Hallo kakak-kakak selamat membaca, jangan lupa like komen setelah membaca.
Karena like komen kakak-kakak sekalian adalah semangat untuk aku.
Terimakasih dan selamat membaca.
pelanggaran hak cipta dalam Pasal 2 UUHC, pelaku plagiarisme dapat dijerat dengan ancaman pidana menurut Pasal 72 ayat (1) UUHC dengan dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pikirkan baik-baik sebelum plagiat 😉
dua kali Novel saya diplagiat hingga bocor sampai Youtube~
****
Langit mendung menghiasi kota jasmin kala itu, hujan kecil tampak mulai rintik dan gemuruh kilat petir berkilat di atas langit. Aku seorang gadis sembilan belas tahun yang tidak bisa melanjutkan pendidikan di tingkat selanjutnya, merasa sedih karena keterbatasan dana dan banyak hutang yang menumpuk yang harus dilunasi oleh ayahku.
"Ayah, sebenarnya Asta masih ingin melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi." Aku duduk di sudut kursi rumah dengan memeluk ijasah Sekolah yang sudah satu tahun yang lalu kuraih.
"Maafkan ayah nak. Sejak Ibumu meninggal, usaha kedai mie kita banyak kehilangan pelanggan dan kini kita harus menelan pil kebangkrutan." Ayah menenangkan diriku mengelus punggungku dengan lembut.
"Asta mengerti ayah, sebenarnya Asta hanya ingin berkerja untuk menutup hutang kita dan menabung untuk melanjutkan ke perguruan tinggi."
Ayahku mengecup keningku dengan lembut sembari berkata, "maafkan ayahmu ini, nak. Bahkan untuk menyekolahkan dirimu saja, Ayah sudah tidak sanggup."
aku tidak pernah menyalahkan ayahku, karena memang ekonomi kami tidak pernah baik sepeninggal ibuku.
***
Tiga bulan kemudian. Aku sengaja mengirimkan CV ke salah satu agensi penyalur Assisten rumah tangga di kotaku. Agensi ini sukses mengirim orang-orang untuk berkerja di luar negeri atau bahkan di Ibu kota.
Tak butuh waktu yang lama setelah mengirim CV, aku mendapat panggilan untuk bekerja di salah satu rumah mewah di Ibukota, dan harus berangkat saat itu juga.
Setelah berpamitan dengan ayahku, butuh waktu beberapa jam untuk sampai ke Ibukota dengan menggunakan Bus antarkota antar provinsi.
Dengan perjalanan panjang dan cukup melelahkan, akhirnya aku bisa menginjakan kaki di kota yang sering disebut metropolitan, dengan kemacetan yang luar biasa, bahkan sudah terkenal di manca negara. Sesampainya di Ibukota, seorang laki-laki dengan membawa sebuah sebuah pasfoto 3x4 menghampiriku dengan membawa stelan jas tiga potong serba hitam nan rapi.
"Apakah Anda nona Asta?" Orang itu bertanya padaku sambil sesekali menatap wajahku dan foto di tangannya secara bergantian.
"Ah ... iya, saya Asta," jawabku melirik foto siapa yang pria ini bawa.
"Perkenalkan, nama saya Wisnu." Ia mengulurkan tangan padaku dan, aku sambut tangannya dan kami saling berjabat tangan.
"Apakah Anda ini adalah majikan saya?"
"Bukan—Saya adalah sekertaris Mr. Arga," jawabnya sopan.
Ia membawakan tasku yang lumayan cukup berat, hingga ke pelataran parkir terminal—kemudian mempersilakan diriku duduk di bangku depan mobil Sedan berwarna putih yang terparkir di depan terminal Ibukota.
"Silakan. Saya akan mengantarkan Nona menuju ke kediaman Mr. Arga."
Tanpa pikir panjang aku masuk ke mobil itu.
Langit sudah gelap ketika mobil sekertaris Wisnu membelah jalanan Ibukota hari ini. Perjalan kami tak membutuhkan waktu lama karena untungnya jalanan ibukota tidak begitu ramai malam ini.
Kami sampai disalah satu gedung bertingkat di pusat kota dengan entah berapa lantai karena saking tingginya.
"Apakah ini apartment?" Aku bertanya pada sekertaris Wisnu.
"Iya," jawabnya sambil memarkirkan mobilnya.
'Kupikir, aku akan berkerja di rumah mewah, ternyata hanya Apartement ?'
Aku bergumam dalam hati, sambil mengekor mengikuti sekertaris Wisnu yang sudah terlihat agak jauh ke depan.
Kami menuju Lantai 15 Unit no 301. Setelah sampai di depan pintu berwarna putih, sekertaris Wisnu segera memencet bel di sudut kiri pintu.
Ting tong
Tak lama sosok pria tinggi dan tampan dengan sorot mata tajam memakai celana training berwarna navy dan kaos hitam membukakan pintu untuk kami.
"Astaga, tampan sekali!" hampir saja aku memekik karena takjub, sambil menahan air liur yang seolah akan keluar dari mulutku.
"Ah ... kamu Wis," ucap laki-laki itu, sekilas melihat kearah ku, dan berbalik meninggalkan kami.
Aku dipersilakan duduk oleh sekertaris Wisnu. Kemudian ia mengeluarkan semacam kertas berisi kontrak kerja.
"Itu tadi Mr.Arga, beliau adalah majikanmu. Oia ... Mr.Arga paling tidak suka tinggal bersama dengan orang yang banyak bicara." Sekertaris Wisnu menjelaskan sifat-sifat Arga padaku agar aku bisa lebih berhati-hati ketika menghadapi perangai majikanku.
Arga adalah duda tanpa anak berusia 35 tahun, pemilik beberapa restoran di ibukota dan ia juga seorang chef terkenal, yang sering wara wiri di acara televisi, dan juga CEO di salah satu perusahaan kosmetik nomor satu di negara ini, dan ia adalah anak pendiri perusahaan tersebut.
Pasal demi pasal kubaca,sampai pada pasal 11 tertulis. "Jika pihak 2 mengundurkan diri tanpa alasan yang masuk akal,maka pihak 1 akan membayar pinalti 10kali lipat dari gaji yang bersangkutan."
"Maaf sekertaris Wisnu, kenapa ada pasal seperti ini?" Aku menunjuk pada pasal tersebut.
"Karena Assisten Mr.Arga sering mengundurkan diri tanpa sebab, dikarenakan sifat Mr.Arga yang susah dihadapi dan kami lumayan kesulitan mencari penggantinya, maka dari itu kami membuat pasal itu untuk mengikat assisten baru." sekertaris Wisnu menjelaskan padaku.
"Jadi begitu."
"Meskipun sedikit aneh, tapi gajinya lumayan besar, aku hanya harus bersabar dengan sikapnya,demi Ayah," gumam ku dalam hati.
Kemudian aku mulai menandatangani surat kontrak tersebut.
"Deal." Kami saling berjabat tangan.
"Oke Asta, Itu adalah kamar kamu, dan kamar Mr.Arga berada di atas." Sambil menunjuk ke arah kamar pojok dekat dengan dapur.
"Apartment ini lumayan besar juga." Aku menengok ke kanan dan ke kiri untuk memastikan keadaan sekitar.
"Silahkan Asta bisa Istirahat, saya akan undur diri dulu," ucap sekertaris Wisnu.
"Terima kasih." Aku menjawab dengan penuh suka cita.
Aku berkeliling apartment yang kelihatan lumayan besar dengan halaman belakang yang lumayan luas.
Aku juga berjalan menuju dapur, kusentuh satu persatu peralatan dapur yang kelihatannya tidak murah. Sebagian besar terbuat dari porselen yang pasti tidak murah.
Tiba-tiba aku dikagetkan dengan kemunculan laki-laki tinggi yang tanpa permisi bergerak setenang angin, ia sudah berada di belakangku, ketika aku membalikkan badan, dan otomatis menabrak dada bidangnya.
"Astaga!!" Aku spontan memegang dada karena kaget bukan kepalang.
Dengan suara dingin dia bertanya padaku. "Siapa namamu?"
"Saya Asta." Aku menjawab pertanyaannya dengan suara sedikit bergetar karena takut.
"Lebih baik kamu istirahat! Besok kamu harus bangun pagi-pagi untuk mengerjakan tugas pertamamu di rumah ini," titah majikanku itu.
"Ba–baik, pak—" Aku bersiap membalikan badan menuju kamar.
"Tolong jangan panggil saya bapak! Lebih baik kamu panggil saya Mr. saya paling tidak suka dipanggil dengan sebutan bapak." Kata-kata itu menghentikan langkahku, dan kembali berbalik badan menatapnya.
"Baik," jawabku berlalu meninggalkan pria tinggi dan tampan itu.
Mengapa tidak mau dipanggil bapak? mungkin karena terlalu lama tinggal di luar negeri jadi seperti antipati dengan panggilan bapak.
Jam menunjukan pukul 23:00 aku masih saja tak dapat memejamkan mataku, padahal besok hari pertama ku kerja,bagaimana jika aku kesiangan.
Wajah majikanku itu selalu berputar didalam otak ku. Entah kenapa? Mungkin karena terlalu tampan sehingga membuatku tak bisa berkedip jika menatap parasnya.
Kupaksakan mataku untuk terpejam dan berdamai dengan mimpi dan dengan susah payah aku mampu memejamkan mataku.
❇❇❇❇❇
Pukul 4:30
Aku terbangun karena bunyi alarm ponselku. Dengan mata masih sayu dan raga belum terkumpul, kupaksakan untuk bangun, aku tidak terbiasa bangun sepagi ini, namun mulai sekarang aku harus membiasakan diri.
Kubuka pintu kamarku, tidak ada tanda-tanda keberadaan majikan tampanku, apakah mungkin ia masih tertidur?
Aku menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka dan memulai pekerjaan rumahku. Menyapu, mengepel dan mengelap seisi rumah itu.
Semua tampak bersih, bahkan debu tak berani menampakkan batang hidungnya karena takut akan kedatanganku.
Tiba-tiba aku dikagetkan kembali dengan kemunculan majikan tampanku. Sepertinya ia baru saja berolah raga mungkin joging atau sejenisnya, aku juga tidak begitu memahami cara olahraga orang kota.
Aku pura-pura mengabaikan keberadaannya, dan masih meneruskan pekerjaan ku mengelap meja televisi.
"Apakah kamu bisa membuatkanku jus apel tanpa gula?"
Aku berhenti sejenak dan menghampirinya yang sedang duduk di sofa depan televisi memandang ke arahku dengan tatapan datar dan dingin namun masih meninggalkan kesan tampan bak lakon dalam drama di televisi.
"Baik saya akan buatkan Mr." jawabku dan menuju dapur untuk membuatkan jus apel tanpa gula.
Tak lama setelah aku menyiapkan jus apel yang ia pesan tadi, kemudian kusodorkan jus itu padanya.
Kulanjutkan kembali pekerjaanku yang sempat tertunda tadi. "Berapa umurmu?" Ia bertanya padaku seolah sedang mewawancaraiku secara personal.
"Saya sembilan belas tahun Mr. Dan kebetulan saya baru satu tahun lulus dari sekolah menengah atas." aku menjawab pertanyaannya dengan lugas dan jelas.
Dia tak meneruskan perkataannya dan pergi menuju kamarnya, sedangkan aku masih sibuk dengan pekerjaanku mengelap meja dapur hingga membersihakan kamar mandi.
pukul 8:00
Dia keluar dari kamar dan sudah terlihat rapi dengan stelan jas berwarna navy blue. Entah kenapa ia terlihat lebih gagah dan tampan dengan pakaian kerjanya, sampai mulutku pun dibuat ternganga olehnya.
"Astaga ... mahluk Tuhan paling seksi!" aku bergumam dalam hati, pikiran nakalku mulai mengotori otakku, andai saja ia menjadi suamiku.
Tiba-tiba ia datang menghampiriku dan berkata
"saya terbiasa sarapan di luar. Jika kamu ingin memasak untuk makananmu sendiri, ini ada kartu kartu atm untukmu, kamu bisa belanja kebutuhan rumah, otomatis jika kartu ini digunakan, pihak bank akan menghubungi via sms banking," tutur Arga menjelaskan padaku.
"terima kasih Mr Arga."
Bersambung
maaf ini karya pertama saya, tentunya masih ada banyak kekurangan.
soal Point Of View. Di sini saya memakai Pov campuran.
semoga bisa dinikmati.
terimakasih,
Novi Wu
Cuaca hari ini sungguh cerah, seolah mengiringi hatiku yang berbunga-bunga karena dapat menatap wajah boss tampanku setiap hati.
Kali ini aku berniat membersihkan kamar bossku, perlahan aku naik ke lantai dua. Kubuka pintu kamar yang terlihat cukup tinggi dan terdapat ukiran indah yang menghiasi pintu kamar berwarna coklat itu.
Kreeekkkk....
Wangi maskulin semerbak memenuhi kamar itu, entah dari aroma tubuh Arga yang tertinggal, atau wangi parfum yang ia kenakan sebelum pergi ke kantor. Sejauh ini aku sangat menyukai aromanya sehingga kuhirup aroma itu kuat-kuat.
"Wanginya," batinku. Sejenak aku terbuai dengan wangi maskulin dari kamar Arga.
"Hei, Asta! Apa yang kamu pikirkan? Tuanmu terlalu sempurna untuk kamu miliki." Aku bergumam dalam hati sambil menepuk pipi kanan kiriku dengan kedua tangan.
Perlahan aku masuk ke dalam kamar bernuansa monocrom yang hanya berwarna hitam, putih dan abu-abu disemua sudut.
Di sepanjang dinding foto Arga tampak berjejer rapi di kamar itu, dan yang paling seksi adalah di sudut dekat dengan kamar mandi. Foto bertelanjang dada dengan pose menggoda dengan perut dan dada sixpacknya.
"Wahhhhhh." Aku berdecak kagum sembari memeluk sapu yang sedang kupegang.
"Benar-benar tampan dan sempurna untuk ukuran manusia."
"Sedang apa kamu?!" Aku terperanjat karena dikagetkan dengan suara yang tiba-tiba muncul dari belakang di mana aku berdiri, spontan aku menoleh ke arah sumber suara tersebut. Kulihat Arga sudah berdiri di belakangku dengan tatapan sedingin es.
"sejak kapan ia berdiri di situ?" gumamku was-was.
"Ma-maaf ... saya hanya ingin membersihkan kamar Mr.Arga." Aku menjawab pertanyaan Arga dengan terbata karena takut.
"Kamu bisa membersihkan ini semua! Tanpa harus menyentuh bahkan menggeser beberapa inchi barang ku, jika itu terjadi aku tak akan pernah memaafkanmu." Arga menjelaskan dengan sikap angkuh dan nada suara dingin.
"Maaf," sahutku masih memeluk sapu yang aku pegang dari tadi dengan wajah menunduk bercampur.
Arga menyambar ponsel yang ada di meja sebelah lampu tidur dan pergi begitu saja tanpa memperdulikan aku.
Aku menghela napas lega karena terbebas dari boss galak dengan tempramen dingin itu.
"Fiuh .... Astaga. Galak sekali dia." Aku bergumam dalam hati dan masih berdiri mematung memandang tubuhnya menghilang dari balik pintu
Aku melanjutkan aktifitasku kembali dan melupakan apa yang terjadi. Kubersihkan satu persatu semua barang yang ada di kamar itu. Hingga sampai pada aku harus menata kasur empuk milik Arga, dengan bedcover berwarna abu-abu itu.
Dengan telaten aku merapikan sprai yang berantakan dan tidak lupa kurapikan bantal juga guling. Tiba-tina ketika aku merogoh ke dalam balik batal tanpa sengaja tanganku menyentuh benda keras di balik bantal tersebut, kuraih benda itu karena menarik perhatianku.
Foto pernikahan Arga dan mantan Istrinya, istri Arga tampak anggun dan cantik dengan balutan gaun putih dan riasan wajah natural. Seperti putri di dalam dongeng.
"Wah ... cantik sekali, mereka memang cocok satu sama lain. Cantik dan tampan. Tapi untuk apa mereka bercerai? Bukankah pasangan ini terlalu sempurna," Aku berujar sambil terus berfikir dengan memandangi foto tersebut.
"Ah ... untuk apa aku mikirin hal yang bukan urusanku! Lagipula mana mungkin majikan tampan melirik diriku yang seperti remahan kaca." Aku masih bergumam dalam hati memikirkan hal-hal konyol.
Kemudian aku keluar dari kamar Arga pergi menuju dapur untuk memasak sesuatu. Aku mencari-cari makanan di dapur tetapi tak mendapati makanan atau bahan makanan sedikitpun, yang ada hanya minunan berenergi dan air mineral berjajar rapi di lemari pendingin.
Sejenak aku berpikir sambil berkacak pinggang, menatap kosong dapur yang bersih dalam arti bersih dari segalanya.
"Lebih baik aku cari supermarket atau pasar."
Aku segera berganti baju dengan mengenakan celana jeans sobek tepat di dengkul, kaos putih dan flat shoes kesayanganku.
Aku berjalan tak tentu arah, mondar mandir kesana kemari tetapi tak menemukan pasar atau supermarket di manapun. Yang ada hanya hutan beton nan mewah berjajar rapi di hadapanku.
"Wah sepertinya aku tersesat ," gumamku dengan melipatkan kedua tanganku ke dadaku.
Aku berpikir lebih baik meminta bantuan pada sekertaris Wisnu, bukankah dia pernah berkata jika aku dalam kesulitan, aku diperbolehkan menghubunginya.
❇❇❇❇❇❇
Sudut pandang Wisnu.
Sementara itu di kantor Arga, sekertaris Wisnu masih sibuk dengan urusan pekerjaan dan jadwal yang padat milik Arga.
Tiba-tiba seorang wanita putih cantik dan anggun menghampirinya.
"Apakah bosmu ada dalam?" Spontan sekertaris Wisnu menoleh kearah wanita cantik itu.
"Oh ... miss Wina, mohon tunggu sebentar saya akan menghubungi Mr.Arga, apakah beliau berkenan menemui tamu hari ini."
Wina berbalik badan, dan duduk di sofa depan meja kerja sekertaris Wisnu.
"Selalu menyuruhku menunggu!" gerutu Wina, wanita 31 tahun yang berprofesi sebagai model majalah dewasa itu.
Tak lama setelah Sekertaris Wisnu menghubungi Arga.
"Miss, silahkan masuk. Mr Arga mengizinkan anda menemui beliau." Sekertaris Wisnu mempersilahkan wanita cantik itu masuk.
"Sudah aku bilang, bos mu sangat tergila-gila padaku, pasti dia tak mau membuatku menunggu," Wina berjalan masuk ke ruangan Arga. Entah apa yang mereka bicarakan.
❇❇❇❇❇❇
Sudut pandang Asta(Aku).
Suasana perkantoran yang tenang, ketika tiba-tiba dering ponsel Wisnu berbunyi, memperlihatkan nama seseorang yang Wisnu kenal telah menghubunginya.
"Hallo ... Sekertaris Wisnu, ini saya Asta."
"Iya, ada apa Asta? Apakah ada yang bisa saya bantu?" jawabnya dari balik telepon.
"Saya sedang mencari supermarket dekat dengan apartement. Secara tidak sengaja, saya malah tersesat. Dan saya lupa dan tidak tahu arah jalan pulang," kata Asta dengan nada santai tak tersirat sedikitpun aura-aura ketegangan pada diri Asta. Padahal sekertaris Wisnu tahu betul bahwa gadis itu sedang tersesat entah di mana.
"Oke Asta, sekarang kamu bisa jelaskan sedang berada dimana, dekat dengan apa atau halte bus atau gedung apa mungkin?" kata sekertaris Wisnu tenang.
"Emm ... saya di halte bus, dan berdiri tepat di depan Gedung tinggi dengan tulisan D' Beauty cosmetic" jawab Asta sambil menoleh kesana kemari.
Sekertaris Wisnu tersentak dan sedikit kaget.
"Wah ... kamu berjalan sejauh ini. Hingga sampai ke kantor kami?" kata Sekertaris Wisnu terheran-heran.
Asta benar-benar terkejut karena mengetahui bahwa gedung ini adalah milik Arga. Laki-laki itu ternyata benar-benar kaya raya.
"Saya susul kamu di depan, dan akan mengantarmu pulang, kamu tetap di situ saja!" perintah sekertaris Wisnu masih dengan nada sopan. Ia dari awal tak memperlakukan Asta dengan tidak baik. Bahkan bisa dibilang ia sangat baik pada Asta, tidak seperti bosnya.
Asta tetap menunggu sekertaris Wisnu dan duduk di halte bus depan gedung itu.
❇❇❇❇❇
Sudut pandang Arga dan Wisnu.
Sementara itu di kantor Arga.
Tok..Tok...
Sekertaris Wisnu mengetuk pintu, hendak meminta ijin. Namun yang ia dapati adalah adegan dimana Arga sedang memangku Wina mereka tampak bercumbu mesra, padahal ia tau mereka sudah bercerai akibat Wina ketahuan selingkuh dengan sahabat Arga dari kecil.
"Mmmaaf ... Mr.Arga, saya mohon ijin untuk menjemput Asta, dia sudah menunggu di halte Bus depan gedung kantor ini." Sekertaris Wisnu tampak menunduk, karena tanpa sengaja ia melihat adegan tak pantas itu.
"Kenapa dia kesini?" tanya Arga penasaran.
"Asta sedang mencari supermarket, tetapi Asta tidak menemukannya, sampai ia berjalan sejauh ini, tanpa sengaja sampai di depan kantor ini. Saya pikir akan mengantarkan Asta ke supermarket setelah itu pulang," kata sekertaris Wisnu.
"Tidak perlu, antar ia kemari!" perintah Arga dengan suara dingin sebagai ciri khasnya.
"Baik!" Kemudian Sekertaris Wisnu berbalik badan dan pergi.
Sementara itu di dalam ruangan Arga. Dengan masih duduk di pangkuan Arga, Wina merajuk meminta sejumlah uang dengan alasan ia membutuhkan biaya untuk kebutuhan dia sehari-hari.
"Baik. Nanti akan aku transfer tapi sekarang kamu bisa duduk di kursi itu! Aku mohon," ucap Arga lembut, entah mengapa meskipun Arga tahu betul jika Wina sudah menghianatinya, ia masih tetap tergila-gila padanya, padahal Arga tau jika Wina juga tinggal bersama dengan Rey sahabatnya sejak kecil.
Sebenarnya Arga beberapa kali meminta rujuk, tetapi keluarganya menolak karena skandal perselingkuhanya yang sudah mencoreng citra keluarganya.
"Kamu takut, dengan wanita bernama siapa tadi, Asta. Nama kampungan, siapa dia?" kata Wina dengan nada meremehkan.
"Bukan siapa-siapa dia hanya salah satu karyawanku dirumah," ujar Arga.
"Hahaahahahha ...." Wina tertawa terbahak-bahak
"Maksud kamu pembantu? Baiklah. Pembantu tak akan pernah bisa menggeserkan posisiku dari hatimu, kita lihat saja seperti apa bentuknya," imbuhnya berjalan anggun menuju sofa lalu duduk dengan melipatkan satu kaki ke atas kaki yang lainnya.
❇❇❇❇❇
Sudut pandang Asta(aku).
Tak lama aku sampai di dalam kantor Arga, dengan gaya ornamen serba ungu, mungkin karena perusahaan kosmetik jadi kantor ini sedikit terlihat feminim meskipun CEOnya adalah seorang laki-laki.
Aku masih menoleh kekanan dan kekiri mengagumi keindahan kantor Arga, dengan begitu banyak karyawan yang duduk manis di depan komputer mereka, inilah sebenarnya cita-citaku, bukannya menjadi assistant rumah tangga, gumamku sedikit sedih.
Tok..tok...
Suara pintu ketika Sekertaris Wisnu mengetuk pintu.
Sekertaris Wisnu mempersilahkan ku masuk. Aku lihat Arga sedang menulis entah apa yang ia tulis dan aku menoleh ke arah wanita cantik bergaun merah dengan stiletto warna senada, tampak anggun dan cantik.
Aku berdiri mematung di depan mereka, sementara sekertaris Wisnu yang sudah entah di mana rimbanya pergi meninggalkan kami.
"Ah ... kamu Asta?" ujar wanita itu.
"Aku seperti pernah melihat, tapi entah dimana, aku berfikir sejenak oh ... dia mantan istri Arga," gumamku dalam hati.
"Iya nyonya," jawabku, tak berani memandang wajahnya.
"Jadi begini tampang mu? baiklah. Aku puas, aku pergi sayang! jangan lupa janjimu ya!" ujarnya seraya meninggalkan kami berdua.
"Sayang? bukankah mereka sudah bercerai, aku masih belum paham dengan hubungan orang-orang kaya."
"Kamu sudah makan?" ucap Arga dengan nada suara datar dan dingin.
"Belum," Sahutku lirih.
"Oke temani aku makan siang, kemudian kita belanja," jawabnya menutup pulpen yang ada ditangannya dan beranjak dari kursi.
"Astaganaga!" aku berteriak dalam hati, seolah tak percaya. Benar-benar seperti mimpi, majikan tampanku mengajaku makan siang hanya berdua.
Aku berjalan dibelakang Arga, dengan jarak sekian meter. Mengingat aku hanyalah Assisten rumah tangga di rumahnya.
Sesampainya di lobby kantor, banyak mata memandangi kami dengan liar bahkan tak sedikit dari mereka bergosip tentang kami.
Arga tak memperhatikan mereka, sedangkan aku masih berjalan menunduk di belakangnya.
Tampak di depan pintu kaca kantor Arga, mobil sedan keluaran terbaru berwarna hitam terparkir tepat di depan pintu.
Seorang security membukakan pintu untuknya. Kemudian dengan penuh wibawa Arga masuk ke dalam mobil tesebut, sementara aku mengekor dengan duduk disampingnya.
Siang itu mobil Arga berjalan mulus membelah Ibukota yang siang itu tak terlalu panas.
Tak lama kami sampai disalah satu restoran mewah kota itu, yang aku ingat hanya butuh beberapa menit dari kantor Arga.
Kami berjalan berdampingan, bedanya Arga jalan mendongakkan kepala, sedangkan aku Berjalan menunduk.
Kami lebih memelih duduk di lantai dua Restoran tesebut, di bawah pohon palem yang tertanam di pot yang sangat besar.
Salah satu pramusaji kenghampiri kami, dengan senyuman ramah yang tidak sedang di buat-buat sambil menyerah kan buku menu kepada kami. "Silahkan tuan dan nyonya."
"Kamu mau pesan apa saja, terserah," katanya Sambil membuka buku menu yang ada di meja.
Aku bolak balik buku menu berulang kali, tapi tak menemukan makanan yang pas pada lambung orang kecil sepertiku, karena semua makanan tampak asing di mataku.
"Aku pesan menu yang sama dengan Mr.Arga," kataku sambil menutup buku menu.
"Saya pesan 2 Rosemary chicken with sauteed vegetables dan 2 orange juice," ucap Arga dengan nada sopan khas seorang tuan muda terhormat.
"Baik, mohon ditunggu," jawab Pramusaji tersebut.
Selama menunggu kami terhanyut dalam pikiran kami masing-masing tanpa berbicara satu sama lain.
Arga hanya sibuk dengan Ponsel yang ada ditangannya, entah apa yang ia kerjakan, sedangkan aku lebih memilih melihat pemandangan ibukota yang saat itu tidak begitu padat.
Tiba-tiba seseorang menarik rambutku dari belakang dengan kuat, hingga membuatku tertarik dan jatuh ke lantai.
"Awww...!" Aku berteriak kesakitan dengan tangan memegangi rambutku agar tarikan itu sedikit longgar.
Sedangkan Arga tampak terkejut melihatku.
"Winaaa!!" seru Arga, ia berdiri dan berjalan kearahku, dia mencoba melepaskan cengkeraman tangan Wina di rambutku.
"Jadi wanita ini yang merebut kamu dari aku, wanita kampungan ini!" Dengan nada tinggi Wina berteriak, sehingga membuat seisi restoran itu memandang kearah kami.
"Apa yang kamu bicarakan? dia ini Assistant rumah tanggaku," kata Arga sedikit berbisik.
"Dasar wanita ******, perebut suami orang!" imbuhnya lagi, ia berhasil mendaratkan dua tamparan ke pipi kanan dan pipi kiriku, dan mencakar tanganku dengan kukunya yang panjang.
Aku meringis kesakitan, sedangkan Arga mencoba melerai kami, dan memegang perut Wina dari belakang mencoba menjauhkan Wina dariku.
Aku masih duduk dilantai dengan rambut awut awutan dengan beberapa luka di wajah dan tangan. Arga tampak lebih memilih meninggalkan ku dan pergi bersama Wina.
Dengan keadaan kacau aku mencoba tetap tenang. "Apakah kamu baik-baik saja?" Seorang lelaki menyapaku dan mengulurkan tangannya kemudian kuraih tangan laki-laki itu. Ku tatap laki-laki yang ada di hadapanku.
"Aku baik-baik saja," jawabku masih tetap mencoba tersenyum, padahal saat itu aku benar-benar malu.
"Aku laki-laki yang datang bersama Wina tadi, aku juga teman Arga dan Wina, bolehkah aku mengantarmu pulang?" ucapnya dengan melemparkan senyum menawan untukku.
Aku seolah terhipnotis dengan senyumannya, dan tanpa ragu mengiyakan tawaranya.
"Perkenalkan nama ku, Rey." Laki-laki itu memperkenalkan diri.
"Aku Asta." Tanpa pikir panjang aku menjawab laki-laki itu, padahal aku tidak tau dia siapa dan berasal dari mana ia, yang ada di otakku ia benar-benar laki-laki tampan nan baik hati.
Aku sedikit kesal dengan perlakuan Arga padaku, dia meninggalkanku dengan keadaan berantakan tanpa memperdulikan keadaanku.
Meskipun aku paham jika aku bukan siapa-siapa untuknya, tapi sebenarnya disini aku hanya dijadikan kambing hitam oleh Wina, untuk menutup skandal perselingkuhannya.
Karena sedari pagi aku belum makan, aku meminta Rey mengantarkanku ke supermarket di dekat apartement Arga.
Setelah selesai belanja, Rey mengantarkan ku pulang.
Sesampainya di apartement.
"Trimakasih, Rey," ucap ku sambil turun dari mobil.
Rey tampak mengeluarkan ponsel dalam saku jasnya. "Asta, bolehkah aku meminta nomor kontakmu?"
"Tentu saja," Rey menyodorkan ponselnya padaku agar aku dapat mengetik sendiri nomer ponselku.
"Mulai sekarang kita teman," ucapnya tersenyum ramah.
"Oh ... tentu saja," jawabku melempar senyuman padanya.
Aku turun dari mobil SUV berwarna silver itu, dengan wajah kusut dan rambut sedikit berantakan, aku masuk ke lobi Apartement, tampak security memandangku dengan sedikit keheranan melihat bentuk rupaku yang mungkin ia pikir tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.
Aku masuk kedalam lift. "Astaga!!!!!" Aku berteriak di dalam lift yang kebetulan di dalam lift hanya ada seorang diri.
Pantas saja dari tadi orang-orang melihatku dengan tatapan heran, ternyata rambutku awut-awutan aku merapikan rambut dengan kedua tanganku.
Sesampainya di depan pintu Apartemen aku berjalan dengan perasaan malas. Ku tekan password pintu itu.
setelah pintu terbuka, aku celingukan ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan Arga, yang tampaknya belum sampai dirumah.
Aku masuk kamar, kuhempaskan begitu saja tubuhku ke kasur.
"Hahhhh ... lelah sekali hari ini, badanku juga perih, Winnnaaa Siaalaaaannnnnn!" Aku berteriak dan mengutuk Wina karena
saking kesalnya, hingga membuatku tidur tanpa melepas sepatu dan tasku.
❇❇❇❇❇
Sudut pandang Arga.
Pukul 18:00
Arga pulang dari kantor ia mencari-cari keberadaan sang asissten rumah tangganya itu.
"Asta!"
Arga mencari keberadaan Asta sang asissten rumah tangga namun tetap tak ada jawaban.
Ia membuka pintu kamar, dan mendapati sang assistent rumah tangga itu tidur terlentang.
"Astaga prempuan macam apa ini? dalam keadaan tidurpun ia tak terlihat anggun sama," gumam Arga sesekali menggelengkan kepalanya sendiri.
Sudut pandang Asta(Aku).
Tak berapa lama, aku bangun karena merasa cacing-cacing di perutku sudah tak mampu menahan hasrat meminta untuk diberi makan. Aku menguap tanpa memperdulikan keadaan sekitar, toh aku sedang sendiri di dalam kamar.
Aku ingat siang tadi aku belanja supermarket bersama Rey dengan rambut awut-awutan.
Aku keluar menuju dapur mencari-cari bungkusan yang sempat aku tinggalkan di meja dapur tadi.
"Ah ... ini dia mie mangkuk yang tadi aku beli," batinku.
"Sedang apa kamu?" tiba-tiba Arga berdiri di belakangku dengan tatapan dinginnya.
Aku terkejut, tapi tak berkata apapun karena aku masih kesal dengannya.
Aku masih sibuk menuangkan bumbu dan air panas ke dalam mie ku.
"Bagaimana dengan lukamu?" imbuhnya lagi, kali ini dengan suara sedikit cair, mungkin ia merasa bersalah padaku.
"Kamu dari tadi belum makan?" katanya lagi, aku tetap bergeming, mungkin akulah satu-satunya Assistant rumah tangga yang berani mengacuhkan majikanya.
Aku berjalan menuju kamar tanpa memperdulikannya dan membawa semangkuk mie dan air mineral, tak lupa ku kunci pintu kamarku, tak ingin ia menggangguku malam ini dengan pertanyaan yang masih membuatku kesal.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!