku justru merasa senang bertemu denganmu. Meski waktu itu kita belum saling mengenal.” Jawab Ryan tersenyum.

“Kamu ya udah ngotorin bajuku bukanya merasa bersalah malah merasa senang lagi.” gerutu Nayla.

“Aku senang karena bisa bertemu dengan gadis secantik dirimu.” Kata Ryan memuji Nayla.

“Dasar gombal.” Sahut Nayla merona. Nayla menyembunyikan wajah malunya. Dia yakin jika saat ini wajahnya sudah benar-benar merah.

Ryan terkekeh melihat ekspresi Nayla. Ryan selalu suka menggoda Nayla karena Nayla terlihat begitu imut saat sedang merona malu. Ryan kemudian menggenggam tangan Nayla. Berusaha menyampaikan seluruh perasaan hatinya.

“Setelah itu tak disangka kita menjadi teman satu sekolah saat SMA. Aku sangat senang saat tau kau menjadi teman satu sekolahku. Sejak saat itu aku berniat untuk mengejarmu dan menjadikanmu milikku.” Kata Ryan mengungkapkan perasaannya selama ini.

“Pantas saja sejak kelas X kamu selalu mendekatiku.” Cibir Nayla.

“Aku harus gerak cepat agar tak keduluan oleh yang lain.” Sahut Ryan cepat.

“Kamu juga pasti ingat kan ditempat ini juga aku nembak kamu dan kita jadian.” Kata Ryan lanjut mengenang momen romantis mereka.

“Ya aku sangat ingat. Bahkan saat itu kau pun melibatkan Irma dalam rencanamu.” Jawab Nayla menyandarkan kepalanya kebahu Ryan.

“Karna hanya Irma satu-satunya sahabatmu yang bisa diandalkan. Kamu juga akan bersedia pergi jika Irma yang mengajakmu. ” Sahut Ryan.

“Karena Irma adalah sahabat terbaikku. Bahkan aku sudah menganggapnya seperti saudaraku sendiri. Selama ini hanya dia yang selalu menemaniku.” Jawab Nayla mengatakan arti Irma baginya.

“Aku tahu Irma adalah orang yang penting bagimu.” Sahut Ryan. Nayla mengangguk pelan.

“Kau tahu Nay sebenarnya kamu adalah cinta pertamaku. Kamu satu-satunya cewek yang berhasil membuatku jatuh cinta. Bahkan setelah bertemu dengan mu aku tak menginginkan yang lain lagi.” kata Ryan kemudian merangkul pundak Nayla yang bersandar pada bahunya.

“Benarkah kau tidak sedang berbohong kan?” tanya Nayla memastikan.

“Sungguh aku tak bohong, kau lah yang pertama.” Sahut Ryan meyakinkan.

“Iya… iya aku percaya.” Jawab Nayla mengangkat kepalanya dan menatap Ryan. Sejenak mereka saling menatap dan tersenyum.

“Kamu tunggu disini sebentar ya. Aku punya sesuatu buat kamu.” Kata Ryan bangkit dari duduknya.

“Emm… apa itu?” tanya Nayla penasaran.

“Tunggu saja disini.” Sahut Ryan.

“Ok baiklah.” Jawab Nayla nurut. Lalu Ryan beranjak meinggalkannya. Entah apa yang akan diberikan Ryan pada Nayla.

Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya Ryan kembali. Terlihat dia membawa dua buah es cream coklat kesukaan Nayla. Nayla tersenyum senang dengan mata yang berbinar. Ryan sungguh bisa membuat Nayla merasa senang. Ryan memberikan satu es cream itu pada Nayla. Dengan semangat Nayla menerimanya.

“Ini dia es cream coklat kesukaan tuan putriku. Silahkan dinikmati tuan putri yang cantik.” Kata Ryan seraya membungkuk.

“Wah… terimakasih pangeranku.” Jawab Nayla sumringah. Lalu dengan cepat Nayla membuka dan menikmati es cream itu. Ryan kembali duduk disamping Nayla. Ryan senang melihat senyum bahagia Nayla. hanya dengan sebuah es cream mampu membuat Nayla tersenyum senang.

“Terimakasih ya buat es creamnya.” Kata Nayla disela menikmati es creamnya.

“Kamu suka?” tanya Ryan. Nayla mengangguk mengiyakan.

“Kamu selalu aja tahu apa yang aku mau.” Lanjut Nayla memuji Ryan.

“Iya dong Ryan selalu tahu apa yang Nayla inginkan, karena aku sangat mencintaimu.” Jawab Ryan membuat Nayla meleleh.

“Aku juga mencintaimu, sangat mencintaimu.” Jawab Nayla dengan tatapan lembut.

“Terimakasih karena sudah mencintaiku. Kau akan selalu menjadi yang terpenting dalam hatiku.” Kata Ryan membalas tatapan Nayla. Ryan selalu bisa mengatakan kata-kata romantis untuk membuat hati Nayla tak karuan. Ini lah salah satu hal yang disukai Nayla dari Ryan. Dia begitu sangat memanjakannya. Memperlakukannya dengan begitu lembut.

Kemudian mereka menikmati es cream dibawah rindangnya pohon. Tiupan angin menambah kesyahduan diantara mereka. Tak banyak kata yang mereka ucapkan. Dengan perlakuan kecil ini saja sudah membuat mereka merasa senang. Merasa paling diciintai satu sama lain.

Kalo suka dengan karya ku ini beri Like, Vote, dan komen nya ya.

Episode 3 Penggemar Irma

Nayla dan Irma sudah menjalin persahabatan sejak lama. Selama ini hanya Irma lah orang yang bisa memahami Nayla. Irma selalu bisa membaca fikiran Nayla tanpa dia harus bercerita. Nayla dan Irma sama-sama memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Hampir disetiap mata kuliah nilai mereka bersaing untuk menempati urutan teratas. Namun hal itu tak lantas membuat mereka saling menjatuhkan. Justru mereka saling membantu ketika satu diantara mereka tidak bisa memahami pelajaran dengan baik. Itulah persahabatan mereka, persahabatan yang tanpa pamrih. Tak pernah segan untuk berbagi.

Berbeda dengan Nayla dan Irma, Ryan bisa dibilang tak sepintar mereka. Dia akan selalu berada jauh dibawah kedua sahabat itu. Namun demikian nilai yang didapatkan Ryan tak bisa dibilang buruk. Meski untuk mendapatkan nilai itu dia harus berusaha lebih giat. Terkadang rasa malas dan bosan sering menghampirinya. Tetapi Nayla dan Irma selalu berusaha membantu dan mengingatkannya dalam belajar. Sepertinya keberadaan Nayla dan Irma berdampak sangat positif untuk Ryan.

Siang ini mereka bertiga baru saja selesai mengerjakan ujian. Banyak mahasiswa/I yang mengeluh jika mata kuliah ini sangat sulit. Tak banyak dari mereka yang bisa memahami materi yang diberikan dosen. Tetapi bagi Nayla dan Irma sepertinya hal itu bukanlah masalah besar. Mereka selalu bisa memahami dan mengerti setiap materi yang diberikan. Bahkan sang dosen pun memberikan pujian kepada mereka. Tak ayal hal tersebut membuat mereka selalu dikejar oleh teman sekelasnya. Hanya untuk meminta bantuan kedua sahabat itu untuk membantu mereka belajar.

“Huh… akhirnya selesai juga ujiannya.” Kata Ryan menghembuskan nafas kasar sembari meregangkan otot-ototnya.

“Ngerjain ujian aja kayak abis nyangkul sawah kamu Yan.” Sahut Irma melirik Ryan.

"Kayaknya lebih mending nyangkul sawah deh dari pada ngerjain soalnya tadi. Kalo nyangkul kan paling-paling cuma capek di badan. Lah kalo ini capeknya badan dan fikiran.” Jawab Ryan menggerutu.

“Memang kamu udah pernah nyangkul apa? Pekerjaan nyangkul itu tidak mudah Yan. Para petani juga harus melakukan perhitungan yang tepat agar menghasilkan produksi yang maksimal. Kamu jangan meremehkan para petani.” Sahut Irma menghardik Ryan.

“Eh… bukan begitu maksudku. Aku hanya…. Ah… sudahlah aku tidak akan pernah menang jika berdebat denganmu.” Jawab Ryan mencoba menghindari perdebatan.

“Makanya jangan suka meremehkan pekerjaan orang.” Kali ini Nayla yang berkomentar.

“Iya.. iya maaf, kalian selalu saja kompak saat menyudutkanku.” Gumam Ryan sedikit kesal. Kemudian mereka segera membereskan barang mereka.

Setelah selesai mereka bergegas meninggalkan kelas. Namun belum sampai mereka keluar dari pintu. Terdengar seseorang memanggil Irma. Irma yang mendapat panggilanpun menarik nafas panjang. Dia tahu siapa yang memanggilnya itu. Orang yang selama ini paling tidak ingin ditemui Irma. Bukan karena benci tetapi Irma malas bertemu dengannya. Pasalnya setiap bertemu, orang itu akan selalu mengganggunya. Semua orang tahu jika orang itu menyukai Irma. Namun tidak dengan Irma, sikap agresifnya justru membuat Irma merasa kesal dan terganggu.

“Irma tunggu….” Seru Leo seraya berlari menghampiri mereka. Dengan berat hati Irma membalikkan tubuhnya. Meski dia sangat malas bertemu dengan Leo. Tetapi dia paling tidak suka dianggap sombong dan angkuh.

“Ada apa?” tanya Irma ketus.

“Galak amat sih cantik. Aku cuman mau minjam buku aja kok.” Jawab Leo tersenyum manis.

“Buku apa?” tanya Irma lagi singkat masih dengan nada ketusnya.

“Buku catatan kuliah kemaren. Aku kemaren gak masuk kuliah. Jadi aku mau pinjam catatanmu. Kamu bawa bukunya tidak?” jawab Leo dengan sangat ramah.

“Maaf tapi aku tidak bawa bukunya hari ini. Mungkin kau bisa pinjam teman yang lain.” Kata Irma tanpa mengecek isi tasnya.

"Kalau begitu kita ambil saja kerumahmu, yuk aku antar. Setelah ini kan kita tidak ada jam kuliah.” Pinta Leo penuh harap.

“Eh… mana bisa, aku sudah ada janji dengan Nayla dan Ryan. Besok saja aku bawakan atau kau pinjam saja dengan yang lain.” Sahut Irma menolak mentah-mentah.

“Tidak… tidak aku akan menunggu besok saja. Ya sudah kalau begitu kau pergi saja dengan Nayla dan Ryan.” Jawab Leo sedikit kecewa. Namun dia tetap berusaha tersenyum.

“Ok ayo Nay.” Ajak Irma menarik tangan Nayla.

“Sabar bro yang penting pepet terus.” Bisik Ryan pada Leo. Leo mengangguk setuju. Setelah itu Ryan segera menyusul Nayla dan Irma.

Mood Irma menjadi tidak baik karena Leo. Bukannya perihatin, Nayla dan Ryan malah terkekeh melihat wajah Irma. Irma semakin dibuat kesal dengan tingkah kedua orang yang ada disampingnya itu.

“Ketawa aja terus!!” celetuk Irma dengan kesalnya.

“Habisnya kamu lucu. Kenapa sih kamu selalu menghindari Leo. Padahal dia tuh cinta mati loh sama kamu.” Jawab Ryan menggoda Irma.

“Kamu nyebelin banget sih…. Bukanya ngehibur aku malah bikin aku tambah kesel. Ih…..” sahut Irma langsung memukul pundak Ryan dengan keras.

“Aduh!! Ampun Ir… sakit. Nay tolong aku….” Seru Ryan sembari berlari memutari Nayla menghindari pukulan Irma.

“Jangan tolongin Nay, biar dia rasain. Sini kamu kalau berani.” Tantang Irma dengan kesalnya.

“Bisa gak sih kalian sehari aja gak berantem. Kayak anak kecil tahu gak.” Kata Nayla lantang. Matanya menatap mereka berdua dengan tajam. Ryan dan Irma langsung menghentikan aksi kejar-kejarannya.

“Lagian kamu kenapa sih Ir gak suka banget liat Leo. Padahal dia ganteng loh, badanya juga proporsional. Apa coba yang kurang dari Leo?” tanya Nayla menyelidiki.

“Aku cuma gak suka aja sama sikap agresif dia. Selain itu dia juga playboy.” Jawab Irma tegas.

“Kayak kamu tahu aja kalau dia playboy?” sahut Ryan.

“Ryan diam dulu, aku masih bicara sama Irma.” Jawab Nayla penuh penekanan. Ryan langsung menutup mulutnya dengan tangannya sembari mengangguk.

“Kamu boleh gak suka sama dia. Tapi jangan besikap ketus kayak gitu. Kalau dia sakit hati gimana?” tanya Nayla lagi menasehati Irma.

“Iya aku tahu aku salah.” Jawab Irma mengaku salah.

“Bukanya aku nyalahin kamu, aku cuma mengingatkan saja. Ya sudah lupakan saja, gimana kalau kita cari tempat makan saja.” Lanjut Nayla mengalihkan pembicaraan.

“Setuju!!” seru Ryan penuh semangat. Nayla merangkul Irma dan berjalan beriringan. Sedangkan Ryan mengikuti mereka dari belakang.

Saat berjalan menuju parkiran, Ryan teringat dengan sesuatu yang aneh. Sepertinya dia tadi mendengar Nayla memuji Leo tampan dan bertubuh proporsional. Seketika Ryan membulatkan matanya.

“Tunggu dulu Nay. Kamu tadi bilang kalau Leo tampan? Kamu puji pria lain didepanku?” tanya Ryan berdiri didepan Nayla dan Irma.

“Iya aku ngomong gitu, memang kenapa? Itu kan kenyataanya.” Jawab Nayla santai. Dia sengaja menggoda kekasihnya itu. Dia tahu jika saat ini Ryan sedang cemburu.

“Kenapa kamu santai gitu sih? Aku ini pacar kamu loh, kamu gak ngerasa bersalah gitu sudah muji orang lain?” lanjut Ryan.

“Hee..eemmm.” jawab Nayla menggelengkan kepalanya.

“APA!!” seru Ryan lagi mulai kesal.

“Jangan marah dong. Aku memang bilang kalau Leo tampan. Tapi tetap saja yang paling tampan adalah Ryan kekasihku. Aku kan tadi cuma mau membuka mata Irma saja. Jangan marah ya sayang. ” Sahut Nayla mencoba membujuk Ryan dengan kelembutannya.

“Ok karena kamu pandai merayu, aku tidak akan marah. Tapi tidak ada lain kali lagi mengerti?” kata Ryan penuh penekanan seolah mengancam.

"Janji gak akan ngulangin lagi.” sahut Nayla cepat. Kemudian Ryan mengambil alih Nayla dari Irma. Dia menggandeng tangan Nayla dengan erat. Irma hanya mampu menggelengkan kepala dengan sikap Ryan yang sangat mudah luluh dengan rayuan Nayla. Lalu mereka langsung melangkah pergi meninggalkan kampus.

Jangan lupa dukung karya thor beri Like, Vote dan komen ya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!