NovelToon NovelToon

SIMPANAN TUAN DOUGLAS

Awal

Prancis.

Pria berusia 40 tahun dengan perawakan tinggi, gagah, berwibawa dan sangat tampan tengah menatap istrinya yang sedang bersolek di depan cermin meja rias. Mereka baru saja melewati berdebatan sengit.

"Dengar!" kata sang istri menatap suaminya dari pantulan cermin. "Sejak awal menikah kita sudah sepakat, tidak akan memiliki anak, tapi kenapa kau berubah pikiran?" Kali ini ia menoleh, menatap kesal pada suaminya. "Kau tahu ... karierku sebagai model sedang melambung, aku tidak ingin merusak karir dan reputasiku hanya karena anak!" tegasnya lagi seraya beranjak berdiri, sudah selesai dandan, ia terlihat sangat cantik dan menarik. Sebagai seorang model ternama, tentu penampilannya sangat luar biasa mempesona setiap mata yang melihatnya.

Douglas menarik nafas panjang mendengar ucapan istrinya. "Jadi kau tetap pada keputusanmu?" suaranya terdengar datar, dan tajam.

"Doug, jangan membahas ini lagi!" jawab Freya tak kalah tegas. "Aku pergi dulu. Mungkin akan pulang larut karena hari jadwalku sangat padat." Freya menyambar tas mewahnya, lalu mengecup pipi suaminya sekilas sebelum keluar dari kamar.

Douglas mematung di tempat, tapi kedua tangannya terkepal kuat. Freya adalah wanita keras kepala dan tidak pernah menuruti ucapannya. Dulu dia dibutakan cinta maka dari itu dia setuju saja dengan perjanjian pernikahan mereka. Tapi, setelah hampir 4 tahun menikah dia merasa hampa tanpa hadirnya seorang anak dalam pernikahan mereka. Freya yang selalu sibuk tidak pernah ada waktu untuknya membuatnya semakin berada di titik jenuh pernikahannya.

*

*

Jakarta.

Sore hari itu. Mendung di sertai gerimis mengiringi pemakaman seorang ayah. Gadis cantik bernama Bintang menangis tiada henti menatap gundukan tanah yang masih basah dan bertabur ribuan kelopak bunga.

"Bintang, sudah  ... ikhlaskan ayahmu pergi untuk selamanya. Gerimis semakin deras, kita harus pulang," ucap Tari ibu tirinya, seraya membelai lembut kepalanya.

Bintang diam tidak bersuara, hanya isak tangis lirih yang keluar dari bibirnya sembari memeluk foto sang Ayah yang meninggal karena penyakit jantung. Ia tidak mengidahkan ucapan lembut Tari karena perhatiannya hanyalah akting.

Tari merupakan ibu tirinya yang selalu pintar bersandiwara di depan orang lain. Bahkan di depan ayahnya sendiri. Bagi Bintang, Tari adalah jelmaan iblis wanita yang tidak memiliki hati nurani.

"Aku bisa sendiri!" kata Bintang menepis tangan Tari yang ingin membantunya jalan.

Tari diam dan memasang wajah sedih saat mendapat penolakan Bintang demi mendapatkan empati dari orang sekitar.

"Bintang, kamu nggak boleh kayak gitu. Ibumu sangat baik, kamu jangan menolak kebaikannya, nanti dia sedih," seorang tetangga mengingatkan Bintang, tapi Bintang hanya melengos menanggapinya.

"Nggak apa-apa, Pak. Bintang pasti sangat sedih dan terpukul atas meninggalnya ayahnya, jadi wajar kalau bersikap kayak gitu," ucap Tari, lembut, lalu segera menyusul Bintang yang sudah berjalan mendahului.

"Sabar ya, Bu Tari," sahut tetangganya sangat prihatin.

*

*

"Kenapa kau tidak mencari wanita lain saja yang mau mengandung anakmu," saran sesat dari Daniel membuat Doug mengumpat.

"Kau bukannya membantuku tapi malah menyesatkan aku!" geram Douglas, menatap kesal pada pria itu.

"Aku sedang memberikan saran terbaik untukmu. Benar 'kan, Sayang?" Daniel meminta pendapat istrinya yang baru saja bergabung dengan mereka sambil membawa dua cangkir kopi dan di letakkan di atas meja.

"Benar," sahut Vit, tersenyum pada Doug yang terlihat galau.

Doug mendengus, sepertinya dia salah curhat kepada pasangan suami istri itu. Menyebalkan!

*

Tanah kuburan ayahnya masih basah tapi para dept kolektor sudah mendatangi. Kedatangan dua pria berbadan besar itu menimbulkan kehebohan dan tanya dari para tetangga.

Rasa duka yang mendalam, kini bercampur ketegangan yang begitu dingin saat Bintang berbicara dengan kedua pria menyeramkan itu.

"Aku harap kalian bisa membayar hutang sekarang juga!" tegas pria berbadan besar dan berwajah menyeramkan pada Tari.

"Kami masih berduka, tapi kalian tega ke sini menagih hutang?!" kata Bintang dengan nada marah dan tidak terima.

"Heh. Bocah! Bukankah harusnya orang yang meninggal hutangnya harus segera dilunasi?!" sentak pria itu, lengkap dengan tatapan tajam.

"Saya, tahu, tapi kami belum punya uang. Berikan saya waktu selama seratus hari," jawab Bintang, penuh permohonan.

Kedua pria itu saling pandang setelah mendengar ucapan Bintang. Mereka memang tegas dalam menagih hutang, tapi bukan berarti mereka tak punya hati. Kondisi Bintang sedang berduka, dan akhirnya mereka memberikan keringanan, menyetujui permohonan Bintang.

"Ingat, ya! Seratus hari hutang harus lunas!" tegas pria itu, menatap Bintang sangat tajam.

Bintang mengangguk pelan.

Dua pria itu pamit pergi setelah mengatakan hal tersebut. Mereka akan datang seratus hari lagi.

Bintang bernafas lega. Ketegangan di sana berangsur hilang. Gadis berusia 20 tahun itu mengusap wajah kasar.

Para tetangga mulai bergosip seraya melirik Bintang dan Tari. Bintang berusaha abai dengan mulut tetangga yang banyak julidnya.

"Mau dapat uang dari mana uang sebanyak itu?" Tari berkata lembut pada Bintang, padahal dalam hati mengutuk anak tirinya.  "Buat makan aja susah!! Bapakmu mati bukannya ninggalin warisan malah HUTANG!" Tari menekan kata hutang dengan penuh kekesalan.

Untung ucapan Tari cukup pelan, jadi tidak ada yang mendengar kecuali Bintang.

"Aku akan bekerja—"

"Atau jual rumah ini!" potong Tari.

"Nggak! Nggak bisa. Cuma rumah ini yang ditinggalkan Bapak!" Bintang tidak setuju dengan usul ibu tirinya.

"Hutang bapakmu itu 150 juta, buat biaya berobat—"

"Dan makan sehari-hari kita, juga memenuhi gengsimu!" balas Bintang, menatap tajam ibunya yang kini bungkam tak berani lagi menjawab ucapannya. "Harusnya kamu malu karena selama ini jadi benalu bapakku!! Udah numpang tapi nggak tahu diri! Andai aja bapak nggak memenuhi gengsimu, bapakku masih hidup sampai sekarang!" Bintang selama ini diam menerima perlakuan kejam Tari, apalagi ibu tirinya itu selalu menghasut ayahnya. Meski terlambat memberikan perlawanan, dia berjanji akan mengusir wanita itu dari rumah ini!

Tari mengepalkan kedua tangan, tak dapat menahan emosi mendengarkan makian anak tirinya. Kedua matanya berkaca-kaca mulai akting tersakiti demi mendapatkan perhatian dari orang sekitar.

"Bintang, tanah kuburan bapak masih basah, kenapa kamu tega ngomong kayak gitu sama ibu?! Apa salahku hingga kamu menuduh aku menghabiskan harta bapakmu, udah jelas-jelas bapakmu banyak hutang untuk berobat! Hu hu hu." Tari menangis tersedu-sedu, sembari melirik sinis Bintang yang kini mendapatkan cibiran dari para tetangga.

"Bintang jangan kejam jadi anak! Bagaimana pun juga, Bu Tari adalah wanita yang baik, sabar, dan penuh perhatian, buktinya selama ini dia begitu tulus merawat bapakmu sampai tiada." Pak RT menasehati Bintang dengan nada pelan.

"Tahu nih, Bintang, nggak tahu diri banget!" sahut yang lain, mencibir Bintang.

Bintang mengepalkan kedua tangan, menata tajam ibu tirinya yang tersenyum sinis padanya.

Kurang ajar! Sialan! Dasar wanita iblis!! Maki Bintang dalam hati.

***

Jangan lupa subscribe, like, dan komentarnya yak.

Ini sequel dari novel It's Okey If You Forget Me--Kisah Paolo Sorgia dan Vittoria.

Dingin dan hampa

"Freya, aku lapar, buatkan makan malam untukku," pinta Douglas pada istrinya yang baru pulang malam itu.

"Aku baru pulang!" jawab Freya menatap suaminya dengan tatapan kesal. "Kau bisa pesan makanan 'kan?!" bentak Freya seraya melemparkan tasnya ke sofa.

"Freya, kita sudah menikah selama 4 tahun, kau tak pernah sama memasak untukku. Ayolah, Freya, kali ini saja." Douglas masih berusaha bersabar menghadapi istrinya bahkan ia memohon pada Freya.

Freya menghembuskan nafasnya dengan kasar, menatap kesal pada suaminya. "Kenapa kau sekarang banyak menuntut?!" ucapnya penuh penekanan.

"Aku hanya minta hakku. Apa itu salah?" Douglas membalas tatapan istrinya dengan pandangan tak kalah kesal.

Freya mendengus kesal, lalu melipat kedua tangannya di depan dada. "Aku tidak bisa masak, Doug!" bantahnya, lalu berjalan menuju kamar tanpa menghiraukan suaminya yang terus memanggilnya.

Douglas menghela nafas panjang, menatap punggung istrinya yang menghilang setelah pintu kamar tertutup rapat.

Tinggal di apartemen mewah yang berpusat di Kota Prancis. Kehidupan Douglas dan Freya sangat mewah dan bergelimang harta, namun keduanya sepakat untuk tidak memperkerjakan asisten rumah tangga. Jadi dua hari sekali ia akan memanggil cleaning servis untuk membersihkan apartemen tersebut.

Douglas memijat tengkuknya sambil berjalan menuju dapur. Ia berdiri di depan kompor seraya menatap sebungkus mie instan.

Ck!

Douglas berdecak kesal, seraya melempar mie itu ke tempat sampah. Padahal dia sangat berharap istrinya mau memasak untuknya, meski hanya sebungkus mie instan. Sekarang rasa laparnya telah hilang di telan rasa kecewa.

Douglas menuju kamar. Dia menatap sekilas istrinya yang baru keluar dari kamar mandi. Cantik, sangat cantik dan sexy. Freya adalah wanita yang sangat sempurna di matanya. Itulah yang membuat Douglas jatuh hati pada wanita tersebut.

Freya berlalu begitu saja menuju ranjang, merebahkan diri di sana. Begitu pula dengan Doug melakukan hal yang sama.

Hening.

Tak ada yang bersuara sama sekali diantara mereka. Hanya terdengar suara hembusan nafas bersahutan dan dentingan jam dinding yang menjadi melodi dalam keheningan itu.

Dingin. Itulah yang dirasakan Douglas saat ini. Hatinya begitu dingin, hampa, dan kosong, tidak seperti dulu saat pertama kali menikah dengan Freya. Dulu, mereka saling menggebu, penuh cinta, hasrat dan gairah yang membara, tapi belakangan ini semua yang dia rasakan dulu telah sirna. Ditambah lagi sikap Freya belakangan ini berubah dingin padanya.

Freya tidur membelakanginya. Sedangkan Douglas menatap langit-langit kamar dengan berbantalkan kedua lengannya.

*

*

Di sisi lain.

Bintang sedang kesulitan mencari pekerjaan. Gadis cantik yang memiliki kulit eksotis itu menarik nafas panjang sembari mengusap keringat di kening. Padahal masih pagi, tapi cuaca di Ibukota pagi itu terasa panas.

"Mau nyari kerjaan di mana lagi? Susah banget nyari kerja disini," gumam Bintang sambil menghentikan langkah untuk istirahat sejenak. Sudah dua hari dia mencari kerja di berbagai perusahaan yang ada di ibu kota, tapi tak satupun yang menerimanya dengan alasan kulitnya tidak putih dan kurang cantik.

"Sebenarnya mereka itu cari karyawan apa model sih?!" kesalnya, sambil melanjutkan langkah. "Terlalu banyak aturan dan persyaratan! Pantesan aja angka pengangguran makin meningkat!" gerutu Bintang sangat jengkel.

*

Prancis.

"Wajahmu kusut sekali, Doug," ledek Daniel sambil mengamati wajah asistennya yang tampak kusut tak seperti biasanya. Mereka berdua saat itu berpapasan di lobby perusahaan pagi itu.

"Aku butuh liburan, Tuan," jawab Doug seraya mengendurkan dasi yang terasa mencekik lehernya.

Dua pria tampan dan gagah itu berjalan beriringan memasuki perusahaan. Semua karyawan yang berpapasan dengan mereka berdua menyapa dengan sopan.

"Heum. Biar aku tebak, pasti ini karena Freya?" tebak Daniel, menatap Doug yang berjalan di sampingnya.

"Saranmu tempo hari sudah aku pertimbangkan," jawab Doug, lesu karena frustrasi akan rumah tangganya yang semakin dingin.

"Saran? Saran yang mana?" Daniel menggaruk ujung alisnya yang tidak gatal dengan raut bingung.

"Mencari wanita baru untuk mengandung benihku," jawab Doug, menatap Daniel dengan lekat. Obrolan mereka terjeda saat pintu lift terbuka, mereka berdua masuk bergantian ke dalam lift khusus petinggi perusahaan.

Daniel syok mendengarnya, sampai menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Kau serius, Doug? Padahal saat itu aku dan istriku bercanda," ucap Daniel, masih dengan raut syok.

Doug hanya menaikkan kedua pundaknya bersamaan, tanpa mengatakan apa pun. Jelas sekali dari sikapnya, Doug terlihat putus asa dan frustrasi.

"Doug, kau serius dengan keputusanmu?"

"Tuan, aku dan Freya sudah hampir sebulan tidak melakukan hubungan itu. Pernikahan kami semakin dingin dan hampa," jawab Doug, serius seraya menatap boss nya.

Daniel mengangguk-angguk, seolah memahami perasaan Douglas sekaligus mempertimbangkan keinginan asistennya yang ingin liburan.

"Kau pasti tahu bagaimana perasaanku saat ini," kata Doug seraya bersandar di dinding lift yang dingin itu.

"Iya, aku tahu. Apalagi sudah sebulan kau tak ganti oli. Ck! Kepalamu pasti sakit sekali, Doug," jawab Daniel, berakhir meledek asistennya itu sambil nyengir lebar.

Doug hanya mendengus seraya menatap malas atasannya.

*

*

Bintang pulang ke rumah dengan harapan kosong. Dia belum mendapatkan pekerjaan.

"Gimana, dapat kerjaannya?!" tanya Tari, berkacak pinggang dan menatap tajam Bintang yang baru masuk rumah. "Pasti nggak dapat ya?!" cibirnya saat melihat Bintang melengos sambil melewatinya.

"Setidaknya aku udah berusaha! Dari pada kamu yang kerjaannya cuma ongkang-ongkang kaki di rumah!" balas Bintang dengan kata-kata tajam.

"Kurang ajar! Anak nggak tahu diuntung kamu!" Tari tak terima dengan ucapan yang dilayangkan Bintang padanya.

"Makanya nggak usah ngajak debat! Kalau nggak mau dibalas!" balas Bintang, berlalu meninggalkan Tari yang masih mencak-mencak di ruang tamu.

Tari mengepalkan kedua tangan, seraya merapatkan gigi. "awas kamu, anak laknat!! Aku berjanji bakalan bikin kamu menderita!" geramnya penuh kebencian.

*

"Indonesia?" beo Douglas saat Daniel memberi saran pada dirinya agar liburan ke Indonesia.

Seumur hidupnya, tak pernah terpikir untuk liburan atau menginjakkan kaki ke negara tersebut.

"Apa yang menarik dari negara itu?"

"Doug, aku dan Vittoria pernah liburan ke sana. Indonesia sangat indah, mempunyai berbagai macam budaya, dan banyak destinasi wisata yang harus kau kunjungi. Coba kau searching di google tentang Indonesia," saran Daniel, sambil tersenyum lebar. "Dan yang lebih menarik adalah wanita Indonesia sangat cantik, sexy, dan memiliki kulit eksotis," imbuhnya.

Doug jadi memicingkan mata saat atasannya itu memuji wanita Indonesia.

"Hei, aku ini setia, jadi jangan menatapku seperti itu!" sahut Daniel dengan cepat, seolah tahu yang ada dalam pikiran Doug. "Dan aku hanya menilai wanita disana menurut pandanganku, tidak lebih!"

Doug terkekeh saat melihat atasannya tampak panik. "Santai saja, tidak perlu sepanik itu," ledek Doug, membuat kedua mata Daniel langsung melotot.

200 juta!

"Kau tidak ingin bercerai dengan Freya, Doug?"

"Tidak."

"Kenapa? Bukankah kau tadi bilang kalau hubunganmu dengannya semakin dingin dan hampa? Lalu apa yang kau pertahankan dalam pernikahan seperti itu?" cecar Daniel. "Jangan bilang kalau kau masih mencintainya?!" tebaknya.

Doug tidak menjawab tapi raut wajahnya sudah menjelaskan semuanya.

"Saranku kemarin hanyalah candaan, Doug. Jika kau masih mencintai Freya, maka jangan khianati dia," kata Daniel penuh kesungguhan. "Semua masih bisa diperbaiki 'kan?" imbuhnya lagi, tapi Doug hanya merespon dengan menaikkan kedua bahunya bersamaan.

"Aku tak mengerti jalan pikiranmu!" Daniel jadi kesal sendiri. Ia sudah berusaha menasehati tapi asistennya itu malah bersikap cuek.

"Entahlah. Untuk saat ini aku masih bingung dengan perasaanku. Di tambah lagi, perjanjian pernikahan itu..." ucapan Doug terjeda sejenak. Dia lupa kalau perjanjian pernikahannya dengan Freya bersifat rahasia. Hampir saja keceplosan.

"Perjanjian pernikahan?" Daniel membeo dengan raut penasaran. "Kau dan Freya menikah di atas perjanjian?!" suara Daniel meninggi, bahkan kedua matanya sempat melotot. Terkejut. Iya, Daniel sangat terkejut dengan fakta yang baru dia ketahui.

Doug memejamkan mata sejenak sambil menipiskan bibir, tak berselang lama dia menghela nafas panjang. Sudah terlanjur bicara, kenapa tidak dilanjutkan sekalian, pikirnya. Dan akhirnya, Doug menceritakan semua tentang perjanjian pernikahannya pada Daniel.

"Gila!" Daniel mengumpat karena saking terkejutnya. "Apa yang ada di dalam pikiranmu, Doug!"

Doug hanya menghela nafas lesu sebagai jawaban. Bukan karena tidak ingin merespon amukan Daniel, tapi pikirannya saat ini sudah berkecamuk, dan lidahnya terasa kelu.

"Doug, kau ini bodoh atau apa? Bagaimana bisa kau menyerahkan semua hartamu pada Freya yang tidak mau mengandung anakmu?!" Daniel sangat marah pada Doug.

"Saat itu aku dibutakan cinta." Doug menjawab sambil memijat pelipis, lalu merutuki kebodohannya.

"Bisa saja Freya cuma memanfaatkanmu, Doug! Dasar bodoh! Idiot!" maki Daniel sekali lagi.

Doug menarik nafas panjang, pasrah dimaki dan dimarahi Daniel. "Aku akan segera merubah semua aset yang sudah kuberikan padanya menjadi atas namaku lagi," ucap Doug, penuh kesungguhan.

"Itu baru benar! Jangan sampai hanya karena cinta kau menjadi bodoh!" Daniel setuju dengan keputusan Doug.

"Terima atas makiannya, Tuan. Makianmu adalah semangat bagiku!" sahut Doug penuh sindiran yang membuat Daniel langsung berdecih kesal.

Siang hari itu. Tari menemui seorang pria di sebuah restoran ternama di kota tersebut. Sudut restoran itu menjadi saksi pertemuan mereka. Tari duduk berhadapan dengan pria tua gendut.

"Aku pastikan Anda tidak akan menyesal, Pak. Anak tiri saya ini sangat cantik dan masih sangat muda. Usianya baru 21 tahun," ucap Tari kepada seorang pria botak berbadan gempal.

"Aku mau fotonya!" kata pria botak itu.

Tari tersenyum sambil menjentikkan jari dan jempolnya di depan muka. Dia segera mengambil foto Bintang dari tasnya.

"Ini. Bagaimana cantik 'kan?" Tari menggosokkan kedua tangan. Tidak sabar menerima duit dari mucikari dihadapannya.

"Heum ..." Pria botak dan gendut itu menggosok rahangnya yang sudah keriput. "Kenapa kulitnya nggak putih? Dan kamu yakin dia masih perawan?" Ia agak ragu saat melihat foto Bintang.

"Masih! Dia masih perawan, belum pernah pacaran! Dan masalah kulitnya yang agak gelap bisa di bawa ke dokter kecantikan 'kan, sekarang 'kan banyak infus whitening," kata Tari tersenyum lebar. Mengusahakan dan membujuk pria gendut itu agar jadi membeli Bintang untuk di jadikan pelacur.

Pria tersebut berpikir sejenak. Tak lama kemudian dia mengangguk. "Oke ... 200 juta!" katanya dengan penuh ketegasan saat memberikan harga setara menurutnya.

"Kok cuma 200 juta! Anakku cantik dan masih perawan!" Tari tentu tidak terima dengan harga segitu.

"Jika putrimu memang masih perawan maka aku akan aku tambah 100 juta lagi!" jawab pria itu tak main-main.

"Oke, deal!" Tari tersenyum senang, apalagi saat pria itu mengambil beberapa gepok uang dan di serahkan padanya.

"200 juta cash!" kata pria itu sambil menyesap rokoknya dengan rakus. "Jadi kapan kamu mengantarkan anakmu?" Ia tidak sabar mencicipi gadis itu sebelum dijadikan pelacur di club malamnya.

"Besok malam!" jawab Tari, tersenyum puas tanpa mengalihkan pandangannya dari tumpukan uang di hadapannya.

Aku kaya! Tari menjerit dalam hati.

"Ingat, jika kamu bohong. Maka kamu harus mengembalikan uang itu tiga kali lipat, dan kamu juga akan berurusan dengan polisi!" ancamnya tak main-main.

"Tenang saja, Pak! Aku pasti menepati janjiku." Tari menjawab sambil memasukkan semua itu ke dalam tasnya.

Bintang sendiri sedang resah dan gelisah sambil menatap lowongan pekerjaan yang terpampang dilayar ponselnya. Sudah melamar kerja via email, dan secara langsung tapi tidak kunjung dapat panggilan.

"Gimana ini? Sebentar lagi rentenir akan datang menagih hutang," gumam Bintang sembari memijat pelipisnya saat kepalanya mendadak pusing. "Kalau nggak sanggup bayar, terpaksa harus merelakan rumah ini di sita." Bintang menatap ke segala penjuru ruang tamu yang selama ini jadi saksi hidupnya dari kecil sampai dewasa. Rumah itu juga memiliki kenangan yang tak ternilai. Kenangan bersama sang mendiang ayah tercinta.

'"Bapak maafin aku," gumam Bintang sangat perih hatinya.

Ceklek!

Suara pintu terbuka dari luar membuat lamunan Bintang buyar.

Bintang menatap malas ibu tirinya yang baru pulang.

"Ngapain kamu lihat-lihat!" sewot Tari, tidak suka di tatap sinis  oleh anak tirinya.

Bintang memilih diam, tidak menjawab, karena sedang malas ribut. Kepalanya rasanya mau pecah karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan.

Tari tersenyum mengejek saat melihat Bintang sedang melihat iklan lowongan pekerjaan dari ponsel. "Belum dapat kerjaan?" ejeknya.

"Bukan urusanmu!" balas Bintang, sinis.

"Aku punya teman. Dia lagi butuh asisten di hotelnya. Kalau kamu mau besok malam kamu bisa menemuinya," ucap Tari, meyakinkan Bintang agar percaya dengan ucapannya.

"Nggak mau!" balas Bintang.

Tari menaikkan kedua bahunya bersamaan. "terserah kamu.  Aku cuma ingin bantu." Tari langsung melenggang pergi menuju kamar sambil tersenyum devil.

Bintang menarik nafas panjang, seraya memikirkan tawaran Tari.

*

"Aku akan liburan ke Indonesia." Doug berkata pada istrinya yang sedang bersantai di depan televisi.

Doug yang baru pulang kerja malam itu merasa gerah, dia melepaskan jas dan dasinya lalu menyampirkan ke tangan. Freya sama sekali tidak pernah perhatian juga tidak pernah menyambut kedatangannya. Sial! Kenapa dia begitu bodoh selama ini? Lagi-Lagi Doug memaki dirinya sendiri saat teringat kebodohannya.

"Silahkan!" jawab Freya, cuek, tanpa mengalihkan perhatiannya dari televisi yang menyala.

"Oke! Jangan menyesal kalau nanti aku tidur dengan wanita lain!" sahut Doug, jengkel. Kemudian berlalu menuju kamar.

Freya agak kaget mendengar ucapan suaminya. Kedua matanya mengikuti langkah suaminya yang kini sudah hilang setelah melewati pintu kamar.

"Dia mana berani bertindak seperti itu," gumamnya, karena ia sangat yakin kalau Doug sangat mencintainya dan tidak akan pernah tidur dengan wanita lain selain dirinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!