Suara mesin mobil, dan langkah kaki orang-orang, terdengar dari balik tirai jendela ruang kontrakan ku.
Seperti hari-hari lainnya, Aku bangun agak siang hari ketika matahari sudah tinggi di langit.
Aku menggeliat dan berguling-guling di tempat tidur, sambil berulang kali menguap, mencoba menikmati perasaan bangun tidur yang nyaman.
Aku yatim piatu. Menghadapi banyak kekurangan sejak kecil, Dan mengabiskan masa kecil di panti asuhan, Aku tidak jadi kuliah dan langsung terjun ke masyarakat segera setelah berusia 18 tahun.
Aku menghabiskan usia dua puluhan dengan bekerja untuk mengumpulkan uang tanpa menikmati satu pun masa muda dan romansa.
Uang hasil jerih payahku yang ditabung saat orang lain asik bermain berjumlah 20 juta.
Aku melihat ke belakang ke masa-masa yang telah aku lalui. Aku akhirnya menyesali semua waktu yang aku habiskan tanpa menikmati apa pun.
Aku tak bisa lagi menjalani hidupku dengan bekerja terus-menerus.
Setelah berguling-guling di tempat tidur selama 3 menit, Perutku berbunyi dan merasa lapar, mengenakan pakaian asal-asalan yang sudah lapuk aku Cuci muka dan gosok gigi lalu pergi ke toko swalayan.
Sinar matahari pagi yang indah begitu menyilaukan jika di lihat langsung.
Udara segar terasa seperti dunia yang berbeda dari suasana hatiku yang sedang tidak baik-baik saja.
“Ah, aku ingin bereinkarnasi.”
Bodoh sekali untuk berpikir demikian.
Aku tertawa kecil, dan hati tidak bisa di bohongi bahkan oleh diri sendiri. Air mataku menetes
'Mungkin ini silau saat aku melihat sinar matahari pagi, jadi agak berair haha'
'Aku kuat, Aku anak beruntung!'
Banyak orang-orang lalu lalang dengan kesibukannya masing-masing. Meskipun aku ada di antara orang-orang ini. Aku hanya mersa berjalan hanya dengan di temani bayangan ku sendiri.
Pasangan muda-mudi yang sedang jatuh cinta, pekerja kantoran yang sibuk melihat waktu ketika berangkat, para pelajar sekolah yang berlari untuk mengejar waktu kelas, anak-anak dengan senyum polos yang memegang tangan ibu mereka.
Masa depan mereka tampak penuh harapan dan cerah.
Aku melihat Minimarket di sisi jalan.
Saat aku membuka pintu, bel berbunyi diikuti dengan sapaan setengah hati dari pekerja paruh waktu. Sepertinya sapaan dari pekerja paruh waktu itu tidak di barengi dengan hati.
"Selamat datang!"
Saya masuk dan kembali dengan segenggam Mi instan dan minuman bersoda di tanganku.
"Terimakasih"
Hah~ Hari ini luar biasa panasnya.
Dalam perjalanan pulang, saya melihat seorang kake tua sedang menarik gerobak penuh sampah daur ulang.
Bahkan di hari yang panas seperti ini dia masih bisa tersenyum dengan beban gerobak di belakangnya
Saya merasakan rasa kemanusian yang tinggi ketika melihat kakek ini. Aku mendekati gerobak dan mendorongnya dari belakang.
“Ayo kek, Aku bantu sampai atas!”
“Oh, terima kasih, anak baik!"
Gerobak itu sampai dengan cepat melewati tanjakan jalan Dengan dua orang yang menarik gerobak.
“Anak baik Terima Kasih😊
“Sama-sama kek, hati-hati jangan sampai kena sengatan panas.”
"Terima kasih."
Dalam perjalanan pulang, saya memutuskan untuk berpikir jernih tentang kehidupan yang aku jalani sekarang.
"Aku jauh lebih muda daripada Kakek tadi. Memang, aku menyia-nyiakan usia dua puluhanku, tapi mari kita berbenah dan mulai lagi besok."
Aku terus mengulang-ulang ambisi ini di dalam hati, Entah mengapa aku merasa bersemangat dengan perasaan antisipasi yang aneh menyelimutiku.
'Besok, aku akan lebih baik dari hari ini.'
'Aku pasti bisa melakukannya!'
Banyak anak kecil sedang bermain riang di halam kosong pinggir jalan. Tanpa sadar, Aku sudah sampai di tangga perumahan yang tidak jauh dari kontrakan ku. Tapi, Saat aku melangkah...
"Kak Hati-hati!! Disana ada kotoran Black Dog!!"
Tapi sudah terlambat, Aku sudah melangkah dan menginjak sesuatu lalu terpleset dengan kepala lebih dulu mendarat
Seakan-akan waktu melambat. Aku melihat burung-burung terbang di langit begitu lambat.
'Ini sangat tidak adil. Apakah dunia begitu asik mempermainkan hidupku? Sampai-sampai aku ternistakan bahkan dengan kotoran Black Dog?'
Kata orang-orang, hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana, tapi mati dengan menginjak kotoran itu agak berlebihan.
Pandanganku kabur dan segalanya menjadi gelap.
'Ah, aku tidak ingin mati.'
'Aku belum menikmati kehidupan yang sesungguhnya, Saya ingin menjadi idol…'
.
.
.
.
'...Apa yang terjadi...? Kenapa aku belum mati?'
"Tunggu sebentar…!"
Aku berusaha membuka mataku dan mencoba berteriak. Tetapi yang keluar dari mulutku adalah tangisan imut seorang bayi.
“Heh…?”
Ketika aku membuka mataku, aku melihat seorang wanita dan seorang pria di hadapanku. Wajah wanita itu berantakan dan terlihat lelah, dia dipenuhi keringat dan air mata, tetapi meskipun berantakan, dia tetap cantik.
“Sayang, kamu benar-benar bekerja keras..!”
Pria itu, yang tampak seperti seorang pria yang hangat, berkata kepada wanita yang sedang memelukku dengan apresiasi.
“Ba~Ciluk~Baa.....Putri kita sangat imut… Sungguh..ingin gigit”
'Hah…? Putri..Siapa yang putri?...Aku seorang pria dengan tongkat berwibawa!!!!!'
❤❤❤
Sudah 5 tahun sejak aku dilahirkan sebagai seorang perempuan. Aku sudah berusia 5 tahun. Rasanya ini bukan Bumi di kehidupan masa laluku, seperti....dunia paralel. Struktur sejarahnya serupa, tetapi aku mengetahui ada perbedaan dalam rinciannya melalui membaca buku-buku sejarah.
“Apakah putri Mama sudah bangun?”
"Ya~"
Awalnya aku berusaha keras untuk tidak terlalu peduli dengan panggilan putri, tapi karena Ibu dan Ayah selalu memanggilku seperti itu, aku jadi terbiasa dan mulai bisa menerimanya.
"Ayah sudah pergi bekerja. Putri juga perlu makan, kan?"
“Ya~ Apa menu sarapan hari ini?”
“Spageti~”
Meskipun aku berusaha duduk di kursi makan untuk makan, tinggi badanku yang pendek cukup menyulitkan. Alih-alih membantuku yang sedang kesulitan, Mama justru menganggapnya menggemaskan dan mengambil ponsel untuk memotret ku.
"Mama~ Berhenti dengan ponsel mu"˃̣̣̣̣︿˂̣̣̣̣
“Tunggu sebentar, aku hanya perlu mengambil foto untuk media sosialku.”
Ibu tersenyum seolah-olah itu adalah hal yang paling lucu yang pernah ada dan akhirnya menggendongku dan mendudukkanku di kursi setelah mengambil semua fotonya.
Aku berusaha untuk makan, tetapi tatapan Ibu yang tajam dan terus-menerus mengambil foto setiap kali aku menyendok dan memasukan nya membuatku merasa seperti akan tersedak.
Setiap kali aku makan selalu seperti ini; melelahkan.
“Berhenti mengambil gambar" (💢•̀ з•́)و
“Siapa yang bisa menyalahkan kalau Putri mama begitu cantik?”
“Ugh…”
"Putri mama~, kenapa kamu merajuk lagi? Ibu sedih. Huuuu~ Hatiku sakit!!"
Ibu berpura-pura terluka dan menangis dengan cara yang berlebihan.
“Huh, kurasa aku cantik karena aku mirip dengan Mama"
"Ya ampun, benarkah itu? Hehe"◍˃ᵕ˂◍
Baru kemudian Mamah Cekikikan dan mulai menyuapi saya. Jelas Ibu dan Ayah cantik dan tampan, dan aku juga beruntung terlahir cantik. Aku jauh lebih cantik daripada bayi-bayi cantik mana pun yang kulihat di kehidupan sebelumnya, jadi meskipun aku terlahir menjadi perempuan, aku bahagia karena terlahir cantik.
“Bu, aku ingin belajar Bernyanyi.”
"Vokal?"
Saat aku terlahir kembali, pikiran pertama yang muncul di benakku bukanlah tentang jenis kelaminku. Melainkan tentang semua penyesalan yang saya miliki di kehidupan masa lalu—tujuan terbesar saya sekarang adalah tidak memiliki penyesalan seperti itu lagi. Dan pikiran terakhirku sebelum meninggal adalah menjadi orang sempurna yang akan membuat orang lain iri.
Salah satu hal tersebut adalah pandai dalam menggunakan instrumen dan bernyanyi.
Berapa kali saya merasa senang melihat anak-anak yang mahir bernyanyi saat bersekolah? Saat menginjak usia dewasa, Aku berpikir untuk belajar memainkan alat musik, tetapi karena pekerjaan, saya bahkan tidak sempat melakukan nya.
Sebenarnya saya pikir belum terlambat saat itu, tapi memang terasa terlambat.
"Oke."
“Kamu terlalu muda untuk pergi ke akademi musik… Hmm… Haruskah aku mencari guru privat?”
Untungnya, Ayah bekerja di perusahaan besar, jadi kami tidak kekurangan uang. Sepertinya tidak akan ada kesulitan dalam belajar.
“Jadi, kamu bisa mulai les minggu depan, tapi hari ini kita harus pergi bersenang-senang dengan Ibu, ya?”
Sebenarnya aku tidak ingin pergi keluar bersama Ibu, tetapi dengan berat hati aku berkata oke saja.
"Baiklah, mengerti."
Saat ini umurku sudah menginjak usia 11 tahun. Di kehidupan ini namaku Kim Yumi biasa dipanggil Yumi Kim, Ibuku bernama Kim Hae-in dan ayah ku Kim Seo-jun. Seiring berjalannya waktu, Aku mempunyai adik perempuan yang 4 tahun lebih muda dariku Kim Na-Yeon
“143.2”
Dan hari ini, Ibu dan saya sedang mengukur tinggi badan kami.
"Hanya itu hasil usahaku? Mah Ukur lagi dengan benar."
“Akan sama saja”
Ibu merentangkan pita pengukur dan memeriksa tinggi badanku lagi.
“Hehe. Kali ini 142~”
"Tidak mungkin, itu tidak adil. Bagaimana kamu mengukurnya sampai aku menjadi lebih pendek? Apakah ibu melakukannya dengan benar?"
“Yup, melakukannya dengan benar~”
“Ah. Kupikir aku akan lebih tinggi.”
Aku masih perlu menambah 28 sentimeter lagi untuk mencapai 170. Sistem pertumbuhan yang terhormat, harap berkembanglah
“Baiklah, Yeon, kemarilah dan mari kita ukur kamu juga.”
Ibu melambaikan tangannya, memanggil Yeon imut yang sedang melihat dari samping
"Ya~"
Yeon berdiri di dekat dinding saat pengukurannya di rentang kan
"Yeon tingginya 116,2 cm. Si kecil kita tumbuh dengan cepat, ya?"
“Ya, aku akan lebih tinggi Unni.”
Tidak mungkin dia bisa tumbuh lebih besar dariku! Itu tidak boleh!!!
"Enggak mungkin, Yeon kita harus selalu lebih kecil dari Unni nya. Aku bakal selalu menganggapnya imut, ngerti?"
“Tidak, aku akan tumbuh"
“Wah, gak boleh… bahkan sekarang lihat, kamu terlalu besar”
Entah bagaimana, Yeon telah menjadi terlalu besar. Aku bahkan tidak bisa mengangkatnya lagi!
Aku memeluk Yeon sambil menangis.
“Anak kita suatu hari nanti akan tumbuh dewasa dan meninggalkan pelukan Unni nya untuk menjadi seorang pelajar, kan?”
“Ya~, aku akan berusia 8 tahun tahun depan!”
"Terus gimana kalau anak kita punya pacar? Aku sangat sedih, wah..."
Ibu, yang mendengarkan dari samping, ikut menimpali.
"Kenapa Yeon jadi anakmu? Dia anakku! Kemarilah, sayangku!"
Tapi Yeon terjebak denganku. Akhirnya, Ibu datang dan memeluk kami berdua.
Tiba-tiba, Yeon, yang terjebak di antara Ibu dan aku, mengeluh tentang ketidaknyamanannya karena terjepit.
“Ah, lepaskan, aku tidak bisa bernapas.”
"Yeon, kamu nggak boleh punya pacar sebelum dewasa, oke? Bahkan setelah dewasa, kamu harus minta izin pada Unni"
"Yumi Kim, kamu juga sama. Kamu juga nggak boleh pacaran sampai dewasa, dan itupun kamu harus dapat restu Ibu."
Aku melepaskan Yeon dan sambil mengelus wajahku, berbicara dengan nada genit.
"Siapa yang berani memilikiku? Tak seorang pun bisa memilikiku. Aku terlalu berharga untuk diberikan"
“Ugh…”
Lalu, seolah tenggelam dalam kekaguman pada diri sendiri sambil menatap cermin di dekat ku, Aku melantunkan sebuah mantra.
"Cermin, cermin, siapa yang tercantik di dunia? Dia Putri Yumi. Kekekeke."
“Yeon, tutup matamu, kumohon.”
"Oke."
Ibu, yang menyadari aku mempermalukan diri sendiri, mengganti topik pembicaraan.
"Jadi, sekolah mulai minggu depan. Kamu sudah siap?"
Ah.
Kembali ke kenyataan.
“Ya… Aku akan naik ke kelas empat… Kapan aku akan lulus?”
"Sebentar lagi, akan cepat. Bukankah itu hal yang baik?"
"Tidak... Bakat luar biasa sepertiku terlalu besar untuk sekolah dasar. Dunia yang lebih besar sedang sangat membutuhkanku."
"Ya ampun, latihan gitar yuk. Kompetisinya sebentar lagi."
"Aku tidak perlu latihan sekarang. Targetnya sudah jelas, jadi untuk apa?"
Lalu aku menutup mulutku dengan tangan, pura-pura kaget, dan bertanya lagi pada Ibu.
Aku menatap Ibu dengan ekspresi terkejut dan bertanya lagi.
“Ya ampun, itu tidak mungkin!”
“Apa maksudmu tidak mungkin?”
“Kamu tidak tahu gadis kecil jenius Yumi Kim, yang telah memenangkan kompetisi Vokal 7 kali berturut-turut?”
“Ih, kurang ajar banget. Aku nggak percaya kamu anak siapa.”
"Hehe, percaya diri itu sebenarnya menawan, Bu. Semoga Ibu bisa mengenali pesonaku mulai sekarang."
“Tutup mulutmu saja.”
–Ding dong –
“Guru sudah datang, buka pintunya.”
“Yay~”
Saya pergi ke pintu depan, membukanya, dan bergegas memeluk guru cewek itu.
“Guru, Anda di sini?”
"Kapan Yumi kita akan berhenti berpelukan? Kamu masih bayi di usia segini."
"Tapi...! Naluri keibuanmu membangkitkan naluri kekanak-kanakanku!"
Lalu aku melihat ke dada ibuku.
“Ibu punya naluri keibuan…”
"Yumi-Kim!!!!"
Seperti biasa, saya berlari ke bawah tempat tidur untuk melarikan diri dari murka ibu.
'Tunggu!!'
Kepalaku masuk, tetapi tubuhku tidak muat.
Akhirnya aku terjebak di bawah tempat tidur dengan hanya kepalaku yang menyembul keluar.
“Bu, mari kita gencatan senjata.”
Tetapi ibu mulai menarik-narik kakiku tanpa berkata sepatah kata pun.
"Ahh, Bu, tunggu! Kepalaku tersangkut!"
“Kamu perlu sedikit di disiplin kan”
Pada akhirnya, saya ditarik keluar dengan kepala saya dan diseret ke ruang tamu untuk dimarahi.
Setelah hukuman berakhir,
Ibu pergi ke guru, yang sedang menunggu sambil menggendong Yeon, dan berkata,
"Haha, maafkan aku karena membuatmu terlihat seperti ini, Guru. Yeon, kemarilah, Guru sedang lelah."
“Tempat ini nyaman.”
Sepertinya Yeon juga menyadari betapa indahnya Boba guru itu. Sepertinya dia tidak berniat meninggalkannya.
"Tidak, sungguh, Bibi. Aku iri betapa dekatnya Bibi dengan Yumi. Aku berharap punya anak perempuan seperti dia."
"Meski cuma omong kosong, aku menghargainya. Yumi memang pembuat onar, lebih parah daripada anak laki-laki, huh... Kalau bukan karena Yeon, aku pasti mengira semua anak perempuan seperti ini."
“Haha, itu lebih baik daripada menjadi pemalu.”
"Benar? Yeon, kemarilah sekarang, kamu harus belajar dengan guru."
"Oke."
Saya masuk ke ruangan bersama guru untuk memulai pelajaran.
Satu-satunya hal yang kusesali dari pertumbuhanku yang cepat adalah aku tak bisa lagi duduk di pangkuan guru dan bersandar di dadanya saat pelajaran. Aku sudah terlalu besar dan berat.
“Yumi Kim, sudahkah kamu memilih karya konsermu?”
“Ya~”
"Kamu bahkan sudah belajar memilih barang sendiri. Kurasa aku tidak perlu membantumu lagi."
“Hei, bagaimana aku bisa bermain gitar tanpamu, Guru?”
"Tidak, kamu bisa melakukannya dengan cukup baik. Lagipula, kurasa kita tidak bisa belajar bersama lagi."
"Apa? Kenapa tidak?"
“Karena gurunya memutuskan untuk menikah…”
"Benar-benar…?"
"Ya, apa kau pikir aku akan berbohong tentang ini? Aku sekarang 29 tahun; sudah waktunya menikah."
Benar, guru juga punya kehidupannya sendiri, Aku tidak boleh egois.
"Guru juga punya kehidupannya sendiri."
'Pada usia 29, kamu seharusnya sudah menikah…'
'Tapi aku benar-benar marah pada orang yang membawa pergi guruku'
'Satu-satunya orang yang kupikir bisa menjadi milikku adalah guru'
“Tidak bisakah kita melanjutkan kelas?”
"Huh, Yumi, ingat janji kita? Kalau guru menikah, aku akan berhenti. Aku mengerti perasaanmu, tapi itu mustahil."
“Sepertinya guru itu benar-benar bertekad untuk berhenti setelah menikah.”
“Maaf, tapi kapan kamu akan menikah?”
“Dalam satu setengah bulan, pada tanggal 10 April.”
“Tapi kamu masih harus menyelesaikan kompetisi minggu depan sebelum pernikahan.”
“Ya, rasanya ini akan menjadi kompetisi terakhirku denganmu.”
“…”
"Yumi, jangan terlalu sedih; lagipula kita kan bakal ketemu lagi. Kita bisa bisa nongkrong kapan saja."
"Oke…"
Aku memeluk guru itu dan berkata,
"Guru."
"Ya?"
“Bisakah aku bertemu dengan orang yang akan kamu nikahi sebelum kamu benar-benar menikah?”
“Aku benar-benar ingin melihat pria seperti apa yang membawamu pergi.”
“Tentu saja, sebenarnya, guru itu bilang dia ingin bertemu denganmu karena aku banyak bercerita tentangmu.”
“Kapan kita bertemu?”
“Apakah besok baik-baik saja?”
"Ya
Guru dan tunangannya akan berbelanja perabotan di pagi hari, jadi saya bisa bertemu dengannya di sore hari.”
Setelah kelas, ibu saya dan guru mengobrol.
"Ya ampun, kamu mau nikah? Selamat!"
"Haha, terima kasih. Jadi, kurasa ini kompetisi terakhirku, dan aku harus berhenti jadi tutor."
"Tidak ada yang bisa aku lakukan. Yumi pasti sedih sekali."
"Aku sudah bicara dengan nya. Makanya aku berencana untuk pergi bersamanya besok, boleh?"
"Tentu saja."
Keesokan harinya,
Aku duduk di halte bus menunggu guru.
Aku bilang aku akan naik bus ke tempat pertemuan sendiri, tetapi guru tersebut bilang dia akan menjemput saya dengan mobil.
Beberapa saat kemudian, sebuah sedan putih berhenti di depan saya, dan saya masuk ke dalamnya.
"Halo"
“Ya ampun, Yumu kita berpakaian cantik sekali hari ini!”
“Tentu saja, ini kencan denganmu guru.”
"Haha, ini bukan kencan. Gurunya juga punya tunangan!"
"...Baiklah. Jadi, di mana tunanganmu? Bukankah seharusnya dia bersamamu?"
“Dia bilang dia akan menunggu di kafe setelah memutuskan perabotannya.”
"Oh."
“Jadi, kafe jenis apa yang kamu suka?”
“Saya tidak familiar dengan kafe, jadi saya suka semuanya.”
“Tempat yang akan kita kunjungi sangat terkenal.”
Sebelum saya menyadarinya, kami tiba di kafe sambil mengobrol dengan guru.
Saat kami masuk sambil berpegangan tangan, saya melihat seorang pria tinggi dan tampan.
“Sayang~”
Ue~(💢`Д´)
Sayang, ya…
Mendengar guru memanggil seseorang 'sayang'…
"Oh, kamu di sini? Jadi kamu pasti Yumi! Kamu bahkan lebih cantik dari yang kudengar!"
Aku mencoba mengatakan sesuatu yang baik, tetapi aku tidak bisa mengungkapkan perasaan baik apa pun.
"Ya."
"Hahaha… Ayo kita pesan minuman dulu. Kamu suka apa?"
"Apa saja boleh, Aku bebas"
Guru berbicara kepada pacarnya itu dengan tanggapan saya yang tajam.
"Yumi suka es coklat."
"Begitukah? Haruskah aku memesan kue juga?"
" Ya. "
Sementara pencuri itu pergi untuk memesan, saya duduk, merenungkan pertanyaan apa yang harus diajukan.
"Yumi Kim, kenapa kamu begitu pemarah hari ini?"
Kurasa aku terlalu banyak menunjukkannya.
" Saya minta maaf. "
"Tidak, aku tahu itu karena kamu suka gurunya. Tapi bisakah kamu menahan diri sedikit?"
" Ya. "
Pria itu kembali membawa minuman.
Dia kembali dengan cepat.
Pria itu, yang berpura-pura bersikap lembut, meletakkan kue dan coklat es di hadapanku.
"Ini dia."
Aku jadi bertanya-tanya, apakah gurunya tertipu oleh tindakan itu.
Saya khawatir.
"Ya, terima kasih."
Setelah pencurinya duduk, saya memulai interogasi.
"Jadi Yumi sudah memenangkan juara pertama dalam kompetisi vokal tujuh kali berturut-turut, kan?"
" Paman"
"Hah…? Aku?"
"Ya, Kamu Paman"
"Hahaha, apa aku benar-benar sudah jadi paman? Memang benar kalau kita selisih usianya 18 tahun."
Apakah kepribadiannya juga lembut?
Aku tidak bisa menerima itu.
Itu 100% akting.
"Apa yang kamu sukai dari guru kita? Tentu saja, ada banyak hal."
"Yah, dia baik dan perhatian pada semua orang?"
Aku mencengkeram dada guru itu dan berteriak.
"Jangan bohong! Aku tahu ini tentang boba ini!"
Wajah guru itu memerah karena malu.
"Yumi, apa yang kamu lakukan di luar!"
"Aku tahu... aku juga terpesona oleh dada. Kalau saja kau bilang 'dada' dengan percaya diri, aku pasti mengerti kau sedang jujur, dasar munafik."
Pencuri itu juga tampak bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.
"Tidak, tentu saja, Ae-ri juga memiliki sifat-sifat itu."
"Sudah kuduga. Kau hanya melihat penampilannya saja, munafik."
"T-tidak…"
"Yumi Kim! Apa-apaan kau ini pada orang dewasa? Guru tidak mengajakmu bermain untuk bertingkah seperti ini."
Sepertinya saya keluar jalur tanpa menyadarinya.
Oke. Santai saja…
"Hah. Kurasa aku terlalu kasar? Maaf, Paman."
"Tidak apa-apa, Yumi. Aku bisa merasakan betapa kamu menyukai Ae-ri kita."
Itu pasti akting.
Tidak seorang pun dapat tersenyum setelah diperlakukan sekasar ini.
“Jadi, Paman, apa yang kamu lakukan?”
"Pekerjaan? Saat ini, saya bekerja sebagai dokter di rumah sakit universitas."
Berengsek.
Saya kalah.
Dia memiliki segalanya: penampilan, kepribadian, dan kemampuan.
“Tolong jaga guru kami baik-baik…”
Tiba-tiba aku menurunkan pendirianku, pamanku tampak bingung juga.
"Eh…"
Sebagai seorang pria melawan seorang pria, saya kalah.
"Hah…"
Merasa terkuras, aku berbaring di kursi kafe yang empuk dan menutup mataku.
'Hari ini, aku sungguh benci dilahirkan sebagai perempuan.'
"Siswa, halo."
Saat aku membuka mataku dan mendengar suara yang memanggilku, seorang paman yang asing tengah menatapku.
"Aku?"
'Apa itu, apakah dia seorang penculik?'
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!