“Hoahm, jam berapa nih?” Seorang pemuda melirik jam weker di sebelahnya.
“Hmm...” Pemuda itu tidur lagi. Lalu beberapa saat kemudian ia tersadar akan sesuatu.
“Eh?”
Butuh waktu beberapa saat untuk menyadari kalau jam weker sudah menunjukkan pukul 7 pagi.
“Sesekali terlambat tidak apa...” Pemuda itu bangun perlahan lalu melesat dengan kecepatan tinggi menuju kamar mandi.
“Sial, sekarang jam tujuh! Aku bisa terlambat nanti!”
Pemuda itu bernama Ray Pratama, seorang siswa kelas 12 SMA dan sedang bersiap menuju kehidupan barunya.
Tetapi kebiasaan bangun siang miliknya tak berubah meskipun dirinya sudah semakin berubah.
Ray mandi dengan cepat dan memakai bajunya dengan cepat pula. Saat selesai, Ray langsung meraih roti yang ada di atas meja makan lalu berseru, “Ibu, Ray berangkat sekolah!”
Ibunya yang sedang memasak di dapur segera berseru, “Hati-hati di jalan!”
Suara anak dan ibunya sama saja, keras dan sedikit melengking. Mungkin saja turunan dari ibunya.
Ayahnya sendiri memberikannya sebuah sepeda gunung yang cocok untuk dipakai mengebut di jalan dan menyelip di antara keramaian motor serta mobil di jalanan.
Ray menaiki sepedanya lalu mengebut dengan kecepatan tinggi. Ia takkan menyia-nyiakan kemampuan aneh sepedanya itu.
Sepedanya terbuat dari bahan karbon, dengan stang yang sedikit lebih kecil dari sepeda biasanya. Badannya sendiri ramping, sesuai dengan tubuh kurus Ray itu. Rodanya berbentuk lingkaran dengan pelek yang besar dan ban yang tipis.
Ray mengebut di jalanan dan tanpa menyadari kalau ia telah berpindah ruang dengan sebuah cara yang misterius setelah ia tertabrak truk bersama dengan dua orang lainnya.
***
Ray terus menggerakkan kakinya dengan cepat, berusaha memacu sepedanya. Tetapi lama-kelamaan, ia menyadari kalau ia tidak lagi mengayuh sepedanya.
Ray berhenti dan melihat ke bawahnya, “Tanah?”
Ray menatap ke tangannya yang tadi memegang stang sepeda, stangnya hilang. Ray menaikkan alisnya.
“Apa-apaan ini?”
Ray melihat ke sekelilingnya, “Hutan?”
Ray tak ingat kalau sekolahnya ada di tengah hutan. Ia lalu berlari lagi dan berniat memanjat pohon, untuk melihat, apakah ada kehidupan di sekitar sini.
Ray berjalan dan memeriksa beberapa pohon yang ada di sekitarnya. Kebanyakan pohon disini kulit pohonnya sedikit basah.
“Sehabis hujan ya?” Ray bergumam. Kesimpulan ini Ray ambil dari tekstur tanah yang sedikit basah serta kulit batang pohon yang sama basahnya.
Ray kemudian mengangkat tangannya dan melihat kalau ia tak merasa sedang membawa tas besar yang biasa ia pakai ke sekolah. Yang ada ia hanya membawa tas sederhana yang terasa ringan.
Lalu ia juga memakai baju sederhana, bukan baju sekolah yang tadi ia pakai. Sepatunya berubah menjadi sandal berwarna coklat.
“Hei, hei, apa-apaan ini?!” Ray menjambak rambutnya, ia masih tak paham akan semuanya.
Sesaat, ia pun teringat sesuatu lagi, “Mungkinkah ini dunia lain?”
Ray berbalik dan melihat secercah cahaya di belakangnya. Ray langsung berlari mendekati cahaya itu.
Saat sampai, Ray mencoba melihat cahaya itu, tetapi matanya silau. Ia memilih mencoba menyentuhkan tangannya pada cahaya itu, siapa tahu kalau cahaya itu bisa memberitahu semuanya.
“Uakh, panas!” Ray langsung menarik tangannya kembali dengan ceoat dan meniupnya keras-keras.
“Apa-apaan dunia ini? Woi, kembalikan aku!” Ray tak bisa mengendalikan dirinya sehingga ia memilih berteriak ke langit, “Aku harus ke sekolah hari ini! Aku ada tes yang harus dilakukan!”
Tak lama, suara yang terdengar berwibawa muncul di telinga Ray. Suara itu membuat Ray terdiam dan mendengarkan dengan seksama, siapa tahu kalau ada caranya untuk keluar dari dunia ini.
“Halo, aku adalah pencipta dunia ini. Aku mencari tiga orang yang bisa mengantarkan dunia ini kembali ke Era Kedamaian. Kalau berhasil, kalian boleh kembali ke dunia kalian, kalau tidak, kalian akan terjebak di dunia ini selamanya...”
“Apa-apaan kata-kata itu?! Beritahu dengan benar!” Ray tak bisa menerima hal ini sehingga ia lepas kendali.
“Hanya ada dua cara untuk pergi dari dunia ini, pertama kau harus menyelamatkan dunia ini, dan terakhir mati...”
“Mati?!”
Terdengar tiga suara didekat Ray. Ray menoleh ke kanan dan kiri lalu menemukan dua orang di dekatnya.
“Siapa?!”
Ray dan dua orang itu saling menunjuk, dari raut wajahnya mereka nampak tak percaya.
“Santai, kalian hanya harus menyelamatkan dunia ini dan kalian bisa kembali ke dunia asal kalian...”
“Kalau begitu kita bisa mati duluan di dunia nyata!” seru salah satu orang yang merupakan seorang perempuan dengan wajah sedikit hitam.
“Santai. Jalanilah hidup kalian seperti biasa dan hiduplah dengan rasa bangga...” ujar suara itu lalu menghilang.
Ray yang ada di hadapan cahaya itu segera meraih cahaya itu lagi, tetapi cahaya itu hilang.
Salah satu orang yang merupakan laki-laki dengan rambut berwarna hitam dan acak-acakan menatap Ray dengan tajam, “Kau?! Bukankah kau yang tadi menyalipku?!”
“Oh ya, kau juga tadi menyalipku!” perempuan tadi juga menunjuk Ray.
Kini Ray ditunjuk dari dua arah. Ray menggaruk kepalanya lalu berkata lagi, “Mau bagaimana lagi, kalian jalannya lambat!”
Laki-laki itu berjalan mendekati Ray, “Dan kau harus bertanggung jawab atas kecelakaan kita bertiga!”
“Benar, kita bertiga! Kita bertiga balapan di jalan karena kita dikejar waktu!” perempuan itu ikut mendekati Ray.
“Astaga, aku juga dikejar waktu! Aku hari ini ada tes dan aku harus tiba di sekolah tepat waktu!” Ray menunjuk dua orang itu bergantian, “Dan kalian harus bertanggung jawab karena aku terdampar di dunia ini!”
“Oke, pertama kita harus saling mengetahui nama agar kita lebih mudah saling ejek!” perempuan itu menunjuk dirinya sendiri, “Namaku Mira Utami, aku meminta agar kalian memanggilku Mira saja.”
“Namaku Ray Pratama dan kalian harus memanggilku Ray...” Ray mengenalkan dirinya sendiri dengan kesal.
“Namaku Agus Sastrawan, kuharap aku bisa melupakan kalian secepatnya...” ujar laki-laki itu lalu berbalik.
“Hoho, ada tiga anak muda disini...” suara sepuh terdengar di belakang ketiganya, membuat mereka berbalik dan bersiaga.
“Oh ayolah, aku takkan menghabisi kalian...” pria sepuh itu menjulurkan tangannya, “Namaku Zon, aku adalah orang terkuat di dunia ini...”
“Bohong...” ujar Ray. Ia lalu menurunkan ranselnya.
“Aku takkan menghabisi kalian yang lemah...” ujar Zon lagi.
“Bohong...” Mira berkata dengan kesal. Sudah cukup hari ini ia kesal.
“Kalian lemah dan aku takkan menghabisi kalian...” ujar Zon dengan nada sedikit kesal.
“Mana buktinya?” tanya Agus, “Sepertinya kau tahu cara untuk menjadikan kita kuat secepatnya...”
“Hanya satu yang memercayaiku, baiklah...” Zon mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah sebuah pohon yang ada di sebelahnya, “Aku bisa menghancurkan pohon ini dengan satu jari...”
Tak banyak basa-basi lagi, Zon menunjuk ke arah pohon itu dan pohon itu hancur. Saat Zon sedang tersenyum sambil melirik tiga anak muda dihadapannya, ketiganya sudah bersujud.
“Jadikan kami muridmu!”
Catatan Penulis:
Hai, Rio disini. Ini adalah novel kedua saya dan saya berharap kalau ceritanya tak kalah serunya dengan novel pertama saya itu.
Yah, kalau dibaca awal-awalnya, terasa aneh karena mereka berpindah dengan cara yang tak diketahui oleh yang berpindah sekalipun.
Judulnya aneh, karena saya tak kepikiran lagi judul yang lain.
Covernya, untuk sementara gelap begitu dulu karena saya lagi buat cover yang lebih baik lagi.
Untuk namanya, kalau ada yang sama dengan beberapa nama di novel saya sebelumnya, itu memang saya sengaja karena jujur saja, saya sendiri sedang bingung memikirkan nama.
Buat yang baca ini novel untuk yang pertama kali, jangan lupa untuk meninggalkan jejak berupa like dan komentar serta jangan lupa untuk favoritkan novel ini agar tahu up terbaru.
Kalau ada typo, jangan sungkan untuk memberitahunya. Penulis akan menerima semuanya dengan tangan dan telinga yang terbuka lebar.
Saya juga akan menambahkan Fun Fact di beberapa chapter dan juga catatan penulis kalau ada hal-hal yang perlu diketahui oleh pembaca tentang up.
Dan, jika ada hal membingungkan, seperti kekuatan yang aneh dan kenapa bisa begini, kenapa bisa begitu, tanyakan saja lewat komentar, saya jawab secepatnya.
Sekian saja pembuka dari novel Moving Worlds in Strange Ways ini, nikmati perjalanan Ray dan teman-temannya menjadi yang terkuat di dunia lain ini!
Salam,
Rio
Ray menatap sungai di depannya, ia masih tidak percaya kalau ia berada di dunia lain, begitu juga Agus dan Mira.
Keduanya bahkan berteriak setiap malam minta dikembalikan karena mereka ada urusan.
Mau bagaimana lagi, di dunia mereka sekarang ini ada tes untuk mempersiapkan diri menuju ujian akhir SMA. Nilai mereka di ujian akhir akan berguna untuk mencari perguruan tinggi.
Ray memilih tenang daripada depresi tanpa alasan seperti keduanya. Karena menurut suara misterius dua hari lalu, dikatakan kalau mereka ingin keluar maka mereka harus menyelesaikan masalah di dunia ini.
Dua hari menang berlalu dengan teriakan dari Mira dan Agus, tetapi tidak dengan Ray. Ia malah meminta Zon menceritakan seluruh dunia ini padanya.
Menurut cerita Zon, tempat mereka tinggal bernama Benua South. Ada empat benua diantaranya, yaitu Benua Northev, Benua South, Benua Eastest, dan Benua Westerie.
Masing-masing benua ditempati oleh manusia, tetapi dua benua yang ditempati oleh ras yang lain. Yaitu Benua Westerie yang ditempati oleh ras Demon dan Benua Northev yang ditempati oleh ras Dragon.
Ray yang mendengar nama Dragon merasa girang. Kalau Dragon yang dimaksud sama dengan naga di dunia asal mereka, pasti menyenangkan bisa bertemu makhluk legendaris itu.
Setelah empat benua itu, Zon menceritakan tentang awal penciptaan dunia yang terdengar dilebih-lebihkan itu.
Dulu, hanya ada satu orang di alam semesta ini. Ia memiliki kekuatan yang amat hebat karena ia terbentuk dari gas, debu, dan keinginan alam semesta yang besar itu.
Ia meledakkan dirinya dan menciptakan kehidupan di alam semesta ini, termasuk tempat mereka kini berpijak.
Diantara banyak dunia yang diciptakan oleh orang itu, ada satu dunia yang memiliki ketidak seimbangan yang amat hebat.
Dua kekuatan yang tak seimbang ada di dunia itu dan berusaha menguasai segalanya. Dua kekuatan itu dipanggil Aliran Putih dan Aliran Hitam.
Zon sendiri dipanggil di benua itu dengan panggilan Pendekar Jubah Merah karena jubahnya yang selalu berwarna merah. Ia sendiri tidak berasal dari aliran manapun, jadi ia berada di Aliran Netral.
Ray mendengarkan dengan serius karena menurutnya informasi ini mungkin akan berguna baginya.
Mira pada akhirnya berhasil menerima kenyataan dan ia lalu ikut mendengarkan bersama Ray. Agus yang terpaksa menerima kenyataan akhirnya ikut mendengarkan bersama dua orang ini.
Setelah kisah dunia itu, Zon lalu menceritakan tentang energi murni yang selalu ia rasakan semenjak menjadi seorang pendekar.
Energi itu bernama Mana. Sebuah energi yang kalau diperhatikan dengan mata batin berwarna biru terang dan kalau diserap berubah warna sesuai dengan elemen yang dimiliki.
Setelah Zon menceritakan tentang energi murni itu, ia lalu menceritakan tentang elemen yang ada di dunia ini.
Elemen disini dibagi menjadi 9 elemen, yaitu Api, Es, Air, Petir, Logam, Kayu, Racun, Tanah, dan Angin.
Setiap elemen memiliki warnanya sendiri serta pasti dimiliki oleh semua orang di dunia ini.
“Nah, coba kalian julurkan tangan kalian, aku akan memeriksa elemen yang kalian miliki...” ujar Zon.
Ray yang percaya pada Zon mengulurkan tangannya dan aliran energi yang hangat mengalir di tangannya dan bergerak menuju perutnya.
“Kau adalah kasus yang langka, kau memiliki 4 elemen, yaitu elemen Api, Air, Kayu, dan Logam...” ujar Zon dan melakukan hal yang sama pada Mira serta Agus.
Mira memiliki elemen Angin dan Es, dan Agus memiliki elemen Logam saja. Zon mengatakan kalau perkembangan Agus yang paling pesat nantinya.
“Setelah kalian mengetahui elemen yang kalian miliki, kalian akan mempelajari tentang tingkatan dalam praktik keabadian ini...” ujar Zon.
Ada 5 tingkatan dalam praktik ini, yaitu Penempaan Diri, Fondasi Dunia, Penempaan Jiwa, Jiwa Kelahiran Kembali, dan Alam Dewa. Ada yang menyebutkan kalau ada satu tingkatan diatas Alam Dewa atau alam Keabadian, tetapi tak ada yang bisa mengetahuinya.
“Wah, tambah seru nih...” Ray menjulurkan tangannya, “Mana caranya untuk kita bisa kembali ke dunia kita lagi?”
“Kembali ke dunia lagi? Apa maksud kalian?” tanya Zon kebingungan. Ia jelas mendengar sesuatu yang baru baginya.
“Eh, maksud kami adalah mana caranya agar kita bisa secepatnya menjadi lebih kuat?” tanya Agus.
“Hmm, aku coba cari dulu...” Zon memasukkan tangannya dan kepalanya ke dalam cincin yang ada di jari tengah tangan kirinya.
“Eh?!”
“Kok?!”
“Nah, aku ada banyak sekali buku manual disini...” ujar Zon lalu melemparkan lebih dari lima buku tebal, “Maklumlah, aku suka membaca buku kalau bosan...”
“Oh ya, pada tingkatan mana praktik anda?” tanya Ray pada Zon.
Zon berpikir sebentar lalu berkata, “Pada tingkatan Kelahiran Kembali peringkat Puncak Dunia...”
“Oke, aku akan menjelaskan tingkatan ini dengan bahasa yang lebih rumit...” ujar Zon. Tumpukan buku yang tadi ia keluarkan dibiarkan.
Masih ada 5 tingkatan, tetapi tingkat bahasanya lebih sulit. Yaitu Self Forging, World Foundation, Spirit Forging, Soul Rebirth, dan Deva Realm atau Immortal Realm.
Self Forging dibagi menjadi 20 tingkatan lagi. Pada tingkatan ke-10, mereka bisa memasuki alam selanjutnya, yaitu Mortal World. Pada tingkat ke-13, mereka akan memasuki alam selanjutnya, yaitu Earth World. Pada tingkatan ke-15, mereka akan memasuki alam selanjutnya yaitu Heaven World. Tak ada yang mampu menembus tingkatan ke-15, tetapi rumor mengatakan kalau Self Forging tingkat ke-20 bisa membuka jalan menjadi penguasa mutlak dunia ini.
World Foundation dibagi menjadi empat macam, seperti yang disebutkan di atas. Satu lagi tak diketahui apa namanya. World Foundation dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu Early Stage, Mid Stage, Late Stage, dan Peak Stage.
“Uwaouww...” Agus tak henti-hentinya terkagum setelah mendengar penjelasan Zon.
Spirit Forging dibagi menjadi empat tingkatan juga, yaitu Early Stage, Mid Stage, Late Stage, dan Peak Stage. Masing-masing memiliki perbedaan kekuatan yang hebat.
Soul Rebirth dibagi menjadi enam tingkatan, yaitu Early Stage, Mid Stage, Late Stage, Peak Stage, World Ruler Stage, dan World Peak Stage. Tingkatan ini adalah tingkatan tertinggi yang dimiliki praktisi di dunia.
Deva Realm dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu Early Deva Stage dan World Deva Stage. Diatasnya lagi tak diketahui.
Saat ini, tak ada praktisi di dunia ini yang mencapai tingkat praktik Deva Realm.
Informasi ini didapatkan seseorang yang namanya sudah tak terdengar lagi sejak ribuan tahun lalu.
Menurut rumornya, orang ini telah melampaui tingkatan World Deva Stage, tetapi itu masih rumor saja. Dengan kata lain, dia mungkin adalah praktisi terkuat di dunia kalau dia masih hidup.
“Kalian harus bisa mencapai tingkatan itu untuk bisa memahami tingkatan itu seutuhnya...” ujar Zon, “Aku sendiri bahkan belum bisa memahami tingkatan Soul Rebirth seutuhnya meskipun aku adalah orang terkuat di dunia ini...”
“Bohong...” Agus menunjuk Zon, “Kalau kau adalah orang terkuat di dunia ini, mungkin kau sudah menjadi penguasa mutlak dunia ini...”
“Oke, setelah praktik kalian juga harus menguasai senjata tertentu agar lebih mudah dalam pertarungan. Dan juga kalian harus menguasai beberapa jurus tangan kosong serta jurus elemen...” Zon mengibaskan tangannya lalu mengubah topik pembicaraan.
Dalam dunia praktik seperti ini, sebuah kekuatan bisa menentukan sebuah kemenangan. Tetapi itu juga tergantung dari seberapa banyak serta seberapa kuat jurus yang dimiliki seseorang.
“Setelah itu, untuk beberapa bulan pertama aku akan menempa tubuh kalian agar kuat saat menerima beban yang mungkin akan muncul dalam latihan keabadian kalian...”
Ray mengatur napasnya, di sebelahnya berdiri Agus dan Mira yang sedang mengatur napas mereka juga.
“Guru, latihannya terlalu berat!” Seru Mira sambil mengatur napasnya. Kata-katanya juga tidak teratur.
“Inilah yang namanya latihan berat, apa kalian tidak tahu?” Zon berkata dengan santai sambil menikmati teh yang dibuatnya sendiri.
Ray mengumpat dalam hatinya, berat sih berat, tapi ya tidak usah diminta mengelilingi gunung 2 kali!
“Kalian harus menempa tubuh kalian agar kuat, lebih lentur dari orang kebanyakan...” Ujar Zon santai.
“Kalau kalian tak bisa menyelesaikan latihan ini hari ini juga, aku takkan memberi kalian makan...” ujar Zon santai lalu meminum tehnya.
“Oi?!”
***
Dua bulan berlalu sejak Ray dan dua orang tak dikenalnya terjebak di dunia itu. Selama dua bulan itu Zon selalu memberi mereka latihan keras, yang kerasnya melebihi tembok rumah mereka di dunia asal mereka.
“Pukul pohon itu sampai pohon itu meninggalkan jejak pukulan!”
“Lari kelilingi pohon ini 100 kali!”
“Naik turun gunung 3 kali!”
Berbagai latihan keras diberikan oleh Zon pada mereka, tetapi Ray dan yang lainnya merasa tak kelelahan setelah melakukan semuanya.
“Itu karena latihan ini bisa membuat Mana kalian diatur dengan sendirinya...” ujar Zon.
“Setelah kalian bisa mendorong batu raksasa ini dengan tenaga kalian, barulah kalian boleh mempelajari manual yang dua bulan lalu aku berikan...” ujar Zon sambil menepuk batu yang ia duduki.
Manual yang diberikan oleh Zon bernama Nine Spirit Immortal Manual. Manual ini bisa membuat pemakainya memiliki Mana yang amat murni.
“Aku sendiri mempelajari manual ini dari seorang praktisi yang amat hebat...” ujar Zon lagi.
“Oh ya, apakah kita bisa belajar menggunakan senjata sekarang?” tanya Mira.
Zon mengangguk, “Tetapi latihan memakai senjata jauh lebih sulit karena kita harus bisa memahami senjata itu barulah kalian bisa menguasainya dengan mudah....”
Ray mengangguk, “Apa saja jenis senjata yang guru miliki?”
Zon terlihat berpikir lalu berkata, “Ada pedang, tombak, perisai, tongkat, cambuk, sabit, pisau, dan sarung tangan besi...”
“Aku akan memakai pedang!” Ray langsung menaikkan tangannya.
“Tongkat takkan membunuh siapapun...” Agus mengelus dagunya.
“Aku akan memakai sabit karena bisa menyerang dengan jangkauan yang luas...” Mira mengepalkan tangannya.
Mereka kini memiliki tujuan selain kembali ke dunia mereka, yaitu menjadi kuat secepatnya.
Keesokan harinya, Zon menuntun mereka menuju sebuah lapangan luas yang menurut Zon merupakan tempat yang kemarin menjadi lokasi bertarung dua makhluk yang ganas, yaitu Beast.
Ray tentu mendengar suara kebisingan di malam harinya dan juga tak menemukan gurunya di tempatnya tidur. Ray menguntitnya dan melihat kalau Zon sedang menghancurkan sebuah hutan.
“Disini kita akan berlatih senjata...” Zon lalu mengeluarkan tiga senjata, yaitu pedang, tongkat, dan sabit.
“Senjata memiliki tingkatannya masing-masing...” ujar Zon.
Ada enam tingkatan senjata, yaitu Simple, Mortal, Earth, Heaven, Myhtic, dan terakhir Immortal. Yang ada dihadapan Ray, Agus, dan Mira ini adalah tingkatan Simple.
“Aku akan menjauh dan kalian harus menunjukkan ketertarikan pada sebuah senjata...” ujar Zon lalu berjalan menjauh.
“Apa maksud guru?”
“Biasanya kalian harus memiliki sebuah ikatan pada sebuah senjata dan jika kalian memilikinya, kalian juga akan lebih mudah untuk menguasai sebuah senjata...”
“Caranya?” tanya Ray. Ia merasakan banyak sekali ketertarikan pada tiga senjata di depannya.
“Diam...”
“Maksudnya?” tanya Agus.
“Diam saja...”
“Jelaskan lebih detail lagi!” Mira mencoba menahan emosinya, gurunya ini betul-betul terlalu banyak bercandanya.
“Kubilang diam ya diam!”
***
Dua tahun berlalu dengan damai di hutan besar itu. Ray, Mira, Agus, dan Zon semakin memiliki ikatan yang dalam.
Membicarakan tentang tingkat praktik mereka, mereka sudah mencapai Self Forging tingkat ke-5 dan bisa mempelajari jurus elemen.
Jurus disini ada beberapa jenis, yaitu jurus senjata, jurus elemen, jurus tangan kosong, jurus ilusi, dan lain-lain.
Tetapi Zon sebagai Pendekar Jubah Merah hanya menguasai jurus senjata, jurus elemen, dan jurus tangan kosong.
“Aku sendiri memiliki elemen Api saja, jadi aku tak banyak memiliki jurus elemen, paling banyak aku akan menurunkan seluruh jurusku pada Ray ini...”
Penguasaan senjata Zon betul-betul tinggi, ia bisa memakai kesepuluh jarinya menjadi senjata yang mematikan.
Ray sendiri memilih pedang sebagai senjatanya, Mira memilih sabit, dan Agus memilih tongkat.
Tingkatan penguasaan senjata mereka juga tinggi, tetapi karena terlalu fokus mengumpulkan Mana membuat mereka tak bisa memiliki penguasaan senjata lebih tinggi lagi.
Selama dua tahun ini juga, ketiganya kadang pergi ke tengah hutan untuk mencari musuh, entah itu Beast ataupun para bandit.
Menurut Zon sendiri, para bandit ini kebanyakan memiliki tingkatan praktik Self Forging tingkat ke-2 sampai ke-5. Bisa dibilang kalau para bandit ini malas berlatih.
Sebab itulah Zon terkadang mengirim mereka untuk mencari informasi di desa terdekat tentang para bandit ini. Seperti hari ini.
“Hah, kalian tak bosan-bosannya membunuh bandit, ya?” tanya kepala desa di sana.
“Mau bagaimana lagi, kami kehabisan musuh di hutan Greenpeace.” Ujar Ray sambil menggaruk kepalanya dan tertawa kecil.
“Kehabisan musuh sih wajar, tapi kalian ini sampai menghabisi dua puluh kelompok bandit selama dua tahun ini...” kepala desa itu menepuk dahinya, bisa dibilang kalau hutan Greenpeace sudah bersih dari bandit kejam.
“Kalau tidak ada, kami pergi dulu...” ujar Ray lalu ia pergi bersama dua temannya. Bukan, tetapi dua teman sementaranya.
Mereka melompat ke atas pohon dan melesat menuju rumah sederhana buatan Zon.
“Guru, kami kembali...” ujar Mira lalu mengetuk pintunya.
Ada aturan aneh di rumah Zon. Zon memberitahu kalau rumahnya dipasangi segel misterius dan orang yang bisa membukanya hanya dirinya dan tiga muridnya.
Sebab itulah, setiap kembali dari berlatih bersama, Zon pasti akan mengetuk pintu sambil berkata, “Guru, aku kembali...” atau “Guru, kami kembali...”
Ray dan Mira terkadang serasa ingin tertawa melihat itu semua, ketika Zon yang membuat segelnya dan merupakan guru mereka tapi ia sendiri mengetuk pintu dan berkata kalau ia adalah murid Zon.
Tak ada jawaban, Ray memilih mengetuk pintu sambil berkata, “Guru, kami kembali...” lalu membuka pintu bersamaan dengan dua temannya.
Rumah itu kosong, tak ada siapapun. Ray berkeliling rumah itu, mencari gurunya ke segala sudut rumah itu.
Tetapi tak ada siapapun. Agus duduk di tempat mereka biasa duduk lalu berkata, “Mungkin guru mencari makan...”
Memang biasa kalau Zon pergi mencari makan di danau dekat rumah mereka itu, terkadang juga ke kebun liar yang isinya beberapa beri liar juga.
“Apa ini?” tanya Mira lalu mengambil sesuatu di atas tiga cincin besar.
Sebelumnya, Zon sudah mengajari mereka cara membaca huruf di dunia ini setelah Ray dan yang lainnya mengatakan kalau mereka adalah penduduk desa terbelakang di dunia ini.
Ray mengambil dari tangan Mira lalu membacanya.
“Untuk para murid tersayangku...
Saat kalian membaca surat ini, mungkin aku sudah pergi dari rumah ini. Yah, kalian jangan sedih atau bagaimanapun itu karena suatu saat aku pasti akan bertemu dengan kalian.
Aku ada sebuah panggilan untuk membantu dunia ini mempertahankan Aliran Putih. Meskipun aku tidak mau tapi aku berhasil dipojokkan dan dipaksa membantu.
Aku meninggalkan tiga cincin ini yang isinya adalah berbagai sumber daya untuk kalian berkembang. Gunakan dengan bijak dan teruskan latihan kalian di dunia luar hutan Greenpeace.
Dan juga, aku meninggalkan tiga pusaka sesuai dengan senjata yang kalian kuasai. Gunakan juga senjata yang kuberikan ini dengan bijak dan gunakan untuk mempertahankan kedamaian di dunia ini.
Itu saja pesan terakhir dari guru kalian, kuharap kalian bisa berkembang melebihiku suatu saat nanti, bukan tidak mungkin kalau kalian bisa menembus alam selanjutnya.
Sampai jumpa...
Salam,
Gurumu Zon...”
Fun Fact: Sebagai catatan, terdapat dua puluh kelompok bandit di hutan Greenpeace dan masing-masing kelompok itu beranggotakan 40-50 orang, termasuk pemimpin mereka. Ray menghabisi seluruh pimpinannya serta petinggi kelompok itu, sedangkan Agus menghabisi seperempat dari masing-masing kelompok dan Mira menghabisi separuh dari sisa-sisa kelompok itu. Ray akan menghabisi sisanya dan bisa dibilang kalau Ray adalah yang paling banyak membunuh para bandit.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!