NovelToon NovelToon

TEROR SUANGGI

Pindah Tugas

Tommy baru saja tiba disebuah pelabuhan yang terletak disalah satu pulau terpencil dibagian wilayah timur.

Ia dipindah tugaskan untuk mengabdikan dirinya didesa yang berada pada sebuah pedalaman, dan juga tertinggal yang terletak dipulau tersebut.

Tak hanya pedalaman, tapi juga dimana akses untuk mendapatkan layanan kesehatan juga sangat begitu minim dan sulit.

Dia yang merupakan seorang duda dengan satu orang puteri yang sudah berkuliah di Australia, tak begitu merasa tertekan dengan pemindahan tugasnya, sebab tak ada yang perlu dirisaukannya.

Sebuah kapal yang menjemputnya merapat dipelabuhan, dipulau yang indah dengan pesona alamnya yang memanjakan mata.

Pria itu menatap air laut yang biru, dan sangat tenang. Namun ia bukan tinggal ditempat yang indah ini, melainkan sebuah pedalaman yang memakan waktu perjalanan sekitar empat jam lamanya, bukan karena jaraknya yang jauh, tetapi karena akses jalan yang belum tersentuh pembangunan karena sulitnya letak geografis yang berada didaerah pegunungan dan lembah.

Ia akan bertugas dikaki gunung yang jauh dari hiruk pikuknya kemewahan dunia.

Sebuah mobil bak belakang dengan ban yang dirancang khusus untuk melewati medan yang terjal tanah basah dan lengket, dan tanjakan serta turunan yang ekstrem.

Sebuah tas jinjing yang dibawanya hanya berisi pakaian dan beberapa keperluan lainnya.

Beberapa saat kemudian, mobil melaju meninggalkan pesisir dan menuju pedalaman pulau yang membutuhkan bantuan medis dan pertolongan.

Jalanan ekstrem membuat guncangan yang cukup kuat. Ia yang terbiasa tinggal dirumah mewah dan sebuah kantor ber-AC harus terbuang jauh ke dalam hutan.

Deretan pohon melaleuca atau pohon minyak kayu putih tampak berjejer sepanjang jalan yang sengaja ditanam. Pulau ini dikenal sebagai penghasil minyak kayu putih berkualitas tinggi.

Saat hari hampir gelap, mobil yang ditumpangi oleh Tommy berhenti disebuah pemukiman yang sama sekali belum pernah terbayangkan olehnya. Dimana rumah-rumah panggung dengan atap ilalang dan rumbia menghiasi rumah warga.

Dindingnya terbuat dari bilah bambu, meski sebagian ada yang menggunakan papan kayu, namun lebih banyak menggunakan bambu.

Pria itu menarik nafasnya dengan berat, ia menatap deretan rumah warga yang terlihat sangat memperihatinkan, dan sedikit tak layak huni, namun pemiliknya merasa bahagia, mungkin mereka tidak memikirkan cicilan motor dan cicilan lainnya.

Kulit mereka cenderung gelap, namun juga ada yang coklat terang.

Melihat sebuah mobil berhenti dipemukiman mereka, tentu saja merupakan pemandangan yang tak biasa, dan menjadikan tontonan yang sangat jarang mereka temui. Sehingga hal tersebut membuat mereka merasa penasaran untuk keluar dari rumah dan melihatnya, meskipun hari hampir gelap.

Tommy keluar dari dalam mobil yang ditumpanginya. Lalu sang sopir membawanya ke sebuah rumah yang jauh lebih layak dibanding rumah lainnya, sebuah rumah panggung berdindingkan papan dengan beratap seng sudah cukup menampung dirinya, dan menjadi perlindungan yang aman.

Ia menganggukkan kepalanya saat melintasi para warga yang terus menatapnya sebagai orang asing, tentunya dengan penampilan yang berbeda pula.

Kemeja berwarna putih dengan celana hitam menjadi pilihan yang salah saat ia memasuki wilayah tersebut, sebab jalanan yang berlumpur, membuatnya harus rela kotor dan terbiasa.

Sopir memberikannya sebuah kunci. Rumah ini juga dahulunya pernah dibuni oleh tenaga medis yang datang silih berganti, dan jarang diantara mereka ada yang betah untuk tinggal lebih lama.

Tommy meraih kunci, lalu membukanya perlahan, dan sang sopir membantunya membawakan pasokan pangan untuk ia tinggal selama beberapa bulan berikutnya.

Setelah menyelesaikan tugasnya, sopir itu berpamitan, dan berpesan agar menghubunginya jika pasokan bahan pangan dan obat-obatan telah menipis.

Menit berikutnya, mobil meninggalkan desa, laku kembali berkubang dalam lumpur dan tanah becek, sepertinya ia tak berminat untuk bermalam.

Tommy yang merasa lelah dalam perjalanan, mengunci pintu, agar ia dapat beristirahat sejenak, dan para warga yang tadi menontonnya, perlahan memasuki rumah mereka masing-masing, sebab hari sudah semakin gelap.

Rumah berukuran lima kali dua belas meter dengan dua buah kamar yang dijadikan sebagai ruang pemeriksaan dan menyimpan pasokan obat-obatan dibagian depan, dan satu kamar untuk tempat ia beristirahat.

Meskipun pedalaman, ia masih bersyukur karena adanya aliran listrik yang pasokannya didapat dari panel tenaga surya.

Ia meletakkan tas jinjingnya dikamar. Ia melihat semua sudah dibersihkan, sepertinya sudah dipersiapkan sebelum ia tiba.

Rasa lapar membuatnya harus keluar dari kamar. Ia harus memasak mie instan dengan telur ceplok, dan sialnya tong wadah air terletak dibagain belakang dapur, hal itu membuatnya terpaksa untuk keluar.

Ia membuka pintu dapur dengan membawa sebuah teko untuk mengisi air dalam sebuah drum berwarna biru, dan itu sudah turun menurun dari petugas sebelumnya.

Suasana sangat gelap, sebab tepat dibelakang dapur terdapat sebuah anak sungai yang berair sangat jernih, dan suara gemericiknya terdengar sangat nyaring.

Tiba-tiba saja ia merasa sesak ingin buang air kecil, sedangkan toilet terdapat dibagain samping dapur.

Merasa sebagai pria, tak butuh repot juka hanya buang air kecil saja, ia mengeluarkan perkututnya, dan saat akan menyemburkan isinya, tiba-tiba ia melihat sekelebatan bayangan berupa api yang menyala dan terbang melayang diantara rumah warga yang berada dibagian pinggiran kali dan berjarak sekitar lima puluh meter dari rumah dinasnya.

"Hah!" ia tersentak kaget. Lalu kembali memasukkan perkututnya, dan menutup pintu dapur. Ia merasa jika hal itu sangat tak wajar, dan bulu kuduknya meremang dalam sekejap.

Rasa lapar yang tadinya begitu kuat, seketika membuatnya kenyang. Lalu kembali ke kamarnya dan menarik nafasnya dengan berat, kemudian menghelanya dengan kasar.

Pria itu berjalan menghampiri kelambu, lalu menyingkapnya, dan masuk ke dalam dengan perasaan bingung.

Baginya yang terbiasa dengan gemerlap ibu kota, harus berperang dengan akal sehat tentang bola api yang baru saja ia lihat melayang dengan kecepatan cukup tinggi.

Ia meringkuk didalamnya, dan mencoba untuk tidur.

****

Tommy tersentak kaget saat mendengar suara keributan diluar rumah. Ia melihat jika cahaya mentari sudah masuk kedalam rumah melalui celah-celah yang ada.

Ia menggeliatkan tubuhnya, lalu menguap sejenak, dan keluar dari kelambu untuk melihat kegaduhan apa yang terjadi.

Ia tiba didepan rumah yang berada dipinggir kali dan tepatnya saat ia melihat lintasan bola api berada diatap rumah mereka.

Ketika ia menyibak kerumunan, terlihat sosok mayat yang disinyalir seorang wanita hamil ditemukan dalam kondisi mengerikan. Dimana ia dan calon janinnya telah mati secara bersamaan, dan yang tersisa hanya tulang belulang dan tengkoraknya saja, sedangkan daging dan organ dalamnya menghilang tanpa sisa.

Seorang saksi menyebutkan yang merupakan suami korban, ia melihat ada seekor hewan buas mirip beruang yang keluar dari balik jendela kamar dan menghilang dibalik kegelapan, sebelum akhirnya sang istri ia temukan dalam kondisi mengenaskan.

Hari Pertama yang mencekam

Tommy menutup mulutnya. Ia merasa sedikit mual dengan aroma anyir yang menyeruak dengan begitu kuat. sebenarnya sudah terbiasa, namun kali ini aromanya sedikit berbeda, ada hal lain yang membuatnya sangat pusing.

Hari pertamanya tugas ditempat ini harus disuguhi oleh kejadian yang diluar nalarnya. Apakah mungkin beruang dapat begitu cepat memakan mangsanya dengan sekejap saja.

Ditengah kerumunan para warga. Ia melihat satu sosok wanita berwajah cantik. Kulitnya lebih terang dibanding dengan yang lainnya, dan ia meyebutnya 'Cantik dan indah'.

Wanita itu menggelung rambutnya keatas dengan hiasan bunga melati yang ia selipkan dibagian gelungan rambutnya. Ia memakai sebuah kemben berwarna merah terang yang dipadu dengan sebuah rok bermotif kotak-kotak kecil berwarna hitam yang ia lilitkan membentuk rok yang memperlihatkan keindahan bentuk tubuhnya.

Gelungan rambutnya seolah sengaja memperlihatkan leher jenjangnya yang menawan. Sebagai seorang pria normal, tentu saja ia mengaguminya, dan bagaimana mungkin ada wanita secantik itu ditengah pedalaman hutan yang tak tersentuh oleh pembangunan.

Tiba-tiba saja wanita itu menghilang dari pandangannya, dalam waktu begitu cepat, dan membuat rasa penasaran menyeruak dilubuk hatinya.

"Kemana dia perginya? Mengapa begitu cepat?" Tommy mengedarkan pandangannya mencari sosok wanita yang tadi ia lihat, namun tak dapat ia temui, ia.menghilang secepat kilat.

Pria itu menyingkir dari kerumunan, dan membiarkan para warga untuk mengurus jasad korban yang akan mereka semayamkan sesuai keyakinan mereka yang masih menganut aninisme.

Tommy memilih untuk pulang ke rumah dinas. Ia bahkan belum sempat sarapan dan juga mandi. Kejadian hari ini membuatnya harus waspada, setidaknya ada teror mengerikan yang mana ia sendiri belum hafal dengan kondisi alamnya.

Setibanya dirumah dinas, ia memilih untuk mandi ke sungai yang tepat berada dibelakang dapur. Ia sangat penasaran dengan airnya jernih, ditambah lagi pepohonan rindang yang menaunginya semakin menambah ketenangan jiwa buat dirinya yang selama ini tinggal dikeramaian kota.

Ia mengambil handuknya. Lalu berjalan menuju sungai dangkal yang hanya sedalam lutut orang dewasa. Airnya yang jernih dapat melihat apa isi didalamnya.

Kakinya menyusuri jalanan setapak menuju sungai. Ia ingin melupakan sejenak tentang peristiwa barusan. Nanti ia akan datang ke rumah duka itu untuk melihat apa saja kegiatan yang akan mereka lakukan, sekaligus berbela sungkawa.

Melihat jernihnya air sungai. Tommy menceburkan dirinya dan berendam disana. Airnya yang sejuk membuat rasa penatnya menghilang setelah semalam melakukan perjalanan yang cukup jauh.

Ia memejamkan kedua matanya. Mencoba meresapi kesegaran yang ada, hingga ia medengar sesuatu digesek dibebatuan.

Sreeek sreeek sreeek

Pria itu membuka kedua matanya. Ia menajamkan indera pendengarannya untuk mencari sumber suara yang mengusik ketenangannya.

Ia mendengar jika suara itu berasal dari aliran bawah sungai yang terlindung oleh sebatang pohon damar yang tumbuh tinggi menjulang.

Rasa penasaran membuatnya ingin melihat siapa dibalik pohon tersebut. Lalu melangkah didalam air dengan sangat hati-hati dan mencoba mengintai dibalik pohon damar tersebut.

Saat ia sudah berdiri dibawahnya, ia dikejutkan oleh seorang gadis yang sangat cantik dan ia temui saat berada dirumah duka. Ya, gadis itu terlihat sedang mengiris sesuatu, dan ia menengadahkan wajahnya menatap Tommy yang sedang mengawasinya.

Sorot matanya sangat dingin, tajam menusuk hingga kalbu.

Tommy terdiam, lalu melangkah mundur dan berbalik arah, memilih untuk pergi, sebab sang gadis merasa tak suka karena sedang diawasi.

Jantung sang pria berdegup kencang. Ia merasa sangat gelisah, seolah ada yang aneh dari sosok wanita cantik tersebut.

Tiba-tiba saja ia merasakan bulu kuduknya meremang dibalik pakaiannya yang basah.

Ia menghentikan langkahnya. Lalu kembali menoleh ke arah belakang. Lagi-lagi ia dikejutkan oleh menghilangnya sang gadis tanpa jejak.

"Hah!" ia tersentak kaget. Lalu mengedarkan pandangannya kesegala arah, tetapi tidak ia temukan jejaknya, hanya aroma melati yang tersisa, dan diiringi aroma anyir yang terbawa oleh angin.

Ia kembali ketempatnya. Lalu mempercepat mandinya. Ia merasa jika dihari pertamanya bekerja sudah disuguhi oleh hal aneh yang membuatnya merasa gusar.

Ia sudah kembali dirumah dinasnya. Ia sedang menikmati sarapannya. Ia hanya memasak oat meal dengan campuran susu UHT dan menyuapkannya dengan perasaan yang masih diliputi rasa penasaran.

Saat suapan terakhirnya, ia kedatangan seorang tamu yang merupakan pasien pertamanya.

Ia meletakkan mangkuk keramik ditangganya diatas meja kayu, lalu menyambut seorang wanita dengan menggendong seorang anak berusia tiga tahun.

"Selamat siang. Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan ramah. Ia berharap.jika mereka dapat berbahasa Indonesia, sebab ini akan mempersulit komunikasi mereka.

 Wanita berkulit sawo matang itu mengulas senyum ramah, sebab Tommy memiliki kulit terang yang terlihat mencolok bagi warga ditempat itu.

"Puteraku mengalami demam tinggi, sudah sejak tiga hari," ia menjelaskan keluhan puteranya yang terlihat mendekap tubuh ibunya dalam gendongan yang erat.

"Biar aku periksa, tolong baringkan diranjang yang itu, saya mempersiapkan alatnya." tunjuk Tommy ke arah ra jang pasien yang berupa brangkar sudah terlihat sangat tua, bahkan sampul busa ranjangnya sudah banyak mengalami robekan, sungguh sangat miris.

Wanita itu menurut, lalu membaringkan puteranya disana, dan Tommy mengambil alat stetoskop serta thermometer untuk mengukur suhu panasnya.

Ia mulai memeriksanya. Suhu panasnya sangat tinggi saat disentuh kulitnya. Namun ketika dicek menggunakan thermometer, suhunya normal tiga puluh enam derajat.

Karena mengira alat pengukurnya yang salah, ia mengambil alat cadangan, lalu menggunakannya dan hasilnya tetap sama.

Ia merasa bingung mendiagnosa penyakit pasiennya, lalu mengecek detak jantungnya, terdengar sangat lemah, seolah ada yang menghalangi, ia merasa sangat bingung.

"Detak jantungnya sangat lemah. Kita harus membawanya ke rumah sakit, sepertinya ada yang menyumbat paru-parunya," Tommy menjelaskan.

Sontak wanita itu terkejut. Rasa takut terlihat diwajahnya. "Aku akan membawanya ke rumah Lehalima, dia tahu untuk menyembuhkannya," ucap wanita itu dengan wajah pucat.

"Sebaiknya kita membawanya ke rumah sakit, agar diketahui penyebab penyakitnya," saran Tommy pada wanita tersebut.

"Jika menunggu ke rumah sakit, puteraku sempat meninggal, sebab perjalanan yang jauh, ditambah lagi pula ini bukan penyakit medis." wanita itu mengangkat puteranya, lalu membawanya keluar dari ruang pasien dengan sangat terburu-buru, bahkan lupa berpamitan kepada Tommy.

Lagi-lagi ia dikejutkan oleh pengalaman yang kurang nyaman dihari pertamanya bekerja. Dimana ia harus berdampingan dengan para dukun yang dianggap dapat mengobati penyakit misterius.

Ia mengantar wanita itu keluar dari rumah dinas. Saat bersamaan, ia melihat sang gadis cantik melintas didepan sang wanita yang sedang menggendong puteranya, dan tidak ada tegur sapa, atau wanita itu tidak melihatnya karena terburu-buru? Sebab wanita itu menyapa pria yang berpapasan dengannya.

Bocah Malang

Tommy menatap sang gadis. Mencoba memberikan senyum ramah, namun hanya sebuah tatapan dingin sebagai balasannya, dan hak itu membuat sang pria kembali mengulum senyumnya yang sempat terkembang.

Wanita itu berjalan melenggok dengan memperlihat lekuk tubuhnya yang ia sebut gitar Spanyol. Sebuah selendang berwarna biru bercampur kuning keemasan menutupi sebagian tubuhnya yang berkulit putih bersih, berbeda dari kulit warga lainnya.

Kali ini rambutnya ia biarkan tergerai, lalu dikucir sebagian kecil pada bagian tepinya, namun memperlihatkan kecantikannya yang alami, tanpa polesan make berlebih.

Tubuhnya ramping, dan ia memiliki dua mata indah yang membuat Tommy tak dapat melupakan tiap detail pahatan indah dari Dia Sang Pencipta untuk dianugerahkan pada sang gadis misterius.

Sang gadis melangkah kearah utara, melewati jalanan yang tampak becek karena ditimpa hujan beberapa waktu yang lalu, namun hal itu tak membuat percikan lumpur mengotori tungkai kakinya, meskipun ia berjalan tanpa alas.

"Sungguh indah ciptaan-Nya, meskipun ia sedingin salju," gumam Tommy, lalu tersenyum seorang diri, dan menghela nafasnya.

Ia menatap sang gadis hingga menghilang dibalik rerimbunan pohon damar dan entah kemana, sebab sang pria belum sempat untuk menjelajahi wilayah tersebut, sebab ia baru saja tiba sore semalam.

Ia kembali masuk ke dalam rumah, dan mulai berberes untuk menata pasokan obat-obatan yang akan ia gunakan untuk mengobati para warga yang membutuhkan.

Namun sejujurnya ia merasa sedkit merasa gelisah, sebab hampir seluruh warga masih mempercayai pengobatan alternatif yang berpegang pada kekuatan Roh Leluhur mereka.

Saat ia masih sibuk dengan pekerjaannya, ia mendengar suara-suara nyanyian yang baru pertama kali ia dengar, dan itu berasa dari rumah duka yang berjarak lima puluh meter dari rumah dinasnya.

Ia merasa penasaran, dan menghentikan pekerjaannya, lalu mencoba menyambanginya, sebab ia tidak pernah melihat acara adat untuk pemakaman dalam sebuah tradisi yang masih dijunjung tinggi.

Jasad yang hanya tinggal tulang belulang itu sudah siap akan dimakamkan dengan dibalut kain berwarna putih sebagai penutupnya.

Para Datu membaca doa dan nyanyian kepada para roh leluhur yang dipercaya akan memberikan perlindungan kepada ruh sang jasad yang akan disemayamkan.

Tommy tampak begitu memperhatikan setiap detail upacara yang sedang berlangsung.

Lalu acara pembagian sesaji bagi pelayat berupa masakan khas hotong yang merupakan campuran beras, labu dan juga kacang merah yang dimasak menjadi bubur.

Ia meneima pemberian dari sang pemilk rumah, lalu mulai mencicipinya, dan saat akan menyuapkan ke mulutnya, ia dikejutkan oleh sosok sang gadis yang tiba-tiba saja telah duduk diantara para tamu pelayat.

Sontak saja Tommy hampir menyemburkan makanannya jika tidak cepat menutup mulutnya.

Bagaimana mungkin gadis itu dapat begitu cepat tiba dikediaman duka, jika saja tadi ia melihatnya masih berada diujung jalan.

Tommy merasa jika ada sesuatu yang janggal dari wanita cantik tersebut, namun ia mencoba menyembunyikan segala rasa penasarannya, sebab merasa dikampung orang.

Acara ada telah selesai, dan jasad akan dimakamkan, maka para pelayat membubarkan diri, termasuk Tommy, setelah berpamitan pada suami yang sedang berduka.

*****

Seorang bocah laki-laki berusia tiga tahun sedang terbaring didalam kamar seorang diri. Tubuhnya sangat panas. Ayahnya sedang bekerja diperantauan, tepatnya didaerah pesisir yang mana disana lebih menjanjikan tentang keuangan, sehingga mereka harus berpisah.

Sedangkan sang ibu masih meracik obat yang diberikan oleh Lehalima yang mana pagi tadi mengobatinya, dan mengatakan jika malam ini rasa sakitnya akan sembuh.

Namun sejak siang tadi, panasnya tak juga turun, dan parahnya sesaknya semakin parah.

Bayi itu terlihat mengerang kesakitan, dadanya semakin sesak dan mempersempit jalan pernapasannya, dimana ia seolah merasakan ada sesuatu yang sedang menyumbat paru-parunya.

Sedangkan diatas galangan kayu rumahnya, terdapat seekor cicak bermata merah menyala yang sedang memperhatikannya dengan begitu intens.

Ditempat lain, sesorang, sedang menghadap sebuah anglo yang berisi bakaran arang tempurung kelapa. Ia menaburkan kemenyan dan sebuah ranting kayu ia ia letakkan ditelapak tangannya dan diasapi oleh asap kemenyan, lalu ia membaca sebuah mantra dengan bibirnya yang keriput dan jari jemarinya yang juga sama keriputnya.

Perlahan memejamkan kedua matanya. Lalu menajamkan pendengarannya untuk membaca arah mata angin agar apa yang akan ia kirimkan sampai kepada korbannya.

Sesaat ia menemukan apa yang dicarinya. Lalu membuat ranting kayu sepanjang sepuluh centimeter terbang melesat menuju tempat korbannya berada.

Saat bersamaan, bocah laki-laki berusia tiga tahun itu menangis dengan kencang, hingga sebuah ranting kayu masuk kedlaam mulutnya, lalu bersang diparu-parunya, dan ini adalah kiriman yang ketiga kalinya.

Sesaat bocah itu menangis kejer karena rasa sakit yang tak dapat ia tahan, lalu sang ibu datang membawa ramuan yang ia bawa dan berniat untuk diminumkan kepada sang bayi, namun naas, tubuhnya mengejang, dan sang ibu merasa panik, lalu bergegas keluar untuk meminta bantuan kepada para tetangganya.

"Tolong, toloooong, bayi saya," teriaknya dengan kalut.

Keheningan malam yang penuh duka karena ada tetangga mereka masih berkabung, mendadak dihebohkan dengan suara teriakannya.

Mendengar teriakan sang wanita, sebagian warga berhamburan keluar rumah, lalu menghampirinya dan bertanya tentang apa yang terjadi.

"Apa yang terjadi? Mengapa kau berteriak minta tolong?"

"Anakku, anakku, tolong bantu." ia terlihat tergagap dalam menyampaikan ucapannya, lalu mengajak warga untuk membantunya.

Namun saat ia berada diambang pintu, wanita berteriak histeris. Ia dikejutkan oleh penampakan yang membuat jantungnya terasa berhenti berdetak.

Karena tak sanggup untuk melihatnya, ia.merasakan pandangannya menggelap, lalu tak sapat lagi melihat apapun.

Orang-orang mencoba menangkap tubuhnya yang linglung, dan saat mereka melongok ke dalam kamar, mereka serentak histeris, ketika melihat sosok tubuh sang bocah malang yang sudah menyisakan tulang belulang dan tengkoraknya saja.

Sontak.saja hal itu kembali membuat duka bagi warga desa dan kejadian ini sudah terjadi kedua kalinya.

"Suanggi, ini ulah hantu Suanggi, dia datang untuk meneror kita!" ungkap salah satu sepuh desa yang sempat melihat seekor cicak bermata merah melesat keluar dari bubungan rumah tanpa plafon.

"Darimana, Datu tau kalau ini adalah perbuatan hantu Suanggi?" tanya.salah satu warga yang merasa penasaran.

Sedangkan Tommy yang ikut melihat kejadian itu harus kembali tercengang dengan apa yang dilihatnya. Ia sangat syok. Bagaimana tidak, bocah itu pagi tadi baru saja ia periksa, namun malam ini ditemukan dalam kondisi mengenaskan.

Sang Datu terlihat sangat kesal. Bagaimana tidak, ia harus kehilangan warganya kembali, dengan cara yang sangat sadis.

Sedangkan kemampuan hantu Suanggi ialah dapat merubah wujudnya menjadi apa saja yang diinginkannya dalam menghabisi korbannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!