Tak terasa usia pernikahan Arumi dan Yudha sudah memasuki tahun ke tujuh. Wanita cantik ini masih ingat betul bagaimana pertemuan pertamanya dengan sang suami yang sangat dicintainya itu, dan sekarang ia telah mengandung buah hati mereka yang kedua. Beruntung, kehamilanya tak pernah rewel, Arumi sangat enjoy dengan kehamilan keduanya ini.
Yudha, pria tampan yang menikahinya ini sangat baik padanya. Bahkan, pria tersebut juga membiayai kuliah setelah Arumi menjadi istrinya. Setahun menikah mereka dikarunia seorang pangeran kecil bernama Raditya Sarjono yang mengambil nama belakang bapaknya.
Selama ini semua berjalan baik-baik saja. Berjalan seperti rumah tangga pada umumnya. Yudha sangat mencintai keluarga kecilnya. Jika dilihat dari cover luarnya! Dia sangat bertanggung jawab untuk Arumi dan Ditya.
Disamping itu, perekonomian rumah tangga mereka juga bisa dikatakan sangat maju. Yudha telah berhasil membuka restorannya sendiri. Restoran milik Deka, sang kakak ipar, yang ada di kota di mana ia tinggal, juga berhasil ia beli. Tak sampai di situ, berkat dukungan dan doa dari sang istri, Yudha juga mempunyai toko bangunan yang menyediakan beberapa bahan-bahan bangunan. Ekonomi keluarga kecil Yudha bisa dikatakan berkembang dengan sangat baik. Begitulah cerita singkat tentang keluarga kecil Yudha dan Arumi.
Hari ini seperti biasa Arumi sedang sibuk di dapur, sebab rencananya, kakak ipar dan juga ibu mertuanya akan datang berkunjung. Maklum, mumpung Raka libur. Raka adalah putra Arti dan Deka yang tak lain adalah kakak kandung dan ipar Yudha.
***
“Mommy ayolah!” ajak Raka sudah tak sabar. Merajuk dan berkali-kali mengetuk pintu kamar mommy-nya. Deka juga membunyikan klaksonnya pertanda mengajak mereka segera berangkat.
Raka terlihat kesal. Sebab sangat ibu tak kunjung keluar. Dengan muka cemberut dia pun membuka pintu mobil itu.
“Mana mommy, Sayang?” tanya Deka.
"Nggak tahu, Pap. Mommy lama sekali,” jawab Raka masih dengan muka cemberut. Terlihat menggemaskan jika begitu. Deka melirik geli ke arah buah hatinya.
“Emang mommy jawab apa tadi?" pancing Deka lagi.
“Cuma bilang wait,” jawabnya sedikit ketus. Deka tahu anaknya ini mewarisi sifat sang istri yang sedikit tak sabar.
Tak lama Arti pun datang, “Sorry-sorry mommy mules,” ucap Arti sambil memakai seatbelt nya. Arti juga melirik sang putra yang terlihat cemberut
“Loh jagoan Mommy kenapa itu Pap?” tanya Arti.
“Mommy lama katanya, dia udah ditelponin sama adeknya dari tadi,” jawab Deka dengan senyum khasnya.
“Ya ampun sayang maafin Mommy ya. Sepertinya Mommy kebanyakam maem sambel deh jadi repot gini, ah. Maaf ya *H*oney maafin Mommy, ayo Pap kita jalan kasihan sekali jagoan Mommy,” ucap Arti sedikit meledek buah hatinya.
Deka pun mulai menjalankan kendaraanya, “Lewat mana kita Mom?” tanya Deka.
“Serah Papi aja, oia ibu udah dijemput Yudha katanya, kita langsung cus ke rumah mereka aja,” jawab Arti.
“Oke."
Suasana hening sebentar.
"Oia Mom, Ditya kelas berapa sekarang?” tanya Deka.
“Kelas B Pap. Abang kan mau kelas 1 ya 'kan Bang?" Arti berusaha mendapatkan lagi hati Raka dengan mengajak berbicara.
“Hemm,” jawab Raka sok cool.
“Astaga ... Papi sekali dia kalau marah,” ledek Arti. Deka melongokkan kepalanya ke belakang dan tersenyum melirik sang putra kebanggaan.
“Hidungnya lihat Pap kalau marah, persis kamu,” tambah Arti, terkekeh.
Deka juga ikutan tertawa, ternyata anaknya sangat menggemaskan meskipun sudah besar.
"Nggak sabarannya Mommy banget ya," tambah Deka.
Arti dan Deka terlihat bahagia, tapi tidak dengan Raka dia malah makin kesal dan kesal.
Kedatangan Deka dan Arti disambut hangat oleh Arumi. Mereka pun berpelukan. Sedangkan Raka, karena tak sabar ia pun langsung berlari mencari adeknya setelah selesai menyapa tantenya.
“Astaga anak itu, nggak sabaran banget,” gerutu Arti.
“Maklumlah Mbak, kan udah hampir enam bulan nggak ketemu,” jawab Arumi.
"Iya kamu bener, habis uncle-nya nggak mau jemput pas liburan semesteran kemarin," ucap Arti sambil mengelus perut buncit Arumi.
“Dia udah ribut minta adek, tahu Ditya mau punya adek ... huff,” tambah Arti.
“Ayo Pi tancap gas,” goda Arumi memberi kode pada Deka.
“Udah Rum, tanya aja ampek lemes mbakmu kalau Papi ngegas,” balas Deka sembari terkekeh.
“Papi, apaan sih,” balas Arti malu sambil memukul pelan lengan suaminya.
"Ayo Pi, Mbak masuk ibu udah nungguin," ajak Arumi. Mereka berdua pun mengiyakan dan mengikuti langkah Arumi.
"Pesawatnya sampai jam berapa Mbak? Mas Yudha bilang delay ya?" tanya Arumi.
"Jam sepuluh malem rasanya, udah gitu Raka ribut minta langsung ke sini. Dibilangin adeknya pasti udah tidur dianya malah ngeyel," gerutu Arti, menceritakan keinginan anaknya.
Arumi hanya tersenyum.
"Duduk Pi!" pinta Arumi. Mereka pun duduk di ruang tamu sang empunya rumah.
"Ibu mana, Rum?" tanya Deka.
"Pasti main sama Raka ama Dityalah, Pi. Kita ni apalah sekarang," jawab Arumi sambil tertawa. Arti pun demikian. Sedangkan Deka hanya tersenyum.
Arti kembali mengelus perut Arumi. "Udah berapa bulan sih, Rum?" tanya Arti
"Ini udah waktunya Mbak, kalau nggak meleset semingguan lagilah," jawab Arumi.
"Wah, cewek apa cowok kata dokter?" tanya Arti.
"Kalau USGnya cewek Mbak!"
"Alhamdulilah, apa ajalah Rum yang penting sehat selamet ibu dan anaknya," jawab Arti.
"Aamiin Mbak," jawab Arumi singkat.
"Yudha ke toko Rum, apa ke restoran?" tanya Deka.
"Ini sabtu Pi. Biasanya pagi ke toko nanti agak sorean ke restoran. Katanya kemarin ada yang mau pakek buat lamaran," ucap Arumi.
"Duh *s*o sweetnya jadi ingat waktu itu," ucap Arti mesam-mesem sambil mengelus pipi suaminya.
Deka hanya tersenyum malu menghadapi kemanjaan sang istri.
"Mbak lamaranya di restauran itu juga?" tanya Arumi Kepo.
"He em, dia romantis banget waktu itu Rum, dia kasih aku kejutan di sana," jawab Arti kembali mengingat masa masa itu. Arti terlihat antusias menceritakan masa-masa indah yang pernah ia lewati bersama suaminya.
"Eemmm kalian sweet sekali," ucap Arumi ikut merasakan kebahagiaan yang Arti dan Deka rasakan kala itu.
"Sampek sekarang Papi masih sweet kan, Mbak?" Arumi kembali kepo.
"Masih lah, dia emang dasarnya begitu," jawab Arti tanpa malu.
"Kalian nggak usah ghibahin aku terus," ucap Deka sambil memainkan ponselnya.
"Mbak, aku mau cerita. Dulu kan waktu saya masih di panti. Waktu masih kuliah, yang naksir papi banyak banget Mbak. Kalau Rum pulang kuliah ni, ada yang nitip kue, ada yang makanan ada pula yang nitip salam, ah macem macemlah pokoknya. Papi banyak kali fans, nggak tahunya Papi duda," ucap Arumi bercerita.
"Dasar tukang tebar pesona," gerutu Arti.
"Udah Rum jangan diterusin nanti datang pula perkara," jawab Deka. Arti melirik kesal pada sang suami.
Suasana hangat terjalin di sini, begitulah mereka selalu saling menyayangi satu sama lain. Mau dulu ataupun sekarang.
Bersambung...
CA:" Hay gengs ... Emak dateng lagi nih, dengan karya Emak yang mengharu biru. Siapkan tissu ya. Mohon dukunganya like n komenya ya. Koreksi kalian selalu Emak tunggu. Yang mau tahu kisah awal terciptanya coretan Emak ini, bisa baca IMPIAN DEKA yang mengisahkan kisah Arti dan Deka. Happy reading😍😍😍."
Arumi mondar-mandiri merasakan tak nyaman di perutnya. Berkali-kali dia menghubungi Yudha tapi panggilannya selalu ditolak. Arti dan Deka sudah pulang ke Jawa membawa serta ibu mertuanya.
Arumi bingung harus dengan siapa dia meminta tolong. Di Samarinda ini ia tak memiliki saudara atau teman dekat. Tak ingin mengambil resiko ia pun berinisiatif menelepon taksi online saja, dari pada kontraksinya bertambah parah. Benar saja, setelah ia berhasil menghubungi taksi. Rasa sakit yang ia rasakan makin sering datang. Akhirnya Arumi pun nekat pergi ke rumah sakit tanpa menunggu Yudha, suaminya. Dengan hati-hati ia menuruni anak tangga rumahnya sambil berteriak memanggil anak sulungnya.
"Dit, Dit, Ditya, abang!" panggil Arumi pada putranya.
Ditya yang mendengar suara seseorang memanggil pun segera keluar kamar dan mendatangi ibundanya. Beruntungnya Ditya anak yang tanggap dan pintar. Dia selalu ingat pesan abinya. Untuk menjaga Bunda dan adiknya ketika sang abi tak ada di rumah.
"Ya, Bunda!" saut Ditya.
"Bang, perut Bunda sakit banget. kayaknya dedek mau lahir," ucap Arumi sambil meringis menahan nyeri.
"Ditya telepon abi dulu ya, Bun," ucap Ditya langsung meminta ponsel bundanya. Sayangnya, panggilan telepon bocah itu ditolak oleh Yudha.
"Nggak bisa, Bun. Mungkin abi lagi rapat," jawab Ditya.
"Ya udah kita jalan aja, Bang. Itu taksinya udah nungguin," ajak Arumi.
Ditya langsung menggendong tas tenteng milik sang bunda dan memegang tangan wanita yang disayangginya ini, menuntunnya menuju taksi.
Di dalam taksi, kontraksi itu tiba-tiba datang lagi, membuat Arumi beberapa kali meringgis menahan sakit.
"Pak, tolong antar kami ke rumah sakit bersalin Harapan Bunda ya!" pinta Ditya pada supir taksi itu.
Arumi tersenyum. Rasanya beruntung sekali memiliki anak pintar seperti Ditya. Anak tampan ini juga sering mengantar bundanya periksa hingga membuat dia hafal nama rumah sakit yang dibutuhkan calon adik dan juga wanita yang melahirkannya ini.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit, Arumi berusaha tenang agar anak dan sopir taksi tak gugup. Wanita ayu ini terus mengelus perut dan berbicara sendiri pada anak yang ada di dalam kandungannya. Supaya bersabar sampai mereka benar-benar berada di tempat yang seharusnya mereka butuhkan.
Adek sabar sedikit ya sayang, ucap Arumi dalam hati.
"Dedek sabar ya," bisik Ditya sambil mencium dan mengelus perut bundanya
Arumi mencoba tersenyum. Meskipun, ia gelisah tanpa sebab. Bukan karena sakit di perut yang ia rasakan, terlebih pada panggilan telepon yang selalu ditolak oleh Yudha.
Tak lama berselang, mobil yang yang ditumpangi Arumi dan Ditya berhenti sejenak di lampu merah. Mata Arumi tak sengaja melihat mobil yang ada di sebelahnya. Perasaan tak nyaman itu tiba-tiba kembali menyerangnya. Terlebih saat mata cantiknya menangkap sesuatu yang tak ia kehendaki.
Dia tahu betul bahwa mobil yang ada di sebelahnya bukanlah mobil sang suami. Tetapi entah mengapa perasaanya mengatakan bahwa yang ada di dalam mobil tersebut adalah Yudha. Sang suami yang sedang bersanda gurau dengan seorang wanita. Untuk memastikan kecurigaanya, Arumi pun mengambil ponsel dan menghubungi nomer sang suami. Wanita ini berusaha sabar. Menunggu sebentar. Lalu, benar saja .... setelah beberapa saat ia pun melihat orang yang ia curigai meraih ponsel itu. Memencet tombol menolak panggilan. Berarti benar yang ia lihat, bahwa pria yang bersanda gurau dengan wanita di dalam mobil tersebut adalah sang suami.
Hancur rasanya hati Arumi mengetahui ini. Bagaimana tidak? Di saat dia membutuhkan suami tercintanya, pria itu malah asik bercanda dengan wanita lain.
Jantung arumi serasa sakit. Sangat sakit. Bagai tertusuk sembilu rasanya. Teremas keras. Remuk tak berbentuk. Terinjak tanpa kasihan. Entahlah, Arumi tak mampu mendeskripsikan lagi rasa yang kini ia rasakan. Rasa sakit akibat kontraksi yang ia rasakan diperutnya seperti tak ada apa-apanya dibanding ini. Tenggorokan Arumi serasa tercekik. i
Ingin rasanya mati saja.
Namun, bukan Arumi Fitriani namanya kalau tak mampu menyembunyikan rasa sakit itu. Wanita ayu ini masih berusaha positif thinking. Menguatkan hatinya, berusaha tidak menangis. Sebab, saat ini ia sedang bersama Ditya. Tentu saja ia tak ingin membuat sang putra curiga dan khawatir padanya.
Meskipun begitu, Arumi adalah wanita biasa yang punya rasa cemburu. Tak dipungkiri bahwa saat ini perasaannya terbakar. Arumi merasakan rasa sakit yang teramat sangat. Ingin sekali ia turun dari mobil dan berteriak memaki Yudha dan wanita yang begitu mudah bergelut manja di lengan sang suami. Yang nyata-nyata jika pria itu adalah miliknya, suami sahnya.
Arumi menghela napas dalam-dalam lalu berusaha menahan amarahnya. Menguatkan hatinya sendiri, memberi semangat dan kekuatan untuk batinnya sendiri dan dalam hati, wanita ini berucap, "Nanti sajalah aku tanyakan, mungkin wanita itu adalah patner kerja mas Yudha, aku nggak boleh suudzon begini. Sebelum ada kenyataan yang pasti."
Lampu merah telah berlalu. Taksi yang membawa mereka pun kembali melaju. Hingga Akhirnya sampai di tempat tujuan.
Beruntung sopir taksi itu sangat baik dan mengerti apa yang dibutuhkan penumpangnya. Dia langsung tanggap dan meminta bantuan pada tenaga medis yang ada di dalam.
Arumi sangat senang karena masih ada yang peduli padanya meskipun itu hanya seorang sopir taksi. Setidaknya ia dan anak-anaknya masih ada yang mau menolong. Tak lupa Arumi berucap terima kasih pada sopir taksi yang baik hati itu. Ditya pun sama. Anak ini sungguh tanggap dan santun. seperti ibunya.
Arumi dibawa menggunakan kursi roda oleh petugas medis yang sedang bertugas.
Ditya memberikan tas baju yang ia bawa pada suster yang akan membawa bundanya. Suster meminta Ditya menunggu di ruang tunggu dan berpesan pada anak malang itu untuk tidak kemana-mana. Bersyukur sekali anak ini pintar. Dia hanya duduk termenung seorang diri sambil menggenggam ponsel milik Arimi sembari berharap abinya akan menghubungi. Sayangnya sampai detik ini, itu tak terjadi.
Tak butuh waktu lama, mungkin sekitar tiga puluh menitan, akhirnya ia pun mendengar suara tangisan bayi. Berarti adik cantiknya sudah lahir. Ditya tersenyum.
Satu jam kemudian, Arumi dibawa menggunakan stretcher menuju ruang rawat. Ditya menggengam erat tangan srikandi dalam hidupnya itu, berjalan mengikuti kemana para petugas medis itu akan membawa mereka.
"Makasih banyak, Sus," ucap Arumi sesaat setelah mereka mengantarnya ke ruang perawatan.
"Sama-sama, Bu. Silakan istirahat dulu nanti kami akan membawa putri Ibu ke sini," ucap suster itu. Mereka berdua pun saling melempar senyum.
"Dek, jaganin bunda ya. Selamat, sekarang adek udah jadi Abang oke," ucap sang suster sambil memberikan ancungan jempol untuk Ditya. Tak dipungkiri bahwa suster itu juga merasa kasihan pada ibu dan anak ini.
"Makasih Suster," jawab Ditya sambil tersenyum. Suster itu juga membalas senyuman Ditya, kemudian ia pun berpamitan keluar.
"Abi telepon balik nggak Bang?" tanya Arumi pada putranya.
"Enggak, Bun!" jawabnya lesu.
"Ya udah nggak apa-apa. Abang bobo gi udah malem. Sini naik ranjang Bunda. Bunda kelonin," ucap Arumi. Ditya pun menurut dia pun naik ke ranjang bundanya dan memeluk wanita yang disayanginya ini.
"Abang laper nggak, Sayang?" tanya Arumi sambil mengelus rambut sang putra kesayangan. Ditya menggeleng, mulutnya diam. Arumi tahu jika putranya ini resah.
"Ponsel Bunda mana, Nak?" tanya Arumi lagi.
"Abang masukin tas Bunda," jawab Ditya.
"Ya udah Abang bobo gi, udah malem kan!"
"Abi kemana ya, Bun?" tanya Ditya tiba tiba.
"Bunda nggak tahu Sayang. Kan kita telpon nggak bisa," jawab Arumi. Rasa sesak kembali menyerang perasaan wanita cantik ini. Pertanyaan Ditya mengingatkannya pada kejadian di lampu merah tadi.
"Tadi Abang kirim pesan suara, Bun. Abang bilang Bunda sudah melahirkan," ucap Ditya.
"Ya udah kalau Abang udah bilang. Nanti kalau abi baca kan pasti pulang," balas Arumi. Meski banyak pertanyaan yang mengganggunya tapi Arumi masih berusaha berprasangka baik terhadap Yudha. Agar semuanya tetap baik-baik saja.
Bersambung...
Jangan lupa like n komennya ya .... makasih...
Keesokan harinya...
Yudha baru bangun dari tidurnya, senyumnya menggembang sempurna. Sebab, ia merasakan kebahagiaan yang dia impikan selama ini. Disampingnya kini ada seorang wanita yang dia anggap bisa membangkitkan semangat hidupnya.
Sejenak Yudha lupa dengan anak istri yang selama ini mendampinginya.
"Hay pagi, Sayang!" sapa Desi manja. Wanita yang kini mengisi hati Yudha.
"Pagi juga sayang," sambut Yudha.
Desi adalah seorang model ternama, pertemuan pertama mereka terjadi setahun yang lalu saat Desi ada event di kota ini.
Desi dan Yudha dikenalkan oleh sahabat Yudha bernama Ariyo. Sedangkan Desi adalah sepupu Ariyo.
"Abang pulang ya, Sayang. Udah dua hari ni Abang nggak pulang. Nanti dia curiga, ntar kalau kamu ada job ke sini lagi kasih tahu Abang ya. Abang pasti temenin," ucap Yudha sembari mengecup mesra kening wanitanya.
"Hemmm masih kangen, sehari lagi ya," pinta Desi manja, Yudha tak bisa menolak kemanjaan kekasihnya, tapi dia juga tak bisa mengabaikan tanggung jawabnya pada anak dan istrinya.
"Mengertilah sayang kan abang harus tanggung jawab juga ama yang ada dirumah, meskipun abang ga cinta tapi dia kan juga ibu dari anak abang," jawab Yudha meminta pengertian Desi kekasihnya.
"Abang ma gitu." Desi merajuk.
"Jangan gitu dong, Sayang!" pinta Yudha lagi.
"Kapan abang halalin Desi? Biar kita nggak kucing-kucingan kek gini, Bang!" tantang Desi.
"Rencananya sih sehabis dia melahirkan, emmm kalau dia nggak mau pisah sama abang kamu mau kan jadi istri kedua abang?" tanya Yudha.
"Nggak masalah asal Desi bisa terus sama, Abang," jawab Desi manja.
Seolah tak mengingat dosa lagi, Yudha pun mencium mesra bibir kekasihnya.
"Sudah ya, Sayang. Abang takut kita kelewatan," ucap Yudha masih berusaha mengerem nafsunya.
"Abang ih! Nggak pa-pa kali, kan kita udah mau nikah," bujuk Desi.
"Jangan, Sayang. Abang maunya kita halal dulu baru kita main sepuasnya oke." Yudha ternyata masih punya pendirian soal itu.
"Ya udah deh tapi mau cium lagi!" pinta Desi lagi. Manja seperti biasa. Jika begini Yudha tak bisa menolak, dia pun memberikan bibirnya untuk Desi nikmati.
Setelah menuruti sang kekasih, Yudha pun bersiap pulang. Mandi dan juga ganti baju. Di ruang ganti apartemen Desi, ternyata di sana sudah lengkap kebutuhanya. Mereka memang sudah hidup layaknya suami istri. Setiap Desi datang ke kota ini, Yudha selalu menyempatkan waktunya untuk menemani. Hanya satu hal itu yang Yudha belum pernah lakukan. Yaitu menyatukan tubuh mereka melalui hubungan suami istri. Yudha masih bisa menjaga batasan itu. Jika dia sudah tak tahan, pasti dia akan mencari Arumi, pasangan halalnya
Bodohnya Arumi yang tak pernah menyadari itu, tak menyadari bahwa dia hanyalah pelampiasan hasrat suaminya, bahkan saat menjamahnya pikiran Yudha terisi oleh bayangan wanita lain.
Yudha masuk kedalam mobil honda CRV miliknya, memasang eairphone ditelinganya, dia pun mengaktifkan ponselnya, disana ada 55 kali panggilan tak terjawab dari istrinya.
"Apaan sih dia, udah tau aku kerja ditelponin sampek segini banyaknya, dasar wanita kurang kerjaan," umpat Yudha kesal.
Yudha mulai melajukan kendaraanya dan meninggalkan area apartemen milik kekasihnya.
Meski berpamitan pulang pada Desi. Ternyata Yudha masih enggan pulang. Pikiran dan hatinya malas jika bertemu dengan Arumi dan anaknya. Yudha memilih menuju toko bangunan miliknya. Di sana para pegawainya pun menyapa dan memberikan selamat padanya membuat dia terkesan bodoh.
"Selamat ya bos atas kelahiran putrinya," ucap Yoko salah satu orang kepercayaan Yudha ditoko.
"Terima kasih." Yudha pura pura tak terkejut. Padahal sebenernya dia amat sangat terkejut. Untuk menutupi kegugupannya, dia pun segera beranjak dari duduknya dan memilih pulang.
Di dalam mobil dia mengecek lagi ponselnya. Barang kali ada pesan yang Arumi kirimkan. Ternyata benar ada hampir 10 pesan Arumi kirimkan. Bahkan Arumi juga mengirimkan foto bayinya yang sedang dia peluk.
"Cih, dasar wanita nggak sadar diri, sok kecantikan," umpat Yudha kesal.
Namun, dilain pihak Yudha sangat bahagia. Sebab kelahiran putrinya adalah pertanda ia bisa menikahi Desi Mau Arumi izinkan atau tidak ia tetap akan melakukannya.
Perasaan bahagia itupun mendorong Yudha agar segera tancap gas pulang. Untuk melihat keadaan rumah yang sudah dua hari dia tinggalkan dan mengutarakan niat tersembunyinya.
***
Arumi tak bisa mengerjakan pekerjaan rumahnya sendiri karena habis melahirkan. Dia pun meminta salah satu agen penyalur pembantu rumah tangga untuk memberikanya satu orang untuk membantunya.
Beruntung, asisten yang ia dapat sangat baik dan cekatan.Bukan hanya itu, masakanya juga cocok di lidah Ditya.
"Bik Inah asli mana?" tanya Arumi.
"Saya asli Kediri, Non. Di sini ikut anak nggak betah mending kerja aja," jawab Inah.
"Loh kenapa nggak betah?" tanya Arumi.
"Nggak pa-pa, Non. Saya hanya nggak mau ngrepotin anak. Masih kuat kerja ini," jawab Inah sembari tersenyum.
Arumi tak melanjutkan pertanyaanya. Tak mau dianggap terlalu ikut campur urusan pribadi orang lain.
Setelah membantu Arumi menjaga putrinya, asisten rumah tangga ini pun kembali ke tempatnya dan Arumi membuka ponselnya barang kali ada pesan dari sang suami. Atau dia akan membalas pesannya atau paling tidak memberinya kabar dimana dia sekarang.
Arumi tersenyum kecut saat tahu pesannya hanya dibaca oleh Yudha. Wanita ayu ini jadi teringat lagi saat hendak ke rumah sakit. Kenangan yang sangat menyakitkan, sangat-sangat menyakitkan.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!