Tangannya mencengkram roknya, ia berlari amat cepat, aletta sangat bahagia, ia teramat antusias. Degup jantungnya kencang. Ia teramat sangat ingin bertemu dengan ... dia! Putrinya ... yang dia kira selamanya telah hilang. Kini ia akan kembali bertemu dengannya.
Ia gugup gemetar. Nafasnya tak beraturan karena tadi ia lari dengan semangat, amat cepat karena ingin segera bertemu. Ia menarik nafas lalu membuangnya, berkali-kali ia melakukannya sampai ia rasa sudah tenang.
Putrinya berada didalam ruangan itu. aletta hanya perlu membuka pintu didepannya, maka ia akan langsung melihat putrinya. Putri yang dulu hilang kini kembali pulang? aletta amat gugup.
Dengan perlahan ia membuka pintu itu, terdengar suara perempuan lantang dan penuh nada jijik terdengar. Ia tersentak dengan nada itu. kebencian apa yang membuat nada suaranya sampai seperti itu?.
Aletta langsung tahu saat Ia maju mendekat lalu melihat wajah cantik yang hampir menyerupai dirinya di waktu muda. Tapi dengan rambut warna merah terang, persis warna rambut ayahnya. itu sudah pasti Seraphina.
Ia tertegun, senyumnya lenyap saat Seraphina menatap zio, anak laki-lakinya yang tertua, dengan penuh kebencian. Ia terdiam mengamati sera berbicara dengan mata berkilat-kilat amarah.
"Jangan pernah kau memperlihat dirimu di depanku lagi atau akan ku kuliti kau, ku bunuh kau dengan tanganku sendiri!" Seraphina berkata dengan murka kepada zio.
Aletta melihat badan zio gemetar mendengarnya. Aletta terperangah heran melihatnya.
"Putri? Anakmu? Itu kalimat konyol yang sama sekali tidak ingin ku dengar dari kalian. Sang pembunuh kakakku." Ucap Seraphina berpaling berbicara kepada Arkan.
Lalu Sera berjalan dengan murka ke arah pintu. aletta berdiri diam mematung menatap Seraphina yang berjalan melewati dirinya. Seraphina sekilas menoleh tajam kearah aletta. Ada apa ini? Tanyanya aletta gelisah dalam hati. Pembunuh kakaknya? Aletta menatap minta penjelasan kepada suami dan anaknya yang tengah menatap dirinya dengan sedih.
...•••••••••••••••...
Lima belas tahun lalu.
Perempuan itu terengah kepayahan saat anak-anaknya tidak mau berhenti bermain, waktu sudah mulai larut, tapi mereka tak mau kunjung berhenti bermain. perempuan itu pun mulai geram kepada para bocah-bocah kesayangannya, perempuan itu melirik ke kursi yang di duduki balita yang diam anteng tapi tertawa riang.
Tangan perempuan itu terulur mengelus rambut halus balita itu. Warna rambut balita itu sama merah dengan ayahnya. bedanya rambut balita itu lebih terang daripada rambut ayahnya yang lebih gelap. Dia tersenyum sayang kepada balita itu dan tertawa gemas saat balita itu tertawa.
"Seraphina!" Dengkurnya sambil mencium pipi Seraphina, putrinya. "Ayo kita tidur! Ini sudah waktunya tidur untuk mu sayang." Perempuan itu merengkuh saphira ke dalam pelukannya.
Perempuan itu berjalan menuju kearah kamar yang ditempati Seraphina, tapi langkahnya berhenti di depan jendela, matanya menelisik jauh di antara kegelapan malam. "Seharusnya dia sudah pulang." Bisiknya, kemudian kembali berjalan.
Perempuan itu merebahkan Seraphina ke ranjangnya, menepuk-nepuk pundak Seraphina dengan pelan agar cepat lelap. Tak lama Seraphina terlelap, perempuan itu beranjak menemui ke tiga anaknya yang masih saja bermain dengan ributnya, membuat ia menghembuskan nafas lelah.
"Ayolah bocahku, sayangku, ini sudah malam! Sudah waktunya istirahat, sudah waktunya tidur!"
Para bocah yang mendengarnya langsung berseru kecewa, "ayolah mama sebentar lagi!"
"Yang benar saja, ini belum terlalu malam!"
"Ayah bahkan belum pulang!"
"Tidak ada sebentar lagi Zio, ini sudah malam Zenith! Kurasa ayah akan pulang terlambat ayrea. Dan tidur kalian tidak boleh terlambat!" Ujarnya tegas, kepada masing-masing anaknya.
"Mengapa tidur tidak boleh..." Zenith tidak meneruskan kata-kata nya, karena diberi hadiah pelototan tajam khas ibunya saat tak mau dia meneruskan kata-katanya. Bibirnya terkulum cemberut sebagai gantinya.
Suara langkah sepatu yang khas terdengar oleh telinga mereka, membuat mereka menoleh dengan serempak "ayah!" seru mereka antusias. Mereka menyerbu ayahnya dengan gembira. Ayahnya meski kepayahan menyambut mereka satu persatu.
Perempuan itu tersenyum lega melihat suaminya pulang, "selamat datang"
"Sayangku aletta." Arkan merengkuh aletta dengan erat di ikuti oleh anak-anak yang ribut ingin berpelukan bersama mereka juga, membuat mereka terkekeh geli melihat tingkah mereka.
"Nah sekarang! Ini benar-benar waktunya tidur anak-anak. Tidak ada alasan lagi sekarang." Seru aletta sambil menggiring mereka memasuki kamar mereka.
Arkan melihat mereka sambil membuka kancing jas yang mencekik di tubuhnya seharian ini, membuatnya bernafas lega saat berhasil membukanya, keributan kecil terdengar di telinganya membuatnya tersenyum kecil.
Lalu dia diam memandang kearah jendela, melihat jauh kearah gelapnya malam, dahinya berkerut, pikiran yang tak terpecahkan membuatnya pusing. Tapi begitu lengan langsing memeluknya dari belakang, arkan tersenyum.
Arkan berkata," kelompok bawah semakin jauh semakin membuat onar," desisnya "jika dibiarkan terus begitu mereka akan makin menggila."
"Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya mereka hadapi, mungkin jika kamu menerangkan apa yang sebenarnya bahaya yang harusnya mereka takuti mereka tidak akan..."
"Mereka itu dungu, sia-sia sajalah aku berbicara . Berbicara dengan mereka seperti bicara dengan kuda."
"Kuda tidak mengerti dengan bahasa manusia tapi kuda bisa dilatih untuk menurut."
"Mereka bahkan bukan kuda pintar!" Ucap arka sudah lelah.
"Lalu menurutmu bagaimana?"
"Aku lelah, tidak habisnya jika berbicara tentang mereka yang seperti tak punya akal."
Kelompok bawah adalah kelompok perusuh, saat kelompok itu singgah di suatu tempat maka tempat itu akan menjadi rusuh, membuat resah masyarakat sekitar. Mereka juga selalu mencari masalah terhadap Arkan.
Aletta mengusap bahu suaminya. "Ya sudahlah kalau begitu, kamu sudah lelah dan waktu makin larut, ayo kita istirahat saja, besok ada undangan untuk acara di rumah teman kita roni."
"Baiklah." putus arka yang benar-benar sudah lelah.
...••••••••••••...
Keesokan harinya setelah mereka berdandan dengan rapi, perempuan maupun lelaki. dengan amat anggun untuk perempuan dan amat gagah untuk lelaki. Mereka memasuki kereta menuju kearah rumah yang mereka tuju.
Di perjalanan aletta menggendong putrinya Seraphina yang masih balita di dadanya, ia mengendus bau harum ditubuh bayinya itu, sangat membuatnya tentram sejenak. Tapi setelah melihat raut suaminya yang melamun dengan dalam, ia cemberut.
"Untuk saat ini, bisakah kamu jangan terlalu mengkhawatirkan masalah itu dulu?" Tanya aletta.
Raut suaminya seketika melembut saat mengalihkan pandangan kepada istrinya, ia tersenyum. "Baiklah!"
Aletta tersenyum mendengarnya, "untuk saat ini ayo kita bersenang-senang!" Tuturnya.
Arka memang tersenyum menyanggupi permintaan istrinya, tapi hati maupun kepalanya sudah sangat tak tenang, ia teramat waspada dengan kelompok bawah, entah masalah apa lagi yang akan mereka perbuat.
Sesampai disana mereka disambut dengan antusias oleh nyonya rumah dan tuan rumah, yang juga teman dekat mereka, roni dan norald. Aletta bahagia berpelukan dengan teman perempuannya.
"Aku merindukanmu!" Tubuh mereka mengayun ke kanan dan ke kiri, "aku pun!" Jawab rona, semakin mengeratkan pelukannya.
"Aaakhh!" suara menggemaskan itu membuat mereka berhenti berpelukan lalu tertawa terkekeh-kekeh melihat Bundelan ditengah terhimpit oleh mereka.
Roni menoel pipi Seraphina yang gembil, "dan kamu perempuan muda yang menggemaskan, apa kabarnya?"
"Aaakh," seraphina menjawab dengan nada teguran, membuat roni semakin terkekeh melihatnya. Roni menyentuh bahu aletta lalu berkata, "baiklah, ayo kita masuk ke dalam. banyak yang sudah sampai lebih dahulu dari kalian." Aletta mengangguk menyetujui rona.
Zio, Zenith dan ayrea sebenarnya sudah lelah. tapi begitu melihat anak dari roni dan norald yaitu azea dan rio yang berlari menghampiri mereka dengan semangat. Raut wajah mereka kembali segar seperti tak pernah lelah, mereka pun berlarian memasuki rumah. Pelayan mereka membuntuti dari belakang.
Roni yang melihatnya memalingkan wajahnya ke aletta dan mendesah, "anak-anak!"
Aletta tersenyum lalu memutarkan bola matanya ikut mendesah, kemudian mereka terkekeh-kekeh bersama.
Begitu melangkah masuk ke ruang yang tamu, riuh suara sudah terdengar membuat aletta tersenyum. Sesaat aletta hanya berdiri diam melihat teman-teman nya. Kenangan bersama mereka menghantamnya membuat hatinya sedih karena sudah lama mereka tidak bertemu. Arkan tersenyum, menggenggam erat-erat tangan aletta. Arkan tahu perasaan aletta.
Salah satu dari mereka memekik gembira begitu menyadari keberadaan aletta dan keluarganya. Aletta berlari kecil menuju mereka, ikut memekik bahagia bersama. Arkan tersenyum tipis melihatnya.
Roni merasa bahunya naik tiga kali lipat melihat para sahabatnya bahagia bertemu satu sama lain. itu karena aku, karena aku, karena akulah kalian berada disini, pikirannya dengan sombong bahagia. Jerih payah usahanya tidak sia-sia.
Disisi lain anak-anak yang sedang berkumpul saling memamerkan apa yang telah mereka mainkan, ketempat dimana mereka telah sampai, permainan berbahaya yang telah diam-diam mereka mainkan, dan bagaiman mereka berani melakukannya, mereka saling berebut berbicara.
Seorang pelayan perempuan mendekati Rio azard lalu berbisik "halaman belakang sudah siap tuan muda!" Lalu pelayan itu menunduk sambil berjalan mundur.
Rio mendekati ayahnya lalu menarik tangan ayahnya agar ia mendapati perhatian Ronald, Ronald memalingkan wajahnya kepada rio dan bertanya, "ada apa?"
"Bolehkah kami bermain di belakang?" Tanya Rio penuh harap, "aku ingin menunjukkan labirin kita dibelakang!" Terang Rio, "bolehkan?" Tanya Rio lagi.
Ronald menyipitkan matanya menatap putranya, tapi Rio tak gentar ditatap seperti itu, ia malah makin berharap dengan binar dan raut wajah yang menggemaskan. Ronald menyerah, ia kemudian mengiyakan. Rio berlari kearah temannya, berseru sambil mengangkat tangan mengacungkan jempol, disambut dengan antusias oleh para temannya.
Ayrea, zea dan teman perempuannya, mereka berjalan membuntuti mereka dibelakang. Tujuannya? mereka akan melihat bunga dan hewan peliharaan yang banyak bulu dan gemuk-gemuk yang juga berada di taman belakang. diam-diam pelayan perempuan tadi tersenyum puas melihatnya, melihat mereka yang digiring olehnya, sesuai dengan rencananya.
Anak-anak sampai dibelakang dimana pagar labirin raksasa berada. mereka terkagum-kagum melihatnya, "labirin ini sangat sulit untuk dilewati. hanya orang yang mempunyai kecerdasan yang tinggi yang bisa melewatinya." Ucap Rio sombong
"Ini hanya labirin biasa memangnya apa yang istimewa?" Tanya zio meremehkan.
"Labirin ini bisa membelok arahnya sendiri!" Ucap Rio serius.
Zenith mengernyit dahinya, "jadi bagaimana kita bisa melewati nya jika labirin ini membelok sendiri?"
"Kamu harus cukup pintar untuk melewatinya!" Ledek Rio membuat mereka tertawa. "Tenang, jika kamu ingin menyerah, kamu hanya perlu berkata menyerah maka labirin itu akan mengeluarkan kamu dengan sendirinya."
Zenith menatap kesal kepada rio, "seakan diriku menyerah sebelum memulainya!"
"Kalau begitu masuklahh!" Tantang Rio.
Zenith kemudian menyerbu masuk labirin itu, membuat zio menepuk jidatnya sendiri melihat kelakuan Zenith yang tak hati-hati. Karena Zenith masuk ia juga harus masuk juga. Ia harus menjaga adik bodohnya itu.
Para perempuan melihat mereka penasaran dan juga was-was. Satu persatu anak lelaki memasuki labirin itu, pelayan perempuan tadi mendekati para anak perempuan, "kalian tidak ingin mencoba memasuki?"
Para anak perempuan dengan kompak menggelengkan kepala.
"bukankah kalian akan memasuki akademi tahun ini?"
Para anak perempuan saling melirik satu sama lain.
"Dan bukankah keberanian menjadi salah satu dasar aturannya? Bukankah ini hanya labirin?!" Ucap pelayan perempuan itu dengan tersenyum.
Zea mengedik bahunya cuek, " benar, ini hanya labirin!" Zea menatap mereka satu, lalu tersenyum, "jadi... Kenapa nggak?" Lalu mereka dengan gembira memasuki labirin itu.
Dengan sorot mata yang kosong, Pelayan itu tersenyum puas dan berbisik "misi sukses!" Katanya dan kemudian pelayan itu melesat pergi dan menghilang meninggalkan anak-anak itu dalam labirin.
Seorang pelayan laki-laki menghampiri aletta dengan tergesa-gesa lalu membungkuk berbisik, "nyonya anak anda saat ini sedang ada dalam masalah kecil!
Aletta langsung berdiri, "masalah kecil?"
"Iya, tuan mudah yang terkecil..."
"Zenith?" Potong aletta.
"Benar, tuan muda Zenith bermasalah dengan celananya, kotor!"
"Kotor?"
"Benar, dia terkencing di celana!"
Aletta mendengus kan tawanya, "mengapa bisa?"
"Entahlah nyonya, anda bisa melihat dan bertanya sendiri!"
"Pelayan pribadi ku ada dimana?"
"Dia masih menata barang anda dikamar nyonya."
"Baiklah, pimpin jalan!" Perintahkan aletta.
Pelayan itu tersenyum, "baik nyonya!"
Para nyonya yang lain bertanya mau kemana, aletta hanya mengibaskan tangannya dengan ringan, "biasa anak-anak."
Aletta menggendong Seraphina di depan dadanya, ia mengikuti pelayan itu sambil menepuk-nepuk bokong Seraphina lembut. Saat sudah cukup jauh dari tempat para tamu tadi. di lorong, dimana suara saat itu tiba-tiba menjadi senyap, tiba-tiba pelayan tadi berhenti. Aletta melihat pelayan itu dengan bingung, "mengapa berhenti? Lanjutkan jalan mu!"
Pelayan pria itu seketika berbalik dan tersenyum dengan licik, aletta heran melihatnya. Tiba-tiba pelayan itu meloncat kearah dirinya, aletta kurang sigap menghindari pelayan itu karena Seraphina yang digendongnya.
Pelayan pria itu menyergap aletta. Aletta tidak bisa berkutik saat pelayan itu mendorongnya ke dinding, dengan cepat menyumbat hidungnya dengan kain, membiusnya hingga aletta pingsan. Pelayan itu langsung menangkap aletta.
Dari gelapnya bayangan tiba-tiba ada pelayan lain yang muncul. dia langsung mengambil alih Seraphina dari rengkuhan aletta.
Di halaman jalan yang indah dan magis di dalam labirin yang sangat dalam. pagar tinggi menjulang, ada suatu tempat yang hampir mungkin tak dirasakan ada tempat lain disana. tempat itu masih baru dibuat. Di dalamnya terdapat anak-anak. Lelaki maupun perempuan.
Mereka tertidur sangat lelap, tak tahu jika mereka sudah dibius sedang disembunyikan.
Di lain tempat, Arkan memang sudah tidak nyaman firasatnya tapi firasatnya kini makin menjadi-jadi, hati tidak tenang ia tak tahu apa yang akan terjadi.
Suzan yang memang gampang khawatir terhadap anak-anak nya "anak-anak sedang bermain apa sebenarnya?"
"Mereka dibelakang, mereka paling bermain labirin magis!"
"Labirin magis? Dirumah mu mempunyai labirin?"
"Oh tentu, labirin itu bahkan magis!"
Suzan menaikan alisnya penasaran, "bisakah kita kesana? Aku penasaran dengan labirin itu! Apakah tidak bahaya?"
"Tentu saja tidak, aman kok jika ada yang menyerah, labirin dengan sendirinya akan mengeluarkan orang itu!" Kata Roni.
Suzan mengangguk, "bisakah kita kesana aku ingin melihatnya!"
Roni mengangkat bahunya, "baiklah, mengapa tidak!"
Para nyonya kompak ikut berdiri ingin melihat juga, labirin yang magis katanya, semagis apa itu?
Begitu sampai disana para nyonya bingung, mengapa ini begitu hening, suasana amat lenggang. bau tanaman membaui sekitarnya. sejenak mereka mengagumi labirin yang ada dihadapan mereka. besar, dan rapi.
"Ini labirin nya?" Tanya Suzan memandang kearah labirin yang menghadap kokoh kepada mereka. "Ada dimana anak-anak?" Tanya Suzan heran, lalu menjadi cemas.
Kerut kening kian dalam saat ia tak mendengar suara anak-anak. suasana disini tidak seperti biasa, firasatnya menjadi tidak enak. Matanya mencari-cari pelayan yang biasa berjaga sekitarnya taman, tapi ia tak menemukan satupun.
Ia menoleh panik ke arah teman-temannya, ia menyadari satu hal, "aletta ada dimana?"
Suzan menelusuri sekitar lalu berkata, "bukankah aletta sudah agak lama tidak kembali?"
"bukankah aletta tadi pergi untuk melihat anaknya?" ucap holi.
"lalu bukankah seharusnya mereka ada disini?" Mata Roni bergetar menyadari ada yang tak beres. sejenak mereka diam saling menatap satu sama lain, saat itulah mereka langsung paham dengan apa yang terjadi.
dengan cepat mereka membalik badan, untuk kembali keruangan tadi, "kita harus lapor kepada suami kita terlebih dahulu." ucap Luna, mereka semua menyetujuinya.
Saat mereka berjalan terburu-buru, tiba-tiba terdapat banyak kabut asap yang mendekati mereka, mereka kompak mundur.
"mengapa ada tiba-tiba ada asap?" tanya holi, ia mengibaskan tangannya, bermaksud mengeluarkan elemen sihirnya, menghempaskan asap itu, tapi tidak bisa. holi heran menatap tangannya.
"asap ini bermasalah. tutupi hidung kalian. jangan sampai menghirupnya." mereka kompak menutupi hidung.
"percuma mundur, asap ini telah mengelilingi kita."
asap itu makin dekat, makin tinggi mendekati hidung. sewaktu waktu dapat dihirup oleh mereka. asap itu makin menebal, mereka makin panik. asap itu membuat mereka tidak bisa melihat hal lain selain kabut asap tebal itu. memaksa mereka untuk menghirup asap itu, meskipun sedikit karena tidak sengaja.
mereka pusing, tiba-tiba matanya memburam lalu satu persatu mereka hilang kesadaran. setelah semuanya pingsan asap menebal itu tiba-tiba saja menipis, seorang pelayan yang misterius memindahkan mereka.
Badan aletta sakit semua, terasa lengan maupun kakinya tidak bisa di gerakkan, terikat oleh sesuatu. mulutnya penuh, ia rasa disumbat dengan sesuatu, yang mungkin kain. Mata aletta mengerjap, ia mengamati sekitarnya dengan hati-hati, ia melihat Roni yang tak sadarkan diri, Suzan dan juga yang lainnya berada disini.
Semua nyonya, temannya berada disini, tangan kaki maupun mulutnya sama seperti dirinya diikat dan sumbat. Sera pikirannya, ia panik memikirkan bayinya, ia mencari-cari disekitar nya tak menemukan bayinya. Anak-anak yang lain pun, memikirkan mereka membuatnya takut memikirkannya.
Ia mencoba mengeluarkan elemen sihirnya, biasanya ia dengan mudah merasakan aliran geli di tangan saat ia mau. ia terkejut karena tidak bisa, ia mencoba lagi sekuat tenaga tapi sia-sia. Ia melihat-lihat sekeliling dengan panik, ia merasa jika ada kekuatan yang melemahkan sihirnya.
Ia melihat para nyonya dengan panik, dengan susah payah, ia menggeser tubuhnya sebisa mungkin, meski sangat sulit ia menggerakkan tubuhnya tapi ia tetap bergerak mendekat Roni yang tidak sadarkan diri, tangan bokong maupun kaki ia gerakkan sebisa mungkin.
Begitu sampai didekat Roni ia menyundul Roni dengan kepalanya berharap Roni segera sadar, satu kali ia menyundul tentu saja tidak berhasil, ia maklum. dua kali tak berhasil lehernya mulai pegal. tiga kali tak berhasil ia mulai memaki Roni yang tak kunjung sadar.
Ia marah, dengan mata yang pedih ingin menangis, ia kemudian membalikkan badannya, tangannya ia raba raba dekatkan ke paha Roni lalu mencubitnya keras-keras. Berhasil, Roni tersentak bangun dengan marah lalu menjadi kebingungan melihat aletta dengan kondisi kacau.
Roni menjadi sadar diri, sejenak ia kebingungan ia sedang berada dimana. dirinya pun sama kacaunya dengan aletta. ia menatap ke sekeliling, melihat yang lainnya yang tergeletak tak sadar diri, Roni melotot kepada aletta, bertanya dengan sorot mata, "ada apa ini sebenarnya?"
Aletta membalas dengan air mata mengalir juga kedikan bahu yang gusar, Roni mencoba mengeluarkan elemen sihirnya, aletta yang melihatnya menggeleng kepalanya dengan putus asa.
sejenak Roni hanya menatap aletta, kemudian terlintas ide yang tak cemerlang. roni mencoba bangkit berdiri tapi langsung jatuh, tali yang mengikatnya terlalu kuat dan rapat. tapi ia mencoba dan terus mencoba sampai ia bisa berjalan, meski amat pelan, meski ia berjalan seperti kepiting.
meski begitu ia berjalan dengan kaki berdiri, ia mendekati aletta, aletta bengong menatap Roni. Roni membelakangi aletta, tangannya ia gerakkan, aletta yang paham mendekatkan mulutnya ke tangan roni. lalu terlepas lah sumbat yang ada di mulutnya.
Aletta menggerakkan mulutnya, lega sekali mulutnya tidak di tutupi suatu barang.
"bisakah kamu juga melepaskan tali yang ada di tanganku?"
Roni melotot tajam kepada aletta. aletta tersenyum meringis sambil mengulurkan tangannya yang terikat kepada Roni. Roni menghela nafasnya keras-keras dan panjang, ia mulai mencoba melepaskan tali di tangan aletta.
Roni berhasil membuka tali yang rumitnya minta ampun, tangannya juga sedikit kram karena salat posisi. aletta terburu-buru melepaskan belitan tali di tangan Roni.
"Brengsek, sebenarnya ada apa ini?" Maki Roni, begitu ia membuka sumbatan di mulutnya.
"Aku tak tahu, anak-anak... Seraphina..." Aletta tak kuat memikirkan bagaimana anak-anak itu sekarang.
"Dan kekuatan elemen? Mengapa tidak bisa?" Tanya Roni, sambil melepaskan belitan tali di kaki
"Kurasa ada sesuatu yang melemahkan kekuatan kita, aku tak tahu apa itu, Roni... Kita harus cepat-cepat keluar dari sini!" Kata aletta.
"Benar, tapi bagaimana caranya?" tanya Roni sambil menelusuri ruangan itu.
Suara gesekan pakaian mengalihkan perhatian mereka mendapati Suzan yang sudah bangun, matanya melotot panik melihat aletta, Roni dan juga yang lainnya. Satu persatu kemudian para nyonya terbangun.
Di satu sisi tempat lain, salah satu pelayan asli di rumah itu, sejak tadi menemani norald, sedang sabar melayani norald seperti biasa. Karena merasakan perutnya kembung, Ia izin pergi sebentar kebelakang, norald dengan cepat mengangguk mengiyakan. Saat berjalan Ia melihat kearah meja dimana tadi para nyonya berkumpul, sekarang tidak ada. Ia mengangkat bahu, "mungkin sedang ada ditempat lain." pikirannya.
Tujuannya adalah ke toilet, tapi ia mengurungkan niatnya malah ia ber belok arah menuju kearah taman belakang, ingin meriksa keadaan disana. Saat berjalan, Ia melihat pelayan baru berjalan cepat-cepat dan mengendap-endap seakan tidak ingin di ketahui, membuatnya penasaran.
Ia pun kembali mengurungkan niatnya malah membuntuti pelayan itu, diam-diam di gelapnya bayangan ia melihat pelayan itu berbicara, lalu membungkuk kepada orang yang berbicara kepadanya.
Dan saat itulah ia melihat bekas luka orang yang sedang diburu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!