NovelToon NovelToon

SYSTEM TUKANG OJEK PART II

Bab 1: Pertemuan dengan Sistem Tukang Ojek

Di sebuah desa kecil yang terletak di pinggiran kota, Iyan duduk termenung di bangku depan rumahnya yang sederhana. Matahari mulai tenggelam, memancarkan sinar jingga yang hangat ke sekelilingnya. “Gila, hutang ayahku banyak banget, ya?” keluhnya sambil menggaruk-garuk kepala. Sejak ayahnya pergi dan meninggalkan segunung utang, kehidupan Iyan menjadi berantakan. Ibu yang bekerja keras di warung kecil tak cukup untuk membayar semua cicilan yang menumpuk.

Tiba-tiba, Iyan merasakan ada sesuatu yang berbeda. Suara datang dari dalam pikirannya, “Halo, Iyan!”

“Hah? Siapa yang berbicara?” Iyan kaget, menoleh ke kanan dan kiri. Tidak ada siapa-siapa, kecuali burung-burung yang berkicau.

“Aku adalah Sistem Tukang Ojek, sahabatmu dalam menghadapi kesulitan ini!” suara itu kembali menggema dalam pikiran Iyan.

“System Tukang Ojek? Apa kamu bercanda? Ini bukan film superhero, tolong!” Iyan menjawab sambil mencoba menahan tawa.

“Aku serius! Dengan aku, kamu bisa mendapatkan hadiah menarik dengan menyelesaikan misi-misi. Dan hadiah itu bisa membantu membayar hutang-hutangmu!”

“Hadiah? Kayak di game gitu, ya? Oke deh, misalnya aku mau rumah dan motor, bisa?”

“Bisa! Tapi kamu harus kerja keras. Misalnya, misi pertamamu adalah mengantar Udin pulang dari sekolah tepat waktu. Hadiahnya, uang tunai 100 ribu!”

“Seriusan? Misi gampang banget! Kamu ini beneran System Tukang Ojek, ya? Berarti aku bisa jadi miliarder nih!”

“Bisa saja, asal kamu fokus dan tidak melenceng dari misi!”

Iyan kemudian berlari ke sekolah dengan semangat. Di dalam kelas, teman-teman sekelasnya, Udin, Encep, Mira, Sari, dan Joko sedang bercanda dan tertawa.

“Eh, Iyan! Kenapa kamu kelihatan lebih ceria? Dapat beasiswa dari mana?” tanya Mira bercanda dengan senyumnya yang menawan.

“Bukan, cuma dapat inspirasi hidup aja!” jawab Iyan sambil tersenyum lebar. Ia tahu, kehidupannya akan berubah setelah pertemuan aneh ini.

Setelah jam sekolah selesai, Iyan pun langsung menuju pangkalan ojek. “Oke, Sistem Tukang Ojek! Misi pertama, antar Udin pulang!”

“Iya, tinggal panggil Udin,” suara sistem itu menjawab.

“Iyo, Udin! Mau diantar pulang?” Iyan berteriak seraya melambaikan tangan.

Udin tersenyum lebar, “Wah, Iyan! Ayo, aku udah siap! Tapi yang penting, jangan pelan-pelan ya!”kata Udin.

Mereka meluncur dengan sepeda motor tua milik Iyan yang sudah dimodifikasi dengan stiker lucu. “Halo, Udin! Kamu tahu nggak kalau aku sekarang jadi Tukang Ojek?” Iyan berusaha mencairkan suasana sembari mengendarai motor.

“Wah, keren! Nanti aku mau jadi penumpang tetapmu, ya! Kasih diskon spesial, dong!” Udin sambil tertawa.

“Diskon? Nggak ada yang gratis di dunia ini, bro!” jawab Iyan sambil mengedipkan mata. “Kecuali senyummu!” ,Udin Hueeeekkkkzzz

“Wah, canda mulu, jadi nggak konsen nih menyetir!” Udin melongo sambil memegang pinggangnya saat Iyan berbelok tajam.

Setelah beberapa menit perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah Udin. “Yeay, selamat! Misi pertama selesai!” Iyan bersorak dalam hati, tidak sabar untuk melihat hadiah yang dijanjikan.

“Eh, Iyan. Berapa tarifnya, nih? Masa gratis?” tanya Udin bingung.

“Gratis, karena gw kan orang baik sambil Iyan menaikan turunkan alisanya.Tapi lain kali, kamu harus bayar ya!”

Begitu Iyan turun dari motor, suara sistem itu kembali terdengar. “Selamat, Iyan! Kamu telah menyelesaikan misi pertama. Uang 100 ribu telah ditransfer ke rekeningmu!”

“Eits, tunggu! Apa itu beneran?!” Iyan hampir melompat kegirangan.

“Oh, iya! Dan jangan lupa, ada misi selanjutnya besok. Siap?”

“Siap! jawab Iyan.

Bab 2: Misi Kedua dan Ketiga Juga Misi Tak Terduga

Hari Selasa pagi di SMA Budi Kasih, Iyan memasuki gerbang sekolah dengan semangat baru. Setiap langkahnya terasa lebih ringan setelah misi pertama yang sukses. "Oke, Sistem Tukang Ojek! Apa misi keduaku hari ini?" pikirnya.

“Selamat pagi, Iyan! Misi kedua hari ini adalah membantu Encep dengan tugas fisika, dan kamu akan mendapatkan 200 ribu jika berhasil!” suara sistem terdengar penuh semangat.

“Wah, 200 ribu! Baiklah, tugas fisik Encep ini pasti dikeluarkan dari film horor, deh,” Iyan menjawab sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. “Encep pasti bingung, ya?”

Di kelas, Iyan melihat Encep duduk sendirian dengan wajah kusut. Di depannya, ada tumpukan buku setinggi gunung. “Eh, Encep! Berhenti sakit kepala. Ada bantuan dari Tukang Ojek yang siap menyelamatkanmu!” Iyan berlari menghampiri.

“Bohong! Mana ada tukang ojek bisa bantu tugas fisika?” Encep skeptis, sambil menggeser buku-buku tebal itu.

“Tunggu dulu! Misi ini bisa bikin aku kaya, Iyan bercanda!,Jadi, mau minta bantuan atau mau nulis skrip film horor pake bukumu ini?” ledek Iyan.

Encep mendesah dan menyerah. “Oke oke, apa yang harus aku kerjakan?”

Iyan pun mulai menjelaskan dengan gaya yang berlebihan. “Jadi gini, Encep. Dalam fisika, jika mobilmu bergerak dengan kecepatan 60 km/jam dan harus berhenti mendadak kerana kamu melihat mantanmu, berapa jarak yang diperlukan untuk berhenti? Jawabnya, buka kelas pemrograman di internet!”

“Buka kelas pemrograman? Itu bukan fisika, Iyan!” Encep hampir saja tertawa terpingkal-pingkal, namun cepat-cepat menahan agar tidak terlihat.

Tiba-tiba, Mira dan Sari lewat dan mendengar percakapan mereka. “Kalian lagi ngomongin fisika? Coba, Iyan, ajarin aku juga! Pasti ada cara mudah biar aku bisa lulus!” Sari ikut nimbrung.

“Misi 3! Bantu Sari dan Mira dalam 10 soal, dan dapatkan 300 ribu!” sistem suara itu kembali beroperasi.

“Wah, jadi aku bisa dapat 500 ribu tanpa keluar keringat, ya? Seru!” Iyan bersemangat.

“Iyan, apakah kamu yakin bisa membantu kita semua? Atau kamu cuma menggoda kami?” Mira menatap curiga.

“Hahaha, aku ini tukang ojek yang multi-talenta! Bisa mengantar, membantu belajar, dan memberikan tawa!” jawab Iyan, sambil melambai-lambaikan tangannya seperti pemandu wisata.

Setelah sesi belajar yang penuh tawa dan kebingungan, bel masuk berbunyi. Saat kelas dimulai, Iyan sudah mempersiapkan semua jawaban dalam catatan kecil, seperti agen rahasia yang siap menjalankan misi.

Namun, ketika pelajaran berlanjut, Iyan tiba-tiba mendengar suara misterius. “Iyan! Kamu lupa kasih tahu Encep tentang jari-jari lingkaran dalam fisika? Dia bisa dapat prestasi tercepat!”

“Ugh, sistem, jangan ganggu! Ini sudah cukup kacau!” jawab Iyan dalam hati, berusaha tetap fokus.

Setelah kelas selesai, Iyan berlari menuju mereka. “Encep! Jari-jari lingkaran itu penting! Sebelum nyerah, lihat lagi tugasmu!”

Beberapa menit kemudian, Iyan, Encep, Mira, dan Sari berlari ke kantin sambil tertawa. Iyan merasa seperti raja, mengumpulkan uang hasil bantuan dan humor.

Sementara di luar sekolah, Joko dan Udin sedang menunggu dengan curiga. “Kenapa Iyan selalu ceria belakangan ini? Pasti dia punya rahasia!” ujar Udin.

“Ah, jangan khawatir. Mungkin dia cuma ketemu jodoh di sudut kelas! Haha!” Joko tertawa sambil mengacungkan jari.

Ketika Iyan kembali ke pangkalan ojek sepulang sekolah, suara sistem itu kembali terdengar. “Selamat, Iyan! Kamu telah menyelesaikan misi kedua dan ketiga! Uang 500 ribu telah ditransfer!”

Iyan hampir melompat kegirangan, “Terima kasih! Sekarang bisa nyicil buat bayar hutang ayahku.

Hari Rabu datang dan suasana di kelas SMA Budi Kasih terasa lebih ceria. Iyan sudah tidak sabar menanti apa misi berikutnya dari Sistem Tukang Ojek. “Oke, sistem! Apa misi hari ini?” pikirnya, membayangkan hadiah yang mungkin akan didapat.

“Selamat pagi, Iyan! Misi hari ini adalah mengerjakan tugas seni bersama Joko dan membawa dua lukisan dalam waktu satu jam ke pameran sekolah. Hadiah 500 ribu!”

“500 ribu? Wow! Misi ini gampang!” Iyan tertegun dan langsung bergegas ke kelas seni di lantai atas.

Di kelas seni, Joko sedang asyik mencampur cat dengan ekspresi serius. “Iyan! Kamu datang tepat waktu! Bantu aku lukis ini, biar kita bisa dapat juara!”

“Aku bisa bantu, Jadi Nara Sumber saja! Tapi, apa yang harus aku lukis?” tanyanya dengan senyum lebar.

“Bikin lukisan alam, deh! Yang baper gitu! Untuk menarik perhatian orang!” jawab Joko bersemangat.

“Baper? Kayaknya kita mau bikin lukisan, bukan bikin orang baper terus nangis?!” Iyan menjawab lucu.

Saat Iyan mulai menciptakan karya seni yang berani, Udin dan Mira muncul. “Eh, Iyan! Kamu kenapa seperti pakai jubah superhero? Kapan mau kembali ke bumi?” Udin menggelengkan kepala sambil tertawa.

“Dia lagi berjuang untuk bisa beli kue di kantin! Jadi perlu menghasilkan uang banyak!” jawab Joko sambil tersenyum nakal.

“Ugh, jangan ganggu! Ini seni, galak!” Iyan menggerakkan kuasnya dengan dramatis, namun tanpa sengaja menempelkan cat ke wajah Joko. “Eh, maaf! Itu efek seni, jadi berwarna!”

Beberapa menit berlalu, dan Iyan berhasil membuat lukisan yang menurutnya sangat artistik. “Nah, lihat! Ini pemandangan indah di desa kita dengan tradisi petani. Macam lukisan pemenang Nobel!”

“Apanya yang Nobel! Itu lebih kayak pemandangan horror!” Mira tertawa. Namun, tanpa mereka sadari, semua lukisan yang dikerjakan Iyan dan Joko mulai menarik perhatian teman-teman sekelas.

Dengan semangat, mereka berdua menggandeng lukisan menuju pintu keluar. “Ayo! Kita harus cepat!” Iyan berteriak, dan mereka berlari.

Namun, di lorong, mereka tiba-tiba bertemu Encep, yang sedang mendorong troli penuh makanan. “Mau lewat, tidak bisa! Dulu, pengemudi juga lewat sambil ngebut, sekarang apalagi!” teriak Encep dengan frustasi.

“Encep! Kami mau pameran lukisan!” Iyan berusaha melewati troli itu, tetapi tanpa sengaja, cat merah yang mereka bawa tumpah ke troli setengah isi makanan Encep.

“NOOOO! Itu makanan reservasi untuk acara pengganti kalau kami tidak dapat juara!”

“Sabar! Kita bisa coba lagi!” jawab Iyan. “Tapi kita harus cepat! Kita sudah menghancurkan harapan, kita tidak bisa menghancurkan perutmu!”

Saat mereka akhirnya berhasil keluar dari lorong itu, Iyan merasa panik. “Aduh, kita sudah terlambat! Bagaimana ini? Sistem! Bantuan!”

“Ayo, Iyan! Kamu masih punya 30 menit! Ayo jalan cepat!” suara sistem membangkitkan semangatnya.

Mereka berlari menuju ruang pameran, dan saat tiba, teman-teman mereka sudah berkerumun di luar. “Akhirnya! Kalian di mana? Tapi… kenapa wajahmu kayak pelukis horror?” Sari menunjuk wajah Joko yang berantakan cat.

“Ini adalah karya seni! Suprame! Momen puncak kegembiraan!” Joko menjawab penuh percaya diri.

Iyan dan Joko berhasil memasukkan lukisan tepat sebelum waktu habis. Beruntung, pameran berjalan lancar dan tetap ramai. Orang-orang datang melihat dan tertawa, menarik perhatian juri.

Setelah semua berakhir, Iyan kembali berkumpul dengan teman-temannya. “Kalian semua dapat lihat, kan? Kita bukan sekedar pelukis yang polos!” kata Iyan dengan rasa bangga.

“Tapi kamu lebih seperti pelukis cat yang tumpah, Iyan,” Udin menjawab dengan senyum lebar.

“Itu strategi! Supaya dapat perhatian lebih!”

Bersambung...

Bab 3: Misi yang Mengejutkan dan Motor Baru Juga Rencana Gila

Hari Kamis tiba, dan Iyan bangun lebih awal dari biasanya. Dengan semangat membara, ia langsung bertanya kepada Sistem Tukang Ojek. “Halo, sistem! Apa misi kita hari ini? Aku sudah siap untuk jadi miliarder!”

“Sebelum kita mulai misi hari ini, Iyan, aku punya kabar menarik!” suara sistem itu menjawab penuh semangat.

“Apa? Jangan bilang aku dapat pulau atau perusahaan!” Iyan mencela, merasa tak percaya.

“Lebih menarik dari itu! Kamu akan mendapatkan kendaraan baru jika menyelesaikan misi hari ini! Misi kamu adalah mengantarkan lima penumpang dalam waktu dua jam!”

“Wow, mobil baru? Atau… mungkin motor sport?” Iyan bermimpi.

“Bergantung pada kecepatan dan kreativitasmu, Iyan! Tapi ini adalah kendaraan yang bisa membantumu mengantar penumpang dengan nyaman!” sistem menjelaskan.

Iyan tidak sabar untuk memulai. “Oke, ayo lakukan! Aku sudah memiliki penumpang pertama!”

Begitu keluar rumah, ia bertemu Udin yang kebetulan sedang menunggu angkot. “Iyan! Bantu aku dong, aku terlambat untuk les. Bolehkah kau mengantarkan?”

“Siap, bro! Ini adalah misi pertama hari ini!”iyan berkata dalam hati, lalu mempersilakan Udin naik.

Selama perjalanan, Udin tidak henti-hentinya berkelakar. “Kalau kamu jadi tukang ojek seperti ini, nanti aku pengin diskon, ya! Siapa tahu bisa dapat free pass seumur hidup!”

“Diskon? Kamu mau gratisan? Itu hanya terjadi di imajinasimu, Udin!” Iyan tertawa sambil mengemudikan motor tuanya.

Setelah mengantarkan Udin, Iyan segera mencari penumpang berikutnya. Di pangkalan ojek, ia melihat Mira dan Sari sedang bingung mencari ojek. “Ayo, aku antar kamu berdua!”

“Kamu benar-benar ngojek? Wah, ini baru repot!” Mira menjawab sambil melirik Sari.

“Sudah lah, kita cukup bayar! Jadi, berapa?” Sari bertanya penuh antusias.

“100 ribu sepertinya layak untuk perjalanan ini!” Iyan berdecak.

“Wah, kemahalan! Cuma jarak dekat!” Mira komplain.

“Tapi kita juga butuh gadget baru! Apa kamu mau bayar dengan hug? Hahaha!” Iyan bercanda.

Setelah menyelesaikan perjalanan dengan Mira dan Sari, Iyan merasa percaya diri. “Tinggal dua penumpang lagi!”

Di tengah perjalanan, Encep tiba-tiba menelepon. “Iyan! Tolong! Aku di pantai dan mau pulang! Bisa tolong antar?”

“Bisa-bisa! Ini misi yang tepat untukku! Jawab Iyan dalam hati.Tunggu ya!” Iyan menjawab, terpaksa berbelok ke arah pantai.

Sesampainya di pantai, Iyan melihat Encep sedang asyik bermain bola. “Eh, bukan waktu main! Kita harus segera pulang!

“Aku punya uang di dompetku, jadi kita sudah aman!” Encep menjawab sambil berlari mengejar bola.

Iyan tak habis pikir, “Kamu bisa bakar dompet itu dalam perjalanan!” dan mereka pun bergegas kembali ke sekolah.

Satu penumpang lagi kelihatannya sulit dicari. Saat itu Joko muncul dari arah kantin, dengan kepingan kue di tangan. “Iyan! Kenapa kamu kelihatan bengkak? Apa kamu nabrak angkot!”

“Cowok, pantang menyerah! Ayo, naik!” Iyan mengajak sambil menyalakan mesin motor. Saat Joko naik, Iyan menabrak lampu lalu lintas, tetapi segera menyeimbangkan sepeda motor. “Ini namanya adrenalin, bang! Joko harus merasakan, ya!”

“Aku tahu, berkendara tanpa kacamata bukan adrenalin melainkan salah kaprah!” balas Joko sumringah.

Tak lama kemudian, Iyan berhasil mengantarkan semua penumpang dalam waktu dua jam. “Yeay! Misi selesai! Sekarang saatnya mendapatkan kendaraan baru!”

“Iyan, selamat! Kamu telah menyelesaikan misi!” suara sistem menggema di kepalanya. “Kendaraan baru kamu adalah… sepeda motor sport berwarna biru yang mengagumkan.

Iyan tidak bisa mempercayai matanya. Di depan rumahnya, berdiri sepeda motor sport berwarna biru yang mengkilat. “WOOOOOW! Ini benar-benar motor impian!” teriak Iyan, tak sabar untuk mengendarainya. Semua teman-temannya, Udin, Encep, Mira, Sari, dan Joko, yang sedang berkumpul, langsung melongok penasaran.

“Eh, Iyan! Motor siapa itu?” tanya Joko, dengan mata yang berbinar-binar.

“Motor baru! Dan yang lebih penting, ini hasil kerja kerasku!” jawab Iyan dengan bangga.

“Masa sih? Kok kayak di iklan? Berhasil dalam semalam?” Udin menimpali sambil melirik motor dengan penuh rasa ingin tahu.

Sistem Tukang Ojek menginterupsi. “Iyan, ingat untuk mengendarai motor ini dengan hati-hati. Kecepatan dan keselamatan adalah prioritas!”

Iyan tersenyum. “Tenang saja, sistem. Tidak ada gaya balap di sini, hanya gaya tukang ojek!”

Tanpa membuang waktu, Iyan mengajak teman-temannya untuk melihat lebih dekat. “Ayo, kita uji coba! Siapa yang mau naik pertama?”

“Gak usah nanya, aku mau!” teriak Sari penuh semangat.

Tak lama kemudian, mereka semua berebut untuk naik motor. Joko, yang mendapatkan kesempatan pertama, langsung melompat ke jok motor. “Ayo, Iyan! Ajak aku berkeliling desa! Kita pasti terlihat seperti bintang film!”

Di tengah perjalanan, Joko berteriak, “GASS! GASS! Kita harus cepat! Nanti ada fotonya di Instagram!”

Iyan tertawa. “Sabar! Kita bukan sedang balapan. Fokus juga jangan hilang ya!”

Tetapi saat menikung, Joko tiba-tiba berteriak, “Bawa ke kanan! Ke kanan! Tidak! Salah arah!”

“Astagfirullah! Jangan panik! Aku tahu mana yang benar!” Iyan berusaha menyeimbangkan motor, tapi itu justru membuat mereka berputar-putar seperti roller coaster.

Begitu akhirnya berhasil mengendalikan motor, Iyan melirik Joko dan menambahkan, “Nah, jadinya apa? Kita jadi bintang film yang tersesat?”

Sesampainya di pangkalan ojek, mereka turun dari motor sambil terbahak-bahak. “Iyan, kamu harus sering-sering bawa kami! Ini bikin adrenalin!” Sari berkomentar, masih tertawa.

“Ya, cuman jangan terlalu ketat di belokan, Iyan!” kata Udin sambil menggelengkan kepala.

Setelah tawa reda, Iyan keluar dari kerumunan. “Kalian tahu, aku rasa sudah saatnya kita melakukan sesuatu yang lebih besar dengan motor ini.Mengumpulkan uang lebih banyak untuk membantu membayar hutang!

“Wow, hebat! Misi berkeliling desa, ngojek kan?” Encep memberikan ide cemerlang.

“Yup! Besok kita adakan acara tukang ojek! Siapa mau ikut?” Iyan mengusulkan dengan penuh semangat. “Kita bisa bawa makanan, bikin acara, sembari ngojek!”

Teman-temannya saling berpandangan. “Keren! Ayo! Kita adakan acara!” teriak Udin semangat.

“Iya, kita bisa menjajakan kue buatan ibu kamu! Makanan dan layanan ojek jadi satu!” Sari menambahkan.

“Gak ada cara yang lebih lucu dibanding memperkenalkan tukang ojek dengan makanan! Biar kita semua bisa santai!” Mira menyetujui.

Seluruh teman-teman setuju, dan Iyan merasa semangat baru mengalir dalam dirinya. Mereka merencanakan acara tukang ojek di sekolah untuk akhir pekan agar semua orang bisa ikut.

Malam itu, Iyan pulang ke rumah dengan hati yang penuh harapan. Ia memberitahu ibunya tentang rencana dan motor barunya. “Bu, lihat! Aku dapat motor baru! Dan aku juga punya rencana mengadakan acara tukang ojek!”

Ibu Iyan tersenyum. “Bagus, Nak! Tapi ingat, yang paling penting adalah kamu belajar dan punya tanggung jawab!”

“Iya, Bu! Aku akan buktikan kalau ini semua untuk membangun masa depan kita!” Iyan bertekad.

Dalam hati, Iyan tahu jika bisa menjalankan acara ini dengan baik, ia tidak hanya bisa membayar hutang ayahnya, tetapi juga memberikan kebahagiaan untuk ibunya dan teman-teman.

Hari Jumat tiba, dan seluruh sekolah sudah bersemangat menanti acara yang direncanakan oleh Iyan dan teman-temannya. Mereka telah membagi tugas,Udin yang bertugas membawa makanan, Sari menangani dekorasi, dan Mira serta Encep merencanakan iklan untuk acara hari sabtu. Joko di sisi lain, dengan kebanggaan yang berlebihan, akan menjadi MC dalam acara tersebut.

“Iyan! Kamu sudah siap? Kita hanya punya satu hari lagi sebelum acara!” teriak Joko sambil berlari mendekati Iyan.

“Iya! Sudah hampir semua siap! Kita hanya butuh mengingat jadwal dan siapa yang harus membawa apa,” jawab Iyan sambil menggenggam tangan.

“Baiklah, aku akan bangun pagi, gigit jari, dan terbang ke sana!” Joko berpura-pura terbang dengan tawa.

Malam itu, setelah rapat terakhir di rumah Iyan, mereka semua pulang dengan semangat yang membara. Iyan berdiam diri di kamar memikirkan rencananya. “Sistem! Apa kamu punya saran untuk acara besok?”

“Sebagai sistem tukang ojek, aku sarankan karisma dan humor kalian harus ditonjolkan!” suara sistem itu menjawab.

“Karisma? Ketika perutku keroncongan?” Iyan menggelengkan kepala, membayangkan semua makanan yang akan dinikmati. “Bisa gak ada makanan berat?”

“Yang terpenting adalah kesenangan! Mau misi di tengah acara atau cukup fokus menghibur orang?” sistem berbalik bertanya.

Iyan berusaha berpikir sejenak. “Kita akan lebih fokus pada acara, dan jika kesempatan muncul, baru kita ambil misi! Siapa tahu kita bisa dapat uang tambahan!”

Setelah berdiskusi dengan sistem, Iyan merasa lebih siap untuk menghadapi besok.

Hari acara tiba, dan Iyan serta teman-temannya berdiri di depan pangkalan ojek di sekolah dengan berbagai makanan yang telah disiapkan. Joko sudah mulai mengatur mic dan berlatih pengantarannya.

“Selamat datang semuanya! Mari saksikan acara tukang ojek yang akan menghancurkan rasa lapar kalian!” Joko berteriak meriah, dan semua orang mulai berkumpul.

“Joko, jangan lebih sok! Kita bukan pameran makanan, kita hanya berbagai makanan ke tukang ojek!” Mira menambahkan, sambil menyiapkan makanan.

“Aku tidak terlihat sok! Tapi kita perlu menjaga branding! Ingat, kita adalah tim ojek yang menawarkan lebih dari sekadar perjalanan!” Joko membalas dengan serius.

Setelah semua siap, Iyan memanggil temannya untuk bergabung lagi. "Oke, kita siap untuk mulai ngojek! Ingat, bawa energi positif dan humor!”

Iyan mengambil posisinya di depan motor barunya, siap menunggu penumpang pertama. Tak lama kemudian, Encep berlari sambil melambaikan tangan. "Iyan! Kita sudah setengah jam dan belum ada penumpang!"

Iyan tertawa. "Tenang, jangan panik! Ini baru awal! Kalian sudah melihat iklan di poster?”

"Aku rasa iklan kita kurang menarik, lebih mirip karya seni anak TK!" jawab Sari sambil tertawa.

Justru di saat yang sama, beberapa siswa dari kelas lain mendekat, penasaran dengan acara tersebut. "Wah, apa ini? Ojek dengan menu? Mau pesan berapa porsi?” tanya salah satu siswa.

“Pesan satu porsi pelayanan ojek plus makanan adalah 50 ribu rupiah! Makanan ditangani oleh koki sekolah kami!” Mira menjawab penuh semangat.

"Dan untuk perjalanan, gratis! Hanya dengan senyum dan tawa!" tambah Iyan, berusaha menarik perhatian mereka.

Seiring berjalannya waktu, penjualan makanan meningkat, dan Iyan serta teman-temannya mengantar penumpang dengan gembira. Tiap kali mengantar penumpang, Iyan mengingatkan mereka untuk memberikan umpan balik.

“Kalau ingin kami tetap ngojek, kasih tahu kami di Instagram! Kami juga menerima kritik!” kata Iyan sambil terkekeh.

Setelah mendapatkan banyak penumpang, Iyan mendengarkan suara sistem yang memberi tahu. “Selamat, Iyan! Kamu mendapatkan 1 juta rupiah dari acara ini! Hadiah tambahan untuk misi yang kamu kerjakan!”

“WOOOW, satu juta?! Ini luar biasa!” Iyan menjawab dengan sirene dan membagikan kabar baik kepada teman-temannya.

Di tengah keseruan, mereka melihat seorang siswa baru yang kesulitan membawa barang.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!