Arion dan Arsen Zionathan
Siapa yang tidak kenal dengan sosok dua sosok pria tampan itu, Arion di usia 21 tahun sudah mengambil alih dua perusahaan milik Ayahnya dan sang Opa. Kecerdasannya menjadi perbincangan para kalangan pembisnis, banyak dari mereka yang ingin bekerja sama dan menjodohkan putri-putri mereka.
Keberhasilan dan penghargaan terus Arion dapatkan, sifatnya yang lembut, penyayang itu membuatnya menjadi kebanggan keluar besarnya. Apapun yang dia inginkan akan didapatkan dengan mudah.
Mendapatkan dukungan dari keluarga membuatnya semakin semangat mengembangkan perusahaan, sesuai keinginan Gerald dan Erlan bahwa Arion tidak di izinkan untuk mewarisi jejak mereka. terlalu fokus pada Arion sampai mereka ada sosok lain yang juga membutuhkan pengarahan, kasih sayang dan pelukan hangat.
Arsen Zionathan. Dia lebih memilih menggunakan marga sang Oma daripada marga Ayahnya. sang berandalan New York, tampan, kaya raya, pembangkang itulah tiga kata yang menggambarkan seorang Arsen. dia memiliki kehidupan bebas tanpa ada yang memperdulikan, apapun yang dia lakukan siapa yang perduli.
Menjadi anak kedua dari pasangan Erlan dan Maureen, membuat Arsen memiliki sifat yang angkuh, kejam dan tidak segan untuk menghabisi siapapun yang berani mengusik kehidupannya.
Di usianya yang ke 19 tahun, keluarganya tidak ada yang melihat pencapaian apa yang Arsen dapatkan, selain membuat onar. Erlan Sudah sering kali memperingati putra bungsunya agar bisa mengikuti jejak Arion, tetapi tidak ada hasilnya.
Namun mereka tidak pernah tahu jika anak yang di anggap tidak memiliki kemampuan apapun itu ternyata sudah menjadi ketua Mafia sejak usinya 17 tahun. Karena tidak ada yang memperhatikannya dia berlatih secara diam-diam.
Di kalangan Mafia mereka tidak ada yang mengetahui jika dia adalah Arsen putra Erlan, mereka hanya mengenalnya sebagai Tuan X. Wajahnya tertutup topeng yang terbuat dari Silicon.
Malam ini di mansion mewah milik Erlan, tengah mengadakan acara perayaan Arion yang berhasil memenangkan Tender besar, sekaligus merayakan ulah tahun pria itu.
Semua orang terlihat bahagia, ucapan dan pujian mereka berikan untuk Arion.
“Opa bangga padamu." Ucap Gabriel menepuk pundak Arion.
“Terimakasih, Opa." Jawabannya tersenyum lebar.
“Arion, ini untukmu." Bianca gadis cantik itu memberikan kado untuk Arion.
“Ahh terimakasih Princess." Arion mengacak lembut puncak kepala Bianca.
Dan matanya melirik gadis yang berada di sebelah Bianca, gadis itu menundukkan pandangannya. Dengan tersipu malu dia menyodorkan kotak kecil pada Arion.
“Ini untukmu, Arion" Ucapnya pelan.
Mereka terkekeh melihat gadis itu malu-malu. “Hmm terimakasih." Arion menerimanya. Gadis cantik yang menggemaskan itu bernama Grize, dia adalah putri dari pasangan Zero dan Jeza.
Mereka kembali bercengkrama, tertawa penuh kebahagiaan sampai melupakan seseorang yang sejak tadi tidak ada yang menyapanya, tidak ada yang menanyakan kabarnya. Padahal keluarga dari Ayahnya baru saja datang setelah beberapa bulan tidak berkunjung.
Kedua tangannya mengepal dengan erat, rahangnya mengeras, sungguh miris, sejak lulus sekolah dasar, Ulang tahunnya tidak pernah dirayakan bahkan tidak ada ucapan sama sekali.
Entah sengaja atau tidak, Arsen tidak mau ambil pusing, hanya sebuah angka dan ucapan tidaklah penting untuknya, tetapi yang membuatnya lebih sakit, mereka tau jika dirinya sangat mencintai Grize, tetapi lagi-lagi, Jeza dan Maureen sepakat untuk menjodohkannya dengan Arion.
Arsen bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja. dan mereka pun tidak menyadarinya kecuali Celine dan Gabriel, yang memang diam-diam memperhatikan cucu bungsunya sejak tadi. Gabriel sengaja karena dari Arsen kecil terus melawannya.
**
Arsen dengan langkah santainya menyeret mata-mata yang berani menyusup ke markasnya. tubuh besar itu dia bawa masuk kedalam bangunan kosong, terlihat tidak berpenghuni jika dilihat dari luar, namun dalamnya bak istana.
“Tuan, orang yang kita cari selama ini sudah ada di tahanan bawah tanah." Lapor seorang pengawal menundukkan pandangannya, meskipun tubuhnya lebih besar dari sang Tuan, mereka tetap tunduk.
Arsen hanya mengangguk, dia masih ingin melampiaskan kekecewaannya dengan menghabisi mata-mata yang baru saja dia tangkap.
Arsen mengeluarkan belatinya dan memainkan. Senyum tipis dengan tatapan mata elangnya, membuat sang musuh bergetar, meminta ampun juga percuma, karena pria didepannya ini adalah psychopath.
Srekk
“Agrrr!!" Teriakan kesakitan, jeritan meminta ampun dan pertolongan Seakan-akan menjadi musik syahdu di telinga Arsen.
Wajar saja kalau mereka menyebutnya Tuan psychopath, lantaran Arsen mengulitinya dan mengobrak-abrik isi perut musuhnya, mencincangnya lalu melemparkannya untuk makanan hewan peliharaannya.
Entah sampai jam berapa Arsen bersenang-senang dengan musuh-musuhnya, pulang ataupun tidak, mereka tidak akan tau. mati pun mungkin tidak akan ada yang mengetahuinya.
***
Diruang makan tampak berbeda karena mereka sedang berkumpul, setelah acara semalam hanya Celine dan Gerald yang pulang, Gabriel dan Vale berencana menginap beberapa hari dan tentu saja itu membuat Maureen senang.
Mereka menikmati sarapannya dengan tenang dan sekali mengobrol, Ekor mata Gabriel seperti tengah mencari seseorang, karena di meja makan tidak lengkap masih kurang satu.
Arsen? ya pemuda itu entah kemana, sejak semalam Gabriel belum bertemu lagi. “Di mana Arsen?" Tanya Gabriel pada maid yang berdiri di belakangnya.
“Tuan muda sedang sarapan, Tuan" Jawabnya.
Gabriel menautkan kedua alisnya, apa mereka tidak melihat jika Arsen tidak ada di ruang makan? lalu sarapan di mana anak itu.
“Sarapan?" Ulangnya dan maid itu menganggukkan kepalanya.
“Ck, kenapa dia tidak bisa menghargai waktu? kita bisa sarapan bersama kenapa harus keluar, Kalian harus lebih mem.. "
“Semua kursi sudah penuh pria tua, aku tidak memiliki tempat, apa kamu tidak bisa melihatnya?" Sela Arsen yang keluar dari arah dapur.
“Kau!!" Gabriel menunjuk kearah cucu bungsunya.
“Iya, aku disini, jangan marah-marah dan membuat Oma kerepotan, darahmu sangat cepat naik pria Tua" Arsen menjawab dengan santai, dia tidak perduli jika dianggap tidak sopan. Memang tidak ada yang mengajarinya tentang kesopanan.
Vale melirik kekanan dan kiri, memang tidak ada kursi yang kosong. Padahal terakhir dia datang, meja makan ini memiliki jumlah kursi yang tidak sedikit.
“Arsen, jaga bicara mu, Opa.. "
“Ini juga berlaku untukmu Dad." Sela Arsen. Erlan mengeratkan rahangnya.
“Arsen!!" Tegur Arion, dia menggelengkan kepala.
Arsen menoleh, jika awalnya dia akan patuh dengan kakanya, lain halnya dengan sekarang setelah mengetahui gadis yang dia cintai akan menjadi milik kakaknya.
Drt
Drt
Ponsel Erlan berbunyi. dia langsung mengangkatnya, wajah yang awalnya biasa saja mendadak tegang.
“Ada apa?" Tanya Gabriel, setelah Erlan menutup panggilannya.
Erlan tidak langsung menjawab dia menghela nafas pelan.
“Pergerakanku terbaca olehnya" Ucap Erlan pelan.
Gabriel menaikkan sebelah alisnya. “Dia? Tuan X?" Tanyanya dan Erlan pun menganggukkan kepalanya.
“ARSEN!!"
pemuda itu menghentikan langkahnya tanpa menoleh. entah apa yang di inginkan oleh pria tua itu.
“Apakah tidak ada hal lain yang bisa kamu lakukan selain membuat masalah?" Ucap Gabriel yang sudah begitu muak mendengar cerita dari Maureen jika cucu bungsunya hari ini kembali membuat masalah.
Arsen menaikkan sebelah alisnya dengan sedikit kebingungan? memangnya apa yang dia lakukan?.
“Bicaralah yang benar pria tua, masalah apa yang aku perbuat sampai membuatmu turun tangan?" Tanya Arsen menyandarkan tubuhnya disisi tangga.
Gabriel menggelengkan kepala, Arsen memang berbeda dari cucu-cucunya yang lain, lebih sulit ditebak dan terus melawan. Iya lihatlah cara berpakaiannya sama sekali tidak mencerminkan keturunan dari keluarga Smith.
“Sampai kapan kamu selalu seperti ini Arsen? sampai kapan masalah yang kamu buat harus Arion yang menyelesaikannya? Kalau pun tidak bisa membantu setidaknya jangan membuat masalah, berguna lah sedikit saja untuk keluargamu!!..lihat Arion dan Ayahmu, terus terkena masalah karena ulahmu!!" Sentak Gabriel menekan dada Arsen dengan jari telunjuknya.
Perkataan Gabriel membuat Arsen merasakan kesakitan yang luar biasa, ekor matanya menangkap kedua orang tua dan kakaknya yang hanya diam tanpa membela ataupun mengucapkan sepatah kata.
“Bicaralah yang benar Opa, apa yang aku lakukan? Aku baru saja kembali setelah aku menyelesaikan tugasku" Ucap Arsen, mencoba untuk menahan dirinya.
Gabriel terkekeh pelan. “Entah sifat siapa yang menurun padamu Arsen, kamu sama sekali tidak ada kemiripan dengan Ayahmu. kamu selalu mengelak dan lari dari masalah, keturunan Smith tidak ada yang memiliki sifat sepertimu, sama sekali tidak bisa di andalkan, jauh berbeda dari ayahmu, pantas saja di acara kemarin mereka menganggap mu bukan dari keturunan Smith."
Arsen menarik sudut bibirnya. Kalimat itu sudah sering dia dengar, entah itu dari Ayahnya ataupun yang lainnya. Sebenarnya apa yang salah dengan dirinya? sampai mereka tidak pernah menunjukkan sikap ramahnya.
Arsen tidak perlu dimanja ataupun diperlakukan seperti Arion dan Bianca, cukup tidak mengatakan kalimat-kalimat yang membuatnya sakit hati dan kecewa.
“Pria tua, kamu bisa menanyakan pada mereka berdua, aku ini lahir dari rahimnya atau bukan, karena selama ini aku juga tidak mendapatkan peran yang baik dari kalian."
“Dan aku katakan sekali lagi, kalaupun ada masalah yang terjadi, tanyakan saja pada cucu kesayanganmu, dia lebih tau apa masalah apa yang terjadi hari ini dan siapa penyebabnya.” lanjut Arsen, Wajahnya tetap tenang meskipun darahnya tengah mendidih, ingin sekali mengumpat ataupun menguliti pria tua yang tak lain adalah Opa nya itu.
Arion menatap adiknya dengan kepala menggeleng, apakah Arsen ingin memutarbalikkan fakta dan menuduhnya?
“Dan untukmu Dad, bukannya kamu selalu menganggap ku bodoh dan tidak berguna? pembangkang yang selalu membuat onar? lalu apa yang akan bisa aku lakukan untuk membantumu di markas? apa kamu ingin aku mengacaukan organisasi mu?" Arsen memiringkan kepalanya untuk bisa melihat sang Ayah yang menatapnya datar.
“Aku tidak memiliki kemampuan apapun, bukan karena aku benar-benar bodoh, tetapi memang aku tidak pernah mendapatkan fasilitas seperti kakakku dan pendidikan yang baik, itu salah kalian sendiri yang membedakan kami, jadi kalaupun ada masalah apapun minta saja bantuannya, karena aku hanya akan bisa membuat masalah dan menjadi tempat penyalahan masalah yang tidak pernah aku perbuat." Lanjutnya. Arsen membalik tubuhnya dan pergi.
Mereka semua hanya diam, tidak ada lagi yang mengucapkan sepatah katapun, entah apa yang sedang mereka pikiran. Erlan menatap punggung lebar putra bungsunya yang semakin menjauh.
“Sudah jangan dipikirkan ucapan Arsen, dia memang seperti itu, setiap ada masalah selalu menyalahkan kita, padahal dia sendiri yang tidak mau belajar, hanya hura-hura setiap malamnya." Ucap Maureen mengusap lengan putra sulungnya.
Arion mengangguk, akan tetapi dia masih kepikiran dengan ucapan adiknya. dia merasa kedua orang tuanya memperlakukan mereka dengan adil, tidak ada yang dibedakan.
***
“Aku sudah melakukan sesuai perintah, memberikan salam perkenalan dengan menghancurkan satu kapal pengangkut senjata milik Tuan Erlan." Lapor Lexi langsung duduk disebelah Arsen.
“Kerja bagus dan kalian harus bersiap, karena pria itu tidak akan tinggal diam." Jawabnya, terlalu di anggap remeh, dia hanya ingin melihat seberapa kuat kepemimpinan Ayahnya itu.
“Tuan!!.." Seru salah satu dari anak buahnya menghampiri keduanya dengan nafas yang terengah-engah.
Arsen menaikkan sebelah alisnya. “Ada apa?"
“Gawat Tuan, Nico kalah bertanding dan pemenangnya menantang pemilik lorong 88" Lapornya dengan tergesa-gesa, lantaran selama Arsen mengambil alih tempat adu tanding itu, tidak ada yang bisa mengalahkan Nico.
Lexi dan Arsen saling pandang, siapa yang bisa mengalahkan Nico, lalu keduanya menganggukkan kepala.
“Katakan, aku akan datang dalam waktu lima belas menit lagi."
“Baik Tuan!!"
Setelah peninggalan anak buahnya, Arsen menghela nafas panjang, lalu dia tersenyum tipis.
“Mereka mencurigai kita"
“Siapa?" Tanya Lexi
“Yang kamu hancurkan kapalnya" Jawab Arsen lalu berdiri, berjalan ke arah mobil milik Lexi.
Lexi menautkan kedua alisnya. “Kapal? aku?.. Ahh sial,.. X.. Tuan Erlan mencari mu!!" Teriak Lexi segera mengejar Arsen.
di lorong 88 tempat adu tanding, seorang pria dewasa tengah menatap sekeliling, seakan bernostalgia, di sinilah awal mulanya dia bertemu dengan Raymond dan mendapatkan uang.
Tempat ini sudah ganti pemiliknya dan yang dia dengar adalah Tuan X, yang beberapa bulan ini terus mengusiknya. dan anehnya dia tidak ingin menyerang, malah tertarik dengan adu tandingnya.
beberapa saat kemudian, lamunan nya buyar oleh kedatangan seseorang yang di tunggunya sejak tadi. Dahinya mengerut, benarkah yang berdiri di hadapannya adalah X? terlihat masih muda.
“Ck, bukan wajah asli" gumam pria itu, hanya dengan melihat dia sudah bisa menebak jika itu bukan wajah asli dari X.
Sementara itu Arsen tersenyum tipis, dalam hatinya terasa miris, malam ini sangat membuktikan jika sang Ayah tidak pernah memperhatikannya, buktinya tidak mengenali putranya sendiri dari gestur tubuh, gaya pakaian dan suara. setidak penting itukah dirinya?
“Aku tidak tau apa tujuanmu dengan menghancurkan kapalku, kedatanganku hanya ingin membuat kesepakatan dengan mu" ucap Erlan.
“Aku tidak ingin melakukan kesepakatan dengan siapapun," jawab Arsen.
Erlan terkekeh pelan. detik kemudian dia menyerang dan gerakannya sudah terbaca oleh putranya.
Erlan salah mengira, dia pikir Arsen/X itu akan menyerang menggunakan tangan, nyatanya pemuda itu melakukan gerakan tipuan dan menggunakan kakinya menendang kuat sang Ayah.
Serangan terus Arsen lakukan secara bertubi-tubi sampai membuat Erlan benar-benar kuwalahan, gerakan pemuda itu sama persis dengan Edgar. gayanya mengamati dan mencari titik lemah dari lawannya.
Brugh..
Erlan terkapar, ini pertama kalinya ada yang bisa mengalahkannya, bukan marah tetapi Erlan langsung tersenyum. membayangkan andai saja salah satu dari putranya bisa seperti X, pasti akan sangat membanggakan.
Sepanjang perjalanan, Erlan hanya diam sembari memikirkan perkataan pemuda yang membuat wajahnya babak belur.
‘Jangan hanya memandang berlian saja, karena ada belati yang harus diperhatikan juga, sebelum belati itu menusuk mu, Tuan' ucap X sebelum meninggalkan Erlan.
“Aku penasaran, apa dia benar-benar ketua mereka? terlihat masih muda dan cara berjalannya sangat mirip dengan... " Edgar menggantung kalimatnya, menoleh kepada dua sahabat nya.
Hening dan Erlan langsung menggeleng. “Hanya kebetulan mirip." Ucapnya
“Ck, bagaimana kalau itu benar-benar Arsen dan cuma dia satu-satunya di keluarga kita yang memiliki bola mata dengan warna berbeda." Timpal Raymond. Iya hanya Arsen keturunan dari Smith yang memiliki bola mata dengan warna berbeda dan langka.
Erlan tetap menggelengkan kepala nya. “Tidak mungkin, kalian tau sendiri kalau aku tidak pernah mengizinkan kedua putraku berlatih ataupun mengikuti jejakku." Jawabnya.
“Gak ada yang gak mungkin Er, jangan pernah lupa jika Arsen ada dibawah naungan Oma Celine dan selama ini baik kamu maupun Maureen terus mengabaikannya." Edgar kembali mengingatkan.
“Ingat Er, jangan terus menghakimi Arsen, kematian putrimu bukan sepenuhnya salah Arsen, kita gak pernah tau kejadian yang sebenernya, jangan menciptakan kebencian pada diri anak itu. Yang akan membuatmu menyesal." Lanjut Edgar, mereka tidak ada yang tau bagaimana kejadian yang sebenarnya.
Bayi mungil berjenis kelamin perempuan yang baru berusia satu minggu harus meregang nyawa dengan cara mengenaskan, entah apa yang terjadi, namun dia ruangan itu hanya ada Arsen kecil dengan tangan yang berlumuran cairan merah.
Arsen kecil hanya menangis sembari memangku tubuh mungil adiknya, tanpa bisa mengucapkan kata-kata untuk membela dirinya sendiri ketika semua keluarga menuduhnya. Hanya satu orang yang mempercayainya yaitu Celine. Tidak ada kecurigaan yang mengarah kepada orang lain semua bukti mengarah pada Arsen kecil.
Celine terus membela Arsen dan tidak membiarkan siapapun menyakiti anak itu, menentang semua keluarganya, bahkan sampai detik ini, Celine tidak pernah berkumpul ataupun datang ke Mansion Erlan. jika ingin bertemu dengan Arsen, akan menemuinya di luar.
Sejak kejadian itu, tidak ada lagi yang memperhatikan Arsen dan lebih fokus pada Arion. mereka tidak pernah lagi membawa Arsen ke acara resmi, seperti pertemuan dengan para pengusaha dan acara-acara lainnya. Tidak ada pelukan hangat yang anak itu rasakan, tidak ada tatapan teduh mengarah padanya.
“Kamu sendiri sudah pernah merasakan bagaimana rasanya di asingkan oleh keluargamu sendiri Er, kamu harus bersaing dengan Zero hanya untuk mendapatkan perhatian Mommy Vale." Timpal Raymond. Menepuk pundak sahabatnya.
Erlan tidak langsung menjawab dia diam untuk sejenak dan menghembuskan nafas berat. Apa yang dilakukan Arsen tidak bisa dia terima begitu saja, putri yang di tunggu-tunggu kehadirannya harus tiada dengan cara yang tragis, masih untung Erlan tidak menghukumnya.
“Aku dan Arsen beda cerita, mereka mengabaikan ku hanya untuk membentuk karakterku dan agar aku juga lebih kuat." Jawab Erlan. Jika dulu dirinya memang sengaja di asingkan untuk pelatihan, sementara Arsen di abaikan karena anak itu sudah membuat masalah fatal.
“Sudahlah jangan membahas anak itu lagi, membuatku teringat kembali dengan putriku dan aku semakin tidak bisa menerima kehadirannya." Lanjut Erlan, dia kembali terdiam dan membuang pandangan ke sembarang arah.
Erlan sebenarnya sangat menyayangi Arsen, hanya saja dia belum bisa menerima kejadian beberapa tahun lalu. hatinya juga merasa sakit ketika mengucapkan kalimat makian pada putra bungsunya.
‘Ada baiknya jika itu kamu, setidaknya kamu bisa melindungi dirimu sendiri, Nak' batin Erlan memejamkan matanya.
***
Brugh
Terdengar suara terjatuh dan teriakan dari lantai dua, Erlan yang mengenali suara itu langsung berlari menghampiri nya.
Pintu terbuka, Erlan masuk dan terdiam beberapa saat ketika melihat putra dan istrinya tersungkur di lantai kamar Arsen.
“Apa yang kamu lakukan!!" Helaan nafas berat dan tatapan mata yang tajam mengarah pada pemuda yang memiliki wajah begitu tampan.
Arsen menetralkan keterkejutannya. lalu melirik kakak dan ibunya yang masih diposisi yang sama.
“Reflek, mereka tiba-tiba saja masuk dan mendekatiku, jangan menyentuhku ketika aku sedang tertidur." Jawab Arsen.
Sudah bertahun-tahun, ini pertama kalinya Maureen dan Arion masuk ke kamarnya lagi. tentu saja itu membuatnya reflek mendorong keduanya. dia pikir itu adalah musuhnya, meskipun mustahil.
Maureen mengalihkan pandangannya pada Erlan, entah apa yang membuatnya bisa masuk ke kamar putra bungsunya. sementara Arion dia hanya mengikuti ibunya saja.
“Keluarlah, aku ingin tidur." Usir Arsen ketika melihat ayahnya membuka mulut hendak mengatakan sesuatu.
Erlan memperhatikan Arsen yang berjalan kembali kearah ranjang, benar yang Edgar katakan sangat mirip dengan pemuda yang di atas ring tadi.
**
Pagi ini sangat berbeda, Erlan meminta semua anggota keluarganya sarapan bersama, termasuk Arsen. suasana seperti ini sangat pemuda itu nantikan, meskipun tidak ada yang melihat kearahnya, setidaknya dia bisa menikmati makanan di meja yang sama.
Dia tidak kekurangan apapun, kemewahan, uang dan kekuasaan dia memilikinya, jika dibandingkan dengan Arion, sangat jauh, Arsen jauh lebih unggul. Dia berdiri sendiri dan hanya mendapatkan dukungan dari Oma nya.
Keheningan masih melanda, mereka diam dan fokus pada makanannya, sampai akhirnya..
“Arsen, kamu mau ini?" Tanya Bianca.
Arsen mengangkat pandangannya kearah gadis cantik itu. Dia menggelengkan kepalanya, dia tidak menginginkan apapun, Arsen hanya ingin waktu jangan cepat berlalu, dia masih ingin duduk bersama seperti ini.
“Arsen, ini untukmu, kamu bisa menggunakannya untuk liburan, terserah negara mana yang ingin kamu datangi dan berapa lama kamu ingin berlibur." Maureen menyodorkan black card kearah Arsen.
Pemuda itu melirik sekilas lalu kembali melihat Ibunya. tatapan keduanya beradu, menyelami satu sama lain. Arsen tidak menangkap apapun dari pancaran mata itu, sementara Maureen bisa melihat kesakitan dari mata putranya.
Dugaan Arsen memang tidak pernah salah, mereka ingin dia tidak ada di acara yang akan digelar satu minggu lagi, acara untuk pertunangan Arion dan Grize.
“Arsen.. "
“Terimakasih Mom." Selanya, pura-pura bodoh adalah caranya untuk mengetahui segalanya. lalu meninggalkan meja makan, mereka hanya menatap punggung lebar itu yang semakin menjauh.
“Mom, kenapa tidak membiarkan Arsen tinggal, mau bagaimanapun dia juga adikku" Ujar Arion.
“Jangan bodoh Arion, kita semua tau kalau Arsen sangat obsesi ke Grize, dia bisa mengacaukan acara kalian!" Sahut Bianca dengan wajah yang begitu menggemaskan.
Arion menghela nafas pelan. “Arsen tidak akan melakukannya, dan Mom ini sudah benar-benar sangat keterlaluan, aku sama saja merampas miliknya."
“Kamu tidak merampas, Arsen tidak memiliki hubungan apapun dengan Grize, dan kita semua juga tau, kalau kalian saling mencintai, Mommy hanya ingin kamu segera menikah." jawab Maureen.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!