NovelToon NovelToon

Elianezha

Tragedi Masa Lalu

Pesta kelulusan yang diadakan disebuah villa mewah itu dihadiri banyak remaja yang baru saja menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama. Salah satunya Nezha yang kini duduk berdiam diri memandangi teman-temannya yang sedang berjoget. Ia tidak berniat ikut bergabung dan meliuk-liukan tubuhnya di antara teman-temannya. Ekor matanya melirik ke arah ruangan, dimana kini kedua sahabatnya mendekat dan mengajak Nezha untuk ikut bergabung.

"Zha, ayo! Lo kaya cupu kesasar sumpah."

Nezha diam, dia enggan untuk menimpali. Matanya masih mencari sosok yang ditunggunya sedari tadi.

"Elian nggak akan datang."

Nezha terdiam beberapa saat, lalu menghela napas. "Gue ke toilet bentar deh."

Kedua teman Nezha mengangguk, lalu kembali ikut bergabung dengan yang lain. Kembali meliukan tubuhnya diiringi musik.

Selesai dengan urusannya, Nezha hendak kembali ke tempat semula. Suara bising dari ruangan yang kini mereka sulap menjadi tempat pesta itu terdengar. Nezha mulai gelisah karena tidak juga mendapati pacarnya di sana.

'Kayaknya Elian emang nggak akan datang' batin Nezha berniat kembali ke tempatnya tadi, namun siapa sangka di tengah langkahnya, tanpa sadar ia mendengar salah satu teman sekolah mereka sedang berbicara di telepon dengan seseorang.

"Bagus, lo bawa dia ke kamar gue sekarang," ujarnya sebelum menutup telepon.

Awalnya Nezha berniat untuk pergi, ia tidak ingin ikut campur apapun yang direncanakan oleh teman sekolahnya itu, tetapi saat nama orang yang dikenalnya disebut, seketika Nezha menjadi penasaran, niatnya ia urungkan, dan tanpa sengaja menguping.

"Elian, setelah ini, lo akan hancur, dan hubungan kalian akan..."

Cowok itu menggantung ucapannya, meniup asap dari vape di depannya. "Berakhir."

Deg

Entah kenapa Nezha merasa tidak nyaman setelah mendengarnya, ia tidak menduga-duga, tetapi hatinya berkata jika itu semua ada hubungannya dengannya, tepat saat Nezha ingin melihat siapa cowok yang baru saja berbicara tersebut, tiba-tiba suara dari arah ruangan lain membuatnya menoleh.

Dapat ia lihat Elian sedang dipapah oleh dua orang, lalu keduanya membawa Elian masuk ke sebuah kamar, setelah itu dua orang tersebut pergi.

Nezha masih diam mengamati, hingga rasa penasarannya sudah tidak terbendung lagi, entah keberanian dari mana Nezha mendekati kamar tersebut dan langsung masuk ke dalam, melihat Elian yang sudah terkapar tanpa berpikir lagi Nezha mendekat, lalu mencoba membangunkan Elian yang ternyata sedang dalam mode mabuk dan dalam pengaruh obat.

"Lian, bangun."

"Lian, kyaaaaa!" Nezha berteriak kala sebuah tangan tiba-tiba menarik tubuhnya.

Elian dengan kesadaran tidak penuh mulai mencumbu Nezha, tangan Elian terus mengusap bagian tubuh Nezha yang bisa dijangkau mana saja oleh tangannya.

"Lian sadar, berhenti," protes Nezha sebisa mungkin.

Namun seakan tuli, Elian tetap meneruskan aksinya, bahkan kini cowok itu bangkit dan mengubah posisinya yang menjadi di atas Nezha.

Cumbuan Elian semakin liar, karena lidahnya kini terjulur menambah aksi bejatnya, hawa panas semakin membuat Elian tidak bisa lagi menahannya, ada gelenyar aneh yang mendesak dalam tubuhnya, menginginkan sesuatu yang seharusnya tidak dilakulan oleh remaja yang baru akan menginjak bangku SMA itu, mereka masih begitu muda untuk melakukan itu semua.

"Stop Lian," air mata Nezha sudah keluar begitu saja saat Elian memaksa menanggalkan gaun yang dikenakan oleh Nezha saat ini.

"Please, stop Lian." Nezha masih berusaha untuk menyadarkan Elian, meski ia tahu akan percuma saja, karena Elian kini sedang mabuk, dan tanpa Nezha ketahui, jika ada dorongan lain yang membuat Elian menginginkan gadis itu lebih malam ini, bukan hanya karena pengaruh alkohol saja, melainkan juga obat perangsang yang disengaja oleh seseorang untuk menjebaknya. Bukan Anezha, tetapi Elian.

"Lian, jangan," lirih Nezha seketika membuat Elian terdiam beberapa saat.

Elian menatap wajah Nezha beberapa saat, gadis yang dicintainya selama 2 tahun lebih, wajah Nezha terlihat lelah dan pasrah, ada kekecewaan dari sorot mata gadis itu, namun Elian tidak bisa menyudahi semuanya, ia sudah sangat terangsang dan menginginkan gadis itu lebih malam ini, lebih dari sekedar seorang kekasih malam ini.

"Sorry Zha," ujar Elian seketika membuat air mata Nezha kembali meluncur. Kata-kata Elian seakan mewakili semua. Jika cowok itu tidak peduli dan empati padanya.

Hatinya sakit, dadanya sangat sesak, seakan menerima kepasrahan, Nezha tidak lagi berontak atau berusaha menyadarkan Elian. Toh, Elian sudah sadar dengan apa yang dilakulannya dengan Nezha saat ini, tetapi cowok itu memilih untuk tetap melanjutkan egonya yang akan memberi kenangan kelam untuk Anezha.

"Gue benci lo. Elian," lirih Nezha saat Elian mulai memposisikan dirinya di depan Nezha.

 Nezha membuang muka, menatap kosong ke lain arah. "Akhhhh, sakit," erangnya.

Air matanya semakin jatuh saat orang yang disayangnya kini siap membawa kehancuran untuk masa depannya, Elian merenggut kesuciannya, dan Nezha benci itu.

Tanpa Elian sadari, perbuatannya malam ini harus membuatnya kehilangan sosok Anezha dalam hidupnya.

...****************...

2 Tahun Kemudian...

Elian baru saja memarkirkan mobilnya saat melihat teman-temannya sengaja menunggu kedatangannya, ada yang duduk di atas motor sportnya, ada juga yang bersender di mobilnya.

Tidak langsung keluar, Elian menatap satu persatu mereka, lalu terdengar helaan napas sebelum akhirnya keluar.

"Kenapa?" tanyanya berjalan mendekati teman-temannya.

"Nanti malam geng Evos ngajak balapan," beritahu Jayden.

"Lo bisa dateng kan Ian?" tanya salah satu geng inti dari mereka. Namun bukan termasuk sahabat karib Elian.

Lian menghela napas dalam, lalu menepuk pundak cowok tersebut.

"Gue usahain nanti," ujarnya terjeda. "Tapi tanpa gue. Kalian bisa atasi ini."

Setelah mengatakan itu Elian pergi meninggalkan teman-temannya. Jayden lalu kembali berucap. "Lian sekarang ini pasti sibuk nyiapin buat olimpiade."

Semua yang di sana mengangguk, Elian memang cowok brandal, tetapi ia salah satu murid berprestasi. Kenakalannya selama ini diimbangi dengan otak pintarnya.

Baru saja akan masuk ke kelasnya, seseorang tiba-tiba meneriaki namanya. Elian berhenti, terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menoleh dengan sedikit senyum.

"Elian!"

Gadis cantik dengan rambut panjang dibiarkan tergerai itu berlari kecil menghampiri Elian, lalu berhenti setelah jarak keduanya sudah cukup dekat.

"Kamu udah belajar sampai halaman berapa?" tanya-nya setelah berdiri di depan Elian.

"72," balas Elian singkat dan cukup jelas.

Gadis itu mengangguk dengan senyum. "Sama dong, oh iya, Yoga dan Elisa ngajak kita belajar bareng, kamu gimana Ian? Bisa?" tanyanya penuh harap.

Nabila, gadis cantik yang juga mempunyai prestasi sama seperti Elian, Nabila juga salah satu murid yang ditunjuk untuk ikut olimpiade tahun ini, gadis yang sekarang sedang hangat diperbincangkan karena kedekatannya dengan Elian. Cowok paling populer di sekolahnya.

"Nggak bisa ya?" tanya Nabila dengan wajah murungnya, namun seketika senyumnya merekah saat terdengar suara Elian yang menyetujuinya.

"Jam berapa?"

Elian VS Alvaro

Sore ini, matahari yang tadi terik kini mulai mengurangi pancaran sinarnya, di sebuah meja kafe paling pojok. Ada 4 orang murid yang masih fokus dengan buku tebal di tangannya, sesekali mereka saling bertanya dan menjawab, namun ada yang berbeda di antara ke empat murid tersebut, cowok tinggi dan tampan yang memiliki tubuh pas untuk seorang laki-laki itu sesekali menjawab pertanyaan teman belajarnya tanpa harus membuka buku tebalnya terlebih dahulu, semua rumus sudah ia hafal tanpa harus belajar mati-matian.

Elian, cowok itu kini merogoh ponselnya saat dirasa sebuah getaran karena sambungan telepon. Ia lalu pamit untuk mengangkat telepon tersebut dan sedikit menjauh.

Dari kursinya. Nabila melihat Elian yang tampak sedang mengobrol bersama seseorang di sebrang teleponnya, bahkan panggilan dari Elisa tak membuat Nabila menoleh.

"Dalem banget ya tuh perasaan?" ledek Elisa seketika membuat Nabila menoleh.

"Apa sih? Enggak kok," elaknya dengan gelengan kepala, namun raut wajahnya berkata lain, terbukti dari pipi Nabila yang tiba-tiba bersemu merah.

"Enggak, tapi merah gitu pipi kamu, udah sih Bil menurut aku kamu harus confess sekarang, keburu duluan yang lain, lagian kalian cocok kok, cantik dan ganteng, sama-sama pinter juga, anak-anak juga udah banyak yang shipper-in kalian, iya nggak Ga?"

Semburat merah semakin jelas terlihat di pipi Nabila, gadis cantik itu tidak menanggapi apa-apa ucapan temannya barusan, tetapi dalam hatinya mengiyakan usulan Elisa. Jaman sekarang tidak masalah jika seorang gadis yang mengutarakan terlebih dahulu kepada laki-laki, jaman sudah modern dan perempuan juga bisa bergerak dulu.

"Hmm, tapi semua terserah kamu sih, kalau kamu yakin sama perasaan kamu, kenapa nggak?"

Mendengar ucapan Yoga seketika membuat Nabila semakin yakin untuk mengungkapkannya. Mereka sudah cukup dekat selama ini, dan kedekatan mereka bisa dibilang lebih dari seorang teman, setidaknya itu yang Nabila rasakan selama ini.

Tidak lama Elian kembali dan duduk di tempatnya tadi. Cowok itu sesekali mengetik pesan pada temannya.

"Sorry, gue balik dulu nggak papa kan?" tanya Elian langsung mendapat gelengan kepala Elisa, sementara Nabila diam, namun dari raut wajahnya tampak keberatan.

"Ada urusan ya? aman," balas Yoga mendapat anggukan kepala Elian.

Elian mengemasi barang-barang miliknya, lalu kembali pamit sebelum akhirnya benar-benar pergi dari kafe itu.

Sepeninggalan Elian, Nabila menghela napas sangat dalam, mood nya untuk melanjutkan belajar seketika hilang, seakan sosok Elian tadi penyemangat untuknya.

"Ayo lanjut," ajak Yoga melihat raut wajah Nabila yang tampak masam, tidak seceria tadi.

...****************...

Sekitar pukul 8 malam. Elian datang ke markas, teman-temannya sudah berkumpul terlebih dahulu, dan senang melihat kedatangan Elian yang mereka yakini akhir-akhir ini sangat padat jadwal cowok itu.

"Bisa dateng lo?" tanya Rayza seraya bergeser duduknya.

Elian mengangguk, lalu duduk di sebelah Rayza. Cowok itu bersandar di sofa dengan mata terpejam.

Jelas melihat Elian seperti itu membuat mereka tidak akan menuntut Elian untuk ikut balapan malam ini, banyak sekali yang memang harus dilakukan oleh pewaris Shankara Group itu.

"Lo nggak harus ikut bro." Jayden berucap.

Ia sendiri tidak tega melihat Elian yang terlihat sangat lelah, salah satu sahabat Elian itu cukup peka.

"Hmm, biar Jayden yang gantiin lo," tukas Kairo yang langsung mendapat pelototan dari Jayden.

"Nggak gue juga anjir, ada anak lain yang siap malam ini," seru Jayden tidak terima.

Rayza terkekeh, semetara Kairo atau cowok yang kerap di sapa Kai itu hanya menyunggingkan senyumnya. Lalu menoleh ke arah Elian yang masih belum mengatakan apa-apa.

"50 juta kan malam ini?" tanyanya mendapat anggukan teman-temannya.

"50 juta plus cewek seksi bro," jelas Rayza semangat.

"Oke, gue siap," finalnya seketika membuat Rayza dan Jayden bersorak senang. Hanya Kairo yang menanggapinya dengan anggukan kepala.

"Anjir, Lian kalau duit aja cepet, heran gue, kaya yang bukan anaknya om Arka aja." Rayza menggelengkan kepalanya, meski begitu ia senang karena Elian bersedia tanding malam ini. Itu berati sebentar lagi mereka akan mendapat keuntungan dari pertandingan yang dimenangkan oleh Elian, seperti sebelum-sebelumnya.

"Itu namanya realistis, mau kaya mau miskin yang namanya duit harus di sikat," jelas Jayden.

"Ceweknya buat gue ya El?" Rayza menaik turunkan kedua alisnya.

"Elian mana doyan cewek hasil taruhan," ujar Jayden mengambil minumannya. Lalu meneguknya sebelum kembali berucap.

"Tapi lo nggak papa ini?" tanya Jayden memastikan.

"Aman, Lian udah belajar tadi sore," bukannya Elian yang menjawab tapi Rayza.

"Kok lo tahu?"

"Nabila sebelum pulang nanyain Lian, katanya mau belajar bareng."

"Owh.. Makin deket aja, kapan sih jadiannya?" Jayden menatap Elian yang tetap diam, seakan tanpa minat membahas hal itu.

"Kalian cocok tau, lagian kalau diliat-liat, Nabila kaya yang memang udah suka sama lo."

"Kai, kaya biasanya ya?" ujar Elian tanpa menjawab ucapan Jayden.

Kairo mengangguk dengan acungan jempol. Sementara Jayden dan Rayza hanya menatap keduanya secara bergantian.

"Lo masih mau kasih ke panti semua tuh duit El? tanya Rayza mendapat anggukan kepala Elian.

"Lah bego, bagi gue dikit napa."

"Boleh," balas Elian seketika membuat senyum Rayza mengembang. "Tapi lo tinggal di panti dulu," lanjutnya seketika membuat Rayza bedecak kesal. Berbeda dengan Jayden yang sudah meledakan tawanya.

"Lo ngemis banget, malu-maluin om Aryo," ujar Jayden. Aryo ialah ayah dari Rayza.

Sekitar pukul 9 malam. Di tempat yang memang dijadikan untuk balap malam ini tampak ramai, banyak remaja-remaja yang mulai bersorak, tidak hanya remaja cowok saja, tetapi ada juga remaja cewek yang memang sudah sering berkunjung ke tempat itu.

Di sebelah Elian, sudah berdiri seorang cowok sebagai penantang balapan malam ini. Cowok tampan yang pernah menjadi sahabatnya dulu di masa SMP itu menatap Elian tajam.

Alvaro, cowok yang kini menjadi musuh Elian sejak 2 tahun lalu, keduanya saling menatap sengit, sebelum akhirnya suara seorang gadis meng-interupsi dan meniupkan peluit yang langsung membuat keduanya melajukan motor sportnya dengan cepat.

Teriakan semakin terdengar kala Alvaro unggul, cowok tampan itu berada di depan Elian, sedikit menoleh lalu menyeringai melihat Elian berada di belakangnya.

"Anjir, Elian kenapa letoy gitu sih malam ini? gagal gue dapat cewek seksi," komentar Rayza sudah heboh sendiri.

"Ceweknya yang mana Jay? lo liat?"

"Mana gue tau, ya pasti di simpen dulu lah sama bang Theo," jelas Jayden.

"Kejutan ni pasti." Rayza semakin gelisah saat melihat motor Alvaro dari kejauhan.

Suara sorak penonton semakin terdengar, hingga semua ternganga dan semakin heboh saat tiba-tiba Elian datang dan dengan kecepatan penuh dapat menyalip Alvaro. Pendukung Elian yang tadi terlihat tidak bersemangat seketika langsung semangat, banyak cewek-cewek yang berada di sana meneriaki nama Elian dan memberi semangat.

Sampai akhirnya motor Elian sampai di garis finis, kemenangan mutlak untuk Elian malam ini, seperti malam-malam sebelumnya. Elian menghentikan motornya, menunggu Alvaro yang pada akhirnya baru menyusulnya.

Helm keduanya dibuka, tatapan tajam dari keduanya tidak terhindarkan. Meski tidak mengatakan sepatah kata.

Theo mendekat ke arah Elian, lalu memberinya selamat. "Lo emang nggak pernah ngecewain El, selamat."

Elian tersenyum tipis. "Hadiahnya, biar diambil temen-temen gue bang," setelah mengatakan itu Elian melajukan motornya, meninggalkan kerumunan yang tampak bingung dengan kepergian Elian tanpa mengambil hadiah yang seharusnya miliknya.

"Bang Theo, hadiah yang satunya buat gue ya kata El tadi," ujar Rayza yang sudah tidak sabar ingin mengambil hadiah berupa seorang wanita.

"Emang anak setan lo," kesal Jayden melihat sikap Rayza yang selalu saja cepat soal wanita.

"Bentar Ray, sabar dulu," ujar Theo menyuruh beberapa anak buahnya untuk menyiapkan hadiah yang sudah disepakati.

Sementara Kairo yang sedari tadi diam tanpa komentar kini berjalan menghampiri Alvaro yang masih berada di atas motornya, cowok itu menyunggingkan senyumnya menatap Alvaro yang terlihat tidak suka dengan kedatangannya.

"Lo tetap akan kalah dari Lian," ujar Kairo pergi.

"Gue menang, dengan dia ditinggal Nezha aja gue udah menang!" teriak Alvaro.

Namun Kairo enggan menanggapi, cowok itu hanya mengepalkan tangannya dan tetap melanjutkan langkahnya.

Murid Baru

Pagi ini cukup membuat gugup untuk seorang gadis yang kini sedang bersiap di kamarnya. Seragam baru, sekolah baru, dan mungkin orang-orang baru yang akan ditemuinya.

Anezha Sherapina, gadis cantik yang kini menekatkan dirinya untuk hidup sendiri di negara kelahirannya. Nezha baru saja kembali ke Indonesia 2 hari yang lalu, sementara keluarganya memang masih berada di luar negeri.

Rambut panjangnya ia biarkan tergerai, dengan memberi jepit pada samping kepala yang membuat Nezha tampak lebih manis. Gadis itu meniliki penampilannya di kaca depan, lalu tersenyum tipis setelah dirasa pas.

Tidak lama ponsel miliknya bergetar. Mamanya menghubunginya untuk menanyakan keadaan gadis itu.

"Kamu belum berangkat sayang?"

"Ini mau berangkat."

"Ya sudah hati-hati ya? Nanti om Davi yang antar kamu."

"Iya, mama tenang aja."

"Jaga diri baik-baik Zha, kalau ada apa-apa langsung kasih tahu mama."

"Pasti, aku tutup ya ma," pamitnya, setelah itu Nezha menyambar tas miliknya dan segera keluar dari kamarnya.

Kebetulan, tepat saat Nezha akan keluar tantenya sudah menunggunya di depan pintu kamar. Beliau mengajak Nezha untuk sarapan bersama.

"Makasih ya om," ujar Nezha setelah turun dari mobil.

"Oke, kamu baik-baik ya? Kalau ada apa-apa telpon om aja."

Nezha mengangguk. Lalu melambaikan tangannya setelah mobil milik om Davi melaju.

Membalikan tubuhnya, Nezha melihat gedung tinggi dan megah di depanya, sudut bibirnya tertarik ke atas dengan napas yang ia hembuskan cukup dalam. Langkahnya pasti, namun Nezha beruntung karena ternyata bel baru saja berbunyi. Ia datang disaat murid-murid lain mulai memasuki kelas. Dan itu cukup membuat Nezha merasa lega.

Langkahnya membawa Nezha pergi ke kantor untuk menemui guru yang akan menjadi wali kelasnya.

"Selamat pagi anak-anak," sapa bu Indri, guru yang akan menjadi wali kelas Nezha sekarang.

"Pagi bu," balas murid-murid serempak.

"Hari ini, kita kedatangan murid baru."

Beberapa saling berbisik, penasaran dengan murid baru yang akan menempati kelas mereka.

"Nezha, silahkan perkenalkan diri kamu."

Mendengar nama yang disebutkan oleh gurunya sontak membuat Jayden dan Rayza saling pandang, nama itu seperti tidak asing untuk mereka.

Dan, benar saja. Ketika Nezha memasuki kelas, wajah keduanya langsung kaget, bahkan jika tidak sadar sedang berada di dalam kelas, mungkin Razya sudah menggebrak meja di depannya.

"Halo semua, perkenalkan nama saya Nezha Shepira, saya pindahan dari perancis dan kalian bisa panggil saya Nezha, terimakasih."

"Anying. Beneran dia bego," umpat Rayza semakin tidak percaya.

Jayden pun sama seperti Rayza, syok melihat murid baru yang baru saja muncul itu, lebih syok lagi karena ternyata mereka kini satu sekolah dan satu kelas.

"Wah, kacau ini, kacau." Rayza menggelengkan kepalanya, menatap murid baru yang kini sedang tersenyuk tipis dengan beberapa teman sekelasnya.

"Hallo Nezha," sapa beberapa murid cowok yang langsung semangat melihat murid baru itu ternyata memiliki paras cantik dan menawan. Sebagian dari mereka merasa beruntung berada di kelas ips 2 sekarang, karena ada bidadari yang tiba-tiba muncul di tengah rasa bosannya.

Nezha hanya tersenyum tipis menanggapinya. Ia sendiri hanya akan fokus dengan sekolahnya.

"Nezha, kamu duduk di bangku kosong sebelah sana ya?" ujar bu Indri diangguki Nezha. "Baik bu."

Awalnya Nezha baik-baik saja ketika melangkah mendekati bangku kosong tersebut, tetapi seketika langkah Nezha memelan saat dua orang gadis kini menatapnya dengan diam, tatapan itu seperti tatapan marah, tetapi ada juga kilat kebahagiaan dari tatapan dua gadis tersebut.

Setelah bel istirahat berbunyi, Nezha tidak langsung keluar dari kelas, ia tahu ada dua murid yang memang sengaja menunggu sampai kelas benar-benar kosong, dan baru setelah kelas sudah kosong. Dua murid yang sedari tadi terus memerhatikannya itu berbalik badan, menatap Nezha sebelum berucap.

"Ini bener lo kan?" tanya salah satunya, Violeta.

"Lo Anezha temen kita kan?" lanjutnya lagi.

Nezha mendongak, menatap keduanya cukup lama, sebelum akhirnya kedua gadis itu berhambur memeluk Nezha dengan tangis haru.

"Anjir, lo bener-bener nyata Zha."

"Lo kaya setan yang tiba-tiba ngilang terus muncul."

Setelah cukup lama mereka saling meluapkan rasa rindu, mereka melepas pelukan.

Nezha terkekeh melihat salah satu sahabatnya itu menangis, Aldara namanya, gadis yang sedari tadi belum berucap apa-apa, tetapi air matanya sudah mengalir sampai mengenai seragam sekolahnya.

"Sorry," satu kata yang sangat mewakilkan semuanya.

"Kenapa? Kenapa Zha?" Violeta lebih aktif dari pada Aldara.

Dara sedari tadi menatap Nezha dengan diam, tetapi air mata gadis itu sudah mewakili betapa rindu dan senangnya Nezha kembali.

"Sorry ya guys." Nezha tidak tahu harus mengatakan apa, ia sendiri bingung setelah bertemu kembali dengan kedua sahabatnya.

"Gue nggak nyangka lo tiba-tiba muncul Zha, lo tau tadi pas bu Indri bilang ada murid baru, hati gue langsung berdebar, kaya yang tanda kalau lo mau datang," jelas Dara diangguki Nezha dengan senyum.

"Gue kangen sama kalian," ujar Nezha kembali membuat ketiga gadis itu berpelukan.

Sementara di tempat lain. Rayza dan Jayden saling tatap, tetapi wajah keduanya seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

"Gue denger di kelas kalian ada murid baru?" tanya Kairo yang diangguki oleh Rayza.

Kairo menoleh, membiarkan layar laptopnya tetap menyala. Merasa aneh dengan sikap Rayza dan Jayden yang tidak seperti biasanya.

"Ada masalah?" tanya Kai melihat kedua sahabatnya itu yang masih bersikap aneh sejak istirahat tadi.

"El dimana sih?" tanya Rayza pada akhirnya.

"Dia di panggil pak Yudi tadi."

"Olimpiade?" tanya Jayden pada akhirnya.

Kairo mengangguk, lalu kembali fokus dengan laptop di depannya.

"Cewek tadi malam nggak bisa muasin lo Ray?" tanya Kairo pada akhirnya, pasalnya Rayza sedari tadi berlagak aneh, sebenarnya normal saja sikap Rayza maupun Jayden, tetapi diamnya mereka malah sepeti orang aneh bagi Kairo.

"Puas banget gue, bodinya padet man, gue sampai crett 3 kali anying," jelas Rayza kembali bersemangat mengingat malam panasnya dengan gadis yang menjadi salah satu hadiah di pertandingan balap tadi malam.

Kairo mengangguk, jawaban Rayza sangat semangat barusan, itu bukan alasan yang membuat Razya tadi sempat bersikap aneh.

"Lo nggak ikut nyicip Jay?" Kai melirik Jayden yang tampak sibuk menggulir layar ponselnya.

Jayden menggeleng, lalu berucap. "Gue tobat, bokap mau nyalon wali kota, jadi gue harus jaga image dulu selama penyalonan," adu Jayden seketika membuat Rayza terkekeh.

"Gaya lo tobat-tobat, tapi liatnya yang tobrut gitu," cibir Rayza melihat Jayden yang memang sedang melihat gadis dengan pakaian seksi sedang bergoyang di ponselnya.

"Gue liat ini biar lupa sama murid baru di kelas, masih syok anying," jelas Jayden seketika membuat Rayza kembali terdiam.

"Lo bener Jay, gila sih... Gue masih nggak nyangka, tiba-tiba banget," komentar Rayza.

Kairo yang mendengarnya cukup penasaran dengan murid baru yang dibicarakan keduanya, tampaknya kedatangan murid baru tersebut cukup mengguncang keduanya.

Tidak masalah kalau hanya mengguncang Jayden dan Rayza, asal jangan sampai mengguncang dunia, apa lagi dunia Elian.. Aw

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!