Seorang gadis berusia 18 tahun itu dikenal sangat cantik, dan begitu mempesona. Hari ini ia pulang dari kelulusan sekolah di bangku putih abu-abunya.
Sesampainya di rumah Melisa membuka pintu, dan ternyata ayahnya sedang menonton televisi.
"Melisa, kenapa pulangnya malam sekali." Protes ayahnya namun tidak menunjukan kemarahannya.
"Maaf ayah, Melisa tadi main ke rumah temen. Kan tadi hari kelulusan, jadi wajar dong kalo Melisa gak pulang cepat."
Ayah Melisa bangun dan mendekati Melisa.
"Terus kamu lulus kan??"
"Tentu saja ayah."
"Selamat ya sayang."
Rudy memeluk melis dan mengecup keningnya. Ada rasa hangat dan bahagia dalam hati Melisa.
"Ibu mana yah?"
"Ibu kamu sakit, masuklah ke kamar!" Titah Rudy.
"Baiklah."
Sesampainya di kamar, Melisa melihat ibunya sedang berbaring lemah. Wanita berumur 50 tahun itu terlihat pucat dan batuk-batuk.
"Ibu sakit apa?"
"Tidak apa, kemari nak!! Ada yang ingin ibu bicarakan sama kamu."
"Ada apa Bu??"
Wajah wanita tua itu pun menghela nafasnya, ia pun mulai bercerita tentang sebuah fakta pada Melisa.
"Melisa, sebenarnya kamu bukan anak ibu sama ayah."
Jederr
Bagai di sambar petir, Melisa terkejut dengan pengakuan ibunya, yang ia tahu bahwa mereka adalah orang tuanya.
"Apa?? Kalian bukan orang tuaku?"
"Iya nak, waktu itu kedua orang tua kamu adalah teman kami. Mereka meninggal karena kecelakaan yang dibuat oleh oknum jahat yang ingin menguasai perusahaan papa kandungmu."
"Jahat sekali, siapa mereka?" Tanya Melisa yang mulai sedih.
"Mereka adalah adalah.......sudahlah kamu tidak perlu tahu." Jawab Lisa, ibu nya Melisa.
Melisa hanya bisa menangis, ia begitu terkejut akan fakta itu. Dan ibunya menceritakan keseluruhan secara lengkap.
Perusahaan ayah Melisa di kuasai, hingga Melisa saat itu yang sebatang kara terpaksa di adopsi oleh ibunya Melisa yang sekarang ini.
Melisa di adopsi ketika usianya 3 tahun. Jadi dia belum mengerti apapun, dan saat di adopsi Melisa selalu menangis mencari orang tuanya, hingga lambat laun Melisa baru menerima semuanya.
Melisa memeluk ibunya penuh haru, sedangkan ayahnya hanya menatapnya.
"Terima kasih kalian sudah mengadopsi ku." Ucap Melisa tulus.
***
Sudah Sebulan ibunda Melisa sakit, dan Melisa selalu menjaga dan merawat ibunya, ia juga selalu mengantarkan ibunya periksa ke dokter.
Melisa sedih ketika dokter menyatakan bahwa ibunya terkena penyakit kanker paru, untungnya masih stadium awal sehingga mau tidak mau harus menjalani kemoterapi.
Malam itu Melisa sedang memasak di dapur, menyiapkan makan malam ibunya. Saat itu ayahnya baru pulang sehabis Maghrib dari kantornya.
"Mel kamu masak apa?" Tanya ayahnya yang ternyata sudah telat di belakangnya.
Melisa yang terjengit langsung menoleh dan bertubrukan dengan ayahnya, Melisa yang mau jatuh di tarik panggulnya dan badan keduanya saling bertubrukan.
Jantung Melisa berdegup sangat kencang, apalagi pria yang ia anggap sebagai ayahnya itu bukan ayah kandungnya.
"Kamu masak apa Mel?" Tanya Rudy yang malah gugup.
"Melisa masak sayur sup buat ibu, Hem,,,,,ayah mau kopi??"
"Boleh, kepala ayah pening." Jawab Rudy.
Melisa pun langsung membuatkan kopi ayahnya, setelah genggaman ayahnya terurai. Tidak butuh waktu lama akhirnya kopi itu sudah ada di meja makan.
"Ayah, aku mau suapin ibu dulu ya?"
"Iya, obatnya jangan lupa juga!!"
"Oke ayah."
Melisa ke kamar dan menyuapi ibunya dengan nasi lembek dan sup ayam creamy, selama ibunya sakit. Mau tidak mau Melisa belajar masak, setidaknya untuk membalas kebaikan ibunya.
"Sudah cukup Mel, ibu kenyang."
"Minum obat dulu ya Bu, terus tidur."
"Ya, berikan obatnya."
Melisa memberikan obat serta air putih, ibu Melisa pun menegak obat dan di dorong dengan air putih, tak lama karena pengaruh obat, akhirnya wanita tua lemah itu tertidur.
Setelah ibunya tidur, Melisa keluar dari kamar dan mendekati ayahnya yang sedang menonton televisi.
"Ayah masih pusing?" Tanya Melisa dengan duduk di samping ayahnya.
"Masih, tapi sedikit." Jawab ayahnya yang usianya lebih muda dari ibunya Melisa.
Usia ayah angkat Melisa kisaran 40 tahun, keduanya beda usia 3 tahun. Entah siapa yang tidak subur hingga sampai sekarang suami istri itu tidak memiliki momongan.
"Mau Melisa pijat?" Tawar Melisa pada ayahnya yang kini tatapannya melirik pada p4-h4 Melisa yang terbuka.
Saat ini Melisa hanya mengenakan kaos ketat yang pendek dengan c3L4n4 h0t p4nts, tentu saja membentuk tubvh Melisa.
"Boleh, itu pun kalo kamu gak capek."
"Tidak lelah ayah. Ayo Melisa pijat!!"
Karena kepalanya yang pening, akhirnya Melisa memijat tengkuk serta pelan kepala ayah angkatnya.
Melisa memijat dengan kedua tangannya yang terangkat, tanpa sengaja pandangan Rudy, ayah Melisa tertuju pada kedua benda kembar milik Melisa yang terlihat bulat nan indah.
"Ayah...??"
"Iya Mel, ada apa?" Jawab Rudy gugup karena sibuk memikirkan sesuatu.
"Kenapa ibu tidak memberi tahu siapa orang-orang jahat itu?"
"Mungkin ibu kamu tidak ingin kamu kepikiran."
"Lalu wajah orang tua kandungku seperti apa?"
"Kamu pingin tahu? Memangnya ibu tidak memberi tahu?"
Melisa hanya menggeleng, dan ia pun menghentikan pijatannya, Melisa menunduk terlihat ada kesedihan di wajahnya.
Air matanya mulai menetes perlahan, jatuh mengenai pipinya yang sedikit chubby. Ayah Rudy menarik Melisa dan memeluk Melisa.
"Jangan menangis, kan ada ayah. "
"Iya ayah, makasih."
Dan lagi-lagi ada rasa hangat yang tidak bisa Melisa jabarkan, bahkan Rudy pun merasakan hal yang sama.
Tiba-tiba lampu padam, sontak saja membuat keduanya terkejut. Apalagi Melisa sempat merem*s otong Rudy, itu pun tanpa sengaja. Dari dulu Melisa memang panik saat lampu mati.
Setelah itu lampu menyala kembali, membuat keduanya nampak kikuk. Melisa menunduk malu dengan rona wajahnya yang sudah memerah.
"Ayah tidak tidur? Ini sudah malam. Bukankah ayah besok bekerja?"
"Nanti, ayah belum mengantuk. Lebih baik kamu tidur saja. Bukankah kamu lelah setelah mengurusi ibu dari pagi?"
"Tak apa ayah, lagi pula sudah jadi kewajiban aku membalas kebaikan kalian." Jawab Melisa.
"Ya sudah ayah ke kamar mandi dulu, gerah banget nih."
"Melisa mau tidur saja yah, selamat malam ayah."
"Malam Mel...."
Cup
Melisa m3ng3cup pipi ayahnya dan pergi ke kamarnya, dan ia pun menata kasurnya untuk bisa ia rebahkan tvbuhnya saat badan telah capek.
Sedangkan kini ayah Rudy terlihat sedang di dalam kamar mandi, pria itu sedang mengeluarkan tongkat saktinya dan mengurutnya perlahan hingga kian keras.
Sembari membayangkan tvbvh Melisa yang begitu semlohaay, hingga ayah Rudy telah sampai dan memanggil nama Melisa berulang kali.
Tanpa papa Rudy tahu, bahwa Melisa mendengar c0kl! papa Rudy yang memanggil namanya, jantungnya makin berdetak kencang, ditambah suasananya kian p4n4s.
Melisa cepat-cepat kembali ke kamarnya, sebelum papa Rudy keluar dari kamar mandi dan ia kepergok.
Di dalam kamarnya, Melisa membayangkan hal yang tidak mungkin. Ia memang tahu bahwa akhir-akhir ini jika berdekatan dengan ayah Rudy, ia makin salah tingkah.
"Apakah karena kami tidak sedarah? Tidak mungkin, aku harus melupakannya." Oceh Melisa bicara sendiri di dalam kamarnya.
Sama seperti yang di rasakan oleh Melisa, kini Rudy pun merasakan hal yang sama. Pria itu tidur di samping isterinya.
Tak lama kemudian sang istri pun terbangun, Rudy yang melihat itu memeluk istrinya.
"Sayang kenapa bangun? Kamu haus?"
"Iya, tolong ambilkan aku air." Jawab sang isteri yang langsung duduk di sandaran ranjang.
Rudy mengambil gelas kosong dan mengisinya dengan air putih, setelah itu ia memberikan pada istrinya.
Ibu angkat Melisa pun meneguk air putih itu hingga setengah, sang istri pun menatap suaminya dan menyenderkan kepalanya pada bahu Rudy yang saat itu sudah duduk di sebelahnya.
"Maafkan aku sayang tidak bisa memenuhi kebutuhanmu batin kamu."
"Hust kamu ngomong apa sih? Aku tahu kamu lagi sakit."
"Tapi mas kamu kan pria normal,lagi pula aku juga mandul. Tidak bisa memberi kamu anak. Bukankah itu kan yang selama ini kamu inginkan?"
"Tidak juga, kan kita sudah punya Melisa?"
"Tapi Melisa bukan anak kandung kita mas, apa kamu menikah lagi saja?" Tawar sang istri yang tiba-tiba bicara tidak jelas.
"Kenapa jadi bicara kamu ngaco gini sayang." Ucap Rudy yang merasa miris melihat Lusi.
"Aku tidak tahu kapan sakitu ini akan sembuh mas."
Air mata ibu angkat Melisa menetes, ia sejujurnya telah lama di vonis mandul, dan tidur juga tahu itu.
Tapi mereka saat itu bersikeras suatu saat ada keajaiban, tapi nyatanya sampai mereka membiarkan Melisa selama 15 tahun pun tidak kunjung ada tanda-tanda kehamilan.
Sore harinya, Melisa dan ayah Rudy bersiap untuk mengikuti pernikahan sodara dari pihak ibu angkatnya yang bernama Lusiana. hari itu Melisa menggenakan dress pendek di atas lutut dengan model yang cukup glamor.
Pakaian itu Melisa dapat dari ibunya, karena ia tahu bahwa dress itu akan cocok dipakai oleh Melisa.
Karena kondisinya yang masih sakit dan tidak memungkinkan untuk hadir pada acara pernikahan keponakannya, akhirnya yang mewakilinya untuk bisa hadir adalah sang suaminya dan Melisa, anak angkatnya.
Mereka memakai mobil ayah Rudy yang tidak begitu mewah, karena Rudy hanya bekerja sebagai asisten manager saja. Tetapi gajinya cukup bahkan lebih untuk menghidupi keluarganya.
Di dalam mobil Rudy menatap kecantikan Melisa yang kian hari kian memukau. Terlebih lagi Melisa pandai berdandan dan menjaga badannya tetap ramping. Di tambah kulitnya yang putih bening, sangat tidak kontras dengan Rudy yang memiliki kulit sawo matang.
Saat kecil ia juga tidak mengerti bahwa kulitnya bisa berbeda dengan kedua orang tuanya, karena Lusi cenderung memiliki kulit kuning Langsat.
Bahkan para tetangga tidak tahu bahwa Melisa hanya anak angkat. Yang tahu ia anak adopsi hanya keluarga dari pihak ibu angkatnya, Lusiana.
"Kamu sangat cantik mel....!!" Puji Rudy yang sibuk menatap wajah melisa sembari tangannya sibuk memutar stir mobil menuju ke gedung yang di tuju.
"Terima kasih Ayah juga tampan.'' puji balik Melisa.
Namun memang nyatanya ayah Rudy cukup tampan, terlebih ayah angkatnya memiliki banyak bulu halus di sekitar rahangnya. Menambah kesan macho dan sek51, itu adalah pria impiannya.
Mobil berhenti tepat di gedung pernikahan yang telah di sewa keluarga dari pihak ibunya, melisa turun dari mobil dan menggandeng tangan ayahnya.
Kedatangan mereka di sambut oleh keluarga pengantin, semua memuji kecantikan Melisa. Bahkan Rudy pun mulai merasakan suka sejak Melisa telah tumbuh remaja. Kecantikan Melisa melebihi wanita seusianya di kampung.
Didalam sana Melisa memisahkan diri dari keluarga ibunya, ia memilih ngobrol dengan saudara ibunya yang cukup akrab dengannya.
Meninggalkan ayahnya yang tengah mengobrol juga dengan keluarga Lusi. Rudy menatap dari kejauhan Melisa yang asik bercanda dengan saudara yang seumuran dengan Melisa.
Melisa diajak makan bersama keluarga setelah ia cukup banyak mengobrol, belum lagi dari tadi perutnya sudah keroncongan minta diisi.
Rudy yang lebih dulu menyantap makanannya pun mendekati Melisa yang baru saja juga menyantap sajian makan ala eropa.
"Setelah makan kita langsung pulang ya Mel, ini sudah malam dan sepertinya akan turun hujan." Ucap Rudy.
"Baik ayah, biarkan Melisa selesaikan makannya dulu ya?"
"Oke lanjutkan makananmu."
Melisa pun menghabiskan makanan yang ada dipiringnya, setelah itu ia pamit pulang kepada sepupunya yang telah dulu mendahului dirinya untuk menikah.
Kebetulan anak dari bibinya, atau adik dari ibu angkatnya itu perempuan dan usianya sudah 21 tahun.
"Selamat ya kak atas pernikahan kalian." Ucap Melisa menjabat tangan mempelai.
"Iya sama-sama Mel, om terima kasih juga sudah datang." Jawab keponakan Rudy dari istrinya Lusi.
"Iya sama-sama." Jawab Rudy yang ikut menyalami kedua mempelai.
Tepat pada jam 8 malam, Rudy pamit pulang kepada keluarga isterinya, saat ia baru keluar dari gedung dan akan menuju parkiran, hujan turun cukup deras.
Melisa berlari kecil, begitu juga dengan Rudy yang menggandeng tangan Melisa hingga keduanya telah berada di dalam mobil.
keduanya terlihat basah, Rudy langsung menyalakan mobilnya dan keluar dari parkiran. melihat Melisa basah, Rudy mengambil sapu tangan handuk yang ia biasa taruh di dasbord.
"Nih pakai ini...!'' sambil memberi benda kecil berwarna putih itu.
''Thanks ayah.'' jawab Melisa dan langsung meraih handuk kecil itu untuk menyeka air pada wajah dan baju nya.
jedeeerr....
Bunyi petir mulai menyambar, hujan pun turun sangat lebat. Belum lagi penglihatan sedikit kesusahan saat menyetir, tidak ingin terjadi kecelakaan, akhirnya ayah Rudy menepikan mobilnya di tempat yang aman.
"kita berhenti di sini duu ya mel.."
"Iya ayah, lagian ini hujannya deras sekali.'' jawab Melisa.
"Ayah telepon ibu dulu ya, supaya ibu gak cemas.''
Melisa hanya mengangguk sambil tangannya sibuk mengeringkan rambutnya, tak lama kemudian Rudy menghubungi isterinya yang saat itu sedang di temani oleh tetangga samping rumahnya.
"Hallo sayang, maaf kami belum bisa pulang. Di jalan hujan sangat deras.''
"Iya mas, aku tahu. Tadi juga kakak aku telepon.'' Jawab lusi, ketika kakak perempuannya menghubungi dan mengucapkan kedatangan suami dan anaknya.
Di telepon juga kakaknya mengatakan akan ada badai hujan, dan menyuruh Rudy dan Melisa tidak pulang untuk saat ini.
"Mas, kamu carilah hotel saja ya...!!"
"HOTEL? untuk apa?" Tanya Rudy bingung.
"Katanya Lisa adik aku, akan ada hujan badai, untuk amannya kamu bermalam saja mas." Titah lusiana yang cemas dengan keduanya jika memaksakan untuk melanjutkan perjalanan.
"Baiklah, nanti aku cari tepat menginap. Sudah dulu ya sayang."
Dan telepon pun di tutup, tanpa sengaja netra tajam Rudy menatap gunung twin milik Melisa yang terlihat begitu indah, dengan pakaian yang basah sehingga tercetak sangat jelas boba kepunyaan Melisa. Permandangan indah itu tercetak jelas di pelupuk mata Rudy.
Rudy hanya bisa menelan salivanya dengan kesusahan, ia pun segera memalingkan wajahnya. Melisa yang melihat pakaian ayahnya basah pun menyeka beberapa air yang membasahi ayahnya.
"Baju Ayah juga basah, sini Melisa lap dulu."
Tanpa persetujuan dari Rudy, tangan melisa langsung mengelap tvbvh serta wajah ayah Rudy yang terkena rintikan hujan tadi.
Suara petir menyambar, membuat Melisa reflek memeluk ayahnya. Jantungnya berdetak cepat ketika dua badan yang terasa dingin itu saling berdekatan
"Kamu kedinginan?"
"Iya ayah, biarkan Melisa seperti ini boleh?" Rajuk Melisa yang terbiasa manja.
"Boleh." Jawab Rudy kian gugup, namun ia menyukainya.
Melisa mendekatkan pipinya pada alat ucap Rudy, dan tak ayal itu membuat Rudy tak t4h4n dan langsung mencari kehangat4n di bib*r Melisa.
Suasana yang mendukung pun membuat keduanya larut dalam kegiatan itu dan Melisa pun juga ikut membalasnya.
"Ayah, jangan....cukup!!" Sergah Melisa saat tangan Rudy sudah masuk ke dalam dress tipis Melisa.
"Maaf, kata ibu kita di suruh ke hotel. Mau kan?" Ajak Rudy sambil membetulkan dress Melisa.
"Terserah ayah saja."
Keduanya pun membenahi dirinya dan Rudy pun menyalakan mesin dan melajukan mobil untuk mencari hotel yang terdekat.
Melisa terlihat dalam tingkah, ia berulang kali membuang wajahnya menghindari tatapan Rudy yang tidak ada bosannya menatap dirinya.
Saat itu hujan makin deras, hingga terlihat hotel setelah mobil melaju 15 menit. Rudy pun masuk ke dalam parkiran hotel.
Rudy juga membukakan pintu untuk Melisa, merasa di manjakan ayahnya Melisa berjalan dengan mengapit lengan ayahnya.
Dan kini mereka telah sampai di resepsionis hotel, dan Rudy mengeluarkan kartu tanda penduduknya.
"Mbak pesen kamar ya satu."
"Oke sebentar."
Salah satu karyawan hotel yang berjenis kelamin perempuan itu sibuk mencari kamar hotel yang kosong di komputernya.
"Baik ada kamar kosong dengan satu bed besar, bagaimana pak?"
"Iya pesan itu saja."
Setelah pengisian data selesai, Rudy pun mengajak Melisa untuk mengikuti petugas hotel yang mengarahkan kamar yang tadi di pesan Rudy.
Rudy memberikan tips dengan warna merah pada petugas tadi, Rudy dan Melisa kini telah berada di kamar.
"Melisa mandi air hangat dulu ya ayah, dingin."
"Jangan lama-lama mandinya, nanti kamu sakit."
"Iya ayah, tenang saja." Jawab Melisa sembari mengacungkan jempolnya pada Rudy.
Melisa pun masuk kedalam kamar mandi, ia mengisi bath up dengan air hangat, Melisa pun melepaskan baju basahnya dan masuk ke dalam kolam hangat itu.
Sedangkan di luar Rudy sedang duduk di tepi ranjang, pria dengan usia 45 tahun itu membayangkan peristiwa yang baru saja terjadi 1 jam yang lalu.
Di mana b*bir keduanya saling menyapa dan bertaut untuk pertama kalinya, dan ada gelenyar aneh dalam diri Rudy.
20 menit kemudian Melisa keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk kecil yang menutupi bagian privasinya.
Mata Rudy seakan keluar saat melihatnya, ini kali pertamanya Rudy melihat Melisa dengan cara yang berbeda.
"Ayah tidak mandi?"
"Iya ayah mandi dulu." Jawab Rudy kikuk.
Melisa mengambil bathrobe untuk ayah angkatnya.
"Pakai ini dulu ayah, nanti bajunya minta di keringkan di hotel saja." Ucap Melisa.
"Oke baik."
"Tapi Mel masa kamu pake handuk itu terus sampai bajunya kering?" Tanya Rudy.
"Tidak apa ayah, kan ada selimut." Jawab Melisa malu-malu.
Rudy akhirnya keluar juga dari kamar mandi setelah pria berkepala empat itu menghabiskan waktunya di sana dalam 10 menit.
Saat keluar Rudy terlihat tampan dengan rambut yang masih basah, Melisa melihat diri seorang papa angkatnya sebagai pria sejati.
Walau sebagian rambut Rudy sudah ada ubannya, namun tak mengurangi penilaian Melisa tentang pria yang sudah merasakan ranumnya alat ucap Melisa.
Melisa mendekati ayah Rudy yang memakai bathrobe putih yang telah disediakan hotel bintang lima itu.
"Kenapa rambut ayah basah? Emang gak di keringkan ya?" Tangan Melisa mengusap rambut Rudy hendak ingin mencoba mengeringkannya.
"Kan handuknya cuma satu, itu pun kamu pakai?"
Melisa baru ingat bahwa handuknya sudah ia pakai untuk menutupi tubuhnya. Melisa pun tersenyum.
"Iya bener, maaf lupa ayah. Bukannya ada hair dyer ya di kamar mandi?"
"Sepertinya rusak Mel, tadi sudah ayah coba mati." Jawab Rudy dengan tatapan hanya tertuju pada Melisa.
"Melisa hubungi pihak hotel ya? Supaya bisa di ganti dengan yang baru."
"Tidak usah, nanti juga kering sendiri." Sergah Rudy karena ini sudah terlalu malam.
Bukan hanya itu saja, Rudy juga tidak mau saat petugas datang melihat kondisi Melisa yang menggenakan handuk saja.
"Ya sudah kalo begitu, lebih baik Melisa lepas handuk ini saja dulu, biar aku keringkan sebentar rambut ayah."
Perkataan Melisa itu membuat Rudy terperangah, apalagi ia membayangkan bahwa saat handuknya terbuka, ia sudah pasti melihat isi dari puteri angkatnya.
Namun saat Melisa hendak melepaskan handuk yang membalut tubuhnya, Melisa menatap Rudy.
"Ayah tutup mata, nanti Melisa malu."
"Baiklah"
Akhirnya Rudy menutup matanya, dan Melisa pun menarik handuk kecilnya. Melisa segera mengusap rambut ayah angkatnya yang terlihat basah.
Rudy hanya bisa memejamkan mata sembari mengendus aroma puteri angkatnya, hingga saking terlalu bersemangatnya mengusap rambut ayahnya, Melisa terhuyung dan jatuh di atas kasur empuk.
Otomatis Rudy pun tertarik oleh handuk putih yang tanpa sengaja berada di leher kokoh Rudy. Akhirnya Rudy tak sengaja telah berada di4t45 Melisa yang kini berpegangan handuk di kedua tangannya.
Melisa sontak melepaskan handuk putihnya, ia berniat ingin menutupi onderdilnya, sayangnya ia tidak bisa karena Rudy malah menatap badan indanya dengan takjub.
"Mel kamu.....sangat cantik." Puji Rudy yang langsung mengucapkannya.
Melisa tersipu malu, ia yang tadinya ingin menutupi miliknya dengan handuk kini malah terlihat bangga memperlihatkan keindahannya.
"Ayah suka kamu." Ungkap Rudy dengan kegugupannya, namun terlihat jujur di wajah pria matang itu.
Memang selama ia membesarkan Melisa hingga remaja, ia makin bergetar saat berdekatan dengan anak angkatnya itu.
"Melisa juga suka ayah, sayang juga sama ayah." Balas Melisa tanpa malu.
Entah siapa yang mulai, keduanya mulai menyatukan alat ucapnya untuk kedua kalinya. Melisa yang sudah lihai dalam hal itu pun m3mb4l45 c1um4n ayahnya yang kian menuntut
Rudy tak kuasa menolak anak angkatnya, rasa rindu pada kehangatan sang isteri tidak bisa kesampaian, karena telah berbulan-bulan istrinya menderita penyakit serius.
Melisa yang sudah lama tidak bercocok tanam itu pun ikut dalam permainan t3r l4r4ng, seakan mereka berdua melupakan statusnya.
Rudy mulai memacu miliknya pada lahan milik Melisa dengan tempo pelan sembari menatap kecantikan Melisa di bawahnya yang sedang bersuara merdu.
Melisa hanya berpegangan pada l3h3r kokoh ayahnya, sedangkan Rudy makin m3nghuj4m sawah kepunyaan Melisa hingga mengalirinya di sana.
Keduanya terlihat menarik nafasnya perlahan, setelah bekerja sama mereguk indah bersama.
"Maafin ayah ya Mel, ayah sungguh kh!l4f." ucap Rudy, apalagi saat ini ia melihat darah di sprei, tanda. Ia telah mengambil segel puteri angkatnya.
Melisa hanya mengangguk, " iya ayah, Melisa mengerti ayah butuh itu, tapi ibu kan masih sakit." Balas Melisa yang terlihat tidak marah.
"Kamu tidak marah?" Tanya Rudy dan memegangi rahang Melisa untuk ia tarik pelan dan menghadap ke arahnya.
Kini keduanya saling berhadapan dan saling bertatapan. Dari dekat terlihat ketampanan yang tersirat dari ayahnya.
"Aku tidak marah ayah." jawab Melisa malu-malu.
Rudy begitu senang akan jawaban yang diberikan oleh Melisa, keduanya pun kini saling memeluk satu sama lainnya. Tak lupa keduanya kembali berc!*m4n.
"Boleh ayah minta lagi ....?" Tanya Rudy memohon pada Melisa sesaat b1 b!r nya lepas dari alat ucap Melisa.
Dan Melisa hanya mengangguk, tanda setuju. Rudy pun senang dan kembali menyatukan miliknya dengan Melisa.
Dalam hitungan detik kedua alat itu telah menyatu, Rudy kembali memacul lahan Melisa hingga terkulai lemah.
Di malam yang masih terdengar rintikan hujan, kini hanya ada alunan suara keduanya yang saling sahut menyahut.
Melisa mendapatkan kasih sayang yang berbeda dari ayahnya setelah dua kali merasakan penyatuan yang begitu hebatnya.
Ada rasa bahagia dalam diri Melisa sesaat ia sampai, butiran keringat mengiringi rasa letihnya dikamar yang bernuansa mewah yang sengaja Rudy pilihkan untuk kenyamanan keduanya saat bermain.
Keesokan paginya, lagi-lagi sebelum pulang ke rumah mereka kembali mengulang kejadian semalam di dalam bath up.
Rudy makin candu milik Melisa, begitu pun sebaliknya. Hingga mereka keluar dari hotel pada saat siang hari.
Mereka berdua selama berada di dalam mobil saling mencuri pandang, belum lagi Rudy selalu mengenggam tangan Melisa.
Rudy langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, karena ia sudah cukup lama meninggalkan Lusi terlalu lama dirumah.
Sebagai suami ia khawatir dengan kondisi Lusi yang sedang sakit keras. Belum lagi ia merasa sangat bersalah karena mengkhianati cinta isterinya.
2 jam berlalu, akhirnya mereka telah sampai di rumah, saat mereka telah sampai di rumah. Lusi, ibu angkat Melisa baru saja selesai mandi.
Tetangga samping rumah Melisa pun pulang saat keduanya telah sampai, Melisa yang melihat ibunya belum makan langsung mengambilkan makanan yang telah di siapkan oleh tetangganya tadi.
Rudy juga mengeluarkan uang untuk membayar jasa tetangganya yang tadi menunggu serta merawat istrinya.
"Ayo ibu makan dulu."
"Iya, kalo kalian sudah makan?" Tanya Lusi pada suami dan Melisa.
"Sudah ibu, jangan pikirkan kamu. Yang penting kesehatan ibu ya, Melisa gak mau ibu sakit terus." Lirih Melisa memeluk ibu angkatnya yang terlihat sangat kurus dan ringkih.
"Iya Mel, terima kasih."
Melisa pun kembali merawat ibunya dengan tulus, dan Rudy hanya bisa menatap Melisa yang begitu baik mau merawat isterinya, serta melayani nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!