NovelToon NovelToon

Dia Suamiku!!!

Perjodohan

Di pagi hari yang cerah ini, di mana pancaran sinar matahari yang menerobos masuk melalui sela-sela jendela sama sekali tidak membuat seseorang yang sedang terlelap di bawah selimutnya tak bergeming, walaupun ia sudah di bangunkan beruIang kali ia masih saja asik menyusuri alam mimpinya yang indah itu.

"Davina ayo bangun, ini sudah siang. Kamu nggak kuliah?" tanya Yuli mamahnya sambil menepuk-nepuk pipi putrinya.

"Lima menit lagi mah, masih ngantuk." jawabnya masih memejamkan mata.

"Yakin, lima menit lagi? Ini tuh udah jam 07:30 Davina. Nanti telat loh!" mamahnya sambil menunjukan jam yang berada di atas nakas.

Seketika itu Davina langsung bangun untuk pergi ke kamar mandi dan segera bersiap siap. Ia akan segera pergi ke Kampus karena ia ada kelas di pagi hari.

Setelah selesai bersiap siap ia segera turun. Terlihat Papah, Mamah dan Diandra adiknya sedang memakan sarapannya. Davina segera menghabiskan segelas susu lalu pergi.

"Davina, habiskan dulu sarapannya. Nanti kamu kelaparan." ucap Mamahnya dengan sedikit berteriak karna Davina terburu buru.

"Nggak sempet Mah, udah telat nih." ucapnya sambil merogoh kedalam tasnya mencari kunci mobil.

"Davina, tunggu dulu. Papah mau bicara sama kamu." panggil Papahnya, yang dipanggil tetap sibuk mencari kunci mobil.

"Kamu, nggak bakal nemuin kunci itu di dalam tas mu itu. Karna kunci mobilmu ada di tangan Papah." sambung Agung sambil memperlihatkan kunci tersebut.

Davina lalu menghampiri Papahnya, berniat meminta kembali kuncinya.

"Kesiniin kuncinya Pah, Davina udah telat." ucapnya seraya menampilkan ekspresi memelas.

"Dengarkan dulu. Nanti malam ada kolega Papah yang diundang buat makan malam di sini. Kamu harus ikut menemani kami. Jadi jangan keluyuran sama teman-temanmu itu." ucapnya sambil menyerahkan kuncinya pada Davina.

"Nggak bisa! Udah ada janji." ucap Davina bohong.

"Itu kan temen Papah, lagian apa hubungannya sama aku. Udah lah aku mau berangkat." sambungnya, lalu Davina pergi dari sana, namun sebelum sampai pintu ia berhenti karena ucapan Papahnya.

"Awas saja jika kamu tidak menuruti perintah, semua aset yang kamu nikmati sampai hari ini akan Papah sita!" Ucapnya dengan nada yang meninggi.

Davina yang mendengar ancaman Papahnya tersebut merasa sangat marah dan ingin membalas ucapannya, namun ia urungkan dan langsung menaiki mobilnya karena ia sudah telat ke kampus.

"Sudahlah Pah. Nanti Mama yang bicara sama Davina." ucap Yuli menenangkan suaminya.

Davina merupakan mahasiswi semester 5 di salah satu universitas yang ada di Bandung. Davina terkenal populer di Universitasnya karena kecantikan dan kecerdasaannya. Ia anak yang susah diatur, pembangkang, dan suka keluyuran di malam hari bersama teman-temannya. Sudah berulang kali orangtuanya menasehati Davina, namun anak tersebut seakan acuh dan menghiraukannya.

***

Di Kampus

Davina mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi. Setelah sampai ia langsung memarkirkan mobilnya dan berlari menuju kelasnya.

"Hufftt.." Davina membuang nafas panjang.

"Nah, yang ditunggu datang juga akhirnya. Telat mulu lo Dav, untung belum masuk Dosennya." ucap Faras sahabat Davina.

"Iya nih, gue bangun kesiangan lagi. Btw Rani mana?" tanyanya pada Faras.

"Palingan bentar lagi nyampe. Nah itu dia." ucap Faras sambil menunjuk ke arah datangnya Rani.

"Belum telat kan gue. Syukur deh." Rani mendudukkan dirinya.

"Telat ya telat aja. Dosennya yang belum datang." Rani hanya cengengesan.

"Yuk masuk." Davina memasuki kelasnya.

Setelah lama menunggu, akhirnya Dosen pun datang dan memberikan tugas.

Setelah selesai, Davina dan sahabatnya pergi kekantin.

"Kalian mau pesen apa? Biar gue yang pesenin." ucap Rani menawarkan diri.

"Gue pesen nasi goreng sama es jeruk." Uucap Davina sambil memainkan handphone miliknya.

"Gue samain aja sama Davina."

Setelah menunggu akhirnya pesanan pun datang, mereka langsung melahap habis makanannya.

"Ehh, kita udah lama nih nggak jalan-jalan. Nanti kita ngemall yuk ngilangin suntuk." Ucap Faras.

"Gue setuju banget. Lagian ada barang yang mau gue beli. Kalo lo ikutkan, Dav?" tunjuknya kearah Davina.

"Gue ngikut kalian." ucapnya sambil mengaduk-aduk minumannya.

Mereka kembali ke dalam kelas, mulai fokus dengan materi yang diberikan oleh Dosennya.

Hari sudah sore, Davina dan kedua sahabatnya baru saja keluar dari kelasnya langsung menuju parkiran.

"Jadi kan kita ngemall?" tanya Faras.

Ting..

Bunyi notifikasi handphone milik Davina. Lalu ia membuka pesan tersebut ternyata dari Mamahnya.

"Davina pulanglah segera! Ingat yang dikatakan Papahmu itu."

Davina mengingat ancaman yang diberikan oleh Papahnya. Jika ia tidak mengikuti acara makan malam dengan kolega Papahnya maka, semua asetnya akan disita. Memikirkannya saja sudah membuat Davina stress.

"Sorry ya gue nggak ikut kali ini. Gue harus segera pulang." ucap Davina.

"Lho, kenapa Dav? Tumben banget?" tanya Rani.

"Nyokap sama Bokap yang nyuruh. Pake ngancem lagi. Yaudah gue langsung balik ya." Davina bergegas melajukan mobilnya.

Sesampainya di rumah ia langsung menuju kamarnya dan melewati dapur, terlihat Mamahnya sedang menyiapkan makanan untuk nanti malam.

Setelah meletakkan tas Davina langsung merebahkan dirinya di atas ranjang dan perlahan ia pun tertidur.

Hari sudah gelap, Davina masih tertidur

pulas. Ia lupa jika akan ada tamu di rumahnya. Bahkan ia belum mandi, tidurpun belum bangun.

"Davina, ayo bangun. Sebentar lagi tamunya datang." ucap Mamahnya sambil menepuk-nepuk pipi.

"Iya, sebentar." jawabnya lalu pergi kekamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Sedangkan di ruang tamu Yuli dan suaminya sudah bersiap-siap menyambut kedatangan tamunya.

ting..tong..(bunyi bel pintu)

Yuli dan suaminya langsung membukakan pintu.

"Assalamualaikum." salam mereka memasuki rumah.

"Waalaikumsalam." jawab Yuli dan suaminya.

"Apa kabar jeng, sudah lama tidak bertemu." ucap wanita seumuran dengan Yuli, sambil cipika-cipiki.

"Alhamdulillah, baik jeng." balasnya.

"Ini nak Harris ya, masih tetap tampan ya seperti dulu." Sambungnya.

Mendengar dirinya dipuji seperti itu, Harris hanya membalas dengan senyuman.

"Di mana putrimu itu Yul?" tanya wanita yang bernama Khumaira tersebut.

"Sebentar, saya panggilkan." ucap Yuli lalu pergi ke kamar Davina.

Davina yang sudah siap, hanya memakai celana pendek selutut dan kaos oblongnya dengan rambut dibiarkan terurai. Memang seperti itulah Davina saat malam hari.

(Gak ada akhlak emang:v)

"Davina, ayo kita turun." sambil mengetuk pintu.

"Bentar Mah." ucapnya sambil membuka pintu.

"Loh, kok pake baju gitu? Ganti nggak sopan Davina!" Mamahnya kesal, masa mau menemui calon suami dan calon mertua pake baju yang auratnya terbuka. Terlebih lagi mereka keluarga yang kental dengan keislamiannya.

"Males lah. Kalo suruh ganti mending nggak usah ajak Davina. Udah biasa juga." ucapnya kesal.

"Iya,,iya,, Yaudah ayok." mereka berjalan beriringan.

Setelah menuruni tangga, semua mata tertuju kepada Davina tak terkecuali Harris, lalu ia langsung mengalihkan pandangannya.

"Astaghfirullah." **b**atin Harris berulang kali.

"Cantik sekali putrimu Yuli." ucap Khumaira.

"Bisa aja tante." balas Davina menyalami Ibu tersebut, dan tersenyum kepada laki-laki yang tak lain ayah Harris. Kecuali Harris hanya menangkupkan tangannya di depan dada dan terus menunduk.

"Ck, sombong banget nih orang." batin Davina.

Setelah berkenalan, terdengar adzan berkumandang.

"Sebelum makan malam sebaiknya kita sholat berjamaah terlebih dahulu." ucap Agung Papah Davina. Yang diangguki oleh semuanya.

Laki-laki sholat berjamaah di masjid, sedangkan yang perempuan sholat di rumah.

Setelah selesai, mereka berkumpul di meja makan untuk makan malam bersama. Setelah semuanya selesai mereka kembali mengobrol di ruangtamu.

"Mari kita bicarakan perjodohan ini." ucap Pak Imron. Davina tersentak kaget.

"Perjodohan? Maksudnya apa Om!" tanya Davina dengan nada tinggi kepada Imron Ayah Harris.

"Begini Davina. Papah dan Pak Imron sudah sepakat untuk menjodohkan kamu dengan Harris." terang Agung. Davina langsung melototkan matanya kaget.

"Nggak, gue nggak mau nikah sama dia. Papah sama Mamah tega nikahin aku sama laki-laki kaya dia? Penampilannya aja kaya gitu? Pake sarung sama peci lagi." ucap Davina marah, sambil menunjuk kearah Harris.

"Diam Davina! Dia itu calon suami kamu!" ucap Papahnya.

"Davina, dengarkan dulu. Nak Harris anak yang baik, juga sholeh. Dia itu seorang ustadz. Mamah yakin dia akan menjadi imam yang baik buat kamu." ucap Yuli sambil mengelus-elus bahu Davina agar amarahnya mereda.

"Nggak bisa Mah, Pah!" tolak Davina yang mulai berkaca-kaca.

"Ikut Papah!" Agung menarik tangan Davina keruangan lain.

Dukung novel ini dengan cara vote, like, komen, ⭐5.

Terimakasih🙏

Setuju

"Davina, dengarkan dulu. Nak Harris anak yang baik dan juga sholeh. Mamah yakin dia akan menjadi imam yang baik buat kamu." ucap Yuli mengelus elus bahu Davina agar amarahnya mereda.

"Nggak bisa Mah, Pah!" ucap Davina yang mulai berkaca-kaca.

"Ikut Papah!" Agung menarik tangan Davina keruangan lain.

"Tolong maafkan kelakuan Davina ya Jeng, Pak Imron." ucap Yuli sambil menangkupkan kedua tangannya.

"Tidak apa-apa. Semua orang pasti memiliki masa lalu tersendiri. Mungkin dia hanya kaget saja. Pasti Davina akan mengerti."

"Nak Harris, tante mohon maafkan kelakuan Davina. Dia memang seperti itu. Wataknya keras, suka membantah. Tante berharap kamu bisa membimbing dia jadi lebih baik lagi." sambungnya.

"Insyaallah Tante. Harris akan berusaha semampu Harris." ucap Harris penuh keyakinan.

Setelah Agung berbicara empat mata dengan Davina, mereka kembali keruang tamu. Entah apa yang dibicarakan Agung kepada Davina.

"Gue mau bicara berdua sama dia!" ucap Davina menunjuk ke arah Harris. Yang ditunjuk langsung menatap Davina dan mereka terlibat saling tatap kemudian Harris langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Harris! Nama saya Harris." ucap Harris masih menunduk.

"Gue nggak peduli!" balas Davina lalu berjalan menuju teras rumah diikuti oleh Harris.

"Gue mau lo ngebatalin perjodohan ini! Gue nggak mau ya nikah sama lo!" ucap Davina tegas.

"Kenapa nggak kamu aja yang ngebatalin perjodohan ini!" Balas Harris sambil membelakangi Davina dan menatap kearah langit.

"Gue nggak bisa." ucap Davina.

"Kalo gitu, saya juga sama. Saya tidak bisa membantah perintah orangtua saya." ucapnya dengan tegas.

"Ck, gue tuh nggak cinta sama lo. Gimana mau nikah, kalo nggak ada rasa cinta. Kenal juga nggak!" ucap Davina lagi.

"Bukannya cinta hadir jika terbiasa?Begitupun saya akan mencintai kamu sebagai istri saya." ucap Harris sambil tersenyum kearah Davina.

"Ck, nggak ada gunanya ngomong sama lo." balas Davina berlalu memasuki rumah.

"Saya semakin yakin untuk membuat kamu mencintai saya." *b*atin Harris berlalu memasuki rumah.

"Bagaimana Davina? Apa kamu setuju?" tanya Khumaira.

"Ok, gue setuju." ucap Davina sambil menatap Harris dengan sinis.

"Alhamdulillah." ucap mereka bersama.

"Bagaimana jika pernikahannya akan diadakan minggu depan. Lebih cepat lebih baik bukan?" ucap Pak Imron yang diangguki oleh mereka.

"Apakah Davina setuju?" tanya Pak Imron memandang calon mantunya.

"Terserah Om, tapi ada syaratnya. Pernikahan ini harus diadakan secara tertutup." ucap Davina dengan penekanan.

"Baikhlah." ucap Harris.

"Manggilnya jangan Om Tante dong. Panggil Abi sama Umi." ucap Khumaira memeluk Davina.

"Baik Umi. Davina permisi!" Davina bergegas menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar ia langsung membanting pintunya, tidak perduli jika Papah dan yang lain mendengarnya.

Lalu Davina menangis sejadi-jadinya tanpa bersuara. Sungguh menangis tanpa bersuara itu sakitnya ****luarbiasa****. Lelah terus menangis, perlahan-lahan Davina tertidur.

Setelah lama berbincang-bincang keluarga Harris berpamitan untuk segera pulang.

"Kami pamit pulang dulu ya Jeng, sudah malam. Banyak urusan yang harus diurus. Terimakasih banyak sudah mengundang kami makan malam. Dan semoga pernikahan Harris dan Davina dilancarkan. Owh, ya urusan baju biar besok Davina dan Harris datang langsung ke butik. Sampaikan pada calon mantuku ya. Assalamualaikum." ucap Khumaira sambil

cipika-cipiki.

"Waalaikumsalam." jawab Yuli dan Agung. Khumaira dan Imron berjalan keluar rumah.

"Om, tante. Harris pamit pulang dulu. Sampaikan salam untuk Davina." ucap Harris sambil menyalami calon mertuanya.

"Iya nanti tante sampaikan. Hati-hati di jalan Nak Harris." balas Yuli.

Setelah kepergian keluarga Harris, Mamahnya Davina bergegas menuju kamar Davina. Takutnya ia melakukan hal yang nekat walaupun ia sudah menyetujui pernikahannya dengan Harris.

Tok..tok...(tidak ada jawaban)

ceklek..

"Pantesan ngga ada jawaban. Ternyata tidur." ucap Mamahnya mengampiri ranjang.

Yuli merapihkan rambut yang menutupi wajah putrinya. Nampak wajah yang sendu dengan mata sembab, jelas ia habis menangis.

"Maafin Mamah sama Papah ya Dav, ini semua yang terbaik buat kamu." ucapnya meneteskan air mata dan mencium kening putrinya. Lalu ia meninggalkan kamar Davina.

***

Keesokan harinya...

Seperti biasanya Davina bangun kesiangan. Ia langsung bersiap-siap. Lalu ia turun menuju ruang makan, tentunya untuk sarapan. Ia pasrah jika nantinya ia akan terlambat, karena ia merasa sangat lapar.

Terlihat di sana tinggal Mamahnya dan Diandra.

"Pagi." sapa Davina.

"Pagi juga." balas Diandra.

"Pagi sayang. Owh ya, tadi malam calon mertuamu berpesan kalo mau pesen baju langsung ke butiknya Bu Khumaira." balas Yuli sambil mengoleskan selai pada roti.

"Nggak bisa Mah, jadwal hari ini penuh." ucap Davina masih dengan mulut yang penuh, lalu ia berpamitan.

***

Di Kampus

Setelah sampai Davina langsung memarkirkan mobilnya. Ia berlari dengan kencang menuju kelasnya tanpa memperdulikan sekitarnya, tiba-tiba...

brukkkk...

Davina menabrak seorang laki-laki yang membawa banyak buku.

"Awww..." rintih Davina sambil memegangi lututnya.

"Maaf.." ucap laki-laki tersebut sambil memunguti buku yang berjatuhan. Padahal yang salah ialah Davina.

"Kalo jalan tuh pake mata!" ucap Davina emosi. Lalu ia mendongakkan kepalanya.

"Elo! Ngapain lo disini!" sahut Davina beranjak berdiri.

"Saya Harris, dan saya kuliah disini." ucapnya lalu pergi meninggalkan Davina.

"Ck, mimpi apa gue bisa satu kampus sama dia!" ucap Davina berjalan menuju kelas dengan kaki yang sedikit pincang.

Sesampainya dikelas ia tidak langsung masuk, karena posisi pintu yang sudah tertutup. Ia tau dosennya sudah masuk.

Davina memberanikan diri mengetuk pintu.

"Masuk." ucap Pak Dosen.

"Maaf Pak saya telat." ucap Davina sambil menunduk.

"Kenapa kamu telat?" tanya Dosen mengintimidasi.

"Saya habis jatuh Pak." ucap Davina sambil menunjukkan lututnya yang sobek bercampur darah.

"Baiklah, silahkan duduk. Sebelumnya obati dulu lukamu." perintah Dosen tersebut yang diangguki oleh Davina.

Kemudian pembelajaranpun dimulai seperti biasa.

Dukung novel ini dengan cara vote,like,komen,⭐5.

Terimakasih🙏

Dia lagi!

"Saya habis jatuh Pak." ucap Davina sambil menunjukkan lututnya yang sobek bercampur darah.

"Baiklah, silahkan duduk. Sebelumnya obati dulu lukamu." perintah Dosen tersebut yang diangguki oleh Davina.

Kemudian pembelajaran pun dimulai seperti biasa.

Setelah selesai dengan kuliahnya, Davina dan kedua sahabatnya memutuskan untuk menongkrong terlebih dahulu di kantin.

"Eh Dav, lutut lo beneran nggak papa?" tanya Faras kepadanya.

"Nggak papa kok. Cuma luka kecil gini, nanti juga sembuh sendiri." jawab Davina sambil mengipas-ngipas lututnya meredakan rasa nyeri. Sebenarnya Davina merasakan sakit pada lututnya yang tak biasa.

"Gimana ceritanya kok lo bisa jatuh." tanya Rani.

"Tadi pagi gue nabrak orang di parkiran. Pesen makan gih." ucap Davina.

"Tunggu bentar." ucap Faras memesan makanan.

Setelah pesanan datang, seperti biasanya mereka langsung melahapnya sampai habis tak tersisa.

"Btw kalian tau nggak, di fakultas sebelah ada mahasiswa yang ganteng banget." ucap Rani sambil membayangkan ketampanannya.

"Ehh, siapa?" tanya Faras yang penasaran.

"Itu loh. Yang biasanya barengan sama Shaf..Shafira. Iya Shafira mahasisiwi yang muslimah banget. Tau Shafira nggak?" tanya Rani kepada dua sahabatnya..

"Nggak." jawab Davina singkat.

"Gue baru tau kemaren, kalau mahasiswa sebelah yang gantengnya pake banget itu, ternyata seorang ustadz. Gila kan?"

"Gila apanya! Orangnya yang gila? Percuma dong." sahut Faras asal.

"Iihhh bukan gitu. Dia itu paket komplit tau. Udah ganteng, ustdaz lagi. Calon suami idaman gue banget." jelas Rani

Membicarakan tentang Ustadz, Davina jadi teringat calon suaminya.

"Iih nyebelin banget siih. Gara-gara dia lutut gue sakit." *b*atin Davina.

"Kalo menurut lo gimana Dav?" tanya Rani kepada Davina.

"Masabodo. Yuk cabut ke bioskop." ajak Davina beranjak menuju mobilnya.

"Ayo." ucap Faras.

Mereka memasuki mobil masing-masing. Supaya kalau pulang nanti Davina tidak harus mengantar Faras dan Rani karena arah rumah mereka yang berlawanan.

Setelah sampai di bioskop mereka memutuskan untuk menonton film komedi.

Mereka tak lupa memesan pop corn dan minumannya. Mereka tertawa-tawa melihat

adegan yang diperankan oleh para tokohnya. Tak terasa waktu sudah memasuki maghrib, mereka memutuskan untuk pulang.

"Ayo cabut." ucap Davina memasuki mobil dan melajukan mobilnya.

Dalam perjalanan menuju rumah tiba-tiba terdengar suara ledakan kecil dari samping mobilnya. Davina menghentikan laju mobilnya dan memeriksanya.

"Ckk, kenapa bisa kempes sihh." ucapnya sambil memendang ban dengan keras.

Terlihat ada seseorang yang sedang mengobrol didepan Masjid, lalu Davina segera menghampiri hendak meminta bantuannya.

"Permisi. Bisa mintaa to—" Davina menghentikan ucapannya saat orang tersebut berbalik badan.

"Elo lagi lo lagi! Dunia ini sempit banget siih. Kenapa lo muncul terus di depan gue." ucap Davina memaki orang tersebut yang tidak lain ialah Harris. Lalu ia kembali ke mobil.

Harris yang tiba-tiba bertemu dengan Davina awalnya pun kaget, sesegera mungkin ia menetralkan ekspresinya. Dan ia heran apa yang membuat Davina menghampirinya. Apakah ia sedang membutuhkan sesuatu? Harris hendak menghampiri balik tetapi ia urungkan.

"Ustadz, ayo yang lain sudah menunggu." ucap salah satu jemaah, ya Harris disuruh menjadi imam sholat berjamaah.

Setelah selesai melaksanakan sholat berjamaah Harris hendak pulang menaiki mobilnya. Tetapi ia melihat jika Davina masih berada di dalam mobil dengan menelungkupkan kepalanya di setir mobil.

Harris berinisiatif menghampirinya, takut terjadi apa-apa terhadap calon istrinya.

Harris mengetuk kaca mobil milik Davina, sang pemilik langsung membukanya.

"Kenapa belum pulang? Ini sudah malam, pasti orangtuamu mengkhawatirkan dirimu." ucap Harris.

"Gue juga mau pulang, tapi bannya kempes." balas Davina cuek.

"Bagaimana kalo saya antarkan, biar mobilnya nanti saya suruh teman buat memperbaikinya. Besok saya antarkan mobilnya." ucap Harris menawarkan.

"Ok." balas Davina setuju, daripada harus menunggu lebih lama lagi pikirnya.

Harris langsung menelpon temannya yang bekerja sebagai montir untuk memperbaiki mobil milik Davina.

"Tunggu sebentar." ucap Harris mengambil mobilnya.

"Masuklah." ucapnya, lalu Davina memasuki mobil Harris.

Selama dalam perjalanan mereka hanya saling diam. Davina hanya menatap keluar jendela sedangkan Harris fokus menyetir.

"Apa masih sakit lututnya?" tanya Harris tiba-tiba, ia masih fokus menyetir.

"Nggak." balas Davina singkat. Lalu mereka saling diam kembali.

Setelah sampai di depan rumah Davina langsung turun memasuki rumah, tetapi sebelumnya ia langsung berbalik menemui Harris.

"Terimakasih." ucap Davina cuek, yang dibalas senyuman oleh Harris.

Davina langsung memasuki Rumah menuju kamarnya. Ia bertemu dengan Mamahnya yang sedang membuat makan malam.

"Mukanya jangan cemberut dong Dav, habis diantar calon suami bukannya seneng ya?" ucap Mamahnya menggoda Davina.

"Apaan sih Mah. Nggak jelas." balas Davina.

"Mobilmu mana? Kok Nak Harris nggak disuruh masuk?" tanya Yuli mamahnya.

"Biarin." balas Davina lalu ia menuju kamarnya untuk membersihkan dirinya.

***

Dukung novel ini dengan cara vote,like,komen,⭐5.

Terimakasih🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!