Selamat Membaca.Ini Karya pertamaku semoga suka. 🙏😍
Tepat pukul 07.00 pagi bel berbunyi menandakan jam pelajaran dimulai.Pagi itu ruang kelas III Anggrek Sekolah Dasar yang menjadi kelas Karin didatangi seorang anak laki-laki yang melangkah malu-malu,berjalan memasuki ruangan kelas.Memberi salam kepada penghuninya yang hanya dijawab oleh sang guru.
Semua mata tertuju kepada wajah polos yang tertunduk malu memperlihatkan rona merah di sana.Sejenak ia bergerak maju melaporkan diri kepada guru les.Sesaat kemudian sang gurupun mempersilahkannya untuk memperkenalkan diri di depan kelas.
"Perkenalkan nama saya Diego Hedy Dzul Fahmi.Panggil saja Diego.Saya berasal dari Pantai Barat negeri ini.Sekarang saya tinggal di Kompleks Kapayan Rice."
Seketika suasana kelas menjadi riuh.Entah apa yang dibahas. Yang jelas ada suara ejekan disertai tawa cekikikan dari beberapa orang anak nakal di sudut kelas sana.Di antaranya ada Danish tetangga Karin.Membuat anak baru itu seketika gugup!
Diego dipersilahkan duduk semeja dengan Danish si anak nakal itu.Dengan senyum menyeringai Danish melirik sinis ke arah Diego.Tangannya mengepal sempurna.Diego cemberut.Melihat pemandangan demikian,Karin yang duduk di samping berlawanan dengan Danish memberi peringatan kecil kepada tetangganya itu.
"Jangan ganggu dia!"wajah Karin ditekuk.
"Baik tuan Puteri,"balas Danish iseng.
••
Dentang bell berbunyi menandakan jam pelajaran usai.Satu per satu siswa berbaris keluar kelas.Masing-masing pulang dengan cara sendiri.Ada yang berjalan menelusuri gang,ada yang dijemput supir pribadi,bahkan ada yang menaiki bus khusus anak sekolah.Suasana lengang.Terik matahari seakan membakar tubuh.
Diego berlari kencang menelusuri ujung gang sekolah dengan nafas tersengal- sengal.Terlihat dari belakang empat orang anak sebayanya ikut berlari.Rupanya anak-anak nakal itu berhasil merampas tas milik Diego dan dijadikan sasaran empuk bulan-bulanan.Ada sosok yang Diego kenal di sana yaitu Danish teman semejanya.Dengan tampang sumringah keempat orang itu memaksa Diego agar pulang tanpa membawa tas miliknya.
"Pulanglah sana! Tas dan buku - bukumu kami tawan."
Diego yang ketakutan hanya bisa pasrah beranjak menuju depan gerbang dengan tangan kosong.Untuk melaporkan perbuatan anak-anak nakal kepada penjaga gerbang sekolah,Diego merasa kurang berani mengingat dirinya orang baru.
Diego menghempaskan duduknya sembarangan tempat dengan kasar.Tatapan matanya liar mencari-cari jalan pulang namun sialnya ia tidak tahu arah jalan pulang yang seharusnya.Apalagi ini hari pertama ia berada di tempat yang sungguh menyebalkan ini. Danish dan kawan-kawan terlihat berjalan mendekati Diego. Melihat mereka Diego bangkit menghindar.Tiba-tiba ada sentakan keras suara dari dalam gerbang.Sangat keras namun imut kedengarannya.
"Woii! pembuli! Kembalikan tas itu!" ketus,suara yang ternyata adalah milik Karin.
Danish sekawan termasuk Diego sendiri terkesiap menatap Karin yang kian mendekat.Melangkah cepat dengan sinis mengepalkan tinju mungilnya siap dilayangkan ke wajah Danish.
"Cepatlah!Kembalikan tasnya atau aku pastikan kau menikmati bogem mentah saat ini juga,"ancam Karin dengan nada meninggi.Namum tetap saja imut dan lucu.
Danish tahu betul akan kharakter Karin yang tidak pernah main-main dengan ucapannya sontak melepaskan tas milik Diego begitu saja.Mengisyaratkan kepada teman-temanya agar segera beranjak dari sana.
"Kabuurrr!"
"Awas kalau masih saja mengganggu sahabatku,"tegas Karin bernada ketus.
Teriakannya membuat Danish sekawan lari terbirit-birit.Gadis mungil itu kemudian tertawa terpingkal-pingkal sambil memandang tinjunya sendiri.Raut wajah lucunya tergambar jelas akan sesuatu yang tidak disangka-sangka.Sejenak iapun berbalik memandang Diego yang masih dikungkung keraguan,terlihat sedang memungut tas miliknya.
"Terima kasih kawan.Kau baik sekali."ujar Diego mengulurkan tangan bersahabat membentuk jabatan tangan.Karin memandang Diego dengan tatapan sinis.Seringai tipis menyertai bibir cherry miliknya itu.Ia malah memilih bersedekap ria tanpa mempedulikan uluran tangan Diego yang sama-sama mungil. Keduanya sama-sama menggemaskan.
Karin membuang pandangan ke sisi lain,"Hai sahabat.Namaku Karin Dhiyana Haikal Jolly.Panggil aku Karin.Kau Diego kan.Anak baru di kelasku.Jadi kau menurutlah denganku."sewot gadis kecil itu jutek menggemaskan.
Diego tertunduk pucat.Kepalanya diangguk lemah.Entah sial apa yang tega membawanya kemari untuk melewati hari ini.Ingin rasanya ia mengumpat habis, meratap nasibnya yang selalu sial.
Mungkinkah penyebab kesialannya itu tidak lain lantaran efek daripada orangtuanya yang sering berpindah kota membuatnya juga harus berpindah sekolah sesuai dengan kehendak orangtuanya,ataukah memang pada dasarnya Diego yang tidak siap menerima takdirnya.Diego lelah.Ia benar-benar pasrah akan jalan hidup yang ia sendiri tidak menginginkannya.
Wajah gemas Karin berbalik melotot tajam.Diego tidak berani menatapnya.
"Aku rasa kau sebagai anak laki-laki sudah seharusnya tugasmu menjaga mama dan papamu."ujar Karin sedikit mereda.
Namun belum dengan senyum sinisnya. Diego paham akan sindiran itu namun mulut mungilnya tidak bisa membela.Hati kecilnya tidak bisa membantah akan ketidakberdayaannya sendiri.Ia benci akan dirinya yang lemah.
"Rumah kita searah.Ayo,ikutlah denganku. Apa kau masih mau menunggu supirmu di sini?"sela Karin mengajaknya pulang bersama.
Diego bungkam.Hatinya dilanda keraguan. Bagaimana mungkin ia berani mengikuti anak kecil seusianya yang ia sendiri belum mengenalnya dengan jelas.Bagaimana jika terjadi sesuatu ketika mereka di tengah jalan?Lalu siapa yang bakal menyelamatkan siapa di antara mereka? Namun dirinya tidak bisa mengelak.Ia tidak ingin berlama-lama di tempat ini.Tempat yang menurutnya terkutuk.
"Cepatlah!Jangan terlalu bergantung pada supirmu itu.Dan aku juga tidak mungkin melepaskanmu di tengah jalan."ketus Karin seolah memahami keraguan hati Diego.
Tangannya menarik lengan bocah lelaki itu sambil melangkah terlebih dahulu.Ia memposisikan dirinya sebagai kompas. Sontak ia pun mengubah posisi tangannya bergelayut ria di bahu Diego dan mengajaknya berjalan beriringan.
"Apa kau tahu,kita satu kompleks.Rumah kita berdekatan.Kau bisa bermain ke rumahku jika kau menginginkannya."ujar Karin panjang lebar membuat Diego merasa kali ini bukanlah sabotase.Dia pun mulai berani menatap sahabat barunya itu.
"Benarkah,baiklah aku akan bermain ke rumahmu setiap hari.Aku akan menyuruh mamaku membelikan boneka untukmu sebagai ucapan terima kasihku padamu.Kau telah menolongku wahai sahabat kecilku." balas Diego penuh semangat.
"Sayang sekali aku tidak menyukai bonekamu.Kau beli saja robot dan semua mobil-mobilan biar bisa menemaniku bermain."ucap Karin polos menyebalkan.
Diego cemberut,"Baiklah,kalau kau tidak menginginkannya,biarkan saja.Aku akan memberikanmu sesuatu yang lebih berharga."sahut Diego percaya diri sambil merogoh saku celananya. Mengambil sesuatu dari sana.
"Ambillah!"Diego menyodorkan sesuatu ke arahnya.Karin menatapnya ragu seakan ingin menolak namun dia mengurungkan niatnya.Hati-hati tangan mungil itu menerima pemberian Diego tanpa melihat bentuknya langsung ia masukkan ke dalam saku bajunya.
"Itu pemberian papaku.Kata papa suatu saat akan menjadi milikku dan aku sangat menghargainya."ujar Diego meyakinkan.
"Benarkah,lantas anak se kecil dirimu dan se pe na kut dirimu bisa apa?!"ledek Karin dengan senyuman ditahan.Mata cantik itu mengernyit usil sembari menjulurkan lidah.Sontak berlari meninggalkan Diego yang masih mencernakan ucapan Karin.
"Hey! Kau mengejekku! Aku pasti akan membalasmu,"sergah Diego tidak terima.
Bocah itu mempercepatkan langkah kakinya mengejar Karin yang telah lebih dulu berlari menghindar.
Kedua bocah itu tertawa bebas baku dorong,bermain kejar- kejaran,berlari kecil sembari memeluk angin menelusuri jalan pintas menuju pelataran rumah mereka.
Tingkah mereka yang lucu dan menggemaskan membuat Diego seketika melupakan peristiwa apes yang baru saja menimpa dirinya.Ia punya sahabat baru.Dia tidak perlu takut.Tidak perlu khawatir apalagi bersedih akan nasibnya menjadi anak konglomerat yang hobinya suka berpindah-pindah tempat.Ya mereka adalah manusia nomaden masa kini.
•••
"Mamaaaa....Karin pulang..."
Lenting suara imut Karin menggema di setiap sudut ruangan. Begitu manja menyapa gendang telinga.Menghentikan sementara aktivitas mama Nadine yang sedang sibuk membereskan beberapa buku bacaan milik papa Haikal yang tercecer di meja sudut.
"Eh! anak mama sudah pulang sekolah."
Bocah berusia delapan tahun itu berlari kedalam dekapan sang mama. Menenggelamkan kepalanya di balik dada mama Nadine kemudian mendongakkan kepala menghadiahkan ciuman berkali-kali ke pipi wanita yang melahirkannya itu.
"Lihatlah! Apa yang Karin bawa ma."Karin menyodorkan sebuah pernak-pernik kristal bening kepada mama Nadine.Meneliti dengan saksama souvenir unik berbentuk piramid berlambang TF.Electro Group.
Sang mama menarik senyum misterius. Menatap puteri kecilnya seakan menghujani berbagai macam pertanyaan di sana.
"Itu hadiah spesial dari sahabat baru Karin ma,"ujar Karin penuh semangat seakan memahami maksud tatapan mama Nadine.
"Benarkah,seperti apa sahabat kecilmu itu,sampai ia bisa memberikan anak kesayangan mama kenang-kenangan sebagus ini,"goda mama Nadine tersenyum menatap anaknya.
Karin yang lucu dan banyak akal seakan paham betul dengan usikkan mama Nadine.Tangan mungilnya cepat meraih kacamata sang papa yang terletak di tepi tumpukan buku yang tersusun rapi.Sontak mengenakannya kemudian ia pun bersedekap lalu menaikkan salah satu ujung jari telunjuknya ke atas.
Dengan ekspresi menggemaskan ia meniru gaya bicara salah seorang guru favorit di sekolahnya.
"Dia hebat,sangat hebat! sama seperti tokoh Aang di film Avatar,"balas Karin penuh sarkas tidak mau kalah.Mama Nadine terkekeh manggut-manggut ceria.Menatap gemas puteri kecilnya yang sangat lincah.Tidak heran akan perilaku puteri kecilnya itu.
"Tadi sahabat baruku itu memperkenalkan diri di depan kelas. Namanya Diego. Ternyata dia tetangga kita.Ya Karin ajak pulang jalan kaki saja lewat jalan pintas," jelas Karin tanpa dosa.Mama Nadine berdecak kecil.Menarik napas sejenak.
"Sayang,lain kali jika kau ingin mengajak seseorang pulang bersama, maka lihat dulu keadaannya.Kasihan kalau sampai dia dicari orangtuanya.Apa kau tega melihat orangtuanya khawatir nak?"
"Tidak mama.Diego bilang papa mamanya super sibuk dan supir pribadinya juga datang terlambat.Itulah alasan Karin mengajaknya pulang bersama.Tapi ma, sepertinya dia itu...." kalimatnya terhenti.Gadis kecil itu terlihat berpikir sejenak.Mama Nadine percaya akan penjelasan puteri kecilnya itu.Dia tahu betul akan pribadi anak kecil sepolos Karin mana mungkin pandai berbohong.
"Dia kenapa sayang?tanya mama Nadine hati-hati.
Karin berhambur.Wajahnya menempel ke telinga mama Nadine sembari berbisik lirih,"pe na kut !"mengedipkan sebelah mata kemudian mengangguk dengan pasti, "Sedikit."lanjutnya dipertegas.Sambil mengatup ujung ibu jari dengan jari telunjuk dan kembali tersenyum.Gemas!
"Husyh! jangan berburuk sangka nak.Dosa!"tegur mama Nadine mengingatkan,"Cepat sana ganti baju,bibi Ira akan menemanimu makan siang.Setelah itu mama akan mengantarmu ke kelas privat."
Karin mengiakan permintaan mama Nadine sembari berlari mendekati bibi Ira yang muncul dari arah dapur menyambut gadis kecil itu.
••
Bersambung..........
*****
🤗🤗🤗
Selamat membaca 🙏😍
Persahabatan Karin dan Diego berjalan sangat mulus.Hubungan kedua bocah ini semakin erat hingga beranjak remaja.Ibarat jarum dengan benang yang tidak terpisahkan.Bahkan ikatan emosi di antara keduanya juga semakin terpampang nyata.
Karin tumbuh menjadi remaja yang periang,ramah dan selalu tampil ringkas bersahaja.
Diego yang dahulu pernah disebut oleh Karin sebagai penakut kini tersulap menjadi batang muda yang nyaris sempurna.Ia tumbuh menjadi sosok baik dan juga penyayang.Hampir setengah dari kharisma kepemimpinan seorang Diego mulai mencuat pada dirinya.Ya Diego adalah sosok pengayom.
"Kaaarinn!Siap atau tidak aku datang menjemputmu."Diego meneriaki yel dari luar pintu rumah dengan dua tulunjuk dan ibu jari yang menempel di mulutnya membentuk toa.
"Aku akan selalu siap tepat waktu tuan Diego!"balas Karin tidak mau kalah seraya berlari keluar ke pekarangan rumah.
"Ayo kita berangkat,"ajak Diego seraya mengangkat kelingking dan membiarkan Karin menggandeng kelingkingnya.Berjalan beriringan sembari tertawa riang penub cerita remaja yang menyenangkan.
Dua remaja tanggung itu hidup dalam ikatan persahabatan yang luar biasa di negeri yang luar biasa dengan penataan kota yang rapi bergaya modern dihiasi hutan-hutan alami yang sengaja dirawat menambah permai wilayah Pantai Barat negeri ini membuatnya dijuluki sebagai 'Negeri di Bawah Bayu'.
"Apa kau pernah bermimpi akan bersahabat denganku hingga ke ujung waktu Dy?" tanya Karin suatu ketika.
"Aku bahkan bermimpi lebih dari itu tuan puteri.Apa kau tahu jika persahabatan yang indah itu ketika kita akan terus bersahabat hingga di kehidupan berikutnya,"terang Diego penuh semangat.
Di sini Karin dan Diego tumbuh menjadi remaja yang sehat.Di tingkat Sekolah Menengah Pertama ini mereka masih tetap di satu sekolah.Bahkan juga satu kelas.
Mereka juga bersama-sama dengan Danish yang dahulunya si bocah nakal.Akan tetapi sekarang tidak lagi.Dia malah menjadi sahabat baik Diego.
Berhubung jarak rumah Danish dengan Diego lebih dekat daripada jarak rumahnya dengan Karin.Danish lebih sering bermain ke rumah Diego daripada bermain di rumah Karin.
Dari sanalah akhirnya Danish berubah menjadi orang baik. Kenakalannya waktu itu hanya merupakan bentuk protesnya kepada orangtuanya yang selalu saja sibuk dan tidak pernah menghiraukan dirinya yang menjadi satu-satunya pewaris tunggal keluarganya.
Namun semuanya berubah setelah mamanya memilih untuk meninggalkan pekerjaannya demi anak semata wayangnya..
Diego dan Karin selalu menghabiskan waktu mereka bersama-sama.Sehari tidak bertemu rasanya setahun tidak bersua.Kedua remaja itu terlihat sedang mengisi waktu dengan bermain sport bike di taman Kompleks Kapayan Rice.
"Karin,ayo kejar aku sekali lagi! Kurasa kau tidak akan bisa melakukannya." Seru Diego menantang Karin sambil melajukan sport bike menelusuri tanah lapang.
Entah sudah berapa kali putaran mereka saling berlomba namun Karin tidak bisa menuntaskan tantangan dengan baik.
"Jangan menantangku sobat!" Balas Karin bernada ketus.
Lantas beranjak meninggalkan sepedanya begitu saja.Ia memilih berjalan kaki dan duduk di sekitar taman.Kali ini ia menolak menerima tantangan Diego.Padahal biasanya Karinlah yang paling cerewet menantang sahabatnya itu.
Dalam setiap jenis permainan yang mereka mainkan,Karin selalu saja mengajukan tantangan dengan persyaratan yang jelas menyudutkan Diego.
Mulai dari acara berenang bersama, bermain dadu ular tangga, bermain catur,memberi makan ikan gurami di kolam atau bahkan lomba menangkap sibur-sibur dan mengumpulkan dalam botol kaca.Dan Karin tidak kalah tangguhnya dengan Diego.Ia sering memenangkan tantangan tersebut meskipun lebih banyak kalahnya.
Biasanya Karin tidak perduli jika memang ia yang akan kalah dalam permainan.Apalagi itu hanya permainan biasa antara sahabat.Tapi tidak untuk kali ini.Dua kali putaran Diego lalu menghentikan sport bike miliknya tepat di hadapan Karin yang wajahnya ditekuk mengerucut bagaikan jeruk purut muda yang tidak berair jika diperas.
"Tapi benarkan kau tidak bisa mendahuluiku.Itu artinya permainan sepedamu cukup buruk.Kau bahkan tidak tahu teknik bermainnya kawan."Ejek Diego penuh kemenangan.
Membuat suasana hati kian memanas.Karin mencebik kesal.
Diego mengambil posisi duduk di sebelahnya,"Aku hanya bercanda tuan puteri.Sepertinya mood kamu kurang bagus.Apa kau ada masalah.Bicaralah! Aku akan mendengarkanmu." Bujuk Diego.
Karin terdiam.Menarik nafas sesaat lalu menghembusnya pelan.
"Apa kau tahu Dy,kakakku Tama selalu bilang bahwa jika seseorang kerap disakiti maka pada saat yang tepat dia akan pergi meninggalkanmu begitu saja." Pandangan Karin beralih mengikuti gerak langkah Diego yang mengubah posisi duduknya.Kini mereka berdua saling berhadap-hadapan.
"Lalu apa hubungannya dengan sekarang?" Diego balas menatap Karin.
Seketika mereka saling beradu pandang. Diego melihat ada rona sedih di wajah sahabat cerewetnya itu.Tanda tanya besar menyeruak di bola matanya.
Tidak biasanya dia seperti itu.Kira-kira apa penyebabnya?Lalu mengapa dia harus memikirkan ucapan kakak Tama jika itu hanya mengganggu keseruan mereka?
Pertanyaan demi pertanyaan muncul di benak Diego tanpa bisa ia jawab satupun.Remaja itu hanya pasrah melihat perubahan mood sahabatnya itu.
"Jika kau kerap kusakiti,Apa kau juga akan melakukan hal yang sama seperti yang dikatakan kakak Tama itu?"Karin mengerjap beberapa kali.
Diego masih bungkam menatap dalam mata Karin.Sejenak ia terlihat sedang mencernakan maksud pertanyaan sahabat kecilnya itu.
"Hmm..Tergantung.. Jika kau benar-benar menyakitiku lalu tidak ada satupun obat di dunia ini yang bisa menyembuhkan lukaku maka aku pasti akan pergi begitu saja meninggalkanmu, selamanya."Ujar Diego sekenanya.
Karin tertunduk lesu.Menenggelamkan wajahnya ke dasar bumi.
"Hey! Aku hanya bercanda tuan putri yang cantik.Kau seperti baru habis menikmati satu kilo cabai pedas saja."Ujar Diego ketawa sarkas menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Kau menyebalkan! Sama seperti kakak Tama." Karin memberengut kasar.
Bangkit mencari sepeda yang entah di mana ia tinggalkan.Diego ikut bangkit berjalan mensejajarkan langkah Karin yang sengaja dipercepat agar Diego tidak dapat mencapainya.
"Hey! Kenapa kau marah,hmm kawan?Jika kau menginginkannya maka kita akan tetap seperti ini.Atau aku akan membawamu kemana saja kau mau.Aku tidak akan pernah meninggalkanmu bahkan sampai kita tua sekalipun.Lalu...Lalu kau terlihat keriput dan jelek!" Diego menuntaskan kata-katanya dengan gaya sarkastik.Sukses menambah dongkol di hati Karin.
"Maka kau akan terlihat lebih jelek daripadaku akibat keriputmu itu.Karena aku tidak akan memaafkanmu dan aku akan memutuskan tali persahabatan kita jika kau benar-benar meninggalkanku!" Seru Karin kesal.Meraih sepedanya dan berlalu begitu saja tanpa pamit.
Diego menyapu kasar wajahnya.Ia semakin dibuat bingung akan sikap Karin.Ada apa dengan Karin.Mengapa dia mendadak aneh. Diego menarik nafas dalam- dalam kemudian membuangnya kasar.Bahkan dia lupa bagaimana caranya membujuk Karin seperti waktu kecil dulu.
•••
Satu minggu setelah peristiwa di taman.Karin belum sempat menemui Diego.Ya karena sehari setelahnya Karin terserang demam akibat kelelahan.Membuatnya terpaksa mendekam di kamar ditemani resep obat dari dokter spesialis keluarga mereka.
Karin merasa bersalah karena menyadari pada hari terakhir bertemu dengan Diego ia bersikap agak kasar tidak seperti biasanya.
Bahkan dia menolak kemenangan Diego karena menurutnya Diego terlalu berlebihan dengan yel kemenangannya.Padahal selama ini dirinya tidak pernah menunjukkan sikap yang demikian.
Entah karena sebelumnya ia sempat beradu pendapat dengan kakak Adhitama sehingga membuatnya salah mencerna penuturan kakak tersayangnya itu ataukah memang dirinya yang sudah dalam kondisi tidak fit tetapi memaksakan diri menerima tantangan bersepeda dari Diego.
Akan tetapi yang jelasnya adalah Karin tidak dalam kondisi baik-baik saja waktu itu.
Pagi ini ia sengaja berangkat ke sekolah lebih awal berharap bisa membuat kejutan pada Diego.Di dalam pikirannya itu dia mengira bahwa Diego masih mendiamkannya akibat kesalahpahaman waktu di taman.
Karin diantar ke sekolah oleh supir pribadi.Di perjalanan Karin hanya tersenyum kecil mengingat sahabat kecilnya.Diapun benar-benar sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengannya.
Di ruangan kelas Karin tidak mendapati siapapun di sana.Karena waktu memang masih menunjukkan pukul 06.09 pagi untuk waktu setempat.
"Jadi kau belum mengetahui yang sebenarnya soal Diego Karin?" Tanya Danish memastikan sesaat setelah Karin menanyakan keberadaan Diego yang belum juga muncul hingga jam pelajaran dimulai.
Karin hanya menggeleng pelan dengan tatapan kosong ke depan. Hati-hati ia mengarahkan pandangan yang dalam ditujukan tepat di mata Danish.Berusaha mencari kepastian dari bola mata si pemilik nama Danish dihadapannya itu.
"Dia sudah berangkat ke London tepat di hari kedua setelah kau tidak masuk sekolah."Ucap Danish penuh hati-hati.Gemuruh rasa hati Karin seakan ada guncangan hebat yang terjadi di sana.Karin berupaya sebisa mungkin menahan gejolak air mata yang hampir tidak terbendungkan.
Pikiran Karin kacau memikirkan apa yang baru didengarnya.Ingin sekali rasanya ia marah akan situasi ini, tapi dengan siapa.Ingin rasanya ia menyalahkan keadaan ini,lalu pada siapa yang pantas ia salahkan.Bagaimana mungkin ia marah lalu menyalahkan Danish yang hanya membantu memberikan informasi sesuai apa yang ia ketahui.
Hari itu merupakan hari yang teramat kacau bagi seorang Karin.Ia tidak jadi segan-segan mengumpat habis di dalam hatinya.Andai saja bisa memilih ia akan memilih meniadakan hari itu.Biar rasa sakit yang ia rasakan ikut lebur saat itu juga.Danish mengamati Karin yang terlihat begitu murung dari kejauhan.Ada perasaan iba di hatinya.Namun bukan Danish si pengganggu namanya kalau tidak mengusik.
"Katanya kalian sahabat.Lalu sahabat sendiri bepergian jauh dalam jangka waktu yang lama,kau malah tidak mengetahuinya sama sekali.Ini aneh tuan putri!."Ucap Danish menggoda namun sama sekali tidak terbalaskan oleh Karin.
Danish seketika berubah sendu. Andai bisa dikasih kesempatan,ia ingin sekali menggantikan posisi Diego sebagai sahabat kecil Karin.
Toh ia sendiri yang telah membuat kesalahan dengan menjadi anak nakal pada waktu itu sehingga membuat Karin menjauh darinya dan lebih memilih menjalin persahabatan dengan Diego yang baru dikenalnya.
Padahal ia lebih dahulu mengenal Karin daripada Diego.Ada perasaan bersalah di wajah pemuda itu.Diam-diam dia juga mulai mengagumi gadis cantik itu.
•••
Bersambung........
*****
🤗🤗🤗
Hai pembaca yang Budiman, ini karya perdana author.😇 Masih terlalu banyak Kekurangan didalamnya. Baik ide maupun susunan bahasanya juga penulisan kata-kata yang pas.Harap dimaklumi. Terimakasih untuk like dan vote karya amatir ini.Kritik dan saran yang membangun author persilahkan buat pembaca sekalian InsyaAllah akan diterima author dengan lapang dada agar lebih semangat melanjutkan tulisan ini.🤗 Selamat membaca semoga suka.👍👍
Terimakasih 🙏
Selamat membaca 🙏😍
Karin menghempas kasar tubuhnya ke atas ranjang.Sore itu ia sengaja mendatangi rumah Diego untuk memastikan sendiri akan kabar yang ia dengar dari Danish.
Di rumah Diego yang ia temui hanya ada mama Cyntia dan para pembantu mereka.Sedangkan Kakak David,Kakak Heny dan Hany tidak terlihat ada tanda-tanda bahwa mereka ada.
Mama Cyntia yang tahu betul membaca raut wajah Karin langsung memeluk gadis remaja itu.Berusaha memberikan semangat kepada Karin agar tetap kuat.
"Bibi dulu pernah kehilangan seseorang yang sangat bibi sayang,dan bibi sangat terpukul persis seperti yang kamu rasakan saat ini nak,"ujar mama Cyntia mencoba menerawang masa lalunya.
"Lalu bagaimana,apa bibi bisa bertemu kembali dengannya atau tidak?"tanya Karin tidak sabar.
"Tidak sayang,sahabat bibi itu bukannya pergi untuk sementara melainkan pergi untuk selamanya.Bibi tidak bisa bertemu dengannya lagi hingga hari ini.Karena dia pergi menghadap sang khalik,"ucap mama Cyntia sedikit berkaca.Seolah kesedihan masa lalunya itu menyeruak kembali.
"Di situ letak perbedaannya denganmu saat ini nak.Diego itu pergi hanya untuk sementara waktu.Suatu saat akan pulang untukmu dan kau bisa menemuinya kembali sayang,"ujar mama Cyntia memberi semangat kepada Karin.
Kali ini Karin merasa mulai bisa mengontrol dirinya agar tetap terlihat baik-baik saja di mata semua orang.Ia bisa saja berbohong kepada semua orang bahwa ia telah berhasil melupakan sahabat kecilnya itu, namun tidak dengan kebenaran akan sorot matanya.
Gadis remaja yang dulunya periang dan selalu semangat itu kini terpaksa menjalani hari-harinya sendiri tanpa Diego yang pergi begitu saja.Hatinya benar-benar dirundung kesedihan mendalam. Guncangan hebat di hatinya memaksa ia harus meneteskan air mata.Menyesalkan Diego yang sampai hati pergi tanpa pamit kepadanya.
'Bahkan diam-diam kau telah menjawab semua pertanyaanku di taman waktu itu.Akhirnya aku tahu kau pergi juga meninggalkanku....' batin Karin menahan sebak di dada.
Di kota ini Karin menjalani hari-hari remajanya tanpa peduli akan hiruk-pikuk masa remaja yang layaknya dijalani oleh anak muda kebanyakan.Untuk beberapa lama setelah kepergian sahabat kecilnya Karin lebih memilih mendekam dirumah ketimbang meladeni dunia luar.
Di sini semuanya bermula.Kota subur bekas jajahan British.Kota ini telah menjadi pusat industri terbesar di wilayah timur negara Malaysia.Kecanggihan ipteknya sudah tidak diragukan lagi di mata dunia.Di bidang komersialpun masyarakat Kota Kinabalu tidak kalah ketinggalan meraih sertifikat standar internasional. Oleh karena itu,Karin memilih tetap melanjutkan sekolahnya di kota ini.
"Kariin! Bangunlah sayang,ini sudah pagi.Kau harus berangkat awal.Ini Masa Orientasi Siswa baru kelas 1 SMA."
"Hmm..Ya,mama aku siap! Hhhhuuuaappp!"
Karin berjalan ke sekolah tanpa siapapun yang menemani.Baik di rumah,sekolah maupun di tempat umum ia tetap berjalan sendirian tanpa ingin bergabung dengan siapapun.
Pernah Karin coba membujuk dirinya sendiri dengan ikut berjalan-jalan ke tempat wisata yang menjadi pos utama kesejahteraan rakyat yang hidup di lereng gunung Kinabalu yang berketinggian ±2.440m ini lengkap dengan aset alam telah melahirkan pesona bagi para wisatawan manca negara yang pada umumnya memiliki hobi traveling and hiking di gunung es.
"Karin,jalan-jalan ke lereng gunung yuk!" ajak Tama sang kakak.
"Hmm...Ayolah kakak."
Karin sudah seperti biduk tanpa awak yang hanya mengikuti kemanapun arus mengalir.
Awal yang menggembirakan akan tetapi berubah setelah kepergian Diego.Karin tetap menjalani hari-harinya seperti biasa. Apa adanya meski tanpa penyemangat seperti dahulu.Ia sadar dan tidak ingin berlama-lama mendekamkan diri.
Kini ia sengaja menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas yang positif.Seperti rekreasi ke pemandian air panas,berkunjung ke kebun binatang,ladang sapi perah dan jalan-jalan ke wisata lereng gunung es.
Semua ini tidak lepas dari dukungan keluarga terutama sang kakak Adhitama.Kesibukan demi kesibukan ia jalani namun terkadang ia merasa seolah-olah ada yang hilang di kota ini..
•
Hari minggu,mentari menyapa pagi.Seakan malu-malu menembus tirai tipis jendela kamar Karin.Jam dinding menunjukkan pukul 09.15 waktu setempat.Namun penghuni kamarnya masih belum terjaga dari lelap.
Drrrrrrtttttttt
Derit ponsel yang tergolek di atas nakas memaksa mata itu mengerjap berulang kali.Berat namun dipaksakan.Tangannya mencoba meraih objek tujuan sekedar untuk melihat pesan masuk wa yang tertera di layarnya.'Hany ! ' Batinnya.Belum sempat jemari itu mengutak-atik kalimat balasan, tiba-tiba nama Hany muncul memanggil di layar.
Hallo
^^^Hallo^^^
Karin,kau di mana?Aku ke rumahmu
tapi hanya ada bi Ira.
^^^Maaf sayang,aku masih betah di rumah opaku.^^^
Separah itu kau menghindari kenangan
masa lalumu? Please Karin.
^^^Tidak,aku hanya menemani omaku saja sayang.^^^
Bibi Ira bilang hari ini kau kemari,
benarkah itu?
^^^Iya,aku sudah janjian sama^^^
^^^bi Ira untuk makan siang di sana.^^^
Oke,Aku akan menunggumu di sini sampai kau datang.
^^^Baiklah aku akan kesana secepatnya.Tunggulah!^^^
Karin meletakkan kembali ponsel ke tempat asalnya.Sejenak menghela napas dalam lalu menghembusnya paksa.
Mendengus kecil,'Mengapa dia begitu nekad menungguku?'batinnya bingung.
Karin segera bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap-siap untuk berangkat kerumah papa mamanya. Sudah menjadi rutinitas setiap hari minggu seperti biasa Karin akan pulang ke rumah, memasak makanan enak dan mencicipi bersama keluarga,papa dan mama.
Meskipun kedua orangtuanya lebih banyak memiliki kesibukan di luar rumah.Seperti contoh saat ini,papa Haikal dan mama Nadine masih berada di kota Kuching Sarawak dalam rangka urusan pekerjaan. Namun Karin tetap tidak alpa pulang ke rumah.Karin lebih memilih tinggal bersama opa dan oma,mengingat usia kedua orang tua itu sudah tidak muda lagi.
Sedangkan kakak Karin Adhytama merupakan kebalikan daripada Karin.Ia memilih menetap di rumah orantuanya dan mengunjungi rumah opa-oma rutin seminggu sekali.Namun itu tidak mengurangi rasa hormatnya kepada kedua orang tua yang telah melahirkan mama Nadine tercinta.
Usai berdandan seadanya,Karin tampil ringkas dengan kuncir kuda di kepalanya namun tetap cantik,Karin berlari kecil menyusuri lorong penghubung antar ruangan sambil bernyanyi bebas dengan mengeluarkan kemampuan suara termerdunya.
Gadis itu berjalan menuju tangga penghubung lantai dua rumah itu, melewati kamar Adhytama yang pintunya setengah terbuka.Langkah Karin terhenti sejenak lantaran mendengar suara berisim kasak kusuk yang berasal dari dalam kamar. Gadis itu mepraktekkan kebiasaan buruknya yang tidak pantas untuk ditiru yakni menguping pembicaraan sang kakak.
"Apa kau yakin dengan cara ini kita akan berhasil?"tanya suara yang sudah diyakinip berasal dari pita suara sang kakak.
"Aku yakin kali ini papa dan mama tidak akan menolak niat baik kita,"balas suara yang berasal dari seorang wanita.
Matanya menyoroti kiri kanan ruang kamar. Mencoba menebak kira-kira siapa gerangan wanita yang berada di dalam kamar bersama sang kakak itu.
Sejenak timbul rasa ingin menjaili sang kakak.Senyum usil kian mengembang di bibir tipisnya.Perlahan ia mengendap masuk ke dalam kamar sembari merayap pelan seperti anak kucing mendekati sofa yang diduduki oleh sang kakak dan seseorang yang posisi mereka sama-sama membelakangi pintu masuk membuat gadis itu bebas melancarkan aksinya.
Belum juga sampai di balik sofa tiba-tiba terdengar lagi suara sang kakak mengangkat bicara,
"Apa hukuman bagi orang yang suka menguping,Ra?"
"Merayap!!"pekik keras kedua orang yang ternyata sudah menyadari kehadiran Karin di sana.Tiba-tiba sentakan keras mengenai telinga Karin membuatnya terperangah dalam posisi telungkup.Segera ia meraba letak jantungnya yang serasa mencuat paksa.
"Sukses kaget!"suara kakak Tama meloncat dari balik sofa seraya menjepit tubuh sang adik dengan lengannya sambil tertawa sinis.
Bersambung......
*****
🤗🤗🤗
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!