NovelToon NovelToon

Cinta Rahasia Nadia

Keluarga Nadia

Nadia baru saja pulang dari sekolahnya. Hari terakhir kegiatan MPLS di sekolahnya yang berlangsung seru dan banyak cerita di dalam kegiatan tersebut. Di kegiatan itu juga Nadia sudah memiliki genk beranggotakan empat orang, termasuk dirinya.

Keluar dari mobil dan melangkah masuk ke rumah dengan langkah gontai, lelah dan pusing menjadi satu. Ia hempaskan tubuhnya di atas sofa dan melepas sepatunya sembarang arah. Lalu merebahkan kepalanya di sandaran sofa sambil memejamkan matanya.

"Non baru pulang, ini mbok bikinkan jus apel dan kue pastel kesukaan non," ujar pembantu rumah Nadia sambil meletakkan segelas jus dan piring di atas meja.

Nadia membuka matanya, "Terimakasih mbok," kata Nadia mengambil jus apel dan meneguknya sedikit. Lalu mengambil kue pastel dan memakannya.

Setelah makan satu pastel dan menghabiskan satu gelas jus apel, Nadia beranjak dari tempat duduknya dan melangkahkan kakinya menaiki anak tangga. Lalu masuk kamar dan membersihkan tubuhnya di kamar mandi.

Kemudian ia mengenakan pakaian bersih yang tersimpan di lemari pakaiannya. Mengambil seragam dan memasukkannya ke keranjang baju kotor. Dan duduk di depan meja rias memakai bedak dan lip cream agar bibirnya tetap lembab setelah seharian berada di luar ruangan.

Nadia melangkah keluar kamar dan menuruni anak tangga, ia mendapati kakak pertamanya sudah bersantai di ruang tengah. Nadia menghampirinya dan mengintip dari balik punggung kakaknya yang sedang berkirim pesan dengan seseorang.

"Cewek baru lagi kak Dani?" Nadia memicingkan matanya dan merebahkan sikunya di sandaran sofa dekat bahu kakaknya.

Dani yang tengah asyik bicara dengan gebetan barunya tersentak. Ia menoleh dan mengacak-acak rambut adiknya. "Ngintipin yaa??"

"Iih,... kebiasan deh suka ngacak-ngacak rambut. Jadi berantakan kan..." sungut Nadia sambil menyisir rambutnya dengan tangan.

"Dani.... jangan gitu sama adekmu," tegur Bu Dena melangkah dari pintu depan mendekati mereka berdua.

"Bunda, lihat nih kelakuan kak Dani," ujar Nadia menunjukkan rambutnya yang masih acak-acakan.

"Udah sayang, sini bunda bantu rapikan," pinta Bu Dena menyuruh Nadia duduk di sebelahnya. Nadia mendekati Bu Dena dan bersebelahan dengan bundanya, lalu Bu Dena mengambil sisir dari tasnya dan menyisir rambut Nadia pelan-pelan.

"Kalian udah makan belum?"

"Belum," jawab Nadia dan Dani serempak.

"Ayo kita makan malam saja di restoran, tadi ada menu baru di restoran."

"Boleh, sekalian tes rasanya bun," sahut Dani tanpa menoleh.

"Aku ganti baju dulu ya bunda," ujar Nadia beranjak dari tempat duduknya setelah rambutnya rapi kembali berkat Bu Dena.

Nadia melangkah menaiki anak tangga dan masuk ke kamarnya. Membuka lemari dan memilih pakaian santai dan sopan. Lalu memakai sedikit riasan tipis dan mengambil tasnya. Memakai sepatu dan keluar kamarnya.

Nadia menuruni anak tangga dan kembali ke ruang tengah. Bu Dena mengajak kedua anaknya keluar lagi untuk ke restoran dalam satu mobil. Dalam perjalanan Bu Dena memberitahu Pak Harun untuk menyusul di restoran, begitu juga dengan putra keduanya—Alvin.

Beberapa saat kemudian Bu Dena dan kedua anaknya sampai di depan restoran Nusantara. Restoran dengan nuansa klasik, dinding dan pilar-pilar restoran yang banyak berbagai bentuk ukiran dan warna-warna alami seperti warna kayu, hijau dan biru.

Begitu juga dengan penerangan dalam restoran tersebut menggunakan lampu rotan atau bambu menggantung indah di langit-langit ataupun di pilar yang berdiri dengan kokoh.

Suasana semakin terasa klasik dengan alunan musik gamelan, angklung dan musik daerah lainnya. Nadia dan Dani merasa masuk ke dunia masa lalu saat memasuki restoran bundanya.

"Bun, kita di outdoor aja deh, deket kolam ikan itu. Kalau di dalam suasananya biasa aja," ucap Nadia menunjuk sudut meja yang masih sedikit pelanggan duduk di area itu.

"Kalian kesana saja dulu, nanti bunda menyusul."

"Ayo kak," ajak Nadia menggandeng tangan Dani.

Keduanya duduk di kursi terbuat dari rotan dan juga meja yang ada kaca di atas anyaman bambu berbentuk segi empat. "Nad, berasa hidup di masa lalu ya," celetuk Dani.

"Iya, restoran bunda yang satunya enak di era modern, kalau ini berasa masuk ke era majapahit," jawab Nadia disertai gelak tawa bersama Dani.

"Iya nih, semoga menunya juga ga ngikut jaman dulu juga..."

"Nah, itu yang aku takutkan..." ucap Nadia menjentikkan jemarinya.

Tidak lama kemudian Pak Harun dan Alvin sampai di restoran yang sama dan ikut bergabung dengan Nadia dan Dani. "Bunda mana?" tanya Pak Harun.

"Bunda lagi milih menu katanya. Tunggu aja ayah," jawab Nadia tanpa menoleh dan asyik bermain ponsel.

Beberapa saat kemudian Bu Dena datang bersama beberapa waiters membawa nampan berisi makanan dan minuman. Mereka meletakkan makanan dan minuman itu di atas meja, Nadia, Dani dan Alvin membelalakkan matanya melihat menu yang di bawa waiters tersebut.

Bu Dena duduk di sebalah Pak Harun dan melingkarkan tangannya di pinggang suaminya. Pak Harun menoleh dan mengecup pelipis Bu Dena. Keduanya saling pandang dan tertawa kecil.

"Udah ah, malu udah ga muda lagi," bisik Bu Dena.

"Bunda sama ayah kalau mau mesra-mesraan di kamar aja," protes Dani menatap kedua orangtuanya.

"Ada yang iri bunda," sahut Alvin sambil mengunyah makanannya.

"Haha, iya maaf-maaf... ayo kita makan sekarang," ujar Pak Harun mengambil makanan di atas meja.

"Gimana menunya, kalian suka?" tanya Bu Dena menatap satu demi satu anak-anaknya.

"Suka bunda, apalagi dendeng campur urap. Wah enak banget," jawab Nadia sambil menyuap makanan ke mulutnya.

Suasana hangat dan bahagia menyelimuti hati Nadia dan keluarganya. Saling melempar canda gurau dan ejekan yang berujung tawa.

Selesai makan malam Bu Dena memesan beberapa bungkus makanan untuk di bawa pulang dan di berikan untuk pembantunya. Kemudian mereka semua pulang ke rumah bersama-sama, Nadia memilih pulang dengan Alvin karena tidak mau satu mobil dengan Dani yang senang seringkali usil padanya.

Sampai rumah Nadia langsung ke kamarnya dan mempersiapkan mata pelajaran esok hari. Setelah itu mengganti pakaiannya dan membaca buku yang ada di meja belajarnya.

"Nadia..." panggil Bu Dena masuk kamar dan menghampiri Nadia yang menoleh dan tetap duduk di meja belajarnya.

"Mulai besok di antar supir ya, ini uang saku Nadia buat besok," ucap Bu Dena menyerahkan selembar uang biru pada putri satu-satunya.

"Terimakasih bunda," ucap Nadia tersenyum. Bu Dena mengecup kening putrinya dan keluar dari kamar.

...KEESOKAN HARI...

Pagi hari Nadia sudah selesai memakai seragam, sepatu dan mempersiapkan buku-bukunya. Lalu keluar kamar dan menuruni anak tangga. Ia ke meja makan dan menyantap sarapannya. Selesai sarapan dan memasukkan bekal ke tasnya, Nadia pamit pada bundanya.

Nadia keluar dan masuk mobil yang khusus untuk mengantar dan menjemputnya sekolah. Sampai di sekolah Nadia sudah di tunggu teman-temannya dan masuk ke kelas bersama-sama.

Bel masuk berbunyi, Nadia dan teman-temannya mengeluarkan buku mata pelajaran jam pertama. Saat seorang mahasiswa PPL masuk, semua mata tertuju padanya.

Awal Pertemuan

Faizar, mahasiswa yang sedang magang di SMA Cendekia berjalan memasuki kelas. Dengan langkah tegap dan tubuh yang atletis, ia mampu menyihir siapapun yang memandangnya. Suasana kelas yang sebelumnya hingar bingar berubah menjadikan hening seketika. Setelah meletakkan buku dan tasnya di meja guru, Faizar berjalan ke tengah dan menatap siswa-siswi yang semuanya menatapnya sejak masuk ke kelas.

"Selamat pagi semuanya, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Mari kita awali hari ini dengan berdoa bersama," ucap Faizar.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab murid-murid serempak.

Lalu, seluruh murid menundukkan kepala dan berdoa. Termasuk Faizar yang berdoa dan menundukkan kepalanya berdiri di depan murid-murid.

"Berdoa selesai!" ucap Faizar menyudahi berdoa bersama.

Seluruh murid mengangkat wajahnya dan mulai mengeluarkan buku mata pelajarannya dari dalam tasnya.

"Maaf, sebelumnya apakah disini ada yang non-muslim?" tanya Faizar.

"Tidak ada, Kak," jawab murid-murid sambil menggelengkan kepalanya.

"Baiklah, kalau begitu kita mulai pelajaran pada hari ini, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Faizar.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab murid-murid serempak.

"Alhamdulillah, Alhamdulillahi Rabbil alamin. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan sehingga kita bisa berkumpul di tempat penuh berkah ini. Serta mari kita panjatkan shalawat dan salam kepada junjungan kita nabi Muhammad Saw. Allahumma sholli Ala sayyidina Muhammad wa Ali sayyidina Muhammad."

"Eum, pada hari ini kita akan membahas tentang Tauhid. Tauhid sendiri adalah keyakinan bahwa Allah SWT adalah salah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dan tidak ada sekutu atau anak bagi-Nya."

Nadia menyimak setiap kata yang di ucapkan oleh Faizar dan sesekali keduanya terlibat kontak mata. Nadia juga mencatat beberapa materi yang disampaikan oleh Faizar. Hingga jam pelajaran selesai, Faizar meminta murid-murid membuat rangkuman untuk ditanyakan di pelajaran selanjutnya.

"Baiklah, akhirnya pelajaran hari ini sudah selesai. Dan jangan lupa dengan tugas yang tadi kakak berikan. Kakak harap di pertemuan selanjutnya ada yang adek-adek tanyakan."

"Iya, kak."

Faizar merapikan buku-bukunya, lalu tersenyum dan keluar kelas. Selepas Faizar keluar, murid-murid perempuan di kelas Nadia membicarakan pesona sang mahasiswa yang baru saja mengajar mereka. Termasuk Nadia yang merasa kagum dan mengakui kharisma Faizar sangat kuat. Bukan karena tampan, tapi terlebih tutur kata dan sikapnya saat mengajar.

"Coba kalau kita diajar sama kak Faizar seharian, pasti betah di kelas terus. Haha," ucap Widya teman Nadia yang duduk di belakangnya.

"Yeei, itu sih maunya kita semua. Haha," timpal Riska terkekeh.

"Woilah, jangan digibahin terus, nanti orangnya keselek loh," sahut teman sekelas Nadia yang lainnya.

Nadia dan teman-temannya diam ketika jam pelajaran di lanjutkan dengan mata pelajaran matematika yang diajar langsung oleh guru mereka. Saat masuk dan menutup pintunya, kelas mendadak hening dan Bu Santi mulai mencatat beberapa rumus di papan tulis. Selesai mencatat, Bu Santi menutup spidolnya.

"Kalian catat dulu rumus yang ibu tulis di papan, setelah itu akan ibu jelaskan satu demi satu," ucap Bu Santi sambil duduk di kursi guru.

"Nad, habis diajar kak Faizar trus ganti sama Bu Santi jadi ga semangat ya," bisik Dewi menyenggol lengan Nadia.

"Apa sih, udah ah ... Catat aja lah, jangan gerutu terus. Nanti ga fokus!" jawab Nadia.

Ehem ....

Bu Santi berdehem dan memandang Nadia dan Dewi yang ngobrol sendiri. Seketika Nadia dan Dewi berhenti bicara dan mencatat semua yang di tulis Bu Santi. Setelah semua murid selesai mencatat. Bu Santi menjelaskan satu demi satu rumus yang sudah ia tulis di papan. Nadia dan teman-temannya fokus mengikuti mata pelajaran hingga selesai. Bel istirahat berbunyi, Nadia dan teman-temannya pergi ke kantin untuk membeli jajan.

"Nadia, ayo cepetan! Lama amat sih tinggal masukin buku di tas aja," gerutu Riska.

"Sabar Riska, aku ambil dompetku juga nih, udah ayo!" ucap Nadia sambil berdiri.

Nadia, Riska, Widya dan Dewi berjalan bersama menuju kantin. Selama berjalan menuju kantin, Nadia mendapat tatapan sinis dari beberapa siswi yang kebetulan berpapasan dengannya.

"Mereka kenapa ya ngeliatin aku kaya gitu," gumam Nadia.

"Heh, Nadia. Kamu ga sadar kalau sejak masuk udah di sinisin sama kakak kelas? Mereka marah karena cowok-cowok disini banyak yang naksir kamu, apalagi kak Reno. Masa kamu ga ngerasa?" jelas Widya. Sementara dua teman Nadia yang lain terkekeh melihat muka Nadia yang benar-benar tidak paham dengan apa yang terjadi padanya.

"Aku pikir mereka kaya gitu biasa aja, bukannya dia juga ramah ke semua cewek ya?"

"Ya nggak, dia cuma ramah dan perhatian ke kamu, buktinya waktu itu kamu bikin kesalahan malah anggotanya yang di marahin, bukannya kamu," cerocos Dewi.

Nadia mengendikkan bahunya dan mengerucutkan bibirnya. Mereka terus mengobrol dan lanjut membicarakan pesona Faizar yang baru saja mengajar di kelas mereka. Saat sampai di kantin Nadia melihat ada mahasiswa juga. Ia berharap ada Faizar juga disana.

Sampai di kantin Nadia bertemu dengan Faizar dan keduanya saling melempar senyum. Setelah memilih beberapa jajan dan minuman, Nadia dan teman-temannya ke taman sekolah untuk menikmati makanan yang mereka beli karena di kantin sudah sangat penuh.

"Eh, guys tadi aku di sapa sama Farhan. Seneng banget deh hatiku," ucap Riska sambil memegangi dadanya dan memejamkan matanya.

"Farhan teman sekelas kita?" tanya Nadia mengernyitkan dahinya.

"Iya, aku suka sejak masuk MPLS dan berdoa ingin sekelas sama dia. Eh beneran dong dia sekelas sama kita. Hehe," ujar Riska.

"Tapi Farhan suka nggak sama kamu," timpal Widya.

"Ya harus suka dong, aku kan cantik. Haha," celoteh Riska berhasil membuat Nadia terpingkal, begitu juga temannya yang lain.

Riska terus menceritakan kekaguman terhadap Farhan pada teman-temannya. Sementara Nadia menanggapinya agar Riska merasa bahagia. Sampai bel masuk berbunyi, Nadia dan teman-temannya kembali ke kelas dan mengikuti jam pelajaran hingga selesai.

Nadia dan temannya berjalan bersama menuju depan, Dewi yang sudah di jemput oleh ayahnya berpamitan lebih dulu.

"Yah, Dewi duluan deh. Eh, itu kan bis kota. Kita naik itu aja yuk, Ris," ucap Widya.

"Ayo, Nadia kita pulang dulu ya, maaf ga bisa nemenin kamu nunggu jemputan," ujar Riska sambil melambaikan tangannya.

Nadia hanya tersenyum kecut sambil menunggu jemputan di depan gerbang. Untuk menghilangkan rasa bosan menunggu, Nadia asyik bermain ponselnya. Lalu Faizar berjalan dengan teman-temannya sambil bercengkrama. Mendengar suara Faizar, Nadia mengangkat wajahnya dan tanpa sadar memperhatikannya, dan Faizar merasa di perhatikan olehnya.

"Nunggu jemputan, dek?" tanya Faizar sambil tersenyum.

Jalan-jalan Sama kak Dani

"Heum ... Eh, iya kak. Hehe," jawab Nadia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Jantungnya berdebar-debar ketika melihat Faizar yang sungguh dekat dengan dirinya.

"Jangan cuma nanya, Zar. Anterin aja langsung," sahut salah satu mahasiswa yang bersama Faizar.

Faizar tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya, lalu pergi bersama teman-temannya meninggalkan Nadia. Tidak lama kemudian, mobil jemputan Nadia sampai. Ia segera masuk dan mobil melaju dengan kecepatan sedang. Sampai di rumahnya, Nadia bergegas keluar dan ke kamarnya.

Meletakkan tas dan melepas sepatunya, lalu menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. "Manis banget kak Faizar, jadi semangat ke sekolah nih. Hehe," gumam Nadia memeluk bantal berbentuk love sambil tersenyum dan memejamkan matanya.

TOK TOK TOK

"Non Nadia, disuruh makan siang sama ibu," ucap pembantu rumah keluarga Nadia.

"Iya, bentar lagi," teriak Nadia.

Nadia bangkit dan beranjak dari ranjang, lalu ke kamar mandi dan mencuci tangan, muka dan kakinya. Setelah merasa bersih, Nadia mengganti baju seragam dengan kaos dan rok sedengkul. Lalu keluar dari kamarnya menuju ruang makan.

"Bun, aku mau yang itu." Nadia menunjuk ikan nila goreng.

Bu Dena memberikan ikan yang diinginkan putrinya. Nadia segera menyantap makanannya dan Bu Dena duduk di depannya. Tidak lama kemudian, Dani, putra sulung Bu Dena turun dan langsung mengacak-acak rambut adiknya.

"Ck, kebiasaan, bisa ga sih tangannya di kondisikan." Nadia melirik tajam kakaknya yang duduk di sebelahnya sambil tertawa.

"Dani, udah dong. Jangan gitu sama adikmu," ucap Bu Dena.

"Kenapa sih Bun, lucu aja lihat mukanya. Haha," kata Dani membuat Nadia makin kesal.

Nadia menyantap makannya dengan cepat dan ingin segera pergi ke kamarnya. Bu Dena khawatir melihat putrinya, "Makannya pelan aja, Nad."

Nadia tidak menggubrisnya dan selesai dalam waktu kurang dari tiga menit. Selesai makan, Nadia beranjak dari tempat duduknya dan segera kembali ke kamarnya. Hanya di kamarnya ia merasa bebas tanpa godaan dari kedua kakak laki-lakinya.

TOK TOK TOK

Nadia yang tengah asyik mengobrol dengan temannya merasa terganggu. Setelah menghela napas panjang, Nadia beranjak dari ranjangnya dan menuju pintu. Setelah membukanya, Nadia melihat muka menyebalkan sang kakak di hadapannya.

"Jangan marah gitu dong, ayo jalan-jalan biar ga bosen di rumah," ucap Dani sambil nyengir kuda sambil membalas pesan di ponselnya bersandar di dinding depan kamar Nadia.

"Ga mau, jalan aja sama cewekmu, kakak kan punya banyak cewek tuh," jawab Nadia ketus.

"Bosen jalan sama cewekku, ayo lah Nad. Nanti kamu minta apa aja aku beliin deh," bujuk Dani agar Nadia tidak marah lagi padanya. Karena selepas Nadia pergi, ia di marahi oleh bundanya sudah mengganggu adiknya.

"Ya udah, bentar aku ganti baju dulu." Nadia menutup pintu, lalu Dani ke bawah menunggu adiknya selesai berdandan.

Nadia mengambil baju jumpsuit denim jeans biru dan kaos warna putih. Lalu melepas pakaian yang sebelumnya dikenakannya, lalu memakai jumpsuit yang sudah dipilihnya. Setelah itu menyisir rambut, bersolek sederhana dan memakai tas selempang. Nadia keluar dari kamar dan menuju lemari sepatunya yang terletak di samping kamarnya dan memilih salah satu sepatu yang dirasa cocok dengan bajunya. Setelah memakai sepatu, Nadia turun menemui kakaknya yang sudah menunggunya di ruang tamu.

"Lah, kog malah tidur sih?" tegur Nadia.

"Habis lama banget cuma ganti bajunya, tinggal tidur aja. Haha," ucap Dani terkekeh sambil memejamkan matanya, ia sengaja menggoda adiknya lagi.

"Jadi nggak?" Nadia mulai kesal kembali dan melipat tangannya di dada, melihat kakaknya tidak segera bereaksi. Nadia membalik badan akan kembali ke kamarnya.

"Jadilah Nad. Ayo kita berangkat sekarang!" ucap Dani saat melirik adiknya mulai kesal lagi dengan tingkahnya.

Nadia kembali mendekati Dani sambil mengerucutkan bibirnya. Sementara Dani semakin gemas melihat mimik muka adiknya yang masih seperti gadis kecil. Tanpa sadar tangannya mencubit pipi Nadia dan seketika Nadia berteriak sambil memukul lengan kakaknya.

"Dani, kamu apakan lagi adikmu!!" teriak Bu Dena dari belakang.

"Ga diapa-apain kog bunda," jawab Dani sambil tersenyum melihat Nadia.

Dani dan Nadia keluar rumah dan masuk ke mobil. Dani melajukan mobilnya dengan cepat dan Nadia terus memprotesnya sepanjang perjalanan. Namun, bukan Dani kalau menggubris apa yang di katakan oleh Nadia. Ia justru semakin mempercepat laju mobilnya dan Nadia sampai menangis.

"Hahaha ... Masa gini aja nangis, Nad." Dani tertawa terbahak melihat adiknya benar-benar menangis.

Dani memperlambat laju mobil, baru Nadia berhenti menangis. Sampai di Mall, Nadia dan Dani keluar dari tempat parkir. Dani menggandeng lengan Nadia seperti menggandeng pacarnya.

"Lepasin nggak!" gerutu Nadia.

"Nggak, kenapa sih Nad. Aku kan kakakmu, ga masalah dong kita pegangan erat. Haha," jawab Dani tanpa menoleh.

Nadia mendengus kesal dan mengedarkan pandangannya mencari sesuatu yang bisa dimintanya sebagai upah telah menemani kakaknya jalan. "Kak, aku mau sepatu itu," tunjuk Nadia di salah satu outlet sepatu terkenal.

"Boleh, ambil aja mana yang kamu mau," jawab Dani.

Nadia mengambil tiga pasang sepatu untuk berganti-ganti saat ke sekolah. Sementara Dani tidak mengira Nadia akan mengambil banyak sepatu. "Waduh, kena palak Nadia nih," gumam Dani.

Nadia masih berputar ke bagian aksesoris dan mengambil beberapa kaos kaki. Setelah merasa puas mengambil apa yang diinginkan dirinya, Nadia menghampiri kakaknya yang sedang duduk sambil membalas pesan masuk ke ponselnya. Ketika melihat Nadia di dekatnya, Dani mengangkat wajahnya.

"Udah kak, cepat bayarin!" tegur Nadia membuat Dani menggaruk kepalanya. Dengan terpaksa Dani membayar sejumlah tagihannya ke kasir.

Selesai dengan sepatu, Nadia kembali mencari barang yang diinginkannya. Namun, Nadia berhenti mendadak saat keduanya berjalan bersama. "Ada apa kog berhenti?" tanya Dani.

"Itu bukannya cewekmu, Kak?" tunjuk Nadia ke food court dalam Mall.

"Eh, kamu kog tau itu cewekku?" Dani menatap heran adiknya.

"Aku pernah lihat fotonya di ponselmu, kak. Hehe." Nadia tertawa kecil.

"Iya juga ya, sama siapa dia. Ayo kita kesana!"

Dani dan Nadia menghampiri Erla, kekasih Dani yang keempat. "Ehem, katanya mau dirumah aja," tegur Dani dari belakang Erla.

Erla menoleh, Dani tersenyum sinis melihat Erla bersama pria lain berduaan di Mall. "Dani, aku tadi ga sengaja ketemu sama dia. Kenalin, ini Harlan. Temanku waktu SMA," ucap Erla gugup.

"Oh, teman ... Gapapa, tapi setelah ini jangan hubungi aku lagi, Er," tegas Dani denganwajah datar dan dingin.

"Apa? Putus? Ga bisa gitu dong, Dan. Kamu juga jalan sama cewek lain, dia siapamu?" tanya Erla meradang.

"Dia pacarku, untuk itu sebaiknya kita putus," kata Dani menyunggingkan senyum.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!