NovelToon NovelToon

DOKTER GALAK!

chapter 1

London, 16 agustus

Nadin Ramadani adalah seorang remaja yang baru lulus satu tahun yang lalu dari sekolah menengah keatas. Ia melepaskan seragam putih abu dengan sangat gembira, karena ia sendiri tahu. Bahwa jika dia sudah lulus, berarti keinginan nya untuk segera menikah dengan dokter tampan itu akan semakin besar.

Namun ternyata ia salah. Selama satu tahun penuh ia mengejar dokter itu, dan hasilnya masih sama. Dokter itu masih bersikap dingin dan acuh kepadanya. Tapi ia yakin, bahwa dibalik sikap dingin dokter itu menyimpan rasa peduli kepadanya. Yang dari keluarga pun Nadin belum pernah merasakan nya.

Sejak kecil ia menjadi anak yang tersisih dari keluarganya. Nadin tidak tau mengapa keluarganya seperti sangat membenci dirinya. Ia terlahir menjadi anak yang tidak diinginkan. namun semua itu nadin tidak ingin pikirkan. Karena sekarang, satu satu nya orang yang membuat Nadin tetap kuat adalah penyembuhan mamanya yang sedang terbaring lemah di atas kasur rumah sakit.

Nadin tidak tahu, kapan penderitaan nya akan berakhir. Namun karena suatu kejadian yang terjadi. Secercah kebahagiaan seperti hinggap dalam hati Nadin. Ketika pria dengan setelan jas putih nya berjalan tegap di hadapan nadin yang saat itu sedang mengitari pandangan nya guna mengusir rasa kebosanan.

“Itu- dia dokter yang bakal ngerawat mama?”

Tanya Nadin dalam hatinya. Ia membuka ponsel nya cepat lalu memilih ikon galeri. Dan benar saja, foto yang ia lihat sangat mirip dengan orang yang ada di hadapan nya saat ini. eh?

Dihadapan nya saat ini. Oh my god. tidak ada angin tidak ada hujan mengapa tiba tiba orangnya ada didepan. Nadin mengerjapkan matanya terperangah. Wangi parfum maskulin menusuk indra penciumannya. Jika Nadin punya keberanian, sudah dapat dipastikan bahwa tubuhnya ingin sekali berada didalam dekapan pria itu.

“Dengan Nadin Ramadhani?”

Nadin mengangguk cepat seperti orang idiot. Oh tolonglah, jika kalian berada di posisi Nadin pasti akan melakukan hal yang sama. Tangan Nadin menjadi kelu seketika saat pria didepannya mengulurkan tangan nya.

“Saya Dokter Andrian yang akan merawat kesehatan ibu anda untuk kedepannya.” ujar Andrian sedikit tersenyum formal. Alisnya terangkat saat melihat Nadin masih tidak bergeming dari tempatnya.

“O-oh iya dok. Saya Nadin anaknya mama.. Hehe.”

Nadin! Bodoh bodoh bodoh! Ia mengeluarkan suara yang seharusnya tidak ia tunjukan. Anak nya mama' apa-apaan itu. Tidak bisakah mulutnya menjawab dengan formal.

“Ah.” desah Nadin kecewa. Saat tangan nya terlambat membalas uluran tangan Andrian yang sekarang sudah beralih dengan memegang bolpoin lalu bergerak lincah seperti sedang menandatangani sebuah dokumen yang dipegang oleh staff rumah sakit yang baru datang itu.

“Tolong tanda tangani formulir ini nyonya.” dengan cekatan jemari Nadin bergerak dan menyelesaikannya. namun dia harus menelan kecewa lagi ketika dokter itu sudah pergi tanpa pamit padanya. Oh ayolah Nadin, kamu bukan siapa-siapa baginya.

Nadin pastikan, hari itu adalah hari bersejarah baginya. Ketika untuk pertama kalinya ia kagum pada seseorang. Anggap saja Nadin hiperbola, karena kenyataan nya memang begitu. Itu adalah hari bersejarah baginya, dan akan selalu menjadi kenangan yang berputar didalam otak cantiknya.

Nadin sedang menunggu dengan hati yang berbunga bunga untuk menjemput calon anak nya. Yups! Anggap saja Nadin terlalu percaya diri, padahal lampu hijau samasekali belum menyala. Tapi dengan cara ia mendekatkan hatinya kepada sang buah hati Andrian bukanlah ide yang buruk. Lagipula anak itu sangat menggemaskan. Diluar hubungannya dengan Andrian yang belum berubah.

Nadin dengan segenap hati ingin memberikan rasa kasih sayang untuk Azka. Nadin yakin, jika kasih sayang seorang ayah saja belum cukup. Karena Nadin sendiri merasa kesepian di masa masa ia tumbuh kembang dulu.

“Ontyyyy Nadinn.”

Nadin terserentak mendengar seru panggilan cempreng khas anak anak memanggilnya. Tangannya ia rentangkan selebar mungkin saat Azka menghampiri nya sambil berlari kecil. Hap. Nadin dekap tubuh mungil didepannya, yang baru saja memasuki umur lima tahun dan sedang menuntut ilmu di taman kanak kanak.

“Azkaa.” panggil Nadin merenggangkan pelukan mereka guna melihat wajah manis Azka. Ia kecup kedua pipi gembul Azka yang sedang tersenyum dengan menunjukkan gigi-gigi susu nya.

“Onty jemput Azka lagii?” tanya Azka dengan wajah polosnya yang sangat cantik. Nadin mengangguk semangat dan segera bangun untuk berdiri lalu menggendong Azka.

“Iya sayang, Azka lapar ga? mau makan sama onty?” tanya Nadin menatap Azka gemas. Kepala kecil itu mengangguk semangat dan melingkarkan kedua tangan mungil nya di leher Nadin.

“Mau onty! Mam nya bareng papa!” balas Azka semangat. Nadin meringis mendengar Azka mengingatkannya pada Andrian yang baru sejam yang lalu memarahi nya karena hampir lupa untuk menjemput Azka.

Sekelebat bayangan percakapan di telfon mengingatkan nadin pada suara andrian yang berseru padanya. Nadin meringis ketika bayangan wajah marah Andrian muncul di depannya. Andrian, Andrian, Andrian dan selalu Andrian. Nadin tidak pernah sama sekali melewatkan hal hal yang berbau tentang dirinya dan Andrian.

"Nadin? kamu sudah sampai di sekolah Azka?" tanya Andrian di sebrang sana. Nadin membulatkan matanya, sekarang pukul sepuluh pagi. Dan ia baru bangun dari tidur nyenyaknya.

"Hah?" jawab Nadin dengan suara khas bangun tidur. Andrian yang disebrang sana memijit pangkal hidungnya lelah.

"Kamu bilang tadi malam akan menjemput Azka besok nadin! setengah jam lagi saya ada operasi pasien. kamu tidak lupa akan hal itu kan?!" seru Andrian membuat Nadin menegakkan tubuhnya.

"Ah? iya iya pak- Nadin udah siap siap kok, nadin on the way ke sekolah Azka ya pak! dadah !"

Buru-buru Nadin langsung mematikan telfonnya. Sebenarnya ia sangat suka mendengar suara Andrian, sekalipun jika sedang marah. Namun jika mengingat Azka, nadin tidak ingin main main dan segera bersiap siap untuk menjemput nya.

“Ontyyy, kok bengong sih.” Nadin membuka mulutnya kaget. Seperkian detik berikutnya ia segera tersenyum kembali dan menormalkan ekspresi nya. “Makannya sama papa ya onty.”

“Engga sayang, papa masih ada kerjaan. Makan bareng onty aja yaa.” bujuk Nadin lembut. Tangannya membuka pintu mobil yang sudah di pesan nya tadi dalam aplikasi online. Ia duduk di jok mobil bagian belakang bersama Azka yang ada dalam gendongannya.

“Selamat siang bu.” sapa pengemudi di jok depan yang nadin tebak sudah berumur kepala empat.

“Siang juga pak, sesuai aplikasi ya.” balas Nadin terkekeh seperti sudah tau akan ucapan yang bapak itu ingin lontarkan.

“Baik bu.” jawab bapak itu tidak banyak bicara.

Nadin mengusap lembut punggung azka yang ada dalam dekapannya. dapat nadin lihat, gurat kelelahan dari wajah sayu Azka. Tangannya ia tepuk tepuk an pelan guna mengantarkan Azka yang sedang mengantuk ke alam bawah sadar.

Nadin tidak ingin munafik, ia memang mendekati Azka untuk mendapatkan hati papah nya. Namun semakin kesini, Nadin sendiri sudah jatuh hati pada Azka. Rasa sayangnya pada Azka sudah tumbuh dalam hatinya. Dan semakin membuat nadin ingin Azka merasakan kasih sayang seorang ibu.

chapter 2

Perjalanan yang tidak memakan waktu lama itu berhenti di salah satu kedai makan yang terletak dipinggiran kota.

Tempatnya bernuansa hijau yang memberi kesan asri pada penampilannya. Nadin menggendong Azka yang masih larut dalam tidurnya. Ia memilih tempat di dalam kedai daripada di luar, guna menghindari polusi udara yang tidak sehat untuk anak-anak.

“Permisi nyonya, selamat datang di kedai bahagia”

Salam staff toko dengan senyuman lebar. Nadin sedikit terkekeh lucu saat mendengar nama kedai itu. Ia mengangguk kepalanya sopan dan segera duduk di meja berbahan kayu. Masih dalam menggendong Azka. Nadin letak kan tas mini sekolah Azka di tempat duduk sampingnya. Dan tangan nya pun mulai bergerak membuka lembaran demi lembaran menu kedai bahagia.

“Nasi goreng seafood dua, sama juice mangga nya dua ya mbak. Juga air mineral ga dingin nya satu.”- pesan Nadin segera membuat pelayan kedai mencatat menu pilihannya. Nadin mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kedai, ia merasakan sejuk dalam hawa kedai ini.

Cinta kita melukiskan sejarah~

Dering ponsel Nadin bertema lagu cinta sejati terdengar. Nadin segera mengangkat telfon itu dengan semangat, setelah melihat siapa gerangan yang menelfon.

Papah Ian is calling

“Nadin, sedang dimana kamu?”- tanya Andrian tanpa babibu di sebrang sana.

“Lagi makan sebentar sama Azka pah”- jawab Nadin senang.

“Ohh, barusan kamu manggil saya apa?”- tanya Andrian lagi yang membuat Nadin terkekeh jail mendengar pertanyaan protes dari dokter ibu nya itu.

“Lagi makan sebentar sama Azka pak”- ulang Nadin menahan senyum nya. Andrian yang mendengar panggilan berbeda dari Nadin hanya menghembuskan nafas sabar.

“Coba, saya mau lihat wajah Azka”- pinta andrian membuat nadin membulatkan bibirnya refleks. Andrian yang tidak mendengar sahutan dari Nadin pun, tanpa izin meminta panggilan untuk di alihkan pada panggilan vidio.

«mengalihkan» Nadin menggeser tombol untuk menerima panggilan vidio. dan terpampanglah wajah Andrian yang sedikit terkejut melihat pemandangan didepannya.

“Azka tidur?”- tanya Andrian yang tidak dibalas oleh Nadin. Ia sibuk memandangi wajah segar Andrian. Apalagi Andrian sedang mengenakkan pakaian Dokter nya. semakin meninggalkan kesan tampan pada dirinya.

“Din?”- panggil Andrian tidak mendengar sautan dari Nadin.

“Eh i-iya , tadi Azka langsung tidur abis pulang sekolah.”- jelas Nadin sedikit gugup. Matanya membulat saat melihat sesuatu yang belum pernah di tunjukkan Andrian sebelumnya kepadanya. “Dokter senyum?”

“Kalau iya, kenapa?”- jawab Andrian membuat Nadin terkekeh senang karena ada sedikit kemajuan dalam gaya bicara Andrian yang tidak se kaku biasanya.

“Gapapa sih dok, cuman Nadin nya kesenengan aja. Berasa liat bidadara dari langit ke tujuh”- gurau Nadin dengan gaya nya yang lebay. Andrian yang mendengar hal itu menarik sudut bibirnya, sedikit terhibur akan tingkah bodoh remaja di layar handphone nya.

“Emang kamu pernah lihat bidadara?”- tanya Andrian mengangkat satu alisnya jail. Nadin kelagapan, dan menyegir setelah itu. Menunjukkan deretan gigi putih nya yang tersusun rapih.

“Gapernah sih dok, hehehe”- jawab Nadin diakhiri cengiran nya. Azka yang merasa terusik akan percakapan keduanya menjadi menggulatkan kecil badan nya dalam dekapan nadin. Kepala mungil nya menengok kearah belakang, membuat wajah nya bertatap muka dengan sang papa.

“Papa!”

Pekik Azka girang. Nadin merubah posisi Azka menjadi menghadap Andrian sekarang. Tangannya masih melingkar manis di pinggang kecil Azka. Mulailah percakapan demi percakapan yang dilakukan Azka dan papa nya. Membuat Nadin tersenyum dan sedikit meringis saat Azka mengatakan bahwa nenek nya berniat menjodohkan papanya.

“Papah, besok Azka mau ketemu onty Olin dong”- ujar Azka dengan logat anak kecil nya. Andrian yang mendengar itu langsung mengalihkan pandangan nya ke Nadin yang meringis ngilu.

“Oohh Caroline?”

“Hooh! Onty Olinn”

Nadin mengerucutkan bibirnya kesal. Mendengar percakapan ayah dan anak yang mulai menjurus membahas calon ibu bagi Azka. Ia sedikit sebal saat tidak ada yang membahasnya diantara kedua orang itu. Apalagi sekarang kan sedang membahas calon ibu untuk Azka, tidak bisa kah Nadin masuk kedalam kandidat nya.

Di tengah tengah percakapan itu tiba tiba pelayan datang dengan dengan nampan berisi pesanan nya. Nadin mulai menyendok kan nasi goreng seafood itu ke mulutnya dan juga mulut Azka. Dengan telaten Nadin menyuap kan nasi goreng itu, sambil sesekali merapihkan nasi yang jatuh di sekitar bibir Azka.

“Piih twapi Aka mo nya onty Ain yang jadi mama Aka.”

Yes! Bravo. Nadin menggigit bibir nya menahan senyum nya yang peka terhadap perkataan Azka. Jika ada kasur di sampingnya, mungkin nadin akan loncat-loncat an girang saat mendengarnya.

Andrian yang mendengar hal itu memasang ekspresi yang membuat nadin merenggut kesal. “Dokter kenapa? itu bibir nya biasa aja dong, minta banget di cium ya?!”- ujar Nadin dengan sikap sok manis nya. Azka tertawa sambil menutup mulutnya terkejut. Sedangkan Andrian melotot kan matanya,

“Nadin! ada anak kecil disini.”- balas Andrian tegas langsung membuat nyali nadin menciut. Ia meringis pelan merasa bersalah, dan kembali menyuapi Azka dengan telaten.

Perasaan Andrian menghangat. Dapat ia rasakan, bahwa anak nya sangat nyaman bersama Nadin. Sesekali ia melihat mereka saling bercanda, bertukar cerita. Dari lubuk hatinya yang paling dalam, Andrian ingin anak nya merasakan kasih sayang seorang ibu.

Namun dirinya lah yang belum siap untuk menggantikan posisi mendiang istri terkasihnya. Yang masih ada dalam bayang-bayangnya. Yang membuatnya masih bertahan dalam status duda beranak satu. Dan mengunci rapat rapat keinginan biologis yang sedang meluap luap pada umurnya ke 27 tahun ini.

“Dokter, baterai hp Nadin low. Azka udah selesai makan, habis ini nadin anterin Azka kerumah sakit?”- tanya Nadin selesai menyuapi Azka yang sekarang sedang fokus melihat wajah papahnya dilayar komunikasi.

“Ya Nadin, saya tunggu. ha-”

Nadin mengangkat alisnya menunggu apa yang ingin diucapkan Andrian. Namun baterai nya tidak dapat diajak kompromi. Ia mengerucutkan bibirnya sebal, lalu menggendong Azka dan segera keluar dari kedai bahagia itu.

Sedangkan di sisi lain, Andrian menghembuskan nafas nya berat. baru saja ia ingin mengucapkan kalimat hati hati namun gagal.

“Baiklah, mungkin itu bagus. Untung segera terputus. Jika aku mengatakannya, mungkin bocah ingusan itu akan semakin menyukaiku.” gumam Andrian menggelengkan kepalanya tak percaya dengan apa yang hampir terjadi.

...••••••...

Nadin sekarang sudah berada di lobby rumah sakit. Banyak pandangan yang membuat nya risih sekaligus percaya diri. Tangan nya sekarang sedang menggenggam jemari mungil Azka yang berdiri di sampingnya. Pastinya itu akan membuat dirinya menjadi pusat perhatian staff-staff rumah sakit yang berlalu lalang.

Tanpa terasa, dengan langkah yang menyesuaikan mereka sudah sampai didepan ruangan Andrian. Dengan semangat 45 nadin membuka pintu ruangan tanpa mengetok terlebih dahulu.

“Haa-lo dokter.”- sapaan Nadin yang sempat terputus. Ia lanjutkan seperti tidak melihat hal hal yang mengganggu di hadapannya. Dihadapannya kini sudah terpampang nyata andrian dan seorang perempuan yang nadin yakini adalah teman Andrian. Ia mengangkat alisnya sinis sambil berjalan mendekat.

“Hai Azkaaaa.”- pekik wanita berpakaian minim di hadapannya. Azka yang memang orang nya welcome terhadap orang pun tersenyum manis. Sedangkan Andrian sekarang sibuk menggendong Azka yang sedang berbicara bersama wanita dihadapannya.

Nadin menggigit bibir bawahnya. ia seperti nyamuk pengganggu diantara keluarga bahagia didepannya sekarang. “Yaudah dok saya permisi.”- izin Nadin tersenyum. Ia membalikkan tubuhnya sambil mengepalkan kedua tangannya.

"Pasti ditahan, ayo dong Dok. tahan saya biar ga pergi. Tahan saya dok. Tigaa, duaa, saa-"

“Nadin.”

Yes! Nadin memutar tubuhnya kembali dengan percaya diri. “Ya dok?”- tanya nya berusaha bersikap se anggun mungkin.

“Memakai kedua sepatu yang berbeda apa sekarang sedang trend di usiamu?”

Deg.

Nadin langsung menunduk kearah bawah. Mulutnya terbuka membentuk hurup O dengan sempurna. Wajahnya memerah menahan malu, ia kembali menatap andrian yang terlihat seperti sedang menahan tawa disana. Ia mengalihkan pandangannya dan berhenti di wajah wanita yang sedang memandang nya remeh.

Nadin mengangguk cepat dengan wajah watados nya. Dengan cekatan ia langsung beranjak pergi dengan langkah lebar dari ruangan itu. Matanya tanpa terasa berair karena rasa tak rela,

Tak rela ia dipandang aneh lagi oleh sang dokter Andrian-

"Ihhhh kezel! sebel! sebel banget!!!!"

chapter 3

Nadin menyeret langkah nya untuk ke toilet perempuan. Ia ingin membenahi diri dulu, dan berpikir bagaimana cara menggantikan kedua sepatu dengan brand berbeda yang ia kenakan. Nadin lupa saat ia terburu buru untuk menjemput Azka, hingga mengenakkan kedua sepatu yang berbeda.

Huuhhh, kenapa harus ceroboh lagi. Ia selalu melakukan kesalahan tanpa sengaja dan tanpa ia mau. Memang sih, Nadin terlalu berlebihan dalam menanggapi kejadian yang sedang terjadi sekarang. Tapi perkataan dokter Andrian membuat nya salah fokus.

“Memakai kedua sepatu yang berbeda apa sekarang sedang trend di usiamu?”

Di usiamu? Uhhh Nadin kembali mendengar suara itu. Terngiang-ngiang lontaran kalimat Andrian di telinganya. Nadin yakin, bahwa dokter itu kembali menegaskan perbedaan jarak umur diantara mereka. Walaupun memang umur dokter itu sembilan tahun diatas nya. Tapi tetap saja, seolah olah Andrian menegaskan bahwa umur mereka seperti tertaut sembilan puluh tahun. Bukan sembilan tahun.

“Terus sekarang gimana dongg.”- rengek Nadin memukul kepalanya berulang kali. “Ayo dong otak cepet mikir.” gerutu Nadin kehabisan ide. Kakinya mondar-mandir tanpa arah dan berhenti saat nadin menatap wajah nya yang terpantul pada kaca dihadapannya.

Dahi nya menyeringit melihat tampilan nya sekarang. Kaos oblong biru dongker dengan lebel NASA pada bagian dada nya. Lalu turun hingga ke paha nya. Ia mengenakkan jeans hitam yang sedikit longgar. lalu turun lagi ke kaki nya, uh. Nadin tidak ingin melihat sepatu yang ia kenakan.

“Cuman sepatu doang yang beda. Yang lainnya perfect-perfect aja tuh.” ujar Nadin pada diri nya sendiri. Tangannya menyisir rambut hitam pekat bergelombang miliknya agar terletak pada mode menyamping. Memperlihatkan leher putih mulus miliknya, yang mengenakkan kalung silver berliontin huruf N.

“Udah ah PD aja. lagian orang-orang gabakal fokus ke aku juga.” gumam Nadin mulai tenang dengan pikirannya. Ia merapihkan diri, lalu melangkah keluar dari toilet sepi itu. Tujuannya sekarang adalah untuk menjenguk ibu nya.

Nadin melangkah tanpa bingung. Karena memang semenjak ia masih sekolah hingga lulus, Nadin terbiasa datang ke tempat ini. Kabar terakhir yang Nadin tahu, lusa kemarin. Bahwa kesehatan ibu nya membaik dibanding hari hari sebelumnya. Nadin bersyukur akan hal itu.

Seperti biasa, lorong rumah sakit itu hanya dilewati pengunjung dan perawat-perawat seperti biasa. Hmm, maksud Nadin adalah tidak ada tanda tanda kerabat dekatnya berkunjung kesana. Nadin membuka kenop pintu ruangan vip itu, lalu menutup nya kembali dengan pelan. Bibirnya tersenyum melihat sang ibu yang sedang memejamkan matanya.

“Ibu, tidur lagi? ”- tanya Nadin saat sudah berdiri di sisi ranjang sang ibu. Tangannya menarik kursi, lalu ia menghempaskan bokong nya pada kursi itu. Nadin menaruh dagu nya di atas tangan nya yang terlipat di pinggiran kasur sang ibu.

“Kenapa setiap Nadin dateng ibu tidur mulu sih, ibu lagi menghindar dari nadin ya? ” tanya Nadin lagi dengan wajah polos nya. Terlihat gelengan dari sang ibu, namun masih tetap memejamkan matanya. “Ihh, ibu lagi ga tidur juga.”

Wanita itu tersenyum. Matanya yang terpejam mulai terbuka, lalu memandang penuh kasih sayang pada sang anak. “Ibu gamau ya, kalau kamu kesini dengan tangan kosong. ” ujar sang ibu terkesan ambigu, membuat Nadin mengerucutkan bibirnya.

“Nadin belum kerja Ibuu, nanti deh kalo nadin udah kerja. Pasti nadin bawain banyak barang. ” jawab Nadin dengan gaya nya. Sang ibu yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya maklum.

“Maksud ibu bukan itu Nadin.”- jelas sang ibu memincingkan matanya. Nadin mengangkat kedua alisnya tanda bertanya.

“Terus maksudnya apa?”

“Kapan kamu bawa pacar kesini jenguk ibu. ”- jawab ibu Nadin gemas. Matanya dapat melihat kekagetan dari raut wajah anak nya. Ia menghembuskan nafasnya sabar, mencoba memahami pola pikir anaknya diusia nya yang menginjak dewasa.

“Iihhh ibu ngomong apasih. Nadin mana punya pacar. ”- balas Nadin risih. Bibirnya maju lima senti yang langsung saja dicubit sang ibu. “Aw! sakit bu!”- protes Nadin dengan muka kusut.

“Jangan kebiasaan manyunin bibir kamu Nadin!” gertaknya membuat Nadin mengembungkan kedua pipi nya malas. “Umur kamu udah matang untuk punya pacar nadin.”

“Umur Nadin tuh baru delapan belas ibu. delapan belas.” tekan Nadin menegaskan pada sang ibu.

“Ibu umur segitu udah menikah ya nadin!”- sunggut ibu nya kesal. Nadin menegakkan posisi duduknya. Lalu beralih mengalihkan pandangannya dari sang ibu.

“Itu kan jaman bahala bu! ” balas Nadin tak mau kalah. “Sekarang Nadin mau kejar cita-cita Nadin dulu.” lanjut Nadin sedikit gugup.

“Emang kamu punya cita-cita apa hah?” tanya sang ibu congak. “Setiap hari kerjaan kamu cuman mondar-mandir rumah sakit doang kok. Emang kamu pikir ibu gatau? kamu suka sama Dokter Andrian kan!!”

“H-hahh?” Nadin mengerjapkan matanya polos. Ia menggigit bibirnya takut, kecemasan melanda hatinya sekarang. Kepalanya tertunduk dalam. Pelan namun pasti, Nadin mengangguk.

“Astaga Nadin!! jangan jatuh cinta sama orang yang salah nakk.” sunggut ibunya kecewa.

“Dokter Andrian itu baik bu! gaada yang salah dari Dokter Andrian..”

“Dokter Andrian memang gasalah. Tapi kamu yang salah! ” bentak sang ibu membuat Nadin terserentak kaget. Kepalanya masih tertunduk, untuk menatap sang ibu saja nadin tidak berani. “Kamu tuh harus sadar Nadin, sekarang kita ini berbeda. Kita cuman orang yang bergantung pada keluarga bapak kamu Nadin! kalau kamu melakukan sedikit kesalahan saja kamu sudah pasti ditendang dari rumah!! ”

“T-tapi Nadin punya pilihan Nadin sendiri bu. ” jawab Nadin pelan yang masih bisa di dengar oleh sang ibu.

“Pilihan kamu salah Nadin... Kamu harus tahu posisi kita sekarang. Kakak kamu Sinta menyukai Dokter Andrian Nadin! Besok bapak mu itu akan datang untuk memperkenalkan Sinta pada keluarga Dokter Andrian. Kalau sampai bapak mu tau kamu suka sama Dokter Andrian, kamu akan ada dalam bahaya Nadin!!”

Bentak sang ibu sesekali membuat Nadin terperanjat ngeri. Ia semakin kuat menggigit bibir bawahnya menahan isakan yang akan keluar. “I-iya bu. Nadin paham.” jawab Nadin menganggukkan kepalanya lemah.

“Ibu udah makan?” tanya Nadin mencoba mengalihkan suasana. Seburuk apapun perasaan nya sekarang, ia harus tetap menjaga emosi sang ibu agar tetap stabil.

“Belum, masih ada bubur rumah sakit tadi ibu belum makan.” jawab sang ibu menatap lurus arah pandangnya.

“Biar nadin cari makanan yang baru ya bu, ibu tunggu aja disini.”- pinta Nadin yang diangguki oleh sang ibu. Nadin bangkit dari duduknya, lalu segera beranjak pergi tanpa menoleh kearah sang ibu.

Setelah hilangnya Nadin dari mata sang ibu. Ia tersenyum miris mendapati anak nya yang lagi lagi harus mengalah. Ia yakin, bahwa ada banyak hal yang Nadin lewati dengan banyak duka. Ia sedikit kecewa mendapati penyakit jantung yang di derita nya sejak Nadin duduk di sekolah menengah pertama membuat dirinya menjadi tidak bebas berkomunikasi dengan Nadin.

Ia sendiri tidak tahu, bagaimana anaknya bisa menyukai Dokter Andrian. Dokter yang satu tahun ini telah merawat dirinya. Andrian memang baik, sopan dalam tutur kata dan juga perilaku. Mudah saja membuat orang orang jatuh hati padanya. Tapi ia sedikit tidak rela, jika anak nya harus jatuh pada pesona Dokter itu. karena ia yakin, bahwa cinta anaknya tidak akan pernah terbalas. apalagi di restui oleh sang Bapak.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!