NovelToon NovelToon

Dibuang Sersan Dipinang CEO

Bab 1. Memutuskan Hubungan

Aisyah mematut dirinya di cermin. Hari ini dia akan makan malam dengan kekasih hatinya. Gadis itu ingin menanyakan tentang persiapan pertunangan mereka.

Ammar, sang kekasih berjanji akan menikahinya setelah dia berpangkat Sersan. Dan itu telah dia raih sejak enam bulan lalu. Seharusnya mereka telah menikah. Apa lagi hubungan mereka sudah terlalu jauh.

"Sebentar lagi aku akan menyandang gelar sebagai nyonya Ammar. Kami tak harus melakukan hal terlarang lagi," ucap Aisyah dalam hatinya.

Seminggu yang lalu, lagi-lagi mereka melakukan hubungan suami istri. Ammar selalu berkata jika dia akan bertanggung jawab dengan menikahi gadis itu.

Setelah merasa pantas, gadis itu bersiap-siap menunggu jemputan pria itu. Ammar baru saja membeli mobil. Walau hanya mobil second. Sebagai calon istrinya, Aisyah membantu dengan memberikan uang tabungannya sebanyak lima puluh juta.

Aisyah mengambil gawai miliknya dari dalam tas dan mencoba menghubungi sang kekasih. Beberapa kali mencoba, barulah tersambung.

"Ammar, kenapa belum juga menjemput'ku?" tanya Aisyah begitu telepon genggamnya tersambung.

Ammar yang berada di seberang sana tidak juga menjawab pertanyaan Aisyah. Dia menarik napas dalam, sepertinya sedang mencari alasan yang tepat agar bisa mengatakan kalau dia tak bisa menjemputnya.

"Maaf, Aisyah. Aku sekalian mengantar Mama. Apa kamu bisa datang sendiri ke kafe itu?" tanya Ammar dengan suara pelan. Sepertinya agak ragu untuk mengatakan itu.

"Kalau begitu, tak apa. Aku pakai taksi saja," jawab Aisyah.

"Sekali lagi maaf ya, Aisyah," ucap Ammar.

"Tak apa, Ammar. Jangan merasa sungkan begitu," balas Aisyah.

Walau dia membantu dengan menambah lima puluh juta untuk membeli mobil tersebut, tapi Aisyah tak mau memaksa Ammar agar menjemput dan mengantar kemana dia pergi. Gadis itu dapat memahami kesibukan sang kekasih.

Pasti banyak yang bertanya dari mana Aisyah mendapatkan uang. Setelah kepergian kedua orang tuanya, dia menjual salah satu rumah peninggalan mereka. Ayahnya meninggal lima tahun lalu dan menyusul sang ibu dua tahun kemudian.

Aisyah sendiri belum memiliki pekerjaan tetap. Dia baru saja di wisuda. Pendapatannya selama ini berasal dari hasil dia menulis novel online di beberapa platform. Dia juga memiliki usaha penjualan kosmetik secara online.

Aisyah lalu menekan nomor taksi. Setelah melakukan pemesanan, dia menutup pintu rumah dan menunggu di teras. Gadis itu tak memiliki mobil, hanya ada motor sebagai transportasi kemana pun dia pergi.

Taksi datang sekitar sepuluh menit kemudian. Aisyah langsung masuk dan meminta supir menuju kafe yang dia tuju.

Setengah jam kemudian, Aisyah telah sampai di tempat tujuan. Gadis itu keluar dari taksi setelah membayarnya. Dia masuk ke dalam kafe dan langsung menuju ruang VIP, seperti janjinya dengan Ammar.

Ammar ternyata telah menunggu. Kekasihnya itu sedang memainkan gawai, sehingga tak menyadari kedatangan Aisyah.

Aisyah sengaja berjalan pelan menuju kekasihnya. Dia ingin mengejutkan pria itu. Saat dia ingin melakukan hal itu, dia melihat Ammar sedang chat dengan seseorang yang foto Profil-nya jelas-jelas seorang gadis.

"Lagi chat dengan siapa? Serius banget," ucap Aisyah dengan nada sedikit ketus karena rasa cemburu.

Ammar tampak terkejut. Dia langsung menghentikan kegiatannya. Tersenyum ke arah gadis itu.

"Kamu lagi chat siapa sih?" Aisyah kembali mengajukan pertanyaan. Dia penasaran siapa yang membuat calon suaminya itu jadi fokus begitu, sehingga tak menyadari kehadirannya.

"Duduklah ...," perintah Ammar.

Aisyah memilih duduk di seberang pria itu. Dia masih marah karena pria itu tak mengatakan siapa yang dia chat.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Ammar.

"Terserah saja," jawab Aisyah.

"Tak ada makanan yang namanya terserah. Kamu tinggal bilang saja maunya apa, jangan ada kata terserah. Aku tak tau!" seru Ammar dengan nada ketus.

Dahi Aisyah tampak berkerut memandangi pria itu. Sepertinya dia kesal. Hal itu membuat dia jadi keheranan. Yang seharusnya marah itu dirinya, kenapa jadi Ammar, tanya gadis itu dalam hatinya.

"Kenapa kamu jadi emosi?" tanya Aisyah heran.

Ammar tampak menarik napas dalam. Dia sepertinya baru sadar dengan ucapannya.

"Maaf, aku hanya lagi banyak pikiran. Aku hanya ingin kamu segera memesan makanan, takut kamu nya lapar," ucap Ammar.

"Kalau begitu, aku pesan makanan dulu," ucap Aisyah.

Aisyah lalu memanggil pelayan kafe, dan memesan makanan kesukaannya. Namun, di dalam hatinya masih saja berpikir. Melihat wajah kekasihnya itu yang seperti tertekan.

"Kamu sudah pesan makanan?" tanya Aisyah.

Ammar menjawab dengan menganggukkan kepalanya. Dia lalu menarik napas dalam, dan membuangnya. Itu dilakukan berulang kali. Dalam diam Aisyah melirik, dia heran melihat kekasihnya yang tampak sangat gugup.

"Kamu sebenarnya ada masalah apa?" tanya Aisyah. Dia menatap sang kekasih dengan tatapan yang penuh cinta. "Dari tadi aku memperhatikan kamu, tampak sangat gugup."

"Kita bicarakan setelah makan aja, Aisyah," balas Ammar.

Ammar melihat pelayan membawa pesanan makanan mereka sehingga menunda obrolan. Aisyah semakin melihat sikap pria itu yang agak berbeda, tapi dia tak mau mendesak agar bicara. Lebih baik tunggu setelah makan seperti yang dia katakan tadi.

Mereka makan dalam diam. Tak ada yang bersuara. Aisyah yang memang lapar, menyantap makanan hingga habis tak tersisa, berbeda dengan Ammar, pria itu belum juga menyentuh makanannya.

Setelah selesai makan, Aisyah yang melihat Ammar masih belum menyentuh makanannya, akhirnya bertanya juga. Dia semakin penasaran dengan sang kekasih.

"Ammar, sebenarnya ada masalah apa? Kenapa kamu seperti banyak pikiran?" tanya Aisyah sekali lagi.

Ammar meletakan sendok makan ke piring. Dia memandangi wajah Aisyah dengan tatapan sendu.

"Aisyah, sebelumnya aku minta maaf jika apa yang akan aku katakan ini akan membuat kamu marah, terluka dan kecewa. Tapi satu yang perlu kamu ingat, jika aku tak pernah bermaksud begini. Namun, keadaan yang membuat aku mengambil keputusan ini," ucap Ammar.

Aisyah memandang Ammar dengan tatapan yang penuh penasaran dan sedikit khawatir. "Apa yang kamu maksudkan, Ammar? Apa yang terjadi?" tanya Aisyah dengan suara yang sedikit gugup. Entah mengapa pikirannya menjadi tak enak.

Ammar menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Aisyah, aku rasa kita perlu berbicara tentang masa depan kita. Aku telah memikirkan banyak hal, dan aku merasa bahwa kita perlu membuat keputusan yang tepat untuk diri kita sendiri."

Aisyah merasa hatinya semakin berdebar-debar mendengar kata-kata Ammar. Dia tidak tahu apa yang akan Ammar katakan selanjutnya, tapi dia merasa bahwa sesuatu yang besar akan terjadi. "Apa yang kamu ingin katakan, Ammar? Tolong jelaskan apa yang terjadi," kata Aisyah dengan suara yang penuh harap.

"Aisyah, aku ... aku tidak tahu bagaimana cara mengatakannya. Tapi aku rasa kita perlu berbicara tentang hubungan kita. Aku tak bisa meneruskan rencana pertunangan kita. Aku ingin kita mengakhiri semua," ucap Ammar.

Sendok yang sedang di pegang Aisyah terjatuh. Dia tak mempercayai pendengarannya. Pasti semua tak benar, ucap gadis itu dalam hatinya.

Bab 2. Hubungan Berakhir

Aisyah tersenyum simpul mendengar ucapan Ammar. Dia berpikir jika kekasihnya itu pastilah sedang bercanda. Mereka telah lama merencanakan pertunangan. Hubungan mereka juga bukanlah sesaat, telah enam tahun mereka menjadi pasangan kekasih.

Hubungan yang mereka jalin juga sudah sangat dekat. Mereka sudah beberapa kali melakukan hubungan suami istri. Awalnya Aisyah tidak mau melakukan itu, tapi Ammar memaksa dengan rayuan, jika mereka juga akan menikah.

"Jangan bercanda, Ammar. Nanti, bisa jadi benar," ucap Aisyah. Dia tampak menarik napas. Mencoba melupakan ucapan Ammar. Kembali menyuapi makanan walau pikirannya masih saja teringat dengan ucapan kekasihnya itu.

"Aku tak bercanda, Aisyah. Aku ingin hubungan kita berakhir. Aku tak bisa lagi meneruskan hubungan ini," ucap Ammar.

Aisyah meletakan sendok makannya. Dia menatap Ammar dengan mata tajam. Tak pernah dia bayangkan jika hubungan mereka akan berakhir. Apa lagi dia sudah menyerahkan segalanya untuk sang kekasih.

"Berikan aku satu alasan yang paling masuk akal," ucap Aisyah. Suaranya terdengar parau karena menahan air mata. Tak ingin terlihat rapuh di depan pria itu.

Ammar memainkan sendok di piringnya. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Aisyah jadi tersenyum sinis melihat pria itu. Dia pasti sedang memikirkan alasan yang tepat.

"Aku tak punya alasan yang tepat. Yang aku tau hubungan kita harus berakhir. Terlalu banyak alasan, jadi aku tak tau harus mengatakan yang mana," jawab Ammar.

"Aku minta kamu menyebutkan salah satu saja. Jangan takut, Ammar. Aku tak akan memohon agar hubungan kita tetap berjalan. Jika kamu memiliki banyak alasan, jadi tak akan sulit bagimu mengatakan satu saja alasan yang paling utama!"

Kembali Ammar menarik napas dalam. Sepertinya berat untuk mengatakan alasan yang tepat. Dia mencoba meraih tangan gadis itu, tapi Aisyah menolak. Dia menarik tangannya.

"Aisyah, aku tau ini pasti berat bagimu. Aku juga merasakan hal yang sama, tapi aku tu ak bisa meneruskan karena kita tak akan bisa juga menikah. Dalam lembaga militer, kami tidak diizinkan menikah dengan wanita yang sudah tak gadis lagi."

Ammar menjawab dengan pelan. Sepertinya takut salah dengan ucapannya itu. Entah memang menjaga perasaan Aisyah atau untuk keamanan dirinya.

Namun, ucapan Ammar yang pelan itu bagai suara petir menggelegar di telinga sang kekasih yang sebentar lagi akan menjadi mantan.

"Jika kamu tau itu tak dibolehin, kenapa kamu merenggut kesucian ku?" tanya Aisyah dengan penuh penekanan.

Ammar tak bisa menjawab pertanyaan Aisyah. Sebenarnya itu bukan alasan utama. Dia telah dijodohkan dengan seorang dokter. Dan Ammar berpikir, memang dia lebih pantas memiliki seorang istri dokter. Kalau Aisyah hanya orang biasa.

(Sebenarnya saat ini tes keperawanan untuk calon istri lembaga militer sudah tidak berlaku. Lembaga telah menghapus tes keperawanan baik untuk calon prajurit wanita maupun calon istri dari anggota. Lembaga militer menganggap tes ini tidak relevan dan mendiskriminasi perempuan. 

Penghapusan tes keperawanan ini merupakan langkah penting untuk menghormati hak asasi manusia dan kesetaraan gender. Tes kesehatan untuk calon istri militer sekarang difokuskan pada aspek kesehatan yang relevan, seperti kesehatan reproduksi pada umumnya, bukan pada keutuhan selaput dara. Sumber : Google)

"Maaf, Aisyah. Aku khilaf. Aku mengaku salah. Tapi, semua sudah terlanjur terjadi. Tak bisa dikembalikan lagi."

Aisyah tak bisa lagi menahan emosinya. Dia menggebrak meja. Sehingga makanan sedikit berserakan. Beberapa pasang mata memandangi mereka.

"Alasan klise. Khilaf. Apa kamu lupa dengan semua janjimu. Apa kamu lupa siapa yang membantu kamu hingga sampai begini?" tanya Aisyah.

"Aisyah, aku mohon. Jaga emosimu. Aku takut ada yang melihat. Aku tak mau nama baikku jelek hanya karena perbuatanmu ini!" seru Ammar yang mulai tersulut emosi.

"Nama baik? Apa kamu pikir, cuma kamu yang punya nama baik."

Ammar tampak menarik rambutnya frustasi. Dia tak boleh terbawa emosi. Takut ada seseorang yang mengambil video mereka dan mengirim ke sosial media. Bisa viral dan karirnya akan terancam.

"Aisyah, sekali lagi aku minta maaf. Aku akan melakukan apa saja agar kamu memaafkan aku. Kita memang tak mungkin bersama. Kedua orang tuaku juga tak merestui. Mereka menginginkan aku menikah dengan seorang dokter. Biar setara," ucap Ammar akhirnya.

Aisyah menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia paham sekarang. Pantas Ammar tak pernah mengajaknya lagi ke rumah. Jadi kedua orang tuanya tak merestui hubungan mereka karena anaknya telah menjadi aparat negara.

"Sekarang aku paham alasan sebenarnya kamu membatalkan pertunangan kita. Aku terima semuanya. Mulai detik ini kita tak ada hubungan lagi. Kita putus. Jika kamu memiliki banyak alasan untuk putus, aku cuma ada satu. Itu karena kamu hanyalah seorang pecundang!" seru Aisyah.

Ammar tak bisa terima atas ucapan wanita itu. Dia mengepalkan tangannya menahan emosi. Wajahnya memerah dengan rahang mengeras. Aisyah yang melihat itu hanya tersenyum miring.

"Kenapa? Tak terima dikatakan pecundang?" tanya Aisyah. Dia sudah tak takut lagi mengatakan semuanya. Dulu dia akan mencoba menahan ucapannya agar pria itu tak sakit hati. Sekarang dia tak mau lagi. Bukankah hubungan mereka telah berakhir.

"Aku harap kamu tak membuat sesuatu yang akan merusak nama baikku, dan juga karirku," ucap Ammar.

"Menyebut namamu saja, aku tak akan mau. Jadi jangan takut, aku juga masih punya harga diri. Jika aku menjelekan kamu, itu sama saja aku memercik air di dulang. Aku juga akan basah. Kita lupakan semua. Anggap saja kita tak pernah kenal. Mengenalmu, dekat denganmu, hingga mencintaimu, adalah kesalahan terbesar dalam hidupku. Semoga kita tak akan pernah bertemu dalam keadaan apa pun," ucap Aisyah.

Aisyah berdiri dari duduknya. Dia merasa sudah tak ada lagi yang perlu dibicarakan. Semua telah berakhir.

Lain halnya dengan Ammar. Dia merasa sakit hati saat Aisyah mengatakan jika mencintai dirinya adalah kesalahan terbesar.

Aisyah melangkah pergi. Baru beberapa langkah dia kembali ke meja itu lagi. Ammar tersenyum. Dia pikir, Aisyah akan menangis memohon padanya.

"Aku lupa, tolong kembalikan uangku yang lima puluh juta. Uang lainnya, yang pernah kau pinjam, aku anggap sedekah saja. Nomor rekeningku masih sama. Kau bisa kirim ke sana. Aku tunggu!' seru Aisyah.

Setelah mengatakan itu, dia kembali melangkahkan kakinya. Dia tak mau menoleh kebelakang lagi. Biarlah semua tinggal kenangan. Walau pasti tak akan mudah baginya, tapi dia harus berusaha.

Bab 3. Bertemu dengan Orang Tua Ammar

Aisyah berjalan keluar dari kafe itu dengan tergesa. Tak mau lagi berhubungan dengan pria itu. Rasa sakit hatinya begitu dalam. Dia berjalan sambil menunduk, menahan air mata agar tak tumpah.

Ammar yang tak terima dengan keputusan Aisyah yang meminta kembali uangnya, lalu mengejar wanita itu. Dia ingin meminta penjelasan lebih lanjut.

Tangan Aisyah di tahan oleh Ammar. Dia tak membiarkan wanita itu pergi lebih jauh. Membawanya menuju halaman parkir.

"Aisyah, apa maksudmu kalau aku harus mengembalikan uang lima puluh juta itu?" tanya Ammar.

"Aku rasa kau tak terlalu bodoh untuk memahami omonganku!" seru Aisyah.

Gadis itu memandangi Ammar dengan tatapan tajam. Rasa ingin menelannya hidup-hidup.

Aisyah menarik tangannya dari genggaman Ammar. "Aku ingin uang itu kembali, Tuan Ammar. Mulai detik ini aku dan kau tak memiliki hubungan apa pun lagi," kata Aisyah dengan suara yang tegas.

Ammar memandang Aisyah dengan tatapan yang penuh keheranan. "Apa yang terjadi denganmu, Aisyah? Aku tidak mengerti. Kau berubah. Selama ini kau tak pernah menyinggung mengenai uang. Aku tau kau marah karena aku putuskan, tapi aku tak mengira kau akan begini," kata Ammar dengan suara yang lembut agar Aisyah merasa bersalah dan tak lagi menagih uang tersebut.

"Apa ...? Aku atau kau yang telah berubah. Lagi pula, aku hanya minta uangku kembali," ucap Aisyah.

Ammar kembali tampak menarik rambutnya. Sepertinya sudah sangat frustasi.

"Aisyah, aku tak bisa mengembalikan itu. Gajiku tak cukup," ucap Ammar, akhirnya mengakui jika tak memiliki uang.

"Kalau begitu, jual mobil itu. Kau bisa langsung kembalikan uang ku!" seru Aisyah, tak juga kunjung berubah pikiran.

"Beri aku waktu. Aku pasti akan mengembalikan uangmu itu," ujar Ammar memohon. "Tapi, aku tak bisa jual mobil itu."

"Kenapa mobil itu harus di jual?" tanya Ibu Rida, ibunya Ammar. Entah sejak kapan wanita itu ada di antara mereka.

Ibu Rida memandang Aisyah dengan mata yang penuh penasaran. "Ya, kenapa mobil itu harus dijual?" tanya Ibu Rida lagi.

Aisyah memandang Ibu Rida dengan mata yang tajam. "Karena uang itu milikku, dan aku ingin mendapatkannya kembali," kata Aisyah dengan suara yang tegas.

Ibu Rida memandang Ammar dengan tatapan penuh tanda tanya. "Ammar, apa yang terjadi? Mengapa ada uang yang harus dikembalikan?" tanya Ibu Rida.

Ammar tak berani memandangi ibunya. Dia menunduk. "Aku... aku meminjam uang dari Aisyah, Ibu," kata Ammar dengan suara yang lembut.

Ibu Rida lalu memandang Aisyah. "Berapa jumlah uang yang dipinjam, Ammar?" tanya Ibu Rida.

"Lima puluh juta, Bu. Dan aku ingin mendapatkannya kembali," kata Aisyah dengan suara yang tegas.

Ibu Rida tampak marah. Wajahnya memerah mendengar penuturan Aisyah. Rasanya tak percaya jika anaknya meminjam uang sebanyak itu. Dia memang mendengar jika gadis itu cukup banyak memiliki harta peninggalan orang tuanya.

"Jadi ini caramu mengikat putraku selama ini. Kau beri dia pinjaman agar dia mau bertahan denganmu. Ingat, Aisyah. Sampai kapan pun, kau tak pantas untuk anakku. Dia hanya cocok bersanding dengan seorang dokter. Aku akan mengembalikan uangmu. Setelah itu kau jangan pernah lagi menghubungi putraku!" seru Ibu Rida dengan nada yang tinggi.

Aisyah tertawa mendengar ucapan ibunya Ammar. Dia tidak terlihat takut sedikitpun. Bukannya dia tak sopan jika bersikap begini.

"Maaf, Bu. Selama ini aku bertahan dengan putra Ibu, karena aku pikir dia pria yang gentleman. Jika aku tau dia hanya seorang pecundang, tak akan aku mau dengannya apa lagi memberikan uang padanya," ucap Aisyah.

Bu Rida tak terima dengan ucapan Aisyah. Tangannya lalu terangkat dan menampar wajah Aisyah dengan cukup keras. Hingga keluar darah segar dari sudut bibirnya.

Aisyah mengelap darah itu dengan kasar. Dia mengabaikan rasa sakit di bibirnya. Sakit hati yang dia rasakan jauh lebih besar.

"Kesialan Ammar adalah kenalan denganmu. Sehingga harus begini jadinya. Aku akan kirim segera uangmu. Tapi, kau harus janji, jangan pernah dekati putraku lagi. Dia telah memiliki calon istri seorang dokter!" seru Bu Rida.

Aisyah kembali tersenyum simpul mendengar ucapan ibunya Ammar. Dia jadi semakin mengerti sekarang, jika pria itu memutuskan hubungan karena telah memiliki wanita lain.

"Jangan takut, Bu. Aku akan pergi jauh, hingga bayanganku saja tak akan pernah tampak lagi. Sejak saat ini akan ku pastikan jika kabarku tak akan pernah didengar lagi," jawab Aisyah.

Ammar yang berdiri di belakang ibunya tak bisa mengatakan apa pun. Dia malu. Selama ini mengaku pada kedua orang tuanya jika mobil itu di beli dari hasil kerjanya.

Ibu Rida lalu meminta nomor rekening Aisyah. Dia langsung mentransfer uang yang diminta. Namun, wajahnya tak bisa dibohongi. Wanita itu tampak sangat marah dan kecewa dengan sang putra.

"Uangmu telah ditransfer. Aku mau kau tepati janjimu. Jangan pernah temui putraku lagi," ucap Ibu Rida. Dia menunjukan buktinya ke Aisyah.

"Terima kasih. Jangan takut, Bu. Aku tak akan pernah muncul lagi. Aku justru berharap jika kami tak akan pernah bertemu lagi, selamanya."

Aisyah lalu memandangi Ammar yang hanya tertunduk. Dia mendekati pria itu.

"Ammar, kalau kehidupan selanjutnya itu benar-benar ada, mari jangan bertemu dalam kesempatan apa pun. Dan hiduplah dengan sangat baik tanpa pernah mengenalku. Bahkan jika semesta mempertemukan kita lagi tanpa sengaja, marilah mencoba untuk tidak saling kenal," ucap Aisyah.

Aisyah menarik napas dalam. Dia mencoba menahan air mata yang telah mendesak ingin keluar.

"Ammar, ada banyak cara pria menipu wanita. Tapi cara paling kotor adalah dengan pura-pura mencintainya. Kualitas seseorang itu bukan dinilai dari jabatan atau materi, tapi dari prilaku mereka mempertanggung jawabkan perbuatannya."

Aisyah mengatakan itu agar pria itu sadar dengan perbuatannya yang telah merenggut kesuciannya tapi lari dari tanggungjawab.

Setalah mengucapkan itu, tanpa menunggu jawaban dari Ammar, atau ibunya, Aisyah langsung melangkah menjauh. Dia sudah tak Sudi berhadapan dengan kedua orang itu.

Aisyah langsung masuk ke dalam taksi yang ada di sana. Dia meminta supir untuk segera menjalankan mobilnya. Akhirnya tangis Aisyah pecah. Dari tadi dia telah mencoba menahannya.

"Duhai hati, kamu baik-baik saja'kan? Tidak seharusnya aku pertanyakan itu. Menangis saja. Tak apa menangislah. Kadang tak baik menahan emosi yang seharusnya dikeluarkan. Namun, jika bisa jangan sampai ada yang tahu kamu menangis. Mungkin Tuhan sengaja memisahkan kamu dengannya agar kamu tidak terluka terlalu dalam. Cobalah berprasangka baik atas apa yang terjadi. InsyaAllah akan manis meskipun tak bersama dia yang kamu idamkan selama ini. Barangkali di bagian bumi sana ada seseorang yang mendoakan kamu meskipun tak tahu namamu," gumam Aisyah dalam hatinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!