Sebut saja namanya Bulan. Dia adalah seorang anak indigo mempunyai penglihatan dua dimensi yang berbeda. Bulan seorang anak tunggal, meskipun dia hidup berkecukupan namun kedua orang tuanya selalu mengajarkan nilai kehidupan yang sederhana. Bulan murid kelas 1 B ilmu pengetahuan alam, ketika dia menginjakkan kaki ke depan pintu gerbang. Bulan langsung merasakan berbagai kehadiran para makhluk halus penunggu sekolah saat berada disana. Gedung A adalah sekolah model favorit yang setiap tahun sering masuk surat kabar.
Telah terdata ribuan siswa-siswi kesurupan dan meninggal secara tidak wajar di sekolah maupun selepas pulang dari sekolah. Tapi pihak sekolah semaksimal selalu berusaha menyembunyikan berita karena takut sekolah menjadi tutup dan tidak ada lagi yang berani belajar disana. Bu Fera adalah guru biologi, dia adalah Tantenya Bulan. Dia juga bisa merasakan kehadiran makhluk halus dan sering mendapatkan teror keganjilan demi keganjilan dari ruang kantor guru.
Yolanda adalah teman satu kelas Bulan yang suka mendapatkan gangguan demi gangguan yang di alaminya semenjak masuk ke sekolah tersebut. Ikhsan adalah teman misterius di sekolah Bulan, dia adalah selalu mengatakan kepada Bulan bahwa segala penampakan makhluk halus adalah halusinasi. Namun di balik semboyan hidupnya itu, ikhsan selalu memantau gerak-gerik Bulan yang selalu di ganggu penghuni gedung sekolah dari kejauhan. Ikhsan juga salah satu sahabat yang sangat perhatian kepada Bulan.
Pak Yunan seorang penjaga sekolah yang setiap malam berkeliling mengawasi keadaan sekitar sekolah. Setengah jiwa penjaga sekolah telah di rasuki makhluk penunggu sekolah. Jiwanya telah bersemayam sesosok jin penunggu ruang kantor guru karena setiap malam dia menjaga gedung seorang diri dari senja sampai terbit fajar, terkadang pak Yunan kesurupan di saat tengah malam.
Apakah Bulan akan selamat dari serangan makhluk-makhluk penghuni sekolah karena ingin menghentikan kematian teman-temannya ? Kisah Bulan yang panjang menghadapi para makhluk tidak kasat mata, penunggu para penghuni ghaib yang suka membuat kesurupan para siswa- siswi.
...----------------...
Deras hujan mengguyur wilayah kota North. Tepat pukul 06.30 Wib Bulan tiba di sekolah berhubung dia piket kelas. Bulan turun dari bus sekolah dan berlari dengan jas hujan berwarna merah muda serta payung di tangan kanannya menuju sekolah.
"Selamat pagi tante Fera."
Bulan menghampiri gurunya yang hanya diam tanpa menjawab.
Bulan menepuk pelan pundak tante ,tampak Tante Fera terkaget dari lamunannya dan matanya melotot melihat Bulan tajam.
"Sejak kapan kamu berdiri disini Lan?"
Tante Fera merogoh tisu di dalam kantong baju blazer lalu mengusap wajahnya. Keringat masih deras bercucuran dari dahi Tante.
"Kenapa Tante melamun? Bulan baru saja sampai."
"Tidak, tante berniat menemani kamu piket hari ini. Handphone kamu tidak aktif jadi tante khawatir."
Bulan tersenyum melihat tante Fera, hanya tante Fera yang paham akan keadaan Bulan. Bu Fera adalah adiknya ibu Bulan. Tapi tante Fera sudah seperti sahabat atau kakak bagi Bulan.
"Seharusnya kamu tinggal di rumah Tante, ayah dan ibumu pasti masih sibuk di luar kota. Tante tidak setuju kamu di rumah hanya berdua bersama mbok Yanti."
Tante Fera menyodorkan botol minum yang berisi susu hangat kepada Bulan.
"Terimakasih Tante, kalau ayah dan ibu lusa tidak pulang juga maka Bulan akan menginap dirumah Tante."
Syuuhhhh, syuh.
Angin kencang berhembus menambah hawa menyeramkan di depan meja piket. Langit menjadi gelap dan hujan semakin deras.
Dor,dor,dor.
"Suara tembakan siapa itu Tante?", tanya Bulan dan berlari menuju ke arah lapangan sekolah.
"Bulan.. tunggu Tante."
...Dengan segenap kerisauan yang membuncah menjelma merasuki aliran darah yang menghantam sajak arti kata makna misteri, bola dunia di ruang misteri mengisyaratkan segala bentuk nestapa....
...🔥🔥🔥...
Tante Fera mengejar Bulan yang sudah berlari kencang menuju lapangan basket.
"Aku yakin sekali mendengar suara tembakan-tembakan tadi!" bisik Bulan.
"Bulan.. aduh, tunggu Tante dong! kamu boleh penasaran tapi jangan sendirian berlari di tengah suasana yang mencekam."
Tante Fera memegang erat lengan Bulan.
Senapan ghaib dan tembakan masih saja bersahutan beradu bagai di dalam Medan perang. Tante Fera menghentakkan badan dan mencari-cari sumber suara tembakan yang bersahut-sahutan di tengah deras hujan yang perlahan mereda berubah rintik gerimis.
"Tante mendengar suara itu kan?" tanya Bulan.
Tante Fera menganggukkan kepala dan menarik Bulan berjalan menuju lorong kelas.
Terdengar suara berisik yang bersumber dari ruang kelas Bulan. Terlihat Ikhsan memegang sapu dan bersandar di depan pintu kelas.
"Selamat pagi bu."
"Selamat pagi ikhsan kenapa kamu sendirian menyapu kelas?"
"Tidak apa-apa Bu hitung-hitung olahraga pagi."
Setelah Ikhsan pergi membawa sapu dan keranjang sampah menuju gudang. Beberapa menit kemudian para siswa satu persatu memasuki ruangan kelas dengan mengucap salam kepada Tante Fera.
"Bulan, nanti pulang sekolah tunggu Tante ya jangan pulang sendiri."
"Baiklah Tante."
Suasana ruangan kelas ketika perjalanan berlangsung.
Gubrak,brugh.
Anton membanting mejanya, mata Anton berubah berwarna merah. Biji bola mata bergerak memutar ke atas.
"Argh..argh"
Suara teriakan anak kelas 1-C memecah keheningan suasana belajar mengajar di hari itu.
"Semuanya tenang!" Pak boy berteriak dan melangkah naik ke meja guru.
Heri dan Adit memegang erat Anton, tenaga Anton tidak bisa di imbangi oleh mereka. Keduanya terbanting ke lantai, sedikit lagi kepala mereka pecah kalau tidak di tangkap oleh beberapa teman yang lain. Para siswi berlari keluar kelas menuju lapangan sekolah. Kelas sangat riuh, meja dan bangku begitu berantakan bagai terhembus oleh angin kencang. Kesurupan masal berantai kembali terjadi di sekolah favorit.
Beberapa guru memegangi mereka dan bertasbih dengan embun zikir ke telinga mereka. Siswa-siswi yang pingsan di gotong ke mushola sekolah. Kegiatan belajar mengajar di hari itu berhenti karena insiden yang tidak terduga. Bulan menoleh ke jendela luar sekolah.
Para roh- roh itu sepertinya semakin merajalela, batin Bulan.
"Bulan, rasa ku kok jadi merinding ya. Semua isi perutku terasa ingin keluar semua", kata Yolanda mendekati Bulan.
"Jangan melamun Yo, aku yakin kamu pasti bisa melawan mereka."
Bulan menunjuk kata melawan mereka ke arah pohon beringin dekat lapangan sekolah.
"Hello, teman-teman santai aja yang namanya setan atau hantu belau itu hanya ilusi dan tidak nyata!" ucap ikhsan dari balik tembok tepat Bulan menoleh kan wajahnya ke Jendela.
"Awas, kamu merusak pemandangan ku saja!" bentak Bulan.
Ikhsan hanya membalas dengan tawa kecil dan melirik Bulan.
"Kau sedang berbicara kepada siapa, Lan?"
Bulan tidak menyahut dan pergi meninggalkan Yolan.
Suasana di ruang guru begitu mencekam bersama gemuruh kecemasan hati dan pikiran guru-guru yang menghadiri rapat.
"Hal ini tidak bisa di biarkan, kita harus mengadakan pengajian di sekolah hari ini juga."
Seluruh staf guru mengatur acara pengajian di mushola dan mengundang ustad untuk membacakan doa selamatan di sekolah. Sementara di sisi lain di kantor guru tampak pak boy, pak Rudi bersama bu dea merencanakan sesuatu yang tidak di ketahui kepala sekolah dan guru lainnya.
"Ya benar sekali.. saya sangat setuju!" ucap bu Dea.
"Baiklah, kita mulai saat pulang sekolah", sahut pak boy.
Pak Rudi mengacungkan dua jari jempol kepada mereka.
...🔥🔥🔥...
"Amin, Alhamdulillah."
Ucap kepala sekolah beserta guru-guru yang ikut melaksanakan pengajian dan doa bersama di pimpin oleh ustadz yang sering hadir di sekolah mereka. Siswa-siswi yang masih lemas dan pingsan berangsur sadar dan bisa normal kembali.
Mau sampai kapan kejadian ini meneror anak-anak? gumam Tante fera.
Siang itu selepas kegiatan para siswa-siswi pulang menuju rumah mereka masing-masing. Ikhsan yang tersenyum menarik sudut perhatian Bu Fera di depan meja piket berubah bingung memperhatikan kerutan pada dahi Tante Fera.
"Ikhsan, apakah kamu melihat Bulan?", tanya Tante Fera.
"Tidak Bu, saya akan berusaha menemukan dimana keberadaan Bulan."
"Hati-hati ya jangan lupa kabari ibu."
Ikhsan berlari masuk ke dalam gedung melambungkan segala pertanyaan dimana bekas langkah kaki Bulan terakhir kali agar bisa dia deteksi.
Bulan, dimana kau! gumam Ikhsan.
Suasana mendung di pagi hari masih tertutup rapi oleh kabut hitam di sekitar gedung sekolah. Keributan bersemayam seakan siap menyemburkan larva panas mengenai perbukitan dan tanah yang subur tersusun tumbuhan hijau tanpa rasa belas kasih. Perjuangan menutup ledakan gunung dengan siraman gerimis di malam hari hanya akan menjadi candu yang berkepanjangan.
"Apakah sudah aman?" tanya Bu dea dari balik pintu besi gerbang sekolah.
Pak Rudi mengangguk dan masuk ke dalam gerbang di susul pak boy dan seorang lelaki tua berbaju hitam.
Krekek. (Suara pintu gerbang tertutup).
"Bagaimana dengan Yunan? jam berapa dia mulai menjaga sekolah?", ucap pak boy.
"Tepat pada angka jarum jam pukul enam, kira-kira Waktu kita hanya dua jam lagi begitu arlojiku berbunyi maka kita harus segera pergi."
Pak Rudi menyetel arloji di tangannya dengan hitungan start awal.
Tanpa pikir panjang lagi lelaki tua yang memakai pakaian serba hitam bergegas menyalakan dupa di wadah tampan yang terbuat dari bambu.
...----------------...
"Tunggu! kau juga salah satu makhluk yang suka mengganggu teman-temanku kan!"
"Hei tunggu, kembalikan sepatuku!"
Dengan nafas yang memburu Bulan mengejar sesosok hantu sampai menuju pohon beringin tepat lelaki tua menyalakan dupa.
Kretek, Krekek. (Suara patah-patahan Ranting kayu yang berasal dari pijakan kaki-kaki Bulan). Bulan segera bersembunyi dan menutup mulut dengan kedua tangan.
"Siapa disana!" kata lelaki tua.
Perlahan dia mencari sumber suara dengan membawa obor di tangan.
"Ada apa pak? Siapapun yang mengetahui rencana kita, akan menjadi bumerang, siapapun dia harus kita bungkam!" kata pak Rudi.
"Oh jadi kau Yolan! mengapa kau belum pulang sekolah?"
Bu Dea menatap Dea tajam dan mencari-cari sesuatu yang mencurigakan di dalam tas Yolan.
"Apa ini? mengapa kamu membawa banyak garam?"
Yolan hanya menunduk diam dan ketakutan, dia merasa nyawanya sedang terancam di hari itu.
"Jujur saja, kau melihat apa yang terjadi disini?", bisik bu Dea ke sebelah telinga kanannya.
Yolan hanya menggelengkan kepala dan berlutut di depan Bu Dea.
"Tolong jangan hukum Yolan bu, yolan janji akan secepatnya pulang saat bel Waktu pelajaran selesai."
"Apakah dia salah satu anak didik di kelas engkau bu?", tanya pak boy dengan melipat tangan di depan dada.
Guru yang sangar lagi kejam jika sudah memberikan hukuman membuat tanpa ampun segala Sanksi yang dia kehendaki.
"Lepaskan saja anak ini pak, dia murid baru yang tersesat!"
"Bagaimana kalau dia melaporkan kejadian ini dan memberitahu kepada semua teman-temannya?"
Pak boy menarik Yolan dengan sekuatnya.
"Sudahlah pak, kau seperti sudah memasukkan setan saja! aku akan mengantarkan dia ke luar gerbang gedung."
Gawat! Yolan sudah ketangkap basah, semua ini ulah para makhluk gentayangan usil itu, batin Bulan.
Perlahan Bulan mengendap-endap dan memasuki area balik ruang laboratorium.
Dari arah belakang tiba-tiba tubuhnya tertarik keluar dari ruangan tersebut.
Bulan melotot, jantungnya berdetak kencang melihat siapa yang menarik, dalam benak dan pikirannya yang sudah berpikir bahwa salah satu dari mereka akan menghabisi Bulan jika mengetahui bahwa Bulan lah yang mengetahui ritual aneh tersebut.
"Bulan, ini aku ikhsan! kenapa kau tidak pulang!", bisik ikhsan.
Ikhsan menarik tangan Bulan menuju ruang UKS.
"Darah di kakimu membuat tanda mereka, kenapa kamu ceroboh sekali!"
Ikhsan mencari P3K lalu secepatnya mengobati luka Bulan. Sentuhan tangan Ikhsan yang sangat dingin seperti es kutub membuat Bulan berpikir angan-angan jika Ikhsan adalah penunggu gedung sekolah.
Ah, pikiran yang tidak masuk di akal! tidak mungkin dia seperti aku pikirkan dan dia tidak mungkin hantu, gumamnya.
"Cepat sekarang Pakai sepatu mu sebelum dukun aneh itu mengetahui keberadaan kita!"
Bulan hanya mengangguk mendengarkan saran dari ikhsan. Mereka bersembunyi di balik peralatan praktek sekolah antara alat peraga sekolah.
"Sepatu ku di ambil tuyul, lalu aku tadi bercengkrama dengan hantu penunggu sekolah ini !" bisik Bulan.
"Jangan ribut tenanglah.."
Ikhsan menutup mulut Bulan ,mereka mendengar suara langkah sepatu yang menuju ke ruangan mereka. Ikhsan berpindah posisi naik ke atas lemari sementara Bulan masih terdiam di tempat semula. Ikhsan memberi kode pada Bulan.
Bulan hanya mengangguk dan terdiam membisu.
"Sepertinya tadi hanya patahan Ranting pohon saja pak", kata lelaki tua.
Bau kemenyan bercampur dupa menyebar di sekeliling wilayah sekolah. Ritual yang aneh menurut sudut pandang Bulan, karena aroma tersebut seolah memancing para Makhluk menjadi keluar dari sarang.
"Cepat Bulan mereka sudah pergi, naik ke atas punggung ku!"
Ikhsan dan Bulan memanjat dinding sekolah, setelah Bulan terjun bebas dari balik tembok disusul dengan lompatan ikhsan. Kaki ikhsan sobek terbentur batu Padas yang tertumpuk di dekat pembatasan gedung. Sempat terlihat kejanggalan luka pada kaki Ikhsan yang sedikit pun tidak mengeluarkan darah.
"Awas, ada kuntilanak di belakang mu!"
"Ahih, ihihihh"
Suara tawa Kuntilanak bergema di tengah kesunyian waktu senja.
Berselang beberapa menit Kumandang suara adzan Magrib menghentikan tawa makhluk itu dan perlahan menghilang. Bulan menelepon tante Fera menceritakan kejadian yang di alaminya dan meminta Tante Fera untuk menjemput pulang.
"Baiklah Tante, ini Ikhsan mau bicara."
"Halo buk guru, saya minta maaf karena baru menemukan Bulan."
"Saya justru berterima kasih kepada kamu Ikhsan, sebentar lagi supir akan menjemput kalian berdua."
"Terimakasih bu.
...----------------...
Bunyi klakson mobil menuju gerbang sekolah, Bulan dan Ikhsan masuk ke dalam di susul kuntilanak yang menggangu mereka.
"Apakah kau mencium aroma aneh?"
Ikhsan melirik Bulan melihat arah pandangan lurus ke depan dengan jari telunjuk mengarah ke bangku kosong samping supir.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!