0o0__0o0
Valencia Remi, atau yang akrab dipanggil Cia, adalah gadis berusia 19 tahun. Dia tumbuh besar di sebuah desa bersama kedua orang tuanya. Anak tunggal dari keluarga sederhana,
Cia dikenal sebagai gadis cantik dan pintar. Rambut hitam sebahunya, mata cokelat yang teduh, serta senyum lembut menjadikannya mudah disukai siapa saja.
Namun keistimewaan Cia bukan hanya dari parasnya. Dia juga di karuniai otak cerdas yang membuatnya berhasil meraih beasiswa di universitas bergengsi di Jakarta.
Sebuah pencapaian yang membanggakan sekaligus membuatnya harus berkorban meninggalkan keluarga, sahabat, dan juga kekasihnya.
Suasana rumah sederhana itu begitu hangat. Lampu bohlam kuning di ruang tamu menerangi keluarga kecil Cia yang duduk melingkar di atas tikar pandan. Di tengah mereka ada sepiring kacang rebus, jagung bakar, dan teh hangat buatan ibu.
“Ayah, inget nggak waktu aku kecil, suka merengek minta dibuatin ayunan di pohon jambu belakang ?” tanya Cia sambil tersenyum nakal.
Ayahnya terkekeh, mengingat masa lalu itu. “Iya, Nak. Setiap sore ayah di suruh dorong sampai tinggi-tinggi. Giliran ayah berhenti sebentar, kamu langsung nangis kenceng.”
Ibunya ikut tertawa. “Belum lagi kalau jatuh. Bukannya kapok, besoknya minta lagi. Anak kecil paling bandel satu desa, ya kamu itu.”
Cia menunduk malu, lalu tertawa. “Habis seru, Bu. Sekarang aku kangen masa kecil, pengin balik main kayak dulu lagi.”
Mereka bertiga larut dalam tawa, suasana ringan yang sudah jarang terjadi karena kesibukan masing-masing.
Setelah itu, ayah mengambil gitar tua yang sudah lama tergantung di dinding. Senyum tipis tersungging di bibirnya.
“Masih inget lagu yang dulu suka kita nyanyikan bareng ?” tanyanya.
Cia mengangguk semangat. “Ingat dong, Yah. Lagu kesukaan Cia !”
Ayah pun mulai memetik senar gitar dengan nada sederhana. Ibu ikut bernyanyi pelan, dan Cia menyusul dengan suara lembutnya. Lagu itu bukan sekadar nyanyian, melainkan simbol kebersamaan mereka sejak Cia kecil.
Air mata hampir jatuh dari mata Cia, tapi ia tahan dengan senyum lebar. Ia ingin momen itu jadi kenangan manis, bukan kenangan penuh tangis.
Setelah lagu selesai, ibunya meraih kepala Cia lalu menepuknya pelan. “Nak, di manapun kamu nanti berada, jangan pernah lupa bahwa rumah ini selalu terbuka untukmu. Kamu boleh mengejar mimpi sejauh apapun, tapi pulanglah kalau lelah.”
Ayah menambahkan dengan suara serak, “Selama Ayah dan Ibu masih hidup, doa kami tidak akan pernah putus buat kamu.”
Cia tidak bisa menahan air matanya kali ini. Ia meraih kedua tangan orang tuanya, lalu menciumnya penuh hormat.
“Terima kasih, Ayah… Ibu… Cia beruntung banget lahir di keluarga ini.”
Mereka bertiga berpelukan erat, larut dalam kehangatan yang sederhana namun tak tergantikan.
Malam itu menjadi malam yang tidak akan pernah Cia lupakan malam terakhirnya di desa, malam penuh cinta yang akan ia bawa sebagai kekuatan saat menapaki kehidupan baru di kota.
0o0__0o0
Jam menunjukkan pukul enam pagi. Sinar matahari menembus jendela kamar, menyinari wajah Cia yang sudah bangun sejak subuh. Hari itu terasa berbeda, hari terakhirnya di desa, sebelum berangkat mengejar mimpi di kota.
Ia berdiri di depan cermin, menatap dirinya dengan campuran rasa bangga dan sedih. “Bismillah… semoga jalanku lancar,” bisiknya mantap.
Dengan langkah pelan, ia menyeret koper sedang keluar kamar, lalu meletakkannya di samping ruang tamu. Setelah itu, ia menuju ruang makan, tempat ayah dan ibunya sudah menunggu dengan senyum hangat.
“Ayo duduk, Nak,” ujar sang ibu lembut.
Cia tersenyum dan duduk di antara mereka. Sarapan sederhana berupa nasi goreng, telur, dan ayam goreng tersaji di atas piring.
“Makanlah, Nak,” ucap ibunya penuh kasih.
Cia menatap wajah sang ibu, matanya berbinar. “Terima kasih, Bu.?”
Ayah menatap putrinya sambil tersenyum. “Ingat ya, nanti di kota jangan sering makan mie instan. Sesekali masak sendiri, biar nggak kangen masakan Ibu.”
Cia terkekeh. “Kalau kangen banget, nanti aku pulang, Yah.”
Percakapan itu berlangsung ringan, penuh canda dan tawa kecil. Sesekali ayah menyendokkan lauk ke piring Cia, sementara ibu hanya memandanginya dengan penuh kasih.
Di tengah suapan terakhir, Cia menatap keduanya, lalu tersenyum. “Cia beruntung banget punya keluarga kayak Ayah sama Ibu. Sarapan sederhana gini rasanya lebih enak daripada restoran mana pun.”
Ayah dan ibu saling pandang, mata mereka berkaca-kaca. Kehangatan itu membuat pagi terakhir Cia di desa menjadi momen yang tak akan pernah ia lupakan.
Mereka bertiga menikmati sarapan dengan tawa kecil di sela-sela percakapan. Kehangatan keluarga itu membuat Cia semakin sadar betapa berharganya waktu bersama keluarga.
Ruang Tamu
Pukul tujuh, mereka sudah duduk di ruang tamu. Teh hangat dan pisang goreng menemani. Cia bersandar di bahu ayahnya, seolah ingin menyerap setiap kehangatan sebelum pergi.
“Semua barang dan berkas penting sudah kamu cek? Tidak ada yang tertinggal?” tanya ayahnya sambil mengelus rambut putrinya.
“Sudah, Yah. Cia sudah pastikan,” jawabnya lirih.
Ayah tersenyum bangga. “Ayah selalu bangga padamu, Valencia. Kamu anak yang kuat, rajin, dan penuh tekad.”
Cia menahan tangis. “Cia juga bangga punya Ayah yang selalu mendukung Cia.”
Sang ibu hanya bisa menatap haru, menyadari betapa sebentar lagi rumah mereka akan terasa sepi.
“Kamu harus hati-hati di sana, Nak. Kota berbeda dengan desa. Jangan sampai terbawa arus buruk,” pesan sang ayah, suaranya bergetar menahan khawatir.
“Iya, Yah. Jangan khawatir, Cia bisa jaga diri,” jawabnya mencoba meyakinkan.
“Ibu dan Ayah tidak menuntut kamu jadi orang sukses, Nak. Kami hanya ingin kamu bahagia. Ingat, kalau tidak cocok di sana, pulanglah. Rumah ini selalu menunggu,” tambah ibunya penuh cinta.
Mata Cia semakin berkaca-kaca. Ia menggenggam tangan keduanya. “Terima kasih, Ayah, Ibu. Cia janji akan selalu ingat pesan kalian.”
Kedatangan Satya
Tok… tok… tok.
“Assalamualaikum, Cia. Ini aku, Satya.”
Wajah Cia langsung memerah. Ibunya terkekeh.
“Cieee… yang dijemput pacar,” godanya.
“Ibu…” protes Cia malu-malu.
Ayah hanya tersenyum tipis. “Sana, temui Satya. Tapi jangan macam-macam.”
“Siap, Ayahanda!” sahut Cia sambil hormat lalu berlari keluar.
Di teras, Satya sudah duduk menunggunya. Mereka saling menatap, menahan perasaan yang sulit diungkap.
“Aku kira terlambat. Untung kamu belum berangkat,” ujar Satya.
Cia tersenyum lembut. “Aku memang nunggu kamu. Masih ada sepuluh menit sebelum travel datang.”
Satya meng-genggam sang kekasih, lalu mengeluarkan kotak kecil. “Aku belikan hadiah buatmu.”
Cia terkejut senang. “Hadiah apa ? Boleh aku lihat ?”
“Tutup mata dulu,” pinta Satya.
Cia menurut. Ketika kotak kecil itu berpindah ke telapak tangannya, ia membuka mata. Air matanya langsung berkaca. Sebuah cincin emas sederhana berkilau di dalamnya.
“Cantik sekali…” bisiknya.
“Kamu suka?” tanya Satya penuh harap.
Cia mengangguk cepat. “Suka banget.”
Satya memakaikan cincin itu di jari manisnya. “Cantik, sama seperti orangnya.”
Pipi Cia merona merah. “Gombal,” balasnya sambil memasangkan cincin pasangannya di jari Satya.
Mereka saling bertatap, senyum bahagia menghiasi wajah hingga suara klakson mobil travel memutus momen itu.
“Cia, ayo berangkat. Supir sudah menunggu,” panggil sang ayah dari dalam.
Cia menatap Satya, enggan melepas genggaman tangannya. “Jangan sedih. Kita masih bisa teleponan, kan?”
“Jaga dirimu baik-baik, Sayang. Aku tunggu kamu kembali,” ucap Satya menahan getar suara.
Dengan berat hati, Cia akhirnya melepaskan genggaman-nya. Ia memeluk ayah dan ibunya, menahan tangis.
“Ingat pesan kami, Nak. Jangan lupa makan, jangan lupa berkabar,” pesan ibunya.
Cia hanya mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil. Dari balik kaca, ia menatap tiga orang terkasihnya ayah, ibu, dan Satya yang berdiri dengan wajah sendu.
Mobil pun melaju perlahan meninggalkan rumah itu.
Air mata Cia akhirnya jatuh. Namun ia tahu, langkahnya hari ini adalah jalan menuju impian.
0o0__0o0
Catatan: Cinta orang tua tidak terbatas jarak. Dan impian seorang anak adalah kebahagiaan terbesar bagi mereka.
0o0__0o0
Setelah menempuh perjalanan berjam-jam akhirnya Cia sampai di tempat sebuah kos, yang akan menjadi tempat dia untuk tinggal selama menempuh pendidikan disini.
Cia keluar dari mobil, dia menarik nafas dalam. Pandangan Tertuju pada Plang yang bertulisan "Kosan Putri Anggrek".
"Ini kopernya Dek" Ucap sang sopir travel sambil menyerahkan kopernya ke arah Cia dengan tersenyum ramah.
Cia membalas tersenyum tak kalah ramah " Terimah kasih Pak". Jawab Cia ramah. Sambil memegang kopernya.
"Sama-sama, Semoga lancar ya dek kuliah'nya. Kalau gitu saya pamit dulu ya, dek." Ucapan'nya.
Cia mengangguk sambil tersenyum lembut, "Amin, Hati-hati di jalan pak". Ucapnya Ramah.
Cia melangkah masuk ke dalam sambil menarik kopernya dengan satu tangan. "Ternyata udara di kota, jauh berbeda dengan udara di desa". Guman'nya sendiri.
Mata Cia mengamati sekitar, sampai akhirnya dia melihat wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu. "Selamat datang, Saya Bu Gimitri. Kamu pasti Cia kan ? Anak baru penerima beasiswa itu". Ucap'nya memperkenalkan dengan ramah.
Cia tersenyum dan mengangguk "Benar, Bu. Aku Valencia, tapi teman-teman aku memanggil aku Cia." Balas-nya sambil menjabat tangan Bu Gimitri.
Ibu Gimitri tersenyum "Baiklah, Cia. Silakan ikut Ibu. aku akan perlihatkan kamar kamu." Cia mengangguk dan mengikuti langkah Ibu Kos sambil menyeret koper'nya.
Mereka berjalan melewati lorong yang rapi dan bersih, Sampai akhirnya langkah mereka berhenti di depan kamar No.A22. "Ini kamar untuk kamu dan ini kuncinya" Ucap Ibu Kos sambil menyerahkan kunci ke tangan Cia.
Cia mengangguk dan tersenyum, "Terima kasih Buk" Ucap'nya lembut sambil mengambil kunci'nya.
Bu Gimitri tersenyum lembut, Dia sangat sangat kagum akan kecantikan Cia dan juga tutur bicara-nya yang lembut dan sopan.
"Sama-sama Nak Cia, Ibu Tinggal dulu. Selamat beristirahat" Ucapnya dengan tersenyum tipis. Cia hanya mengangguk. Lalu Ibu Kos Pergi meninggal Cia sendirian di sana.
Cia memutar kuncinya, lalu membuka pintunya lebar. Dia melangkah masuk sambil menyeret kopernya, Matanya bergerak liar melihat sekeliling ruangan kamar-nya.
Cia mengangkat Syok, "Kamar ini sangat Bagus, bahkan lebih bagus dari rumah aku di yang ada di kampung". Guman'nya terkekeh sendiri.
Cia mem-bawah langkah-nya lebih dalam lagi, dia menyelusuri setiap sudut kamar-nya. Yang sudah terisi semua perabotan lengkap,
"Wah, Lengkap sekali, Ada kasur busa empuk, Tv, Ac, wifi dan juga mini kulkas". Guman'nya antusias.
Cia tersenyum lebar, "Ternyata hidup di kota itu seperti ini. Semua barang dan tempat terlihat sangat bagus dan lengkap. Padahal ini hanya sebuah kos, di dalam juga sudah ada kamar mandi yang bagus". Ucapnya kagum sendiri.
Kos yang di tempati Cia sangat strategis, Jaraknya dekat dengan kampus, Mini market dan juga penjual makanan dan sebagainya.
Cia menggeret kopernya ke arah lemari yang cukup besar dan terbuat dari kaca Stainless. Cia hanya bisa geleng-geleng kepala sambil memindahkan baju'nya ke dalam lemari.
Di tengah kesibukan-nya sedang merapikan barang-barang'nya, terdengar suara ketukan pintu dari luar pintu. Cia menghentikan aktivitasnya sejenak, dia menoleh ke belakang dan di sana terlihat wanita muda dan cantik yang berdiri di tengah pintu kamar-nya yang terbuka lebar.
"Hai, Gue boleh masuk gak ?" tanya seorang gadis cantik dengan pakaian modis, kalau di lihat dari gaya hidupnya. Dia pasti orang kaya.
Cia mengangguk dan tersenyum lembut, "Oh Hai, Kamu masuk saja, tidak apa-apa" Jawab Cia lembut dari depan lemari. Cia memasukkan cepat sisa pakaian, lalu menutup pintu lemari-nya.
Gadis itu masuk dan langsung duduk di atas ranjang Cia tanpa di suru. Dia tersenyum lebar ke arah Cia "Kemari lah kita belum kenalan" Ucapan'nya saat melihat Cia hanya berdiri kaku memandang dirinya saja.
Cia mengangguk singkat lalu melangkah dan duduk di sebelah'nya. "Oh, iya Kenalin Nama Gue Avery Celindia Maharani. Gue juga Mahasiswa baru dan juga penghuni kos di sini. Kamar gue sebelah kamar Loe, Urutan ke 4 dari sini. Ucap'nya mem-perkenalkan diri dengan panjang lebar.
Cia tersenyum mendengar Ery nyerocos panjang lebar dengan semangat. "Salam kenal ya, Nama aku Valencia Remi, Oh iya, aku gadis dari desa." Balas-nya mem-perkenalkan diri juga.
Ery langsung heboh, "OMG, nama sama muka Lo Clop sih. Sama-sama Cantik dan unik. Lo beneran dari desa ? Dari segi wajah, Lo tidak seperti anak desa. Tapi dari segi penampilan, Terlihat banget sih" Komentar'nya Blak-blakkan namun tidak ada maksud menghina sedikit pun.
Cia hanya mengangguk dan tersenyum lembut, "Iya beneran. Terimah kasih pujian'nya" Balas Cia tidak keberatan sama sekali dengan komentar Ery.
"Ok, Cia ! berhubung kita sudah saling kenal, mulai hari ini kita resmi berteman. Jangan sungkan datang ke kamar gue kalau Lo butuh bantuan" Kata'nya dengan antusias.
"Ok Ery, Kamu juga bisa datang kesini kalau butuh bantuan aku'' Balas-nya dengan ramah. Dia merasa senang Karena bisa punya teman tanpa mandang status.
"Tentu saja Cia, Tiap hari aku pasti akan menghebohkan kamar mu ini" Balas-nya penuh semangat dan senyum lebar.
"Gue balik lagi kamar, Lo pasti mau istirahat. Jadi gue tau diri tanpa harus nunggu Lo usir dulu" Sambung'nya bercanda.
Cian hanya mengangguk sambil tertawa renyah, "Kamu ini ada-ada Saja" Balas-nya sambil menepuk pelan paha Ery.
"Oh, Sumpah Lo gemes banget sih" Ucap Ery sambil mencubit pipi bakpao Cia. Dia langsung berdiri dan lari keluar sambil berteriak. "Selamat istirahat Cimut" Ucap'nya sambil tertawa lebar.
Cia hanya bisa geleng-geleng kepala sambil tersenyum lebar, "Ternyata tidak semua orang kota itu sombong ya ? bedah sekali sama orang desa yang suka julid dan sombong" Ungkap'nya.
Hoaaamm...!
Cia menguap lebar sambil merenggangkan keatas, dia melihat ke arah jam dinding ternyata sudah jam 20.00 malam.
"Bersih-bersih dulu habis itu tidur" Ucapan'nya sambil melangkahkan ke arah kamar mandi.
0o0__0o0
Keesokan harinya, jam 08.00 Cia bangun pagi-pagi dan bersiap untuk kuliah pertama'nya. Cia sudah mandi, Hanya tinggal dandan sebentar, Cia hanya mengoleskan pelembab wajah dan juga sunscreen, habis itu tinggal mengoleskan lipbalm biar bibir'nya tetap lembab.
Cia berdiri di depan cermin "Beres, Tidak perlu makeup yang ribet dan pakai baju branded. Cukup tampil sederhana sesuai bajet". Ucap'nya sambil tersenyum tipis.
Cia mengenakan seragam kuliah yang rapi dan rambut yang tergerai lurus sebahu. Walaupun gaya dia sederhana, namun Cia tetap terlihat sangat cantik.
Cia memasukkan semua barang yang dibutuhkan ke dalam tas. Lalu memakan sarapan'nya yang dia beli tadi pagi. Nasi goreng tidak lupa juga segelas susu coklat panas dan segelas air putih.
Setelah sarapan Cia langsung pergi ke kampus naik kendaraan umum.
0o0__0o0
"Universitas Indonesia Maju (UIM)"
Cia turun dari taksi dan memandang kampus yang megah dan modern. Dia merasa takjub dengan fasilitas yang canggih dan taman yang indah.
Cia masuk ke dalam gedung perkuliahan dan mencari ruang kuliahnya. Pakaian yang Cia kenakan sangat sederhana, berbanding terbalik dengan mahasiswa yang berpapasan dengan-nya. Penampilan mereka begitu sangat modis. Apalagi ada beberapa mahasiswa yang kuliah pakai mobil sport.
Sepanjang perjalanan Cia hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar. "Aku jadi minder satu gedung sama orang yang isinya orang kaya semua" Guman'nya pelan.
Cia melihat-lihat sekeliling yang nampak sangat bagus dan besar. Dia terus berjalan dan mencoba terus percaya diri.
"Ingat Cia, kamu kesini untuk menuntut ilmu bukan ikut ajang pamer" Ucap'nya meng-sugesti diri-nya sendiri.
Cia..!
Dari Arah belakang, terdengar suara perempuan memanggil nama'nya dengan keras. Cia langsung berhenti karena dia hafal itu suara siapa.
Cia melambaikan tangan'nya sambil menunggu Ery yang lagi berlari ke arahnya. Ke-dua'nya saling melempar senyum.
Hah..! Hah..!
Ery ngos-ngosan sambil mengipas wajahnya pakai kipas mini yang ada di genggaman tangan'nya.
"Gue tadinya mau ngajak Lo berangkat bareng ke kampus, Eeee...Gue malah kesiangan" Ucapan'nya sambil nyengir.
Cia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah teman barunya itu. "Kamu ini ada-ada aja, Ayo kita cari gedung fakultas". Ajaknya sambil menarik lembut tangan Ery.
0o0__0o0
Cia dan Ery duduk bersebelahan menunggu dosen pembimbing datang, ruangan itu sudah di penuhi oleh mahasiswa dari berbagai kota dan daerah.
Sampai akhirnya dosen wanita masuk, dengan pakaian modis, rambut hitam di kuncir kuda dan kaca mata bening puting melekat di hidung mancungnya.
Seketika ruangan yang tadinya berisik jadi hening. "Selamat Pagi Anak-anak, Saya Dr. Rani dosen pembimbing kalian hari ini." Sapanya memper-kenalkan diri.
"Selamat pagi Bu Rani" Jawab mereka semua serentak. Banyak sekali kaum buaya yang memuji bahkan menggoda dosen'nya yang berdiri di depan dengan anggun dan cantik.
"Cukup" Ucapnya tegas. "Kita mulai pelajaran pertama" Sambung'nya. Lalu mulai menjelaskan materi pelajaran untuk mahasiswa'nya.
Mereka semua mulai mendengarkan dan mencatat poin-poin penting'nya. 1 jam berlalu proses belajar-mengajar telah usai.
"Ok, Waktunya habis, kita sambung lusa" Ucap dosen'nya meng-akhiri proses pembelajaran. Lalu keluar meninggalkan ruang kelasnya.
0o0__0oo
Kantin..!
Setelah jam pertama kuliah selesai, Cia dan Ery langsung menuju kantin. Kedua gadis itu kini duduk di pojok sambil menyantap makanan yang sudah mereka pesan.
Cia dan Ery makan dengan lahap, di selingi dengan obrolan kecil dan juga candaan receh. Ditengah asiknya mereka ngobrol, tiba-tiba seorang pemuda datang ke meja mereka.
"Hai Sayang" Sapanya mendekati Ery dan langsung duduk di samping'nya sambil memberikan kecupan.
Cup..!
Dengan santainya Cowok itu mengecup singkat bibir Ery di depan mata Cia yang menjadi saksi bisu.
Uuhk...! Uuhk..!
Cia langsung tersedak kuah pedas bakso-nya, sampai terbatuk-batuk. Wajah-nya merah, entah karena malu menyaksikan live Ciuman teman'nya atau karena tenggorokan yang tiba-tiba sakit.
Cia tidak menyangka tiba-tiba melihat temannya berciuman mesra di depan mata'nya. Dan di saksikan mahasiswa lain'nya. Dan mereka tetap santai-santai saja.
Ery langsung panik sambil menyodorkan segelas jus ke arah Cia yang masih sibuk menepuk-nepuk dadanya. "Minum dulu Cia" Ucapan'nya cepat.
Cia langsung meminum jus itu sampai habis tak tersisa. "Hah..." Cia mendesah lega setelah merasa jauh lebih baik.
Ery dan kekasihnya menatap lekat wajah Cia yang nampak meng-gemaskan dengan wajah merah-nya. "Lo keselek hanya karena melihat kita ciuman ?" tanya Ery memastikan.
Cia hanya tersenyum kaku sambil mengangguk malu-malu. "Iya, ini pertama kali aku lihat orang ciuman di tempat umum" jawaban pelan.
"Astaga Cia.." Pekik heboh Ery. Setelah mendengar pengakuan polos dari Cia.
"Sorry ya Cia, Lo pasti kaget dan merasa tidak nyaman" Sambung'nya menyesal di sertai cengiran garing.
Cia hanya tersenyum canggung, "Tidak apa-apa Ery, aku kan emang dari desa, jadi sedikit kaget aja". Saut'nya pelan.
"Siapa dia beb ?" Tanya Cowok'nya penasaran.
"Eh, iya. Cia kenalin ini Bastian pacar Gue." Ucap Ery mengenalkan Cowok yang tadi mencium'nya adalah kekasih-nya.
"Nah, itu Cia teman kos dan kuliah aku, sayang" Ucap'nya mengenalkan pada sang kekasih.
"Hai, Gue Valencia. Biasa di panggil Cia" Ucapan'nya memperkenalkan diri dengan ramah.
Bastian mengangguk singkat, "Hai Cia, Gue Bastian pacar Ery" Balas-nya dengan senyum tipis.
Setelah sesi perkenalan singkat, mereka melanjutkan makan dengan Cia yang menjadi obat nyamuk dari sepasang kekasih yang nampak sangat mesra di matanya.
Ery dan Bastian makan 1 piring nasi goreng dengan saling menyuapi bergantian. Bahkan Bastian dengan gemas mengecupi bibir Ery.
Cia jadi kikuk melihatnya, Ia tidak terbiasa hal-hal semacam itu. "Ternyata hidup di kota seperti ini" Guman'nya membatin.
Bahkan dirinya saat di desa, selama 2 tahun pacaran sama Satya, tidak pernah sekalipun berciuman. Paling banter hanya saling bergandengan tangan saja.
Kalau sampai Cia melakukan seperti Ery dan Bastian, pasti akan jadi berita panas yang menyebar ke satu desa. Dan jadi bahan julid tetangga.
0o0__0o0
0o0__0o0
Kamar Kos jam 19.00 malam, Ery datang ke kamar Cia. Dia langsung masuk menghampiri Cia yang lagi belajar.
Ery merebahkan tubuhnya di karpet, "Cia Lo sibuk gak hari ini ?" Tanya'nya.
"Enggak, Kenapa memang'nya ?" jawab Cia sambil membaca pelajaran kuliah tadi siang.
"Hari ini Lo iku gue ya ?" Ajak-nya antusias.
"Mau kemana memang-nya, Er ?" Tanya Cia. Sebenar-nya dia malas mau keluar apalagi kalau tidak ada hal yang penting.
"Ada deh, gue akan perkenalkan Lo sama dunia malam kota jakarta, biar Lo tidak kudet" Saut'nya semangat.
"Tapi Aku..." Ucap'nya Cia terhenti
"Gue tidak menerima penolakan, anggap saja kita merayakan pertemanan pertama kita" Samber-nya cepat. Memotong ucapan Cia.
Cia hanya mengangguk pasrah, sebenar-nya dia bukan tipe cewek yang suka keluyuran tidak jelas, apa lagi malam-malam. Namun demi pertemanan pertama-nya, dia tidak keberatan.
0o0__0o0
Disinilah saat ini Cia, Kamar milik Ery, Yang nampak sangat mewah, tidak seperti kamar kos milik'nya. Barang dan furniture terlihat jelas bermerek dan pasti'nya harga'nya fantastis.
Cia duduk pasrah di samping ranjang empuk milik Ery, dia hanya diam memperhatikan teman'nya yang lagi sibuk mengacak isi lemari-nya.
Cia tidak tau apa yang Ery cari sampai se-rempong itu. Sampai akhirnya Cia dibuat melongo dengan baju yang Ery tunjukkan.
"Gimana menurut Lo, Bagus gak, kalau gue pakai ini ?" Tanya Ery dengan senyum lebar.
Cia melotot-kan mata bulat'nya, "Ya ampun Ery, ini baju apaan ? Ini terlalu ketat dan seperti kekurangan bahan gitu". Komentar'nya tidak habis pikir dengan baju yang Ery tujukan.
Ery tidak mendengarkan, dia malah mencoba bajunya dengan santai di depan Cia. "Lihat, Bagus kan ? Anak kota sudah biasa pakai baju yang seperti ini, Cia". Beber'nya santai.
"Sudah biasa ?" Ulang'nya terkejut.
"Kamu tidak takut masuk angin Er ?" tanya'nya dengan polos.
"Ha..Ha...Ha"
Ery tertawa ngakak mendengar pertanyaan polos dari teman baru'nya itu. "Sumpah Cia, gue gemes baget sama Lo".
"Sekarang Lo boleh heran, tapi nanti..! Gue jamin Lo akan ngikutin gaya hidup anak kota sini'' sambung'nya penuh percaya diri.
Seketika bibir Cia jadi mengerucut "Gak akan" jawab'nya sebal.
Ery hanya tersenyum tipis, "Ok, kita lihat aja nanti. Sekarang Lo coba baju ini". Ucapnya sambil memberikan gaun warna merah sexy ke Cia.
Cia mengambil gaun itu, lalu dia bentangkan. Dan seketika Cia teriak keras.
"Aaaaaa...! Ini Gaun apaan ERY, Lo mau gue jadi Tante-tante yang harus belaian ?" Pekik-Nya frustasi.
Seketika Ery langsung tertawa ngakak, "Sumpah baru kali ini gue Nemu manusia langkah kayak Lo Cia".
Ha..Ha..Ha
"Perut gue sakit kebanyakan ketawa, anjir" Ucap'nya sambil terkekeh.
Wajah Cia langsung masam melihat teman'nya yang tertawa lepas dengan watados-nya itu. "Puas banget kamu ya, ketawanya ?" Sindir'nya sebal.
"Banget" sautnya cepat.
Ery mengambil gaun lain berwarna hitam, gaun itu tidak se-seksi sebelum-nya. Lalu menyerahkan kepada Cia.
"Noh, Coba sana" Titah-nya santai.
Cia hanya bisa meng-hembuskan nafas kasar, wajah'nya terlihat jelas frustasi dan tertekan.
"Apa lagi ini Ery ? Meskipun gaun'nya sedikit tertutup tapi belahan dada-nya sangat rendah". Komentar'nya.
Cia melempar gaun itu ke atas ranjang, "Aku tidak mau pakai itu. Udahlah aku pakai baju aku sendiri aja. Tinggal pakai celana jeans panjang dan kaos, Udah beres". Putus-nya pada akhirnya.
"Ya udahlah, Serah Lo Cia. Gue jadi ikut pening ngurusin Lo". Ucapnya pasrah.
"Aku jauh lebih pusing nge-ladenin Kamu" Saut'nya geram.
"Kembang desa emang seribet ini ya ? Padahal tinggal pakai beres. Nah ini harus banyak drama dulu, endingnya malah balik ke setelan awal". Gerutu-nya julid.
"Aku masih bisa denger Ery" Saut'nya ngegas.
"Itu tujuan gue, ngomong dengan suara keras, biar Lo denger". Samber-nya sambil nerusin Makeup.
Cia hanya memutar bola matanya malas sambil rebahan di ranjang Ery. "Mending aku tidur dulu, aku yakin dia dandan butuh waktu berjam-jam" Guman'nya pelan supaya Ery tidak mendengar.
Ery sibuk dandan, mengabaikan Cia dan Cia sibuk menjelajahi alam mimpi tanpa memedulikan kesibukan Ery.
0o0__0o0
"The Britama Arena Jakarta Pukul 22.00 Malam"
Arena tinju itu kini sudah di padati oleh banyak lautan muda mudi untuk menyaksikan pertandingan malam Minggu ini. Suara sorakan menggema di ruangan itu.
Sampai akhirnya sosok pria bertubuh jakun dengan bentuk tubuh atletis mulai memasuki area ring tinju.
Aksara Kalie Vandra sosok pemuda tampan usia 20 tahun, dengan kulit putih, rambut hitam pendek dan memiliki bola mata coklat tua yang tajam. Tinggi badan-nya 175 Cm dan berat badannya 65 kg.
"Siapa Lawan Gue ?" Tanya-nya singkat.
"Bima Lawan Lo malam ini, Dia hanya menang bacot bukan otot" Jawab teman'nya.
Aksa..! Aksa..! Aksa..! Suara para penonton yang terus menerus meneriaki namanya sampai membuat seluruh gedung itu menggema heboh.
Aksa adalah salah satu atlet boxing yang nama'nya cukup terkenal di kalangan pemuda pemudi. Dia menjadi salah satu atlet favorit pria maupun wanita.
Semua kaum hawa dan Adam bersorak heboh, Aksa sangat di gilai kaum hawa. Bagaimana tidak di gilai ? Selain memiliki wajah tampan, Aksa termasuk keturunan kaya raya yang ada di negara ini.
Banyak kaum hawa yang ingin bersanding dengan'nya, namun tidak ada berhasil mencuri hati-nya.
Aksa dengan wajah datarnya tetap berdiri tenang di tengah ring menunggu lawan'nya naik, dia mengabaikan suara teriakan heboh dari para penonton yang ada di ruangan itu. Dia sama sekali tidak merespon goda-godaan yang ada di sana dan itulah nilai plusnya.
Dari kejauhan mata elang Aksa dapat melihat Lawan main'nya yang mulai jalan menuju ke arah Ring. Dia menyeringai dan menatap lawan'nya dengan datar.
Kini Aksa VS Bima sudah berdiri berhadapan. Mereka berdua saling adu tatapan tajam. Aksa memberikan tatapan tajam pada lawan'nya.
Seketika Bima di bikin Tremor dan merinding melihat tatapan bola mata coklat Aksa yang begitu sangat tajam, seolah siap menghunus jantung-nya.
Suara sorakan dan teriakan meng-gema di ruangan itu, mereka semua menyebut nama favorit jagoan'nya masing-masing.
Wasit berdiri di tengah-tengah ke-dua'nya, dia menatap bergantian ke arah Aksa dan Bian. "Siap ? Mulai...!" Ucap si wasit.
Aksa dan Bima berdiri di atas ring tinju, keduanya siap untuk bertarung. Wasit memberikan instruksi terakhir dan pertarungan dimulai.
Aksa dan Bima saling serang dengan pukulan yang kuat.
Bug..! Bug..!
2 pukulan Aksa berhasil mengenai rahang Bima tapi dia tidak terluka parah, hanya mengeluarkan darah dari sudut bibir-nya.
Bima membalas dengan pukulan yang sangat kuat, namun Aksa menangkap pergerakan'nya dengan muda. Lalu memberikan tendangan kuat pada dada'nya.
Bug..!
Bima terjatuh ke kanan, seketika dadanya terasa sangat sakit. Pemuda itu berusaha bangun namun kalah cepat dengan Aksa yang langsung menghantam-kan Tinjunya dengan bertubi-tubi.
Bug..! Bug..! Bug..!
Bima berusaha bangun, tapi Aksa tidak memberikan kesempatan. Aksa menghantam Bima dengan kombinasi pukulan yang cepat dan kuat.
Bug..! Bug..!
Dua pukulan kuat dari Aksa, membuat Bima terkapar lemas dengan wajah yang sudah babak belur. kali ini dia tidak bisa bangun.
Aksa berdiri memberikan waktu untuk Bima bangkit, ternyata pemuda itu sudah nampak tidak kuat lagi bahkan hanya untuk sekedar meng-geser tubuh'nya.
Aksa terkekeh kecil, dengan wajah datar'nya Dia berjalan menghampiri lawan'nya yang sudah sekarat. Aksa jongkok di samping Bima, menatap dingin wajah-nya.
"Lo, tantang Gue lagi, kalau sudah jago" Ucap Aksa datar sambil menepuk pelan pipi Bima yang hanya bisa menyipitkan mata'nya dengan nafas lemah.
Wasit mulai menghitung mundur "10, 9, 8, dan di ikuti oleh para penonton 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1."
Wasit langsung mengangkat tangan Aksa ke atas dan menyatakan Aksa sebagai pemenang. Aksa hanya berdiri diam tanpa ekspresi dengan wajah datarnya.
Woooo....Aksa..! Aksa..! Aksa
Seketika ruangan ring tinju itu meng-gelegar dengan suara sorakan heboh para penonton. Mereka puas menyaksikan pertandingan yang berlangsung sebentar itu.
Dengan Akas yang keluar sebagai pemenang'nya Lagi dan Lagi.
Seorang juri maju, menyerahkan amplop coklat tebal yang berisi uang ke arah Aksa. "Selamat Aksa, Kamu selalu hebat. Dan ini hadiah untuk malam ini" Ucap'nya sambil tersenyum tipis.
Aksa hanya mengangguk singkat dengan wajah datar'nya, Dia mengambil tidak minat hadiah itu. Baginya itu hanyalah uang receh.
Aksa segerah turun dari ring, dan melempar uang itu ke salah satu teman'nya yang ada di sana. Dengan senang hati Jefri menangkap uang itu.
Jefri menepuk pundak Aksa dengan senyum lebar'nya "selamat bro, udah gue duga Lo pasti menang lagi, dia terlalu cupu untuk jadi lawan Lo". Ucap'nya santai.
"Kita party sampai pagi Bro" Ucapan'nya heboh sambil mengangkat uang segepok yang ada di tangan'nya dengan senyum lebar'nya.
Aksa mengabai-kan teman-nya, dia melangkah keluar meninggalkan gedung yang sangat berisik itu. Telinga Aksa rasanya sangat berdengung mendengar suara teriakan heboh dari para penonton.
0o0__0o0
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!