NovelToon NovelToon

Dia Pembantuku, Dia (Bukan) Istriku.

1. Kabar Dari Indonesia

William menghisap dalam rokok yang sedang ia pegang di sela jarinya. Pandangannya menerawang jauh menatap lurus ke depan. Ada yang mengganggu pikirannya saat ini. Beberapa jam lalu, teleponnya berdering. Ayahnya menelpon dan mengabarkan kakeknya sedang dalam kondisi kritis di rumah sakit terbesar di Jakarta.

William sangat menyayangi Franky Dwianuarta, kakeknya yang telah berusia tua itu. Maka tanpa basa basi ia mengiyakan untuk segera pulang besok pagi di penerbangan pertama.

William juga harus meninggalkan perusahaan mereka yang berada di Perancis dan sementara waktu menyerahkan kepada bawahannya. Beberapa kali William terlihat sibuk dengan ponselnya hanya untuk memantau perkembangan kesehatan kakek yang belum ada tanda- tanda akan membaik hingga sekarang.

Franky Dwianuarta adalah kakek sekaligus pendiri dari perusahaan tekstil terbesar di Indonesia dan saat ini cabangnya sudah tersebar di luar negeri. William, sedari kecil sudah sangat dekat dengan Franky dibanding dengan sepupunya yang lain.

Maka tidak heran jika saat ini ia terlihat sangat cemas menantikan kabar perkembangan sang kakek dari siapa saja yang sedang menjaganya di rumah sakit.

"Kau tenang saja, Kakek pasti bisa melewati masa kritisnya." ujar Riky Dwianuarta, Ayahnya sekaligus anak pertama dari kakeknya saat mereka terlibat pembicaraan di telepon tadi.

"Kenapa tidak ada yang memberiku kabar dari kemarin, Pa? Aku sangat mengkhawatirkan Kakek sekarang." William meremas rambutnya kuat. Pantas saja tidak ada lagi telepon atau panggilan video dari kakeknya hampir satu minggu belakangan ini. Biasanya, kakeknya rutin akan menelpon cucu kesayangannya itu.

"Tidak apa, Will. Kakek sempat berpesan untuk tidak mengabarimu dulu kemarin. Dan sekarang kami rasa adalah waktu yang pas untuk mengabarimu. Will, apa kau akan melakukan apapun yang Kakekmu minta nanti?" tanya ayahnya.

"Tentu saja, Pa. Aku akan melakukan apapun demi Kakek." sahut William mantap. Ayahnya terdengar menghembuskan nafas lega saat mendengar jawaban tanpa keraguan itu dari anaknya.

Jadilah besok hari keberangkatan William ke Indonesia dan ia tidak akan pernah menyangka permintaan apa yang diinginkan oleh kakeknya nanti. Sebuah permintaan yang akan mengubah hidupnya juga seluruh hidupnya dan setelah hari ini ia dipastikan tidak akan pernah kembali lagi ke Perancis.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pukul lima sore akhirnya William tiba di bandara Soekarno Hatta setelah menempuh enam belas jam perjalanan dari Perancis ke Indonesia. Sudah hampir lima tahun William tidak pulang ke Indonesia. Usianya 23 tahun saat ia menjejakkan kaki di Perancis saat itu setelah ia menyelesaikan perkuliahannya di Indonesia pada beberapa tahun yang lalu.

William langsung dipercaya untuk memimpin perusahaan keluarga besarnya di Perancis dengan bimbingan dari pamannya yang juga mengelola bisnis itu. Kini di usianya yang telah memasuki dua puluh delapan tahun, ia telah matang dalam segala hal termasuk masalah finansial dan juga jabatan yang tidak tanggung-tanggung.

William langsung dihampiri pak Tejo, supir keluarga besar mereka setelah ia sampai di bandara. Di dalam mobil William sempat menanyakan keadaan sang kakek saat ini dan ia benar-benar tidak sabar untuk segera tiba di rumah sakit menemui kakeknya.

"Tuan besar masih seperti kemarin, Den. Tapi, beliau seringkali mengigau, menyebut nama Aden berulang kali." ujar Tejo dengan sopan. William menarik nafas panjang. Ia benar-benar khawatir pada kakeknya. William tidak ingin kehilangan kakeknya untuk saat ini. Ia belum siap.

"Kita langsung ke rumah sakit saja, Pak." putus William akhirnya tanpa bisa dibantah oleh sopirnya itu.

Mobil melaju membelah jalanan kota Jakarta yang tidak terlalu macet sore itu. Di dalam mobil, pak Tejo diam-diam memperhatikan cucu kesayangan majikannya ini penuh kekaguman. Pak Tejo sudah sangat lama menjadi sopir keluarga Franky Dwianuarta.

Tejo ingat, dulu saat William masih kecil tuan besar pemilik Dwianuarta Group itu sangat menyayangi William. William adalah raja kecil yang paling dicintai oleh tuan besar hingga saat ini dibanding dengan cucu-cucunya yang lain.

Kini, tuan muda itu telah tumbuh dewasa, gagah dan berkharisma. Meski tidak sombong, namun Tejo tahu bahwa William bukan pemuda yang suka berbicara dengan sembarang orang. Ia tidak akan membicarakan hal-hal yang tidak penting dan membuang waktu. Jadi saat ini, ketika ia melihat tuan muda sedang dilanda kecemasan yang luar biasa dari balik kaca spion, ia mengerti itu benar-benar perasaan yang tidak dibuat-buat.

Mobil akhirnya tiba di parkiran rumah sakit tepatnya di basemen. William keluar dari pintu dan segera menuju lift untuk segera sampai di ruangan VIP tempat kakeknya dirawat. Di sana, saat ia datang ternyata telah menunggu ayah, ibu, dan saudara-saudaranya yang lain. Sang kakek masih terpejam dengan banyak sekali alat medis di tubuhnya.

William menghampiri kakeknya, ia duduk dengan lunglai lalu meraih jemari sang kakek dan menggenggamnya. Tiba-tiba jari itu bergerak pelan, membuat semua yang ada di ruangan itu dipenuhi dengan harapan. Sungguh sebuah keajaiban, selama hampir satu minggu tidak ada pergerakan apapun kecuali nafas yang masih bergerak naik turun yang menandakan bahwa kakek masih hidup.

Namun, setelah kedatangan William hari ini, keajaiban itu terjadi.

Franky ternyata memang telah menunggu kedatangan cucu kesayangannya itu. Detik berikutnya, semua orang dibuat terpana ketika mata yang sudah dipenuhi kerut itu perlahan bergerak dan terbuka. William adalah orang yang paling bahagia melihat itu. Ia segera mendekati kakeknya.

"Willy pulang, Kek, Kakek harus sembuh." ujar william terbata-bata. Franky menoleh pelan, menatap cucu kesayangannya lalu tersenyum.

"Cucuku, akhirnya kau datang." ujar Franky pelan. "Cucuku, aku mempunyai satu permintaan padamu." ujar Franky lagi.

"Katakan, Kek, aku janji akan mewujudkannya untuk Kakek." sahut William dengan terus menggenggam jari kakeknya.

"Kau berjanji akan mewujudkannya?" Tanya Franky lagi.

William menatap kakeknya penuh keyakinan. William tentu saja akan melakukan apapun demi kakek. Maka tanpa keraguan ia mengangguk dan akan menyanggupi apapun yang menjadi permintaan sang kakek tercinta .

Tatapan Franky beralih pada Ricky, anaknya yang juga ayah dari William. Seolah mengerti dengan isyarat itu, Ricky membuka sesuatu dari laci di dalam ruangan tersebut. Ia meraih sebuah foto lalu menyerahkan kepada Franky yang segera menunjukkan foto itu pada William. William tidak mengerti namun akhirnya ia melihat seseorang yang dikenalnya dari sana.

"Ini kakek Suharja?" tanya William pada kakeknya. Ia menunjuk satu wajah yang sempat ia kenal dulu waktu dirinya masih kecil. Franky mengangguk. Suharja adalah teman baik Franky sedari kecil. Lelaki yang sudah lebih dulu meninggalkannya itu adalah sahabat karibnya dari keluarga sederhana. Persahabatan mereka sangat erat hingga akhir hayat.

Dan Franky masih ingat waktu itu, Suharja telah mengorbankan nyawanya dengan menghalangi peluru yang harusnya mengenai tubuh Franky hingga mengenai tubuh Suharja sendiri. Dan sejak saat itu, Franky berjanji akan membuat hubungan persahabatan mereka kekal hingga ke anak cucunya nanti.

"Menikahlah dengan Lintang. Cucu sahabat Kakek." Suara itu pelan tapi syarat akan ketegasan dan itu adalah perintah yang tidak bisa dibantah. William lemas seketika. Tubuhnya segera terduduk di sebuah kursi tepat di samping pembaringan Kakeknya saat ini. Semua orang di dalam ruangan itu menatap iba pada William. Tapi mereka tidak bisa membantu. Mereka tahu keputusan Franky, adalah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat.

"Kakek ... " ujar William lirih. Ia berharap untuk sekali ini bisa merubah keputusan kakeknya. Untuk sekali ini saja bisa menolak permintaan kakeknya.

"Berjanjilah. Agar Kakek tenang. Kau tidak boleh menolak." Suara Kakek yang tegas itu tidak bisa lagi dibantah oleh Willy. Ia bahkan tidak menyangka bahwa kakeknya akan meminta hal ini padanya. Sesuatu yang jauh di luar dugaannya sebelum sampai ke Indonesia hari ini.

Maka dengan terpaksa dan demi menghormati keputusan dan permintaan terakhir kakeknya, William akhirnya mengangguk dan menyetujui itu di hadapan semua orang yang berada di dalam ruangan itu juga. Bersamaan dengan itu, garis lurus di layar monitor menjadi penanda akhir dari kehidupan pendiri Dwianuarta Group tersebut.

2. Pemakaman Kakek.

Suasana sebuah rumah megah di kawasan Jakarta saat itu terlihat ramai. Mobil-mobil mewah berderet di sepanjang jalan dan juga halaman luas rumah tersebut. Hari ini, jenazah pendiri Dwianuarta Group akan segera dikebumikan.

Banyak kolega-kolega dan juga rekan dari kakek datang untuk melayat. Karangan bunga menghiasi suasana duka di rumah megah nan mewah itu. Semua anak dan cucu berkumpul dan larut dalam kesedihan mendalam. William sedari tadi hanya diam. Ia tidak menyangka akan kehilangan orang yang sangat disayangi olehnya itu secepat ini.

Di tengah suasana duka itu, mata William menangkap pemandangan seorang gadis sederhana dengan dress hitam dan juga selendang dengan warna senada di antara keluarga mereka. Tampak ibunya juga sedang memeluk gadis itu. William mengernyitkan dahi, menebak siapa kiranya gadis itu.

Nampak sekali kedekatan antara ibu dan ayahnya dengan gadis itu. William kembali memalingkan muka, menganggap tidak penting kehadiran gadis tersebut. Sampai akhirnya, suara ibunya membuat ia terhenyak ketika menyebut nama si gadis.

"Lintang, kemari. Kakek menitipkan surat ini untukmu." Miranti, Ibu William merangkul gadis yang dipanggil Lintang itu kemudian menyerahkan sepucuk amplop berisikan surat dari mendiang kakek William. Saat itulah William tersadar siapa kiranya gadis tersebut. Gadis yang ternyata akan dinikahkan dengan dirinya kelak.

Dari kejauhan, William menatap tajam Lintang yang tampak begitu terpukul akan kepergian kakeknya. Ia melihat Lintang yang cukup cantik dengan tubuh yang tidak terlalu tinggi namun memiliki bentuk yang bagus. Gadis dengan rambut hitam panjang itu tampak menitikkan airmata menerima surat dari kakeknya.

Sejenak, William mengakui kecantikan Lintang yang natural tersebut, namun sisi hatinya yang lain menghasut kejam tentang gadis itu. William mengepal, memandang Lintang penuh amarah tersembunyi. Entah apa yang membuat kakeknya harus menikahkan dia dengan gadis itu. William tersenyum sinis, gadis itu harus menerima pelajaran karena telah mempengaruhi kakeknya untuk memaksakan pernikahan ini segera terjadi.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di pemakaman yang ramai itu, William kembali menemukan sosok Lintang di antara keluarga besarnya yang sedang berduka. Ia menatap Lintang yang tertunduk dengan bulir airmata yang masih mengalir. William mendengus, menatap kesal gadis itu.

Ciihh ... pintar sekali kau bersandiwara. William mengutuk gadis itu dalam hatinya.

Tanpa sadar, Lintang mengangkat kepalanya perlahan. Merasa seperti ada yang sedang memperhatikan. Ia segera menemukan William yang juga sedang menatapnya. Tatapan tajam penuh kemarahan itu membuatnya sedikit bergidik. Lintang mencoba mengingat, di mana kiranya ia pernah melihat wajah itu.

Akhirnya, ia teringat sebuah foto keluarga yang sangat besar di ruang keluarga. Di dalam foto tersebut juga ada wajah yang sedang menatapnya tajam itu. Lintang kembali tertunduk saat menyadari William tidak memalingkan pandangannya. Ia merasa gugup dan sedikit takut menatap mata yang sarat akan kebencian tersebut.

Sampai pada saat iringan pengantar jenazah kembali ke mobil masing-masing, ia masih saja mendapati William yang masih menatapnya dengan pandangan yang sulit ia artikan. Lintang sendiri ikut masuk kedalam mobil milik ayah dan ibu William karena wanita tersebut memaksa untuk pulang bersamanya.

Lintang yang memang sudah sangat akrab dengan keluarga itu akhirnya mengiyakan saja. Ibu Lintang telah meninggal tiga tahun yang lalu, saat ia baru saja lulus dari sekolah. Wanita yang bekerja sebagai pembantu keluarga besar Franky Dwianuarta itu harus meninggal karena penyakit jantung yang ia derita.

Oleh Franky, Lintang tidak dibiarkan untuk hidup sendirian. Franky membuatkannya sebuah rumah sederhana di belakang rumahnya yang megah untuk Lintang dan menyekolahkan gadis itu hingga ke perguruan tinggi. Namun, Lintang tidak mau menerima semua kebaikan itu mentah-mentah. Ia tetap mengerjakan tugasnya, menggantikan ibunya yang telah meninggal meski keluarga besar itu melarang.

Namun, Lintang tetap dengan kerendahan hati ingin membalas semua kebaikan Franky dengan mengabdi kepada keluarga besar itu. Setiap sepulang kuliah, atau ketika ia libur, ia akan ke rumah utama dan kembali mengerjakan kegiatan yang biasa dikerjakan ibunya dahulu.

William yang selama ini telah lama berada di Perancis, tidak pernah tahu apa-apa tentang Lintang juga bagaimana hubungan gadis itu dengan keluarga besarnya. Saat ini yang ia tahu, gadis itu hanyalah seorang penjilat yang harus segera diberi pelajaran. William mengepalkan tangannya, wajah Lintang yang tadinya sempat membuatnya terpesona sesaat, seketika berubah ketika ia meyakini bahwa Lintang telah membuat pernikahan ini harus terjadi.

Ketika mereka telah sampai di rumah, William segera mencari gadis itu. Ia bermaksud untuk menanyakan apa hubungan Lintang dengan keluarganya. Namun, saat ia keluar dari pintu mobil ia tidak melihat Lintang lagi. Gadis itu sudah menghilang. Bertambah lagi kekesalan William. Saat ia sedang mencari-cari keberadaan gadis itu, ibunya menghampiri.

"Sayang, besok lusa akan diadakan jamuan makan malam untuk membicarakan pernikahanmu dengan Lintang. Kamu jangan kemana-mana ya." ujar ibunya.

"Kenapa buru-buru sih, Ma? Kuburan Kakek belum kering juga." William mengatakannya dengan sedikit kesal.

"Justru ini amanah dari Kakek. Beliau berpesan, tiga hari setelah kepergiannya, harus diadakan pertemuan antara Lintang dan kamu." jawab ibunya penuh kelembutan. William tidak menanggapinya dengan anggukan tapi juga tidak ada penolakan yang berarti mau tidak mau ia harus menyetujui hal tersebut. Lagi-lagi gadis itu membuat kekesalannya bertambah berkali-kali lipat.

"Will ... Mama tahu, ini berat buat kamu. Tapi, Kakek sangat berharap kamu bisa mewujudkan permintaan terakhirnya ini. Jangan kecewakan beliau ya." ujar ibunya lagi. Ia memahami apa yang sedang dirasakan oleh Willy saat ini. Namun, menurutnya keputusan ayah mertuanya tersebut bukan hal yang buruk. Lintang sudah menjadi bagian dari keluarga mereka sejak beberapa tahun yang lalu. Gadis dengan perangai lembut dan baik itu nyatanya disukai semua anggota keluarga besar mereka. Miranti juga dengan senang hati menyayangi Lintang meski ia hanyalah seorang anak pembantu.

Berbeda dengan William, ia telah terbiasa dengan kehidupan mewah, serba perfeksionis juga kehidupan yang sedikit liar saat berada di luar negeri kemarin. Lagipula, dari kecil William telah dididik untuk menjadi raja di dalam keluarga mereka. Ia tidak pernah sembarangan berhubungan dengan orang lain.

Apalagi jika ia tahu nanti, Lintang hanyalah anak seorang pembantu dalam keluarga mereka yang kebetulan kakeknya berteman baik dengan kakeknya. Sungguh, menikah bukan menjadi tujuan William saat ini. Namun bagaimana pun juga, William tidak kuasa menolak permintaan terakhir dari kakeknya. Maka ia telah bertekad untuk menciptakan neraka bagi Lintang nanti jika mereka telah resmi menjadi pasangan suami istri. William telah bertekad untuk membuat Lintang menyesal karena telah mencuri perhatian seluruh anggota keluarganya hingga akhirnya pernikahan ini harus terjadi.

William meninggalkan ibunya setelah ia menyanggupi akan menikahi Lintang. Dengan semua rencana yang telah ia susun di kepala dan akan segera ia laksanakan nantinya. Ia ingin melihat sejauh mana, gadis penjilat itu mampu bertahan dengannya. William tersenyum licik kemudian meneruskan langkah menuju kamarnya di lantai atas.

3. Lintang

Malam belum terlalu larut saat itu. Lintang melihat jam dinding yang masih menunjukkan waktu di angka sembilan malam. Matanya juga masih enggan untuk terpejam. Ia hanya berbaring di ranjangnya yang tidak terlalu besar sambil melamun. Lintang terkenang kakek Franky.

Kakek Franky tidak berbeda dengan kakek kandungnya, Suharja. Mereka teramat menyayangi Lintang. Lintang ingat, ia pindah ke Jakarta saat usianya masih tiga belas tahun. Saat itu ia tinggal bersama kakek dan neneknya juga ibunya. Kehidupan keluarga mereka sangat sederhana, Kakek hanya punya toko yang tidak terlalu besar dengan ibu yang membantu kakek disana.

Ayah Lintang sudah lama meninggal, saat Lintang masih sangat kecil sang ayah harus merenggang nyawa karena kecelakaan saat mobil yang dibawanya oleng, hingga menghantam sebuah truk besar di pinggir jalan. Akhirnya mereka kembali ke Jakarta, membantu kakek dan nenek di toko. Sayang, toko mereka bangkrut pada waktu itu. Kehidupan harus membuat mereka berada di titik paling bawah.

Angin segar menghampiri keluarga Suharja saat seorang laki-laki seusia dirinya datang berkunjung. Ialah Franky Dwianuarta. Keduanya diketahui memang telah lama bersahabat, Franky walaupun ia telah sukses dan menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia, tetap dengan rendah hati menyambut Suharja sebagai sahabatnya. Saat itulah akhirnya Franky mengetahui bahwa Suharja sedang ditimpa ujian yang cukup berat. Usahanya bangkrut dan itu membuat mereka hidup dalam keterpurukan.

"Ikutlah bersamaku. Aku akan membuatkan usaha baru untuk keluargamu." Franky menawarkan itu pada Suharja. Lelaki paruh baya itu tersenyum menanggapi kebaikan sahabatnya. ia memegang pundak Franky pelan.

"Bukannya aku tidak mau. Aku tahu kau adalah sahabatku yang paling baik, tapi aku tidak ingin merepotkan. Dengan kau yang masih sudi menginjak rumah ini saja aku sudah sangat bersyukur." sahut Suharja. Franky menarik nafas panjang.

"Ja, kau adalah keluarga bagiku. Aku ingat masa-masa sulit kita dahulu. Saat berkuliah, ketika aku tidak bisa membayar uang semester, kau dengan sisa tabunganmu menyelamatkan aku waktu itu. Aku ingin membalas semua kebaikanmu padaku." ujar Franky. Ia jadi terkenang nostalgia masa-masa sulit yang pernah dilaluinya bersama sahabatnya itu.

"Frank, itu sudah menjadi kewajiban bagiku saat itu sebagai sahabatmu."

"Lantas, apa yang bisa membuatmu merasa senang dariku hingga saat ini?" tanya Franky

"Kau tidak pernah melupakanku dan tetap menjaga baik persahabatan ini, itu sudah cukup bagiku." jawab Suharja. Franky menatap sahabatnya itu haru. Suharja yang sedari dulu tidak pernah menuntut apa-apa atas kebaikannya di masa lalu.

"Aku berjanji padamu, tali silahturahmi keluarga kita akan tetap terjalin walaupun maut telah merenggut nyawaku." balas Franky. Suharja kembali tersenyum mendengarnya.

Hingga akhirnya hal itu terjadi. Tepat saat Suharja akan mengunjungi Franky di sebuah restoran kala mereka berjanji bertemu, seorang dari kejauhan tampak akan menembak Franky. Suharja yang melihat hal tersebut langsung menyergap Franky dan menghalangi peluru tersebut untuk masuk ke dalam tubuh Franky. Suharja terkulai lemas, di pangkuan sahabatnya dengan darah yang telah bersimbah. Franky menggeram, menangis meratapi kepergian sahabat yang lagi-lagi mengorbankan nyawa untuknya. Tidak butuh waktu lama, si penembak yang ternyata suruhan dari rival perusahaannya akhirnya diringkus.

Setelah kematian kakek Suharja, nenek menyusul tidak lama kemudian karena kesedihan mendalam akibat kematian suaminya. Franky yang waktu itu datang ke rumah, melihat Lintang. Ia tahu gadis itu adalah cucu yang sering Suharja ceritakan dulu. Betapa Suharja menyayangi cucunya tersebut.

Franky yang waktu itu melihat Lintang di pangkuan ibunya merasa kehangatan menjalari matanya. Suharja bahkan tidak sempat melihat cucunya dewasa. Ia bertekad akan membawa ibu dan Lintang ke rumahnya. Namun, ibu yang waktu itu ragu belum bisa mengiyakan ajakan tersebut sampai akhirnya, ibu setuju tetapi ia memilih untuk dipekerjakan sebagai pembantu di sana.

Awalnya, Franky menolak. Ia sudah memiliki rencana untuk memberikan sebuah usaha bagi anak dari sahabatnya itu dan juga pendidikan yang baik untuk Lintang. Tapi, ibu bersikeras untuk menjadi pembantu saja di rumah megah itu. Akhirnya dengan berat hati, Franky setuju asalkan mereka bersedia tinggal bersama keluarga besarnya.

Keluarga besar menerima kehadiran keduanya dengan tangan terbuka. Anak dan juga menantu Franky sangat menyukai Lintang. Gadis yang masih remaja kala itu sangat rajin membantu ibunya meski mereka tidak ingin Lintang melakukan hal tersebut. Franky juga sangat menyayangi Lintang seperti cucunya sendiri. Ia telah berjanji pada Suharja untuk tetap menjaga hubungan kekeluargaan mereka hingga akhir hayatnya.

Sampai pada akhirnya rencana pernikahan Lintang dan William, cucu kesayangan Franky Dwianuarta terdengar ke seantero keluarga besar dan juga kerabat mereka. Lintang sendiri tidak pernah mengetahui, seperti apa rupa dari William, karena ia sama sekali belum pernah melihat lelaki itu selama ini. Lintang hanya sering mendengar cerita, William sedari kecil telah terbiasa hidup di luar negeri. Dan benar-benar menetap di sana setelah usianya 23 tahun.

Lintang ingat percakapannya dengan kakek Franky beberapa bulan yang lalu. Saat Kakek sedang duduk di taman rumah megahnya.

"Lintang, berapa umurmu sekarang?" Kakek bertanya dengan lembut seperti biasa.

"Lintang udah 20 tahun Kek." jawab Lintang sambil menuangkan teh hangat lalu memberikannya pada kakek.

"Lintang, maukah mewujudkan keinginan Kakek untuk terakhir kali?" Franky bertanya lagi. Lintang mengangguk.

"Apa saja Kek. Kakek sudah begitu baik padaku dan ibu." ujar Lintang

"Menikahlah dengan William, Cucu Kakek." ujar Franky lagi. Lintang tersentak, tidak menyangka dan tidak menduga keinginan kakek ternyata adalah hal itu. Ia tersenyum bingung. Tidak mampu menjawab namun tidak ingin mengecewakan kakek. Akhirnya dengan segala kepasrahan diangguki kepala meski ia sendiri masih dilanda keraguan luar biasa.

Lintang tersadar dari lamunan dan ingatannya. Ia teringat surat yang dititipkan kakek pada mama Miranti tadi. Gadis itu segera menuju Dress hitamnya yang tergantung. Ia meraih surat itu dari saku bajunya. Perlahan, ia membuka surat itu kemudian mulai membaca dan mencermati tulisan Kakek yang rapi yang nampaknya telah lama ditulis oleh pria tua itu.

...Untuk Lintang cucu dari sahabatku, juga sudah kuanggap cucuku sendiri...

Cucuku, jika kau membaca surat ini berarti Kakek sudah tidak ada lagi. Kakek sangat bahagia dengan kehadiran kau dan ibumu waktu itu melengkapi keluarga kami.

Cucuku, seperti yang kau tahu, aku dan Kakekmu sudah berkawan sejak lama. Ia adalah orang yang tulus dan telah mengorbankan nyawanya untukku. Aku tidak pernah tahu cara membalas budi Suharja sampai akhirnya kalianlah jawabannya.

Lintang cucuku, kau mewarisi ketulusan Kakekmu. Kebaikan Kakekmu, keikhlasannya juga semua kesabarannya. Aku ingin kau selalu menjadi bagian dari keluarga ini. Aku ingin kau mewujudkan permintaan terakhirku.

Menikahlah dengan William, cucuku. Kalian adalah sumber kebahagiaanku. Jika nantinya kau dapati sifatnya yang keras dan sulit dipahami, bantulah ia berubah. Belajarlah untuk mencintainya.

Cucuku, terima kasih atas semua pengertianmu. Aku menyayangimu.

-Kakekmu, Suharja , Franky-

Tanpa Lintang sadari airmatanya keluar begitu saja membaca tulisan kakek. Ia benar-benar merasa bahagia dicintai oleh orang yang sangat baik seperti Franky hingga akhir hayatnya. Dan ia telah bertekad untuk mewujudkan keinginan kakek Franky, apapun yang akan terjadi nanti.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!