NovelToon NovelToon

MantanKu PresdirKu SuamiKu 3

Musim 1 : Kejarlah Cita-Citamu

Assalammualaikum untuk para readers dimanapun kalian berada, semoga kalian selalu berada dalam lindungan Allah SWT ya, aamiin. Alhamdulillah MPS Season tiga akhirnya aku publikasi.

Di work ini aku akan menceritakan dua musim. Musim pertama tentang perjalanan cinta mereka selama di bangku SMA, mungkin cerita ini belum pernah aku jabarkan secara rinci di MPS Season 1 & 2, maka disini akan aku perjelas. Lalu Musim keduanya, adalah lanjutan kisah rumah tangga mereka dari season kedua.

Happy for reading guys❤️

.

.

.

.

.

Sesulit dan seberat apapun, kamu harus tunggu aku ya. Aku akan pulang, dan secepatnya akan menikahi kamu

Terlihat gadis cantik tengah berdiri di ambang jendela kamar. Kedua tangannya memegang tralis jendela dengan tatapan lurus menatap langit. Mengingat-ingat salah satu ucapan janji yang masih ia rengkuh sampai sekarang.

"Sudah tiga tahun, Bilmar. Kamu menghilang tanpa kabar. Beratus-ratus suratku, tidak ada satu pun yang kamu balas, lalu kemanakah janjimu dulu?" desah Alika.

Air bening yang sejak tadi mengumpul di kelopak matanya, kini turun dan menetes. Senyuman lelaki itu, sepertinya tidak pernah surut dari ingatan kalbunya. Dirinya hampa, kesal namun hanya bisa diam, menunggu segala penjelasan dari setiap doa-doanya yang selalu ia panjatkan dalam sujud nya. Ada pemuda tampan yang pernah berjanji akan selalu mengabarinya, menjaga cintanya dan kembali pulang untuk menemuinya jika ia sudah selesai mengemban ilmu di Negara orang.

Rasa kecewa telah menusup hinggap didalam batin nya. Untuk memegang janji, Alika tidak pernah membuka hatinya untuk lelaki yang lain. Karena baginya janji adalah hutang, dan hutang harus segera dibayar.

"Bagaimana keadaanmu di sana, Bilmar? Apakah kamu masih mengingatku? Tolong lah beri aku kabar! Jika kamu ingin kita berpisah, tolong putuskan aku dulu!" desahnya parau.

Alika hanya menatap matahari yang mulai naik ke peraduan. Meremas kain berlapis disekitar dadanya.

"Rasanya masih sakit, Bil! Teganya kamu bohongin aku! Setelah aku merelakanmu pergi untuk mengejar semua keinginanmu?" gadis itu kembali terisak. Pangkal bahunya terlihat membuncah, dadanya terasa sesak, ia terus menangis sampai wajahnya memerah, kadang kala sampai muntah.

Dengan cepat Alika menghapus leleran air mata dengan kerah bajunya, ketika mendengar namanya dipanggil oleh sang Mama.

"Nak?" seru Mama Lisa, ketika dirinya sudah berhasil membuka pintu kamar sang Anak.

"Iya, Mah." jawab Alika dengan mata sembab.

"Kamu nangis lagi? Ada apa sih?" tanya Mama Lisa. Alika hanya menggeleng dan memaksa sudut bibirnya untuk sedikit terangkat dan akhirnya ia pun tersenyum tipis.

"Ayo sini duduk dulu!" Mama Lisa membawa Alika untuk duduk ditepian ranjang.

"Coba cerita sama Mama, kamu tuh nangis kenapa? Berulang kali Mama selalu tanya, tapi kamu enggak pernah jawab! Kelakuan kamu, sifat kamu itu semua aneh dan berubah sejak kelulusan SMA, tiga tahun yang lalu! Dan sekarang kamu lulus jadi Perawat, masih aja nangis kayak dulu. Ada apa sih, Al? Cerita sama Mama dong, Nak."

Hati Alika begitu lirih, bisa tidak ia menjawab, kalau ia tengah mengalami patah hati yang teramat hebat dalam kurun waktu bertahun-tahun? Lelaki yang selalu mengatakan cinta padanya, begitu saja pergi tanpa rasa beban. Alika hanya bisa menatap legam bola mata sang Mama, wanita yang sudah berjasa melahirkan dan membesarkan dirinya sampai saat ini.

Alika menggenggam tangan sang Mama. "Nggak ada apa-apa kok, Mah. Hanya lagi kangen aja sama teman-teman kampus."

"Yang benar?" Mama Lisa mengulangi pertanyaannya.

Alika ingin sekali memeluk wanita itu untuk melepas segala penat dan bebannya selama ini. Ia sudah berusaha untuk melupakan Bilmar, menghapus nama lelaki itu dari hatinya. Namun tetap saja, Bilmar akan selalu datang ke mimpinya dan mengucap kata Tunggu aku, aku akan pulang.

"Al ..." melihat putrinya hanya melamun, Mama Lisa kembali berseru dengan nada agak kencang.

"Kenceng banget sih, Mah, suaranya. Nanti Alika tuli, Mah." decak Alika sambil menutup kedua telinganya.

"Lebih baik Mama lihat kamu jadi tuli dari pada kamu jadi orang yang nggak waras. Kadang nangis, melamun, tidur seharian kayak orang mati, malas mau ngapa-ngapain!" Mama Lisa mencebik.

Alika memutar bola matanya jenga. "Ya abis mau ngapain lagi dong, kan bosan dirumah aja."

"Mama tuh heran liat kamu, Al. Di rumah hobinya ngurung diri terus di kamar, keluar kek, cari pacar sana. Mama jadi khawatir loh, takut kalau kamu tuh enggak suka sama lelaki."

Kedua mata Alika mendelik tajam, betapa kagetnya ia dituduh menjadi wanita penyuka sesama jenis.

"Enak aja, gini-gini Alika masih normal, Mah."

"Ya buktiin dong, kalau emang ada pacar. Bawa kerumah, kenalin sama Mama dan Papa."

Alika hanya memiringkan sudut bibirnya, memasang wajah masam.

"Atau jangan-jangan, kamu masih berhubungan sama si Bilmar ya?" tanya Mama Lisa dengan tatapan mata melotot. "Awas ya, Al. Kalau sampai kamu masih berdekatan sama dia, Mama nggak akan ngaku kamu jadi anak lagi."

Alika menatap Mamanya tanpa mengedip. Ia tercengang.

"Kenapa sih, Mah? Kejadiannya kan udan lama, masih kesal aja dengan Bilmar sampai sekarang.." Alika mencebik, bibir bawahnya di majukan seperti anak itik.

"Tuh kan, belain---" Mama Lisa mendekatkan wajahnya dan Alika memundurkan kepalanya, ia memalingkan tatapannya, karena takut dengan sang Mama.

"Masih kamu sama dia?" tanya Mama Lisa dengan suara ketus.

Alika mengangguk cepat. "Enggak kok, Mah."

"Beneran?"

Alika hanya mengangguk, ia harus pasrah berbohong. Pasrah karena di bohongi oleh janji Bilmar dan kini harus berbohong kepada sang Mama tentang kelakuannya yang selama ini dianggap aneh.

"Bisa tidak, kalau aku bilang aku mencintainya dan tetap menunggu kepulangannya. Akan membela ia mati-matian, walau Mama tidak menyetujui hubunga kami? Tapi dia malah pergi, membohongiku!" lirih Alika dalam batinnya.

Ia hanya bisa menahan rasa itu didalam dadanya. Semoga saja Alika tidak akan diagnosa mengidap penyakit paru-paru, karena terlalu lama menahan sesak kerinduan terhadap sang kekasih hati.

Entah bagaimana jika Mama Lisa tahu, kalau putrinya memang sudah galau bertahun-tahun karena memikirkan Bilmar. Lelaki yang ia tidak sukai sama sekali karena beberapa kejadian yang membuatnya harus dipanggil oleh guru BK.

"Ngelamar kerja sana, dari pada dirumah terus, cari pengalaman! Ngelamar aja di Rumah Sakit, tempat Mama kerja dulu, gimana?"

Alika menggelengkan kepala. "Enggak ah, Mah. Jauh banget. Papa juga enggak ngizinin kok! Kemarin sih Papa bilang, di pabrik tempat Om Dani bekerja, lagi mau mendirikan klinik untuk para pegawai mereka, pastikan butuh Perawat. Alika mau lamar kesana aja, Mah."

"Emang iya? Kok Papa enggak pernah cerita sama Mama?"

Alika hanya menaikan pangkal bahunya dan menggelengkan kepala. "Alika juga enggak tau, Mah." jawabnya simpel.

Mama Lisa hanya mengangguk-anggukan kepala. Wanita paru baya yang wajahnya sangat mirip dengan sang anak, masih saja terlihat cantik dan awet muda. Sudah dua tahun ini ia mengundurkan diri dari Rumah Sakit, tempatnya bekerja selama belasan tahun.

Ia memilih pensiun dini menjadi Perawat ICU di sana, karena penyakit jantung yang mulai ia derita. Sang suami, Syamsul Bahri. Melarang istrinya untuk bekerja lagi, Ia ingin Mama Lisa fokus dirumah, mengurus dirinya dan Alika. Papa Syamsul sangat mencintai Alika, walau ia tahu gadis itu bukanlah darah dagingnya.

"Assalammualaikum ..." ada suara memberi salam dari pintu utama.

"Kayaknya suara Tante Juli deh, Mah."

"Ya udah Mama kedepan dulu. Cuci muka kamu, Al. Habis itu keluar temuin Tante Juli."

Alika mengangguk. Mama Lisa pun berlalu dari kamar sang anak. Dengan helaan napas panjang Alika membaringkan tubuhnya begitu saja di atas ranjang. Merentangkan kedua tangan menatap lurus lampu yang saat ini tengah menyorot indera penglihatannya.

Lalu ia menoleh ke arah boneka beruang berwarna pink yang warnanya sedikit memudar, jika ditekan dibagian perut boneka, maka akan keluar suara Bilmar dari sana. Namun boneka itu sudah rusak, karena berkali-kali Alika banting jika ia sedang kesal dengan Bilmar, tapi akan memeluk boneka itu dengan erat sambil memangis karena merindukan lelaki itu.

"Aku rindu kamu, Bil."

Alika mulai memejamkan kedua mata, ia ingin sekali menemukan Bilmar walau hanya dalam mimpinya. Ingin merengkuh lelaki itu untuk dibawa pulang bersamanya. Memarahinya habis-habisan karena sudah membuat ia menjadi orang bodoh untuk mau menunggu tanpa kejelasan.

Sehabis menangis, tentu membuat tubuh menjadi lelah. Alika semakin nyenyak, ia pun tertidur dengan pulas. Perintah sang Mama ia biarkan begitu saja terbawa angin. Terasa roh didalam tubuhnya pun ingin terbang untuk menyusuri dunia mimpi. Mengikuti euforia Alika, untuk kembali ke masa-masa bahagianya bersama Bilmar. Berdua di sana tanpa takut terpisah.

"Kejarlah cita-citamu, Bil. Aku akan setia menunggu."

Dan ini lah awal mula kisah mereka berdua, tiga tahun yang lalu.

Flashback 2008

-Bersambung-

***

Like dan Komennya jangan lupa ya guyss❤️

Musim 1 : Sakit, Kan?

Flashback 2008, SMAN 01 SAKURA

"Woy, bubar ... bubar, Alika datang!" teriak Albi yang di amanat kan untuk menjaga pintu kelas. Mendengar hal itu membuat sekumpulan anak-anak yang sedang gaduh, bergosip, main gitar dan kartu, langsung berhambur ke tempat duduknya masing-masing. Membuka buku pelajaran dan kembali mengerjakan tugas dari guru yang berhalangan mengajar hari ini.

Alika sedikit mengerutkan kening ketika langkah kakinya sudah sampai didalam kelas. Melihat semua teman-temannya duduk dengan rapih di kursinya masing-masing.

"Tumben sih pada nggak berisik? Biasanya ditinggal sebentar aja udah kayak kapal pecah." ucapnya dalam hati.

Sedikit ada rasa curiga kepada mereka, pasalnya kelas ini adalah kelas yang susah diatur walau sekumpulan anak cerdas jurusan IPA ada dikelas ini. Beberapa wali kelas sudah angkat tangan dan undur diri, namun hanyalah Alika yang mereka takuti sebagai Ketua Kelas.

Sesekali Albi melirik Alika yang masih berdiri didepan papan tulis, menatap seluruh teman-temannya yang sedang asik menulis.

"Kenapa?" suara Alika terdengar nyaring dan menggetarkan ruangan. Mana kala ia mendapati Albi yang tengah menatapnya dengan wajah curiga.

Semua teman-teman sekilas mendongak namun menurunkan kembali tatapannya. Sejatinya Alika tidak galak, hanya saja perangainya tegas dan lugas. Tidak suka basa-basi, wanita mandiri, tidak lelet dan pintar bela diri. Hanya karena pernah meninju salah satu teman lelaki yang berniat melecehkan teman sekelasnya, ia malah dikenal menjadi super woman in class. Semua orang takut kepadanya.

Albi menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Ngg--gak apa-apa, Al." jawab Albi dengan senyum lebar, padahal tubuhnya sedang bergetar karena takut. Alika mengangguk dan memberikan kode dengan gerakan jari, agar Albi kembali mengerjakan tugas.

"Dion!"

"I---ya, Al." jawab Dion tergagap. Samar-samar kepalanya mendongak untuk menatap Alika yang sudah berada disamping mejanya.

"Bilmar kemana?" Alika menunjuk ke arah kursi disebelahnya yang begitu saja kosong. Hanya ada tas Jansport dan jaket yang mengerumpai di kursi.

Dion membawa pandangan mata Alika menembus jendela kelas. Kedua mata Alika melotot tajam ketika melihat Bilmar sedang bermain basket seorang diri ditengah lapangan.

Tanpa menunggu lama, wanita itu pun memutar langkah sambil membawa penggaris besi ditangannya. Ia berjalan dengan langkah panjang, keluar dari kelas menuju lapangan basket.

Semua anak-anak didalam kelas pun berhamburan menuju jendela, ingin melihat Alika melahap habis seorang, Bilmar Artanegara.

"Heh!"

Bilmar yang sedari tadi sedang mengambil ancang-ancang untuk memasukan bolanya ke dalam jaring, terhenti begitu saja tak kala ia mendengar namanya dipanggil dengan begitu kencang.

Bilmar menoleh dan mendapati Alika yang sedang berdiri menatapnya lurus. Ada raut kekesalan di wajah wanita itu.

"Apa?" jawab Bilmar dengan wajah tanpa dosa. Ia malah kembali memainkan bola basket yang ia pantul kan ke atas aspal lapangan.

Alika yang geram dengan kelakukan Bilmar pun memutuskan untuk mendekati lelaki itu.

"Ngapain lo bawa-bawa penggaris besi segala? Mau pukul gue?" tanya Bilmar dengan wajah nyeleneh. Ia menatap salah satu tangan Alika yang menggenggam sebuah penggaris besi panjang.

"Lo tau kan, ini masih jam pelajaran! Siapa suruh lo main basket di lapangan!" jawab Alika.

"Emang, enggak ada yang suruh. Gue hanya insiatif." Bilmar tertawa sarkas. Ia kembali memainkan bola basketnya.

Bilmar adalah lelaki tampan, bertubuh atletis. Ia berasal dari keluarga terhormat dan kaya raya. Mereka semua tahu kalau Bilmar adalah Banking atau yang bisa disebut dengan istilah bank berjalan untuk para sahabatnya.

Lelaki itu pun dikenal cerdas dikalangan guru-guru dan para siswa lainnya. Namun tetap saja kecerdasan Bilmar masih dibawah Alika. Alika adalah siswi tercerdas dengan IQ diatas rata-rata. Sampai saat ini, ia masih menjadi asisten para guru untuk membantu pekerjaan mereka.

"Bilmar, stop! Ayo masuk ke kelas sekarang!" lagi-lagi Alika menghentak dengan nada suara yang kembali meninggi. Tapi Bilmar tetap tidak memperdulikan, ia tetap saja bermain basket sesuka hatinya. Alika yang merasa tidak dihargai, akhirnya memukul lengan Bilmar dengan penggaris besi.

"Ah ..." Bilmar merintih, ia pun mengusap-usap lengan tangannya yang terasa panas. Lalu beralih menatap Alika dengan tatapan tajam.

"Eh pendek! Bisa nggak sih, lo nggak usah pake mukul!" Bilmar geram, lalu ia meraih penggaris besi itu dari tangan Alika. Kemudian tanpa berfikir panjang, ia menghentakkan penggaris besi itu dengan kencang di betis Alika.

"Ahhhh-----" teriak Alika, ia meronta kesakitan dan mengelus-elus betisnya yang terasa sangat panas.

"Sakit kan? Panas kan rasanya? SAMA!" Bilmar terus saja memaki Alika dengan tatapan tidak suka, rasa panas di lengannya pun belum kunjung menghilang. Ia pun beranjak pergi sambil menabrak bahu Alika, dan wanita itu pun terhuyung jatuh ke atas aspal lapangan.

Alika tidak akan menyangka jika Bilmar akan melakukan hal memalukan seperti ini kepadanya.

"Kamu enggak apa-apa, Al?" tanya Indra yang tiba-tiba merengkuh dirinya untuk berdiri. Alika masih menatap punggung Bilmar yang sudah melangkah jauh meninggalkannya. Ada genangan air yang ingin turun dari kelopak matanya. Bilmar pun kembali menoleh ke belakang, ketika ia mendengar suara laki-laki tengah menolong Alika.

Blass.

Wajah mereka pun saling bersitatap. Namun Alika yang terlanjur kesal hanya memalingkan wajahnya tanpa sudi menatap Bilmar. Melihat Alika seperti itu pun membuat Bilmar geram dan hanya mengeraskan rahangnya. Ia kembali mempercepat langkah untuk masuk kedalam kelas, dan ia kembali tertohok ketika melihat teman sekelasnya sudah ramai bertengger di depan jendela. Melihat keributan antara dirinya dengan Alika.

"Ya Allah, jadi merah kayak gini. Kamu diapain tadi sama dia?" Indra setengah berjongkok, melihat ada jejak garis merah di betis Alika.

Alika menggelengkan kepala dan tersenyum. "Nggak apa-apa, Kok, Ndra. Aku nya aja yang udah kelewatan tadi sama dia." tukas Alika.

"Ke ruang PMR ya, aku obatin."

Alika tertawa. "Mau diobatin pakai apa, emang luka?"

"Makanya kamu jangan galak-galak, Al." Indra menasehati Alika dengan nada suara penuh kelembutan.

"Aku hanya nyuruh dia masuk ke kelas, karena memang sekarang bukan jam istirahat, Ndra. Dan dia enggak dengerin aku! Ya udah aku nya kesal, aku pukul aja lengannya!" ucap Alika sewot.

"Kamu juga kok tiba-tiba ada di sini?" tanya Alika lagi.

"Hebat kan? Aku tuh malaikat pelindung kamu, Al."

"HEH!!" ada suara yang terdengar diantara mereka. Baru saja Indra menggombal dan Alika ingin tertawa karena hal itu, namun terurung kan. Seketika mereka terdiam dan menoleh cepat.

Ada Bilmar yang kembali datang sambil berkaca pinggang dengan wajah sengak serta pangkal dagu yang ditinggikan.

"Lo bilang kan tadi jangan berkeliaran diluar kelas! Terus lo ngapain masih di sini?" suara bariton Bilmar terdengar lantang. Lalu ia beralih menatap Indra yang sedang menatapnya dengan tatapan tidak bersahabat.

"Apa-apaan, sih, lo! Udah sana masuk ke kelas!" pandangan Bilmar pun buyar, ketika Alika menghardiknya, membuat Indra melekukan senyum simpul tanda mengejek ke arah lelaki itu.

Bilmar melotot tajam ke arah Alika. Karena tidak ingin suasana semakin panas. Alika pun berlalu meninggalkan dua lelaki itu di sana.

*****

Jangan lupa Like dan Komennya yaa❤️

Musim 1 : Tolongin Aku, Bil!

Pagi kembali bersinar, pasca kejadian kemarin, Alika enggan menatap Bilmar. Ia masih kesal, karena lelaki itu telah memukulnya balik dengan penggaris besi.

Gadis cantik itu selalu menatap sinis, jika kedua mata mereka tidak sengaja bertemu. Namun, Bilmar tidak pernah ambil pusing akan hal itu, bodo amat lah dengan Alika, Ia tidak perduli.

"Neva ..." Ibu Ratih, guru Kimia memanggil nama murid satu persatu.

"Belajar lagi ya."

"Iya, Bu." jawab Neva, yang tertunduk lesu menatap nilai ujian yang tidak begitu bagus. Lalu guru itu pun memanggil nama murid selanjutnya.

"Bilmar ..."

Bilmar pun bangkit dari kursi dan melangkah menuju meja Ibu Ratih. "Hebat kamu, Bil. Jawaban kamu betul semua." puji sang Guru.

Si pemuda berwajah tampan itu mengangguk senang. "Makasih, Bu."

"Alika ..."

Terlihat Alika beranjak dari kursi, melangkah ke depan, bersamaan langkah kaki Bilmar yang mulai memutarkan tubuhnya untuk kembali ke tempatnya. Mereka pun saling berhadapan kembali. Alika masih memasang raut sinis menatap perangai sengak Bilmar. Lelaki itu mengibas-ngibas kan kertas ujian yang bernilai 100 tepat diwajah Alika.

"Sombong!" decak Alika, gadis itu menabrak bahu Bilmar dan melewatinya.

Bilmar hanya tertawa karena berhasil menggodanya. Ia pun kembali duduk dikursinya dengan wajah amat senang. Kertas ujian miliknya segera dipinjam oleh para teman-teman yang lain, yang nilainya jauh dibawa dirinya. Mereka ingin mencatat jawaban yang benar dari sana.

"Ada apa sama kamu, Al? Tumben hanya dapat nilai 80?"

Kedua matanya membola sempurna. "Masa, Bu?" tanya Alika kaget.

Semua anak-anak yang sedang ribut dibelakang, drastis hening dan menatap heran.

Si cerdas itu? Kok bisa?

"Kamu salah rumus, Al." Ibu Ratih menjelaskan.

"Bangun, Neng. Ini tuh pelajaran Kimia, masa pake rumus fisika, hahaha." gelak tawa Bilmar disambut oleh teman-teman yang lain. Mereka bersorak karena melihat ledekan Bilmar kepada Alika. Alika menoleh dan menatap tajam kepada mereka semua. Seketika mereka mendadak diam dan bisu.

"Jangan ribut anak-anak ... Bilmar, jangan usil!" titah Ibu Ratih menyeret bola matanya menatap Bilmar yang sedang menahan tawa agar tidak lagi meledak. Alika mengeraskan rahangnya, menatap penuh emosi kepada Bilmar.

"Diana ..." Ibu Ratih kembali memanggil murid selanjutnya. Alika pun melangkah kembali duduk di kursinya.

"Mau gue ajarin?" Bilmar kembali menggoda Alika dari kursinya. Lalu ia terlihat menghindar, karena Alika bersiap melemparkan botol minum ke arahnya.

"Bilmar ... Alika!" seru Ibu Ratih kembali. Mereka kembali diam dan menurut. Alika menatap lagi nilai ujian yang sama sekali tidak memuaskan baginya.

"Kok bisa aku kalah sama si Bilmar?" dahi Alika menyerngit. Ia terlihat curiga, seperti ada yang tidak beres. Kebetulan Bella, teman sebangkunya sedang menyalin jawaban yang benar dari kertas ujian Bilmar Artanegara.

"Bel, coba aku pinjam." Bella pun memberikan kertas itu kepada Alika. Gadis itu mulai mencocokan hasil jawaban mereka berdua, menatap bergantian dari kertas ujiannya lalu ke arah kertas ujian milik Bilmar.

"Loh kok, dibenerin sih." celos nya sendiri. Ia pun beranjak bangkit dari kursi sambil membawa dua kertas ujian ditangannya menuju meja Gurunya lagi.

"Ada apa, Al?" tanya Ibu Ratih.

"Bu, maaf. Jawaban saya dengan Bilmar kan sama, tapi kenapa saya disalahkan dan Bilmar dibenarkan, jadi yang benar yang mana ya, Bu?"

Ibu Ratih memakai kaca matanya kembali, meraih kertas ujian mereka untuk di periksa lagi.

"Oh iya, Ibu salah beri tanda. Jawaban kalian itu salah, jadi Bilmar juga salah."

Alika menyengir kuda. Ia terasa puas dan senang hati karena Bilmar tidak jadi mendapat nilai 100.

"Terus ini juga, Bu." Alika menunjuk jawaban di nomor lain.

"Oh iya, ini juga salah." timpal Ibu Ratih mengganti tanda contreng di samping jawaban Bilmar.

"Oh, ini juga ya." sambung Ibu Ratih, kembali menemukan kesalahan pada jawaban Bilmar yang lain. Betapa bahagianya Alika, melihat nilai Bilmar menjadi lebih turun dibawah dirinya.

"Bilmar ..." suara Ibu Ratih terdengar memanggil namanya kembali.

"Bil, bil, itu lo dipanggil lagi." Dion menepuk bahu Bilmar yang sedang mengobrol dengan teman dibelakangnya.

"Bilmar ..." Ibu Ratih kembali memanggil dan Bilmar beranjak cepat dari kursinya. Ia melangkah dengan raut aneh menatap Alika yang sedang menahan tawa disamping Gurunya.

"Iya, Bu?" tanyanya sopan.

"Maaf ya, Ibu ada keliru waktu memeriksa jawaban kamu." Ibu Ratih menyodorkan kertas ujian itu kembali kepada Bilmar.

Seketika dua bola mata Bilmar terlihat ingin rontok begitu saja. Ia tercengang, melihat nilai 100 nya dicoret, dan di ubah menjadi angka 70.

"Makanya, pakai rumus Kimia jangan pakai rumus Fisika!" Alika menyindir Bilmar dengan wajah nyeleneh. Bilmar yang masih melongo seketika meringis karena sepatunya di injak dengan sengaja oleh Alika.

"Rasain lo, hahaha." bisik Alika meledek Bilmar.

"Makasih ya, Bu." ucap Alika, lalu memutar langkah untuk kembali ke mejanya. Bilmar terlihat masih meringis karena menahan sakit di kakinya serta menahan malu kepada para teman-temannya yang lain.

Seperti yang sudah-sudah, Alika akan selalu menang dalam pertandingan antar kejar nilai bersama Bilmar, dan lelaki itu iri karena Alika selalu bisa mengungguli nilainya dalam pelajaran apapun.

****

Bel sekolah kembali berbunyi dengan nyaring, menandakan para siswa sudah boleh kembali pulang kerumah masing-masing.

"Udah lo olesin di kursinya?" bisik Bilmar kepada Dion.

"Udah, Bil. Tapi kalau dia tau, gimana ya? Gue bisa abis di gebukin!" jawab Dion dengan raut ketakutan, melirik ke arah Alika yang sedang memasukan buku-bukunya kembali kedalam tas.

"Waktu ngolesin, nggak ada orang kan?" tanyanya lagi.

Dion mengangguk. "Ya udah nih buat jajan lo." Bilmar memberi uang lima puluh ribu kepada Dion sebagai upah bayaran. Bilmar kembali menatap sinis Alika dengan iringan senyum yang mengembang penuh kelicikan.

Setelah membimbing para teman-temannya untuk mengucap salam kepulangan kepada sang Guru. Alika yang hendak beranjak bangkit dari kursi, mendadak mengerutkan keningnya. Wajah cantiknya berubah menjadi redup. Ia tahu kalau saat ini dirinya sedang dalam masalah.

"Gue duluan ya, Al." ucap Bella berlalu dengan tas ransel di punggungnya. Alika yang masih melongo hanya diam tidak menjawab. Semua teman-teman pun berhamburan keluar kelas untuk pulang. Wajah Alika berubah khawatir dan cemas. Ia kembali mencoba bangkit dari kursi, namun tidak bisa. Terus mencoba sampai keadaan kelas hening. Lalu menoleh ketika Bilmar berdiri tepat disamping mejanya.

"Lo kenapa?" tanya Bilmar dengan wajah meledek.

"Tolongin gue, Bil! Gue enggak bisa bangun." ucap Alika memohon.

"Kayak ada sesuatu yang nempel dibelakang rok gue di kursi." sambung Alika. Ia terlihat ingin menangis, karena sudah berbelas menit dirinya tidak urung bangkit dari kursi.

Bilmar tertawa puas, idenya untuk membalaskan dendam kepada gadis itu pun terlaksana dengan baik. Hanya bermodalkan lem tikus dan membayar Dion dengan uang lima puluh ribu, berhasil membuat Alika bergeming ditempatnya.

"Sorry, Al. Gue harus pulang, emak gue udah nungguin dirumah." Bilmar kembali tertawa dan memutar langkahnya untuk meninggalkan Alika yang masih berjuang untuk bangkit dari kursinya.

"Tega banget sih lo ngelihat temen lagi susah kayak gini?"

Tap.

Rintihan Alika berhasil membuat lelaki itu menghentikan langkahnya yang baru saja sampai diambang pintu keluar. Wajah Alika seketika berbinar, karena ia berhasil membuat Bilmar menoleh. Ia yakin lelaki itu pasti berbalik dan menolong dirinya yang sedang kesusahan seperti ini.

Namun Alika salah besar.

"Hati-hati, Al. Di kelas ini tuh banyak hantunya tau." Bilmar kembali tertawa, ia terus menakuti Alika tanpa ampun. Dengan rasa tega, ia memilih berlalu karena suasana sekolah mulai sepi dari hingar bingar para pelajar. Bilmar meninggalkan Alika seorang diri didalam kelas, tanpa membantunya untuk bisa bangkit dari kursi.

"BILMAR!!"

****

Like dan Komennya jangan lupa ya❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!