NovelToon NovelToon

The Love Story Of Billionaire

Episode 1

"Isabel ... Isabel. Bangun! Nanti kamu terlambat , loh!" Sahabatku Jeni berteriak, aku mengeluarkan erangan saat aku memaksakan diriku keluar dari zona nyamanku.

"Hoammmmm!"

Pernahkah kamu memiliki perasaan ingin memukul saat seseorang mencoba membangunkanmu saat kamu masih mau tidur?

"Ayo cepat. Susumu juga ada di atas meja, sekarang, cepatlah" kata Jeni berlari keluar ruangan. Aku dengan cepat bergegas bangun dan melakukan kewajiban pagiku, aku mengenakan rok, sepatu hak hitam, kemeja putih dan blazer hitamku. Aku membiarkan rambut keritingku yang cokelat gelap terurai sedikit.

Aku melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 7:15, "Argghh! Astaga aku terlambat".

Sekali lagi aku terlambat berangkat kerja. Ini sudah ke delapan kalinya aku terlambat pergi bekerja. Aku hampir lupa meminum susuku karena tanpa itu aku sangat gelisah dan aku tidak menginginkan hal itu. Aku kemudian berlari menuju ke garasi di luar rumah, aku mendengar bunyi klakson dan berbalik melihat Jeni di dalam mobil BMW Convertible silver 2013 yang jauh lebih keren dibanding jazz yang aku dapatkan di tahun lalu.

"Thanks sudah menunggu"

"Aku baru saja mau tinggalin kamu duluan tapi takut nanti aku dibangunkan dengan air lagi hehe"

"Haha maaf, aku menyesal melakukan itu."

Dia bercanda denganku. Jeni sudah menjadi teman baikku sejak SMA. Kami berdua memiliki perbedaan, Jeni memiliki rambut pirang, mata cokelat dan tubuh ramping berlekuk seperti model dengan tinggi 169 cm dan diriku, aku memiliki rambut cokelat, mata cokelat dan tubuh kurus namun melengkung, tinggi 167cm selain itu, kami berdua juga menyukai beberapa hal yang sama. Jeni dan aku bekerja di Julians Entertain. Kami memiliki bos yang sangat menyebalkan dia berusia sekitar lima puluhan.

"Ahh siall," kata Jeni berhenti di lampu merah.

"Kenapa?"

"Pak Julian mau pensiun"

"Kenapa bisa, penyebabnya?" Aku berkata, tapi jauh di lubuk hatiku aku merasa kegirangan.

"Yah dia bilang dia ingin putranya yang kedua mengambil alih."

"Siapa putranya?"

"Kamu tidak tahu?" dia bertanya saat aku menggelengkan kepalaku 'tidak'

"Yah, katanya dia seorang miliarder multi-waktu," lanjutnya

"Terus?"

"Terus apa? Dia sangat tampan meskipun dia tipe pria yang playboy. Sini. Lihat fotonya," kata Jeni sambil menyerahkan ponselnya padaku, dia benar. Dia agak seksi. Gadis mana pun akan terpana melihatnya kecuali aku karena aku sudah mem8liki seseorang yang spesial dalam hidupku, Ricky dan aku sudah pacaran sejak kelas 1 SMA.

"Kanu bahkan tidak mau mendengarkan aku ?!" Jeni berteriak memarkir mobilnya dilantai basement.

"Kamu mau marah kalau aku bilang tidak?" Aku bercanda

"Dasarr!"

"Hei kenapa?"

"Kamu dulunya sekretaris pribadi ayahnya, sekarang menjadi sekretaris pribadi anaknya."

"Aku tidak pernah memikirkan hal itu," kataku saat kami berdua berjalan keluar dari mobil.

"Sampai jumpa, tunggu aku saat jam istirahat. Tunggu, satu lagi. Temui aku di kedai kopi yang baru di sebelah."

"Baiklah selamat tinggal"

"Good luck," kata Jeni sebelum pergi ke ruangannya, kantorku berada di sebelah kantor bos, setengah dari ukuran kantor CEO. Hari ini berlalu dengan cepat, aku menyelesaikan semua pekerjaanku, tapi aku masih belum melihat CEO baru perusahaan dan ruangan kami berada tepat di sebelah satu sama lain ... aku mengeluarkan ponselku, aku hampir lupa kalau hari ini Ricky ulang tahun, aku harus menyuruh Jeni pergi ke kedai tanpa aku.

'Jen kayaknya kamu pergi sendiri saja sebentar, soalnya aku mau kasih kejutan ke Ricky, hari ini ulang tahunnya'

"Baiklah," Jeni mengirim pesan kembali, dia tidak pernah menyukai Ricky, dia selalu mengatakan ada sesuatu dari Ricky yang tidak dia sukai. Aku tidak tahu kenapa, padahal Ricky terlihat sempurna, dia juga bekerja di perusahaannya sendiri.

'Hei sayang, aku mau datang ke tempatmu setelah jam kerja ku selesai, aku juga mau bawakan manisan kesukaanmu'

Aku mengirim pesan ke Ricky sambil berjalan menuju lift.

'Tidak perlu sayang. Aku tidak ada di rumah'

Katanya, tapi kurasa mungkin aku masih bisa singgah membelikannya dan menuliskannya surat.

Aku berjalan ke lift ada aroma asing yang aku cium seperti bau parfum pria yang mahal. Aku meletakkan tasku di lantai di sebelahku di dalam lift tiba-tiba ada sosok pria paling tampan yang mau masuk juga kedalam lift yang sama sambil menghirup parfum-nya.

"Naik atau turun?" dia bertanya,

"Hmm.. Turun" Kataku. Saat itulah aku memperhatikan wajahnya, matanya berwarna abu-abu, rambut hitam legam ... rasanya aku ... seperti Pernah melihatnya?

"Permisi," dia pamit saat lift terbuka dan aku dengan cepat berlari menuju taksi yang menunggu.

"Perumahan Citra Garden," Aku memberi tahu sopir taksi, aku merasa kalau aku melihat seorang pria sedang berdiri mengawasiku. Tapi saat aku menoleh lagi dia sudah tidak ada.

Selama dua puluh menit dalam perjalanan, akhirnya aku berhenti di toko kue untuk membeli cupcake beludru merah dan kue coklat favorit Ricky. Setelah itu, aku berjalan menuju rumahnya dan melihat mobil dan mobil orang lain yang sepertinya aku kenal, jika dilihat pemilik mobil itu seperti seorang wanita karena didalamnya penuh dengan hiasan dengan warna pink yang mengingatkanku pada mobil sepupuku Susan tapi itu tidak mungkin miliknya.

Aku diam-diam membuka kunci pintu dan meletakkan kantong belanjaanku di dapur dan Berjalan menuju ruang tamu, sesaat aku mendengar suara wanita dari lantai atas, aku berjinjit menuju ke lantai atas menuju kamarnya, pada saat aku mencapai pintu aku berdiri dengan punggung menghadap ke dinding, perlahan-lahan menolehkan kepalaku, aku melihat apa yang tidak aku inginkan seperti yang terjadi pada ibuku.

Ricky selingkuh dengan "Susan!" Aku berteriak saat mereka berdua tersontak kaget saat melihat ke arahku dengan ketakutan di mata mereka.

Episode 2

Kilas balik, dibalik hancurnya keluargaku...

"Ayolah sayang mari kita kejutkan ayahmu di kantornya," kata ibuku sambil memasang sabuk pengaman di kursi belakang

"Kita mau bertemu ayah?" Aku berkata memegang boneka Teddy yang diberikan ayah waktu ulang tahunku minggu lalu

"Ya, sayangg.."

Perjalanan menuju ke kantor ayahku tidak jauh dari rumah, tapi kami selalu mampir ke toko roti untuk membawakan kue cupcake vanilla favorit ayahku dengan taburan ekstra dan krim kocok. Ibu melepaskan sabukku dan memegang tanganku dan berjalan melalui lobi, kami selalu menyapa pegawai wanitanya, Tangan ibu mencengkeram tangan kecilku dengan erat, aku berteriak kesakitan tapi dia tidak memperhatikanku saat dia berjalan cepat menuju lift menuju lantai 12 kantor CEO.

Ada suara-suara aneh yang datang dari kantor ayahku. Terdengar seperti suara seorang wanita yang sedang menangis. Aku menatap ibuku. Dia sangat marah, beberapa air mata jatuh di wajahnya, dia menatapku dan tersenyum lemah.

"Sayang, tetap di sini, ibu mau bicara dengan ayahmu sebentar"

"Tapi bagaimana dengan kue cupcakenya ibu?"

"Nanti kita memakannya sama-sama di rumah," katanya, ibuku berjalan ke pintu dengan kedua tangan mengepal. Dia mendorong pintu hingga terbuka, aku mendengar teriakan seorang wanita.

"Sayang, apa yang kau lakukan di sini?" Ayahku berkata.

"Apa-apaan kau ?!" teriak ibuku. Aku mendengar pecahan kaca di lantai.

"Aku bisa menjelaskan semuanya," Ayahku berkata saat itulah aku mulai berjalan menuju kantor dan melihat seorang wanita berbaju merah seperti yang ada di lobi di belakang meja tanpa pakaian dan ayahku tidak mengenakan celana atau kemeja apapun, wajah semua orang ke arahku.

"Hei, anakku," kata ayahku berjalan ke arahku, tapi ibuku dengan cepat menarikku pergi. Boneka ku jatuh di lantai.

"boneka ku" aku menangis.

"Tidak apa-apa kita bisa membeli yang baru lagi sayang" katanya berjalan keluar pintu kemudian ayahku mencoba meraih lengannya tapi ditepis ibuku.

"Kalau kau menyentuhku aku akan memanggil polisi. Kami mau berangkat hari ini ke Dumai, selamat tinggal selamanya," katanya sambil berjalan ke lift, hal terakhir yang kulihat sebelum pintu lift tertutup adalah wajah ayahku yang menangis saat dia turun ke lantai. lututnya dan tangannya menutupi wajahnya.

Akhir dari kilas balik..

"Sayang, aku bisa jelaskan semuanya," kata Ricky sambil mengangkat tangannya, Susan duduk di sana berusaha menutupi tubuhnya yang telanjang dengan seprai sutra Ricky sambil menangis.

"Kenapa harus dengan sepupuku sendiri! Penjahat!" Aku berteriak meninju sekuat tenaga.

"Yah, aku laki-laki dan kami memiliki kebutuhan. Kau bilang kau tidak ingin kesucianmu hilang sebelum menikah dan aku tidak bisa menunggu selama itu kita sudah bersama selama hampir lima tahun dan aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi , jadi sepupumu yang mendatangiku dan kami tiba-tiba...." katanya sampai tinjuku memukul wajahnya dan itu membuatku merasa lebih baik, syukurlah ibuku menyuruhku mengambil ekskul tinju saat aku masih sekolah. Aku melirik tubuh tak berbusananya yang tak sadarkan diri di lantai lalu pada Susan yang masih menangis di tempat tidur, aku berlari menuruni tangga menuju dapur, mengambil pisau, bensin, dan korek api dan berjalan ke luar. Aku meratakan semua ban mobilnya menumpahkan bensin ke mobilnya yang sangat mahal, Ricky berlari ke luar hanya mengenakan celana piyama, rambut hitam legamnya jatuh di wajahnya. Aku tahu pasti matanya akan menghitam karena tinjuku barudan dan dia layak mendapatkanya.

Aku menyalakan korek api dan matanya semakin lebar "Tolong Isabel. Mari kita bicarakan ini!"

"Aku sudah selesai bicara. Saatnya untuk bertindak," kataku sambil melemparkan korek api ke mobilnya, yang indah itu. Aku berlari cepat ke sebuah kedai sambil menelepon Jeni.

"Halo," katanya dengan suara lucu aku tidak bisa menahan air mata lagi jadi aku mulai menangis aku benar-benar benci menangis karena itu akan menunjukkan sisi kelemahanmu.

"Ya ampun Bela? Ada apa?" lanjutnya. Hanya butuh tiga kata.

"Kau benar"

"Kau dimana?" dia bertanya

"di sebuah kedai beberapa blok di dekat rumah Ricky"

"Ok otewe," katanya menutup telepon ketika aku menunggu kedatangannya di kedai.

Episode 3

"Jadi apa yang kau lakukan?" Jeni bertanya menggosok punggungku saat aku berbaring di pangkuannya di sofa.

"Aku tidak bermaksud melakukannya, tapi itu terjadi karena aku sangat marah dan terluka. Aku tidak bisa berpikir jernih" kataku duduk di sofa mengubur wajahku di telapak tanganku.

"Tunggu, kau tidak menjawab pertanyaanku, Bel. Apa yang kau lakukan ?!"

"Aku melepas semua ban lalu membakar mobilnya,"

Jeni berdiri, duduk di sana dengan ekspresi wajah kosong, perlahan-lahan seulas senyum muncul di wajahnya, "Aku tidak tahu kau memiliki jiwa seperti itu didalam dirimu? Andaikan aku ada disana melihat ekspresi wajahnya," kata Jeni sambil berdiri melompat dan bertepuk tangan untuk sukacita.

"Kau tahu tidak?" katanya berhenti menatapku dengan senyum lebar padanya, aku tahu apa yang dia mau, aku seharusnya tidak mengakuinya.

"TIDAK!"

"Kenapa tidak?''

"Karena ini sudah berakhir"

"Tapi kita tidak pernah keluar merayakannya."

"Karena kita tidak punya alasan untuk merayakannya"

"Kau tidak perlu alasan untuk merayakannya dengan pergi ke Club, tapi kurasa kita harus melakukannya. Ini hari pertamamu menjadi lajang."

"Um .."

"Ayolah!" Jeni memohon padaku.

"Tidak"

"Silahkan"

"Tidak," aku mengulangi.

"Ayolah!" dia berteriak aku akhirnya menyerah setelah lima menit

"Baiklah ... Kita pergi tapi untuk minum saja"

"Yay. Ayo bersiaplah sekarang sebelum kau berubah pikiran lagi," kata Jeni berlari ke kamarnya,

Aku segera bangkit dan berlari ke kamar mandi untuk mandi dengan cepat. Setelah itu, bersiap-siap memakai gaun ketat peach dengan lengan pendek bertali dan sepatu hak hitam. Kubiarkan rambutku rontok dengan ujung-ujung keriting, lalu aku rias wajah agar terlihat menarik. Aku memperhatikan cincin yang diberikan Ricky kepadaku. Aku kemudian melepas cincin itu dan melemparkannya ke tempat sampah kecil di dekat cerminku.

Jangan lagi menangis, jangan lagi memikirkan Ricky, inilah waktuku untuk memiliki kebebasan dan melepaskan.

Kataku dalam hati kemudian keluar dari ruangan melihat Jeni sedang menelpon lalu memberiku kedipan mata. Aku tidak tahu kenapa aku memiliki firasat yang buruk tentang malam ini.

"Coba tebak," kata Jeni sambil meletakkan ponselnya, dia mengenakan gaun ketat merah sutra dengan satu tali. Harus kuakui dia terlihat sexy dengan gaun itu. Dia diberkati dengan kaki tinggi model ibunya.

"Apa lagi ini?" Aku bertanya.

"Kau ingat saudara kembarku, Natan" katanya ketika aku menganggukkan kepala, ya, Jika kau melihat mereka bersama, mereka terlihat sama persis hanya saja Natan adalah cowok.

"Dia ingin ikut dengan kita dan beberapa temannya juga ikut."

"Oke. Tunggu. Kau memberitahunya?"

"Tidak apa-apa. Dia tidak akan memberi tahu siapa pun tentang masalahmu bahkan jika dia melakukannya, kita memiliki banyak aib darinya sejak SMA yang mungkin saja bisa membuatnya bermasalah," katanya sambil tertawa lalu ada ketukan di pintu.

Perlahan aku berlari untuk membuka pintu dan kagetnya Natan memelukku dengan erat sekali. "Oke.. Natan lepaskan aku" Teriakku meninju punggungnya dengan kekuatan penuh, Natan berteriak kesakitan membiarkan aku pergi kemudian berjalan ke arah Jeni memberinya pelukan manis. Ada hubungan saudara yang menggemaskan, mereka selalu membuatku cemburu karena tidak memiliki saudara, tapi aku beruntung mereka berdua selalu ada di sisiku, apa pun yang terjadi.

Menutup pintu di belakangku, aku melihat Jeni dan Natan bermain perkelahian kecil setiap kali mereka bertemu satu sama lain, mereka mulai bersikap baik dan manis namun beberapa menit kemudian mereka akan saling bertarung.

"Kalian berdua, hentikan itu!," kataku mencoba untuk memecahkannya.

"Dia yang memulai lebih dulu," goda Jeni menjulurkan lidahnya menunjuk pada Natan yang meniru setiap gerakannya, aku seperti berurusan dengan anak-anak berusia 6 tahun.

"Ngomong-ngomong, aku turut prihatin mengenai kau dengan Ricky," kata Natan menepuk kepalaku seperti yang selalu dilakukannya ketika aku sedang sedih atau dalam suasana hati yang buruk.

"Tidak apa-apa, Natan," kataku sambil melepaskan tangannya dari kepalaku.

"Jeni memberitahuku apa yang telah kau lakukan pada Ricky. Kau gila..."

"Jika kau menyelesaikan kalimat itu, aku akan melakukan hal yang sama padamu," aku menyeringai dan Natan mengangkat tangannya untuk menyerah.

"Sekarang bisakah kita pergi sebelum aku berubah fikiran untuk tetap berada di rumah," kataku ketika mereka berdua mengangguk dan berjalan keluar pintu di belakang. Aku tidak pernah menyukai club karena disana terlalu berisik dan penuh sesak juga akan selalu ada pria yang mabuk.

"Ayo," kata Natan memotong antrean panjang dengan orang-orang yang marah dan berteriak padanya

"Tapi kita mendahului semua orang ini, Natan."

"Tidak apa-apa. Aku tahu pemiliknya," kata Natan sambil mengedip padaku, ugh.

"Dasarrr!," gumamku pelan sambil menjulurkan lidah ke belakang kepalanya, Jeni berjalan di sebelahku cekikikan.

"Hei, Sam, hanya ada dua malam ini," kata Natan kepada pria bertubuh besar dan tinggi - dan orang itu hanya menganggukkan kepalanya dan membuka tali pengikat dan membiarkan kami masuk ke dalam.

"Ikuti aku," kata Natan. Aku bisa merasakan semua mata menatapku dan Jeni. Kami berhenti di area yang dipenuhi minuman dan lampu neon di mana-mana.

"Selamat datang, para wanita di VIP Natan," kata Natan sambil menyerahkan minuman kepada kami saat kami semua duduk di sofa putih. Dua puluh menit kemudian teman-teman Natan tiba ada lima gadis yang sangat baik dan tiga orang yang bisa mengalihkan perhatian mereka dariku dan Jeni. Aku dan para wanita itu meninggalkan para lelaki untuk bergabung dengan para penari di lantai dansa untuk menari, tapi tidak ada sekelompok gadis yang memperhatikanku kecuali Jeni yang tidak bisa berhenti menertawakanku. Kami akhirnya berhenti berdansa sekitar jam 1:30 pagi dan aku masih bersemangat.

"Hei, aku mau minum," kataku sambil berjalan menuju bar, aku membawa minuman angsa panjang berwarna abu-abu. Aroma parfum yang akrab mengisi lubang hidungku, baunya juga begitu akrab, aku berbalik setelah membayar bartender, ada seorang lelaki dengan dada berotot lebar membuatku menumpahkan minuman di seluruh bajuku, amarahku bercampur dengan semua minuman yang tumpah.

"Lihat apa yang kau lakukan," aku berseru saat berhadapan dengan pria itu, tapi aku sangat mabuk jadi aku tidak memperhatikan wajahnya.

"Aku? Kaulah yang harusnya memperhatikan jalanmu," balasnya

"Yah, aku akan melakukannya jika dadamu yang lebar tidak mengenai tanganku,"

"Dengar, aku tidak punya waktu untuk ini, minta maaf kemudian pergilah darisini," dia mencibir oh dia melakukannya sekarang

"Kenapa aku harus meminta maaf sama seekor rubah sepertimu. Mungkin kau yang harus minta maaf padaku karena sudah membuang minumanku," Aku berteriak aku bisa merasakan tangan seseorang di pinggangku lalu menarikku ke atas, aku melihat Jeni dan dia pasti datang dengan cepat sebelum suasananya jadi pecah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!